Anda di halaman 1dari 27

ATRESIA ANI

DOSEN PEMBIMBING

Ns. ZULHARMASWITA, Sp.Kep.Anak

Nama Kelompok 4:

1. Cindy Ramadhatul Utari


2. Della Puspita Sari
3. Firsty Febrilian
4. Mujahid Al Aziz
5. Nurvidia Mutia Zahara
6. Nabila Tezsa Maharani
7. Shallu Annisa
8. Syinta Dila Safitri
9. Vindy Apriantina Putri

POLTEKES KEMENKES RI PADANG

PRODI KEPERAWATAN SOLOK

TAHUN 2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadiran tuhan Yang Maha Esa atas limpahan rahmat dan
hidayah Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini untuk memenuhi tugas
dalam perkuliahan Keperawatan Anak. Makalah ini membahas mengenai Atresia
Ani. Kami mengucapkan banyak terima kasih kepada bapak / ibu dosen atas segala
arahan dan bimbingan sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini.

Makalah ini diharapkan memberikan manfaat kepada pembaca. Dan


kelompok menyadari bahwa masih banyak kesalahan dan kekurangan pada makalah
ini. Hal ini karena keterbatasan kemampuan dari kelompok. Oleh karena itu, penulis
mengharapkan kritikan dan saran yang bersifat membangun dari semua pihak guna
penyempurnaan makalah ini.

Solok, 28 Agustus 2020

Penulis

2
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB 1 PENDAHULUAN
A. Latar Belakang...........................................................................................4
B.Tujuan.........................................................................................................4
C.Rumusan Masalah.......................................................................................5
BAB II PEMBAHASAN
A. Definisi.......................................................................................................6
B. Klasifikasi..................................................................................................6
C. Etiologi.......................................................................................................7
D. Manifestasi Klinis......................................................................................8
F. Patofisiologi................................................................................................9
G. Penatalaksanaan.........................................................................................9
H. WOC........................................................................................................11
I. Asuhan Keperawatan teoritis.....................................................................12

BAB III PENUTUP


A. Kesimpulan............................................................................................26
B. Saran .....................................................................................................26
DAFTAR PUSTAKA

3
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Dalam asuhan neonatus tidak sedikit dijumpai adanya kelainan cacat
kongenital pada anus dimana anus tidak mempunyai lubang untuk
mengeluarkan feces karena terjadi gangguan pemisahan kloaka yang terjadi
saat kehamilan. Walaupun kelainan lubang anus akan mudah terbukti saat
lahir, tetapi kelainan bisa terlewatkan bila tidak ada pemeriksaan yang cermat
atau pemeriksaan perineum. Kelainan kongenital pada anus ini biasanya
disebabkan karena putusnya saluran pencernaan dari atas dengan daerah
dubur, kegagalan pertumbuhan saat bayi dalam kandungan berusia 12 minggu
/3 bulan, dan adanya gangguan atau berhentinya perkembangan embriologik
didaerah usus, rektum bagian distal.
Atresia rekti dan anus adalah kelainan kongenital anus dimana anus
tidak mempunyai lubang untuk mengeluarkan faeses karena terjadi gangguan
pemisahan kloaka yang terjadi saat kehamilan. Walaupun kelainan lubang
anus akan akan mudah terbukti saat lahir, tetapi kelainan bisa terlewatkan bila
tidak ada pemeriksaan yang cermat atau pemeriksaan perineum (Noorbaya.
2019:158).
B. TUJUAN
1. Untuk mengetahui pengertian atresia ani
2. Untuk mengetahui etiologi atresia ani
3. Untuk mengetahui manifestasi klinis atresia ani
4. Untuk mengetahui patofisiologi atresia ani
5. Untuk mengetahui penatalaksanaan atresia ani
6. Untuk mengetahui komplikasi atresia ani
7. Untuk mengetahui asuhan keperawatan teoritis atresia ani

4
C. RUMUSAN MASALAH
1. Menjelaskan pengertian atresia ani
2. Menjelaskan etiologi atresia ani
3. Menjelasan manifestasi klinis atresia ani
4. Menjelaskan patofisiologi atresia ani
5. Menjelaskan penatalaksanaan atresia ani
6. Menjelaskan komplikasi atresia ani
7. Menjelaskan asuhan keperawatan teoritis atresia ani

