Puji syukur kita panjatkan ke hadapan Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat
rahmat-Nya kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Asuhan Keperawatan
Pada Ibu Hamil dengan Gagal Ginjal” tepat pada waktunya. Makalah ini kami susun
untuk melengkapi tugas mata kuliah Maternitas, selain itu untuk mengetahui dan
memahami Asuhan Keperawatan Pada Ibu Hamil dengan Gagal Ginjal.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna. Untuk itu
diharapkan kepada dosen dan teman teman dapat memberikan masukan berupa kritik
dan saran yang bersifat membangun.
Penyusun,
Kelompok 7
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Ginjal berfungsi untuk mengatur keseimbangan air dalam tubuh, mengatur konsentrasi
garam dalam darah dan keseimbangan asam basah darah serta ekskresi bahan buangan
dan kelebihan garam (Pearce 1995 dalam Dewi, 2015). Gagal ginjal kronis atau penyakit
renal tahap akhir (ESRD) merupakan gangguan fungsi renal yang progresif dan irrevesible
dimana kemampuan tubuh gagal mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan
dan elektrolit, yang menyebabkan uremia (Brunner & Suddarth, 2001 dalam Haryono
2013).
Penyakit Ginjal Kronik didunia saat ini mengalami peningkatan dan menjadi masalah
kesehatan serius, hasil penelitian Global Burden of Disease tahun 2010, penyakit ginjal
kronik merupakan penyebab kematian peringkat ke 27 di dunia tahun 1990 dan meningkat
menjadi urutan ke 18 pada tahun 2010. Lebih dari 2 juta penduduk di dunia mendapatkan
perawatan dengan dialisis atau transplantasi ginjal, dan hanya sekitar 10% yang benar-
benar mengalami perawatan tersebut.
Prevalensi gagal ginjal di dunia menurut ESRD (End-Stage Renal Disease) pada
tahun 2011 sebanyak 2.786.000 orang, tahun 2012 sebanyak 3.018.000 orang dan tahun
2013 sebanyak 3.200.000 orang, dari data tersebut disimpulkan adanya peningkatan
angka kesakkitan pasien gagal ginjal tiap tahunnya sebesar 6%, sekitar 78% dari pasien
gagal ginjal kronik didunia menggunakan terapi dialisis untuk kelangsungan hidupnya.
(Riskesdas, 2013) Prevalensi penduduk Indonesia yang didiagnosis gagal ginjal kronik
yaitu 499.800 orang (0,2%), prevalensi tertinggi didapatkan di Sulawesi Tengah sebesar
0,5%, diikuti Aceh, Gorontalo, dan Sulawesi Utara masing-masing sebesar 0,4%,
sedangkaN di Sumatra Utara sebesar 0,2 %. Urutan penyebab gagal ginjal yang
mendapatkan hemodialisis karena hipertensi (44%), penyakit diabetik melitus atau
nefropati diabetik (22%) berdasarkan data Indonesian Renal Registry (2015).
Keberhasilan persalinan pada wanita dengan PGK yang mendapat dialisis mencapai
90-100% setelah tahun 1990. Ada beberapa seri kasus pada tahun 2000, terutama dari
pusat-pusat kesehatan, yang melaporkan tingkat keberhasilan lebih dari 70%. Meskipun
mengalami peningkatan angka keberhasilan,kehamilan pada dialisis jangka panjang sering
dianggap sebagai suatu tantangan karena sering menimbulkan dampak buruk pada
janin,seperti kelahiran prematur dan janin yang kecil dari usia gestasi.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2. Etiologi
a. Infeksi saluran kemih (Pielonefritis kronis).
b. Penyakit peradangan (Glomerulonefritis) untuk glumerulonefritis kronik ditandai
dengan kerusakan glomerulus secara progresif, akan tampak ginjal mengkerut. Ini
disebabkan jumlah nefron berkurang karena iskemia, karna tubulus mengalami
atropi, fibrosis intestisial dan penebalan dinding arteri.
c. Penyakit vaskuler hipertensif (Nefrosklerosis, stenosis renalis). Merupakan
penyakit primer dan menyebabkan kerusakan pada ginjal. Sebaliknya, GGK dapat
menyebabkan hipertensi.
d. Penyakit metabolik, misalnya: Diabetes Mielitus, Asam Urat, Hiperparatiroidisme
e. Nefropati toksik
f. Batu saluran kemih. (Rudi Haryono, 2013).
