Disusun Oleh:
Stunting menggambarkan status gizi kurang yang bersifat kronik pada masa
pertumbuhan dan perkembangan sejak awal kehidupan. Keadaan ini dipresentasikan
dengan nilai z-score tinggi badan menurut umur (TB/U) kurang dari -2 standar deviasi
(SD) berdasarkan standar pertumbuhan menurut WHO. 1 Kejadian stunting merupakan
salah satu masalah gizi yang dialami oleh balita di dunia saat ini. Sekitar 150,8 juta
atau 22,2% balita di dunia mengalami stunting pada tahun 2017. Angka ini sudah
mengalami penurunan jika dibandingkan dengan angka stunting pada tahun 2000 yaitu
32,6%.2 Prevalensi balita yang mengalami stunting di Indonesia cenderung statis. Hasil
Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007 menunjukkan prevalensi balita yang
mengalami stunting di Indonesia sebesar 36,8%. Pada tahun 2010, terjadi sedikit
penurunan menjadi 35,6%. Namun prevalensi balita yang mengalami stunting di
Indonesia kembali meningkat pada tahun 2013 yaitu menjadi 37,2%.3
Berdasarkan Penelitian yang dilakukan di Surabaya tahun 2015 diketahui
bahwa faktor yang mempengaruhi terjadinya stunting diantaranya yaitu panjang badan
lahir bayi, pemberian ASI eksklusif, pendapatan keluarga, dan pengetahuan gizi ibu. 4
Dijelaskan juga bahwa terdapat hubungan antara pemberian ASI eksklusif dengan
kejadian stunting, sebanyak 88,2% balita tidak mendapatkan ASI eksklusif selama 6
bulan pertama memiliki risiko lebih besar terhadap kejadian stunting. 4
ASI Eksklusif merupakan pemberian ASI pada bayi hanya selama 6 bulan saja, tanpa
tambahan cairan lain seperti susu formula, jeruk, madu, air teh