5
BAB II

PEMBAHASAN

A. DEFINISI
Menurut kamus kedokteran Atresia berarti tidak adanya lubang pada
tempat yang seharusnya berlubang. Sehingga atresia ani berarti tidak
terbentuknya lubang pada anus (Nurarif, 2015 : 83).
Imperforata anus adalah tidak komplit perkembangan embrionik pada
distal (usus) atau tertutupnya anus secara abnormal (Suriadi dan Yuliani,
2010: 145).
Atresia rekti dan anus adalah kelainan kongenital anus dimana anus
tidak mempunyai lubang untuk mengeluarkan faeses karena terjadi gangguan
pemisahan kloaka yang terjadi saat kehamilan. Walaupun kelainan lubang
anus akan akan mudah terbukti saat lahir, tetapi kelainan bisa terlewatkan bila
tidak ada pemeriksaan yang cermat atau pemeriksaan perineum (Noorbaya.
2019:158).
Atresia anus (anus imperforatus) adalah suatu keadaan dimana lubang
anus tidak terbentuk. Kebanyakan bayi yang menderita atresia anus juga
memiliki fistura (hubungan abnormal) antara anus dengan uretra, perineum
maupun kandung kemih. Atresia anus tidak sempurna, akibat kegagalan
penurunan septum anorektal pada masa embrional, termasuk agenesis ani,
agenesis rekti adan atresia ani (Muslihatun, 2010: 135).
B. Klasifikasi
Klasifikasi menurut Melbourne, atresia anus dibadakan menjadi tiga,
yaitu atresia anus letak tinggi, yaitu rektum berakhir diatas m. Levator ani (m.
Pubokoksigeus);atresia anus letak intermediet, yaitu rektum berakhir di m.
Levator ani; serta atresia anus letak rendah, yaitu rektum berakhir dibawah m.
Levator ani. Menurut Gross (1996 sit. Ngastiyah, 2005), atresia anus
dikelompokan menjadi strenosis rektum yang lebih rendah (pada anus);

6
membran anus menutup; anus imperforata dan ujung rektum buntu, disertai
fistura rektovesika atau rektovestibuler (pada perempuan), fistura rektovesika,
rektouretralis atau rektoperinealis (pada laki – laki), serta lubang anus terpisah
dengan ujung rektum (Muslihatun, 2010: 135).
Atresia Ani adalah tidak adanya anus. Terdapat 3 tipe:
1. Tipe rendah: bila ujung usus mendekati mendekati kulit ditempat
anus seharusnya.
2. Tipe tinggi (Kelainan ini lebih banyak ditemukan pada bayi laki
laki, sebaliknya kelainan letak rendah sering ditemukan pada bayi
perempuan. Pada perempuan dapat ditemukan fistula
rektoperinium dan fistula rektovagina juga dapat ditemukan tipe
cloaca, sedangkan pada laki – laki dapat ditemukan fistula yaitu
ektourinaria.
3. Membran anus menetap (Noordiati, 2018 : 114).
C. Etiologi
Atresia dapat disebabkan oleh beberapa faktor antara lain:
1. Putusnya saluran pencernaan dari atas dengan daerah dubur sehingga bayi
lahir tanpa lubang dubur.
2. Kegagalan pertumbuhan saat bayi dalam kandungan berusia 12 minggu / 3
bulan.
3. Adanya gangguan atau berhentinya perembangan embriologik didaerah
usus, rektum pada bagian distal serta taktus urogenitalis, yang terjadi
antara minggu keempat sampai keenam usia kehamilan (Nurarif, 2015 :
83).
Dalam (Noorbaya, 2019: 158 – 159 buku Panduan Belajar Asuhan
Neonatus, Bayi, Balita dan anak prasekolah ) ada beberapa etiologi
sebagai berikut :
1. Manifestasi linis yang terjadi pada atresia rekti dan anus adalah
kegagalan lewatnya mekonium setelah bayi lahir, tidak adanya

7
atau stenosis kanal rektal, adanya membran anal fistura eksternal
pada perineum (Suriadi, 2011).
2. Gejala lain yang nampak diketahui adalah jika bayi tidak dapat
buang air besar sampai 24 jam setelah lahir, gangguan intestinal,
pembesaran abdomen, pembuluh darah dikulir abdomen akan
terlihat menonjol (Adele, 1996).
3. Bayi muntah muntah pada usia 24 – 48 jam setelah lahir juga
merupakan salah satu manifestasi klinis atresia rekti dan anus.
Cairan muntahan dapat berwarna hijau karena cairan empedu atau
berwarna hitam kehijauan kerena cairan mekonium.

Dalam (Muslihatun, 2010: 135) Atresia anus adalah suatu kelainan


bawaan. Keadaan ini terjadi akibat ketidaksempurnaan proses pemisahaan
septum anorektal. Insiden dari atresia ini adalah 1:15000 kelalahiran, serta
merupakan penyakit tersaring dari sindrom VACTERL.

Dalam (Noordiati, 114 : 2018) Penyebab Atresia Ani:

1. Putusnya saluran pencernaan dari atas dengan daerah dubur


sehingga bayi lahir tanpa lubang dubur.
2. Gangguan Organogenesis dalam kandungan kegagalan
pertumbuhan saat bayi dalam kandungan berusia 12 minggu / 3
bulan.
D. Manifestasi Klinis
1. Mekonium tidak keluar dalam 24 jam pertama setelah melahiran.
2. Tidak dapat dilakukan pengukuran suhu rektal pada bayi.
3. Mekonium keluar melalui sebuah fistura anus yang salah letakkanya.
4. Distensi bertahap dan adanya tanda – tanda obstruksi usus (bila tidak ada
fistura).
5. Bayi muntah – muntah pada umur 24 – 48 jam.

8
6. Pada pemeriksaan rectal touche terdapat adanya membran anal (Nurarif,
2015 : 83).

Gejala atresia ani diantaranya adalah mekonium (tinja pertama pada


bayi baru lahir) tidak keluar dalam waktu 24 – 48 jam setelah lahir) tinja
keluar dari vagina atau uretra, perut menggembung, jika disusui, bayi akan
muntah. Bayi cepat kembung 4 – 8 jam setelah lahir. tidak ditemukan anus,
kemungkinan ada fistura. Bila ada fistura rektovestibuler dan mekonium
keluar dari fistura tersebut, berarti terjadi atresia anus letak rendah
(Muslihatun, 2010: 135).

E. Patofisiologi
Kelainan atresia ani terjadi karena kegagalan pembentukan septum
urorektal secara komplit karena gangguan pertumbuhan, fusi, atau
pembentukan anus dari tonjolan embrionik. Manifestasi klinis atresia ani
diakibatkan oleh adanya membran anal fistura eksternal pada perineum,
(Suriadi, 2011) dalam (Noorbaya, 2019: 158) adanya fistura tersebut
mengakibatkan distensi abdomen, bayi muntah – muntah pada umur 24 – 48
jam dan jika mekonium (tinja pertama pada bayi baru lahir) tidak keluar
dalam 24 jam setelah lahir tinja akan menumpuk pada abdomen yang
menyebabkan perut kembung dalam 4 – 8 jam setelah lahir (Muslihatun, 2010
:135).
Mekonium yang tidak keluar dalam 24 jam dan kelainan Rectovaginal
Fistula yaitu abnormal pada usus besar atau rektum dengan vagina, hal
tersebut menyebabkan faeses / tinja akan masuk kedalam uretra (saluran
kemih) sehingga menyebabkan gangguan pada saluran kemih dan infeksi
yang berulang. Atresia ani / anus dikelompokan menjadi strenosis rektum
yang lebih rendah (pada anus); membran anus menutup; anus imperforata dan
ujung rektum buntu, disertai fistura rektovesika atau rektovestibuler (pada
perempuan), fistura rektovesika, rektouretralis atau rektoperinealis (pada laki

9
– laki), serta lubang anus terpisah dengan ujung rektum (Muslihatun, 2010:
135).
Terdapat dua tipe; yaitu letak tinggi, yang mana terdapat penghalang
diatas otot levator ani. Tipe letak rendah adalah adanya penghalang dibawah
otot livator ani (Suriadi dan Yuliani, 2010 : 145).
Anus dan rektum berkembang dari embrionik bagian belakang. Ujung
ekor dari bagian belakang berkembang jadi kloaka yang merupakan bakal
genitourinary dan struktur anorektal (Suriadi dan Yuliani, 2010 : 145).
Terjadi stenosis anal karena adanya penyempitan pada kanal anorektal.
Terjadi atresia anal karena tidak ada kelengkapan migrasi dan perkembangan
struktur kolon antara 7 dan 10 minggu dalam perkembangan fetal (Suriadi dan
Yuliani, 2010 : 145).
Kegagalan migrasi dapat juga karena kegagalan dalam agenesis sakral
abnormalitas pada uretra dan vagina. Tidak ada pembukaan usus besar yang
ke luar anus menyebabkan fecal tidak dapat dikeluarkan sehingga intestinal
mengalami obstruksi (Suriadi dan Yuliani, 2010 : 145).
F. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan anastesia ani tergantung klasifikasinya. Pada
anastesia ani letak harus dilakukan kolostomi terlebih dahulu. Pada beberapa
waktu lalu penanganan anastesia ani mengunakan prosedur abdominoperineal
pullthrough, tetapi motode ini terbanyak menimbulkan inkontinensia fases
dan prolabs mukosa usus yang lebih tinggi (Nurarif, 2015 : 84).
Pena dan Dafries (1982) memperkenalkan metode operasi dengan
pendekatan postero sagital anoreltoplasi (PSARP), yaitu dengan cara
membelah mulkulus sfingter eksternus dan mulkulus levator ani untuk
memudahkan moilisasi kantung rektum dan pemotongan fistel (Nurarif,
2015 : 84).
Keberhasilan penatalaksaan anastesia ani dinilai dari fungsinya secara
jangka panjang, meliputi anatomisnya, fungsi fisiologisnya, bentuk kosmeti
serta antisipasi trauma psikis. Untuk menangani secara tepat, harus ditentukan

10
ketinggian akhiran rektum yang dapat ditentukan dengan berbagai cara antara
lain dengan pemeriksaan fisik, radiologis dan USG (Nurarif, 2015 : 84).
Dari berbagai klasifikasi, penatalaksanaannya berbeda tergantung pada
letak ketinggian akhiran rektum dan ada tidaknya fistura leape (1987) dalam
(Nurarif, 2015 : 84) Menganjurkan:
1. Anastesia ani letak tinggi dan intermediet dilakukan sigmoid
kolostomi atau TCD dahulu, setelah 6 -12 bulan baru dikerjaan
tindakan definitif postero sagital anoreltoplasi (PSARP).
2. Atresia ani letak rendah dilakukan perineal anolospati, dimana
sebelumnya dilakukan tes provokasi dengan stimulator otot untuk
identivikasi batas otot stigter ani ekternus.
3. Bila terdapat fistura dilakukan cut back incicion.
4. Pada stenosis ani cukup dilakukan dilatasi rutin, berbeda dengan
pena dimana dikerjakan minimal postero sagital anoreltoplasi
PSARP tanpa kolostomi.

Dalam (Noordiati, 116 : 2018 buku Asuhan Kebidanan Neonatus,


Bayi, Balita dan Anak Prasekolah) Penatalaksanaan Medis :
1. Letak rendah : Fistelektomi ditempat yang lunak
2. Letak tinggi : Colostomy
Untuk mencegah terjadinya komplikasi akibat penyumbatan usus, segera
dilakukan kolostomi sementara. Kolostomi adalah pembuatan lubang pada
dinding perut yang disambungkan dengan ujung usus besar. Pengangkatan
bagian usus besar biasanya dilakukan pada anak berusia 6 bulan atau lebih.
Jika terjadi peforasi (perlubangan usus) atau enterokolitis, diberikan
antibiotik.

11
G. WOC

- Ganguan pertumbuhan
- Fusi Atresia Ani Viseral Rektovaginal
- Pembentukan anus dari
tonjolan embriogenik. Feses tidak keluar Feses masuk ke uretra
Kelainan kongenital
Feses menumpuk Mikroorganisme
masuk ke saluran
kemih
Reabsorbsi sisa Peningkatan tekanan
metabolisme oleh tubuh intraabdominal Dysuria

Gang. Rasa nyaman


Keracunan Operasi anoplasti

Gang. Eliminasi
Mual, muntah
Urine Nyeri

Ketidakseimbangan nutrisi
Ansietas Perubahan defekasi
kurang dari kebutuhan
tubuh - Pengeluaran tak
Resiko kerusakan terkontrol
integritas kulit - Iritasi mukosa

Nyeri Abnormalitas Trauma jaringan


Ganguan rasa nyaman spingter rektal
Perawatan tidak
adekuat
Inkotinensia defekasi
Resiko infeksi

12
H. Asuhan Keperawatan Teoritis
1. Pengkajian
a. Kaji bayi setelah lahir : Pemeriksaan Fisik
b. Tanpa mekonium dalam 24 jam setelah lahir
c. Gunakan termometer rektal untuk menentukan kepatenan rektal
d. Adanya tinja dalam urine dan vagina
e. Kaji psikologi keluarga (Suriadi dan Yuliani , 2010: hal. 146).
Pemeriksaan Fisik
Dalam (Meihartati, 2018: 97) Anus tampak merah, usus melebar,
kadang tampak ileus Obstruksi. Termometer yang dimasukkan terdengar
hiperperistaltik.
Pada masalah ini memerlukan tindakan bedah maka sebelum
dilakukan tindakan bedah, bayi dipasang infus, sering diisap cairan
lambungnya dan dilakukan observasi tanda vital (Meihartati, hal. 97 :
2018). Tinja keluar dari vagina atau uretra, perut menggembung, jika
disusui, bayi akan muntah. Bayi muntah – muntah pada umur 24 – 28 jam
Bayi cepat kembung 4 – 8 jam setelah lahir (Muslihatun, 2010 : 135).
2. Diagnosis keperawatan
Diagnosa keperawatan merupakan suatu penilaian klinis mengenai
respon klien terhadap masalah kesehatan atau proses kehidupan yang
dialaminya baik yang berlangsung aktual maupun potensial. Diagnosis
keperawatan bertujuan untuk mengidentifikasi respon klien individu,
keluarga dan komunitas terhadap situasi yang berkaitan dengan kesehatan
(Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2017: hal. 5 ).
Diagnosa Keperawatan Menurut Tim Pokja SDKI DPP PPNI,
2017: hal. 64 & 304) :
a. Gangguan Eliminasi Urine berhubungan dengan Obstruksi anatomic,
Disuria.
b. Gangguan Rasa Nyaman berhubungan dengan Gejala Penyakit.
c. Hipovolemia berhubungan dengan kehilangan cairan Aktif

13
3. Intervensi Keperawatan
Intervensi Keperawatan adalah adalah segala Teatment yang dikerjakan oleh perawat yang didasarkan pada
pengetahuan dan pernilaian klinis untuk mencapai luaran (Outcome) yang diharapkan (Tim Pokja SDKI DPP PPNI,
hal. 8 : 2018).

No Diagnosa Intervensi Keperawatan Luaran Keperawatan

1 D.004 Intervensi Utama Luaran Utama


Gangguan Eliminasi Urine Manajemen Eliminasi Urine
Penyebab Observasi Eliminasi Urine
1. Penurunan kapasitas kandung kemih 1. Sensasi berkemih
1. Identifikasi tanda dan gejala retensi
2. Iritasi kandung kemih
atau inkontinensia urine meningkat
3. Penurunan kemampuan menyadari tanda –
2. Identifikai faktor yang menyebabkan 2. Desakan
tanda ganguan kandung kemih.
retensi atau inkontinensia urine
4. Efek tindakan medis dan diagnostik (mis. berkemih
3. Monitor eliminasi urine (mis.
Operasi ginjal, operasi ginjal, operasi saluran
Frekuensi, konsistensi, aroma, menurun
kemih, anestesi, dan obat – obatan.
volume dan warna)
5. Kelemahan otot pelvis 3. Distensi kandung
6. Ketidakmampuan mangakses toilet (mis. kemih menurun
Terapeutik
Imobilitas)
7. Hambatan lingkungan 4. Berkemih tidak
8. Ketidakmampuan mengkomunikasikan 1. Catat waktu – waktu dan haluaran tuntas menurun
kebutuhan eliminasi berkemih
2. Beri asupan cairan, jika perlu 5. Volume residu
9. Outlet kandung kemih tidak lengkap (mis.
Anomali saluran kemih kongenital) 3. Ambil sampel urine tengah urine menurun
10. Imaturiritas (Pada anak usia < 3 tahun) (midstream) atau kultur 6. Urine menetes
menurun
Gejala dan Tanda Mayor Edukasi
Subjektif 7. Mengompol
1. Ajarkan tanda dan gejala infeksi saluran menurun
1. Desakan berkemih (urgensi) kemih
2. Urin menetes (dribbling) 2. Ajarkan mengukur asupan cairan dan
3. Sering buang air kecil haluaran urine
4. Nokturia 3. Ajarkan mengambil spesimen urine
5. Mengompol midstram
6. Enuresis 4. Ajarkan mengenai tanda berkemih dan
waktu yang tepat untuk berkemih
Objektif 5. Ajarkan terapi modalitas penguatan –
penguatan otot - otot panggul /
1. Distensi kandung kemih perkemihan
2. Berkemih tidak tuntas (hesitancy) 6. Anjurkan minum yang cukup, jika tidak
3. Vplume residu urine meningkat ada kontraindikasi.
7. Anjurkan mengurangi minum menjelang
Gejala dan Tanda Minor tidur
Objektif dan Subjektif
(tidak tersedia) Kolaborasi

1. Kolaborasi pemberian obat supositoria


uretra, jika perlu

2 D.0074 Intervensi Utama Luaran Utama

15
Tingkat Nyeri
Gangguan Rasa Nyaman Manajemen Nyeri
Penyebab Observasi
1. Kemampuan
1. Gejala penyakit 1. Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, menuntaskan aktifitas
2. Kurang pengendalian situasional /
frekuensi, kualitas, intensitas nyeri meningkat
lingkungan
3. Ketidakadekuatan sumber daya (mis. 2. Identifikasi skala nyeri 2. Keluhan nyeri
Dukungan finansial, sosial dan 3. Identifikasi respon nonverbal
menurun
pengetahuan) 4. Identifikasi faktor yang mmperberat dan
4. Kurangnya privasi memperingan nyeri 3. Meringis menurun
5. Gangguan stimulus lingkungan 5. Idetifikasi pengetahuan dan keyakinan 4. Gelisah menurun
6. Efek samping terapi (mis. Medikasi, tentang nyeri 5. Kesulitan tidur
radiasi, kemoterapi)
6. Identifikasi pengaruh budaya terhadap menurun
7. Gangguan adaptasi kehamilan
respon nyeri
6. Frekuensi nadi
Gejala dan Tanda Mayor 7. Identifikasi pengaruh nyeri pada
Subjektif kualitas hidup membaik
8. Monitor keberhasilan terapi
1. Mengeluh tidak nyaman kompementer yang sudah diberikan
9. Monitor efek samping pengunaan
Ojektif
analgetik
1. Gelisah
Terapeutik
Gejala dan Tanda Minor
Subjektif 10. Berikan teknik nonfermakologis untuk
mengurangi rasa nyeri (mis. TENS,
1. Mengeluh sulit tidur hipnosis, akupresur, terapi musik,

16
2. Tidak mampu rileks
3. Mengeluh kedinginan / kepanasan biofeedback, terapi pijat, aromaterapi
4. Merasa gatal terapi iajinasi terbimbing, kompres
5. Mengeluh mual hangat/dingin, terapi bermain)
6. Mengeluh lelah
11. Kontrol lingkungan yang memperberat
Objektif rasa nyeri (mis. Suhu ruangan,
pencahayaan, kebisingan)
1. Menunjukkan gejala distress 12. Fasilitas istirahat dan tidur
2. Tampak merintih / menangis 13. Pertimbangan jenis dan sumber nyeri
3. Pola tubuh berubah dalam pemilihan strategi meredkan
4. Iritabilitas nyeri

Edukasi

1. Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu


nyeri
2. Jelakan strategi meredakan nyeri
3. Anjurkan memonitor nyeri secara
mandiri
4. Anjurkan mengunakan analgetik secara
tepat
5. Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk
mengurangi nyeri

Kolaborasi

17
1. Kolaborasi pemberian analgetik, jika
perlu

3 D.0023 Intervensi Utama Luaran Utama


Hipovolemia Manajemen Hipovolemia
Status Cairan
Penyebab Observasi
1. Kekuatan nadi
1. Kehilangan cairan aktif 1. Periksa tanda dan gejala
meningkat
2. Kegagalan mekanisme regulasi hipovovolemia (mis. Frekuensi nadi
3. Peningkatan permeabilitas kapiler meningkat, nadi teraba lemah, 2. Turgor kulit
4. Keurangan intake cairan tekanan darah menurun, tekanan
meningkat
5. Evaporasi nadi menyempit, turgor kulit
menurun, membran mukosa kering, 3. Output urine
Gejala dan Tanda Mayor volume urine menurun, hematokrit
meningkat
Subjektif meningkat, haus, lemah)
(Tidak Tersedia) 2. Monitor intake dan output cairan 4. Frekuensi nadi
Objektif
membaik
Terapeutik
1. Frekuensi meningkat 5. Tekanan darah
2. Nadi teraba lemah 1. Hitung kebutuhan cairan
membaik
3. Tekanan darah menurun 2. Berikan posisi modified
4. Tekanan nadi menyempit Trendelenburg 6. Kadar ht
5. Turgor kulit menurun 3. Berikan asupan cairan oral
membaik
6. Membran mukosa kering
7. Volume urine menurun Edukasi 7. Kadar hb
8. Hematokrit meningkat
mambaik
1. Anjurkan memperbanyak asupan
cairan oral

18
2. Anjurkan menghindari perubahan
Gejala dan Tanda Minor posisi mendadak
Subjektif
Kolaborasi
1. Merasa lemah
2. Mengeluh haus 1. Kolaborasi pemberian cairan IV
isotonis (mis. NaCl, RL)
Objektif 2. Kolaborasi pemberian cairan IV
hipotonis (mis. Glukosa 2,5 %, NaCl
1. Pengisian vena menurun 0,4 %)
2. Status mental berubah 3. Kolaborasi pemberian produk darah
3. Suhu tubuh meningkat
4. Konsentrasi urine meningkat
5. Berat badan turun tiba – tiba

Implementasi Keperawatan (Tindakan Keperawatan)


Tindakan keperawatan adalah perilaku atau aktifitas spesifik yang dikerjakan oleh perawat untuk
mengimplementasikan intervensi keperawatan (Tim Pokja SDKI DPP PPNI, hal. 8 : 2018).

19
No Diagnosa Luaran Keperawatan Implementasi
1. D.004 Luaran Utama Intervensi Utama
Gangguan Eliminasi Urine Manajemen Eliminasi Urine
Penyebab Observasi
Eliminasi Urine
1. Penurunan kapasitas kandung 1. Sensasi berkemih
1. Mengidentifikasi tanda dan gejala
kemih meningkat retensi atau inkontinensia urine
2. Iritasi kandung kemih
2. Desakan berkemih 2. Mengidentifikai faktor yang
3. Penurunan kemampuan menyadari
menyebabkan retensi atau inkontinensia
tanda – tanda ganguan kandung menurun urine
kemih.
3. Distensi kandung kemih 3. Memonitor eliminasi urine (mis.
4. Efek tindakan medis dan diagnostik
Frekuensi, konsistensi, aroma, volume
(mis. Operasi ginjal, operasi ginjal, menurun
dan warna)
operasi saluran kemih, anestesi, dan 4. Berkemih tidak tuntas
obat – obatan.
menurun Terapeutik
5. Kelemahan otot pelvis
6. Ketidakmampuan mangakses toilet 5. Volume residu urine
(mis. Imobilitas) 4. Mencatat waktu – waktu dan haluaran
menurun berkemih
7. Hambatan lingkungan
8. Ketidakmampuan 6. Urine menetes menurun 5. Memberi asupan cairan, jika perlu
mengkomunikasikan kebutuhan 6. Mengambil sampel urine tengah
7. Mengompol menurun
eliminasi (midstream) atau kultur
9. Outlet kandung kemih tidak
lengkap (mis. Anomali saluran Edukasi
kemih kongenital)
10. Imaturiritas (Pada anak usia < 3 8. Mengajarkan tanda dan gejala infeksi
tahun) saluran kemih
9. Mengajarkan mengukur asupan cairan dan
haluaran urine
10. Mengajarkan mengambil spesimen urine

20
midstram
Gejala dan Tanda Mayor 11. Mengajarkan mengenai tanda berkemih dan
Subjektif waktu yang tepat untuk berkemih
12. Mengajarkan terapi modalitas penguatan –
1. Desakan berkemih (urgensi) penguatan otot - otot panggul / perkemihan
2. Urin menetes (dribbling) 13. Menganjurkan minum yang cukup, jika
3. Sering buang air kecil tidak ada kontraindikasi.
4. Nokturia 14. Menganjurkan mengurangi minum
5. Mengompol menjelang tidur
6. Enuresis
Kolaborasi
Objektif
1. Berkolaborasi pemberian obat supositoria
4. Distensi kandung kemih uretra, jika perlu
5. Berkemih tidak tuntas (hesitancy)
6. Vplume residu urine meningkat

Gejala dan Tanda Minor


Objektif dan Subjektif
(tidak tersedia)
2 D.0074 Luaran Utama Intervensi Utama
Gangguan Rasa Nyaman Manajemen Nyeri
Tingkat Infeksi
Penyebab Observasi
1. Gejala penyakit 1. Tingkat Nyeri menurun 1. Mengidentifikasi lokasi, karakteristik,
2. Kurang pengendalian situasional /
lingkungan 2. Kemerahan menurun durasi, frekuensi, kualitas, intensitas nyeri
3. Ketidakadekuatan sumber daya 3. Demam Menurun
2. Mengidentifikasi skala nyeri
(mis. Dukungan finansial, sosial 3. Mengidentifikasi respon nonverbal
4. Bengkak Menurun

21
dan pengetahuan) 4. Identifikasi faktor yang mmperberat dan
4. Kurangnya privasi memperingan nyeri
5. Gangguan stimulus lingkungan 5. Mengidetifikasi pengetahuan dan keyakinan
6. Efek samping terapi (mis.
tentang nyeri
Medikasi, radiasi, kemoterapi)
7. Gangguan adaptasi kehamilan 6. Mengidentifikasi pengaruh budaya terhadap
respon nyeri
Gejala dan Tanda Mayor 7. Mengidentifikasi pengaruh nyeri pada
Subjektif kualitas hidup
8. Memonitor keberhasilan terapi
2. Mengeluh tidak nyaman kompementer yang sudah diberikan
9. Memonitor efek samping pengunaan
Ojektif
analgetik
2. Gelisah
Terapeutik
Gejala dan Tanda Minor
Subjektif 10. Memberikan teknik nonfermakologis untuk
mengurangi rasa nyeri (mis. TENS,
7. Mengeluh sulit tidur hipnosis, akupresur, terapi musik,
8. Tidak mampu rileks biofeedback, terapi pijat, aromaterapi terapi
9. Mengeluh kedinginan / kepanasan
iajinasi terbimbing, kompres hangat/dingin,
10. Merasa gatal
11. Mengeluh mual terapi bermain)
12. Mengeluh lelah 11. Mengkontrol lingkungan yang memperberat
rasa nyeri (mis. Suhu ruangan,
Objektif pencahayaan, kebisingan)
12. Menfasilitas istirahat dan tidur
5. Menunjukkan gejala distress 13. Mepertimbangan jenis dan sumber nyeri