3. Pathway
5. Manifestasi Klinis
Beberapa tanda dan gejala yang mungkin dapat diketahui adalah hipertensi,
penurunan berat badan tanpa sebab yang jelas, anemia, mual dan muntah, lesu dan
gelisah, kelelahan, nyeri kepala tanpa sebab yang jelas, penurunan daya ingat,
kedutan dan keram otot, BAB berdarah, kulit kekuningan, dan rasa gatal (Azwar
Agoes, dkk. 2018).
Berikut ini adalah tanda dan gejala yang ditunjukan oleh gagal ginjal kronis:
a. Sistem kardiovaskuler, antara lain hipertensi, pitting edema, edema
periorbital, pembesaran vena leher, friction subpericardial.
b. Sistem pulmoner, antara lain nafas dangkal, krekel, kusmaull, sputum kental.
c. Sistem gastrointestinal, antara lain anoreksia, mual dan muntah, perdarahan
saluran GI, ulserasi dan perdarahan mulut, nafas berbau ammonia.
d. Sistem musculoskeletal, antara lain kram otot, kehilangan kekuatan otot,
fraktur tulang.
e. Sistem integumen, antara lain war na kulit abu-abu mengilat, pruritis, kulit
kering bersisik, ekimosis, kuku tipis dan rapuh, rambut tipis dan kasar.
f. Siistem reproduksi, antara lain amenore, atrofi testis.
(Suyono dkk, 2001 dalam Rudi Haryono, 2015).
6. Kompikasi
Komplikasi gagal ginjal kronis yang memerlukan pendekan kolaboratif dalam
perawatan, mencakup:
a. Hiperkalemia, akibat penurunan ekresi, asidosis metabolik, katabolisme dan
asupan diit berlebih.
b. Perikarditis, efusi pericardial dan temponade jantung akibat retensi produk
sampah uremik dan dialisis yang tidak adekuat.
c. Hipertensi, akibat retensi cairan dan natrium serta mal fungsi sistem renin,
angiotensin, aldosteron.
d. Anemia, akibat penurunan eritropoeitin, penurunan rentang usia sel darah merah,
perdarahan gastrointestinal akibat iritasi.
e. Penyakit tulang, akibat retensi fosfat, kadar kalium serum yang rendah
metabolisme vitamin D, abnormal dan peningkatan kadar alumunium. (Smeltzer,
2002 dalam Rudi Haryono, 2013).
7. Pemeriksaan Diagnostik
a. Biokimiawi
Pemerikasaan utama dari analisa fungsi ginjal adalah ureum dan kreatinin
plasma. Untuk hasil yang lebih akurat mengetahui fungsi ginjal adalah dengan
analisa kreatinin klirens. Selain pemeriksaan fungsi ginjal (Renal Function Test),
pemeriksaan kadar elektrolit juga harus dilakukan untuk mengetahui status
keseimbangan elektrolit dalam tubuh sebagai bentuk kinerja ginjal.
b. Urinalis
Urinalis dilakukan untuk menapis ada atau tidaknya infeksi pada ginjal atau ada
atau tidaknya perdarahan aktif akbiat inflamasi pada jaringan parenkim ginjal.
c. Ultrasonografi Ginjal
Imaging (gambaran) diri ultrasonografi akan memberikan informasi yang
mendukung untuk menegakkan diagnosis gagal ginjal. Pada klien gagal ginjal
biasanya menunjukkan adanya obstruksi atau jaringan parut pada ginjal. Selain
itu, ukuran dari ginjal pun akan terlihat (Eko Prabowo & Andi Eka, 2017).