22
6. Tampak merintih / menangis dalam pemilihan strategi meredkan nyeri
7. Pola tubuh berubah
8. Iritabilitas Edukasi

6. Memperjelaskan penyebab, periode, dan


pemicu nyeri
7. Memperjelaskan strategi meredakan nyeri
8. Menganjurkan memonitor nyeri secara
mandiri
9. Menganjurkan mengunakan analgetik
secara tepat
10. Mangajarkan teknik nonfarmakologis untuk
mengurangi nyeri

Kolaborasi

1. Berkolaborasi pemberian analgetik, jika


perlu

3 D.0023 Luaran Utama Intervensi Utama


Hipovolemia Manajemen Hipovolemia
Status Cairan
Penyebab Observasi
1. Kekuatan nadi
6. Kehilangan cairan aktif 1. Memeriksa tanda dan gejala
meningkat
7. Kegagalan mekanisme regulasi hipovovolemia (mis. Frekuensi nadi
8. Peningkatan permeabilitas kapiler 2. Turgor kulit meningkat, nadi teraba lemah, tekanan

23
9. Keurangan intake cairan meningkat
10. Evaporasi darah menurun, tekanan nadi
3. Output urine
menyempit, turgor kulit menurun,
Gejala dan Tanda Mayor meningkat membran mukosa kering, volume urine
Subjektif menurun, hematokrit meningkat, haus,
4. Frekuensi nadi
(Tidak Tersedia) lemah)
Objektif membaik 2. Memonitor intake dan output cairan
5. Tekanan darah
9. Frekuensi meningkat Terapeutik
10. Nadi teraba lemah membaik
11. Tekanan darah menurun 3. Menghitung kebutuhan cairan
6. Kadar ht membaik
12. Tekanan nadi menyempit 4. Memberikan posisi modified
13. Turgor kulit menurun 7. Kadar hb mambaik Trendelenburg
14. Membran mukosa kering 5. Memberikan asupan cairan oral
15. Volume urine menurun
16. Hematokrit meningkat Edukasi

Gejala dan Tanda Minor 3. Menganjurkan memperbanyak asupan


Subjektif cairan oral
4. Menganjurkan menghindari perubahan
3. Merasa lemah posisi mendadak
4. Mengeluh haus
Kolaborasi
Objektif
5. Berkolaborasi pemberian cairan IV
6. Pengisian vena menurun isotonis (mis. NaCl, RL)
7. Status mental berubah 6. Berkolaborasi pemberian cairan IV
8. Suhu tubuh meningkat hipotonis (mis. Glukosa 2,5 %, NaCl 0,4
9. Konsentrasi urine meningkat %)

24
10. Berat badan turun tiba – tiba 7. Berkolaborasi pemberian produk darah

5. Evaluasi Keperawatan

25
BAB IV

PENUTUP

A. KESIMPULAN
Atresia anus (anus imperforatus) adalah suatu keadaan dimana lubang
anus tidak terbentuk. Kebanyakan bayi yang menderita atresia anus juga
memiliki fistura (hubungan abnormal) antara anus dengan Iuretra, perineum
maupun kandung kemih. Atresia anus tidak sempurna, akibat kegagalan
penurunan septum anorektal pada masa embrional, termasuk agenesis ani,
agenesis rekti adan atresia ani (Muslihatun, 2010: 135).
Imperforata anus adalah tidak komplit perkembangan embrionik pada
distal (usus) atau tertutupnya anus secara abnormal (Suriadi dan Yuliani,
2010: 145).

B. SARAN
Dalam pembuatan makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena
itu meminta kritik dan saran yang membangun dari pembaca. Semoga
makalah yang kami buat dapat bermanfaat bagi pembaca.
DAFTAR PUSTAKA

Mulihatun, Wafi Nur. 2010. Asuhan Neonatus, Bayi dan Balita. Yogyakarta :
Fitramaya.

Noorbaya, Siti dan Johan, Herni. 2019. Panduan Belajar Auhan Neonatus, Bayi,
Balita dan Anak prasekolah. Yokyakarta : Gosyen Publishing.

Noordiati. 2018. Asuhan Kebidanan, Neonatus, Bayi, Balita dan Anak Pra Sekolah.
Malang: Wideka Media.

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia Edisi
1. Jakarta : Dewan Pengurus Pusat PPNI

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia
Cetakan Kedua. Jakarta : Dewan Pengurus Pusat PPNI.

Suriadi & Yuliani, Rita. 2010. Asuhan Keperawatan pada Anak. Jakarta : SAGUNG
SETO

27

Anda mungkin juga menyukai