8. Penatalaksanaan
1. Obat-obatan
Antihipertensi, suplemen besi, agen pengikat fosfat, suplemen kalsium, furosemid
(membantu berkemih), tranfusi darah
2. Intake cairan dan makanan
a. Minum yang cukup
b. Pengaturan diet rendah protein (0,4-0,8 gram/kg BB) bisa memperlambat gagal
ginjal kronis.
c. Asupan garam biasanya tidak dibatasi kecuali jika dibatasi kecuali jika terjadi
edema atau hipertensi.
d. Tambahan vitamin B dan C diberikan jika penderita menjalani diet ketat atau
menjalani dialisa.
e. Asupan cairan dibatasi untuk mencegah terlalu rendahnya kadar garam
(Natrium) dalam darah.
f. Makanan kaya kalium harus dihindari
g. Membatasi asupan makanan kaya fosfat (misalnya produk olahan susu, hati,
kacang kacangan dan minuman ringan)
h. Hemodialisa
Hemodialisis adalah suatu teknologi tinggi sebagai terapi pengganti fungsi
ginjal untuk mengeluarkan sisa-sisa metabolisme atau racun tertentu dari
peredaran darah manusia seperti air, natrium, kalium, hydrogen, urea, kreatinin,
asam urat, dan zat-zat lain melalui membran semi permeable sebagai pemisah
darah dan cairan dialisat pada ginjal buatan dimana terjadi proses difusi,
osmosis, dan ultrafiltrasi (Rudi Haryono, 2013).
Pola makan
(15xKgBB)
Pantangan makan Tidak ada Makanan dengan natrium
pantangan dan kalium tinggi dan
makanan makanan tinggi fosfor
Menu makan Nasi, lauk pauk, sayur Diet lunak, cukup energi
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada pasien Gagal Ginjal
Kronik menurut Nurarif & Kusuma (2015):
a. Kelebihan volume cairan b.d penurunan haluaran urin, retensi cairan dan
natrium,
b. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d anoreksia, mual,
muntah, perubahan membran mukosa mulut
c. Intoleransi aktivitas b.d keletihan, anemia, retensi produk sampah, prosedur
dialisis
d. Ketidakefektifan pola nafas b.d kongesti paru
e. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer b.d perlemahan aliran darah ke seluruh
tubuh
f. Ketidakefektifan perfusi jaringan serebral b.d suplai okigen ke otak menurun
g. Kerusakan integritas kulit b.d pruritus, gangguan status metabolic sekunder
h. Resiko penurunan curah jantung b.d perubahan preload
3. Intervensi Keperawatan
No Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
DX
1 Tujuan: 1. Jelaskan pada klien dan keluarga klien
Setelah dilakukan tentang indikator kelebihan cairan
tindakan keperawatan
selama 3x24 R/: mengurangi volume cairan dalam tubuh
7. Konjungtiva tidak
anemis
5. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi adalah penilaian dengan cara membandingkan perubahan keadaa
pasien ( Hasil yang diamati ) dengan tujuan dan kriteria hasil yang di buat
(Rohmah, N. 2014).
Evaluasi merupakan tahapan akhir dari suatu proses keperawatan yang
merupakan perbandingan yang sistematis dan rencana tentang kesehatan pasien
dengan tujuan yang telah ditetapkan, dilakukan dengan cara melibatkan pasien dan
sesama tenaga kesehatan (Wijaya & Putri, 2013).
Daftar pustaka
Dewi, Nurma. 2015. Gambaran Tingkat Pengetahuan Pasien Gagal Ginjal Kronik Terhadap
Kepatuhan Menjalani Hemodialisa Di Rumah Sakit MH Thamrin. Jurnal Ilmiah Kesehatan:
Vol.1,No.7. Diakses pada tanggal 18/12/2018.
Harahap, Solihuddin. 2016. Faktor-Faktor Risiko Kejadian Gagal Ginjal Kronik (GGK) DiRuang
Hemodialisa (HD) RSUP H. Adam Malik Medan. Diakses pada tanggal 15/01/2019.
Haryono, Rudi. 2013. Keperawatan Medikal Bedah Sistem Perkemihan. Yogyakarta: Andi
Offest.
Kammerer. 2007. Adherene in Patients On Dialysis: Strategies for Succes. Nephrology Nursing
Journal: Vol.34,No.5, 479-485.
Price & Wilson. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Penerjemah dr.
Brahm U. Pendit. Jakarta: EGC.
Riskesdas. 2013. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementrian Kesehatan RI.
Smeltzer, Suzanne C dan Brenda G Bare. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medical Bedah Edisi
8. Jakarta : EGC.
WHO. 2003. Adherence long-term therapies. Evidence for action. Diperoleh dari http://
www.emro.who.int/ncd/publicity/adherence.report.in.diabetic.patien diakses pada tanggal
21/01/2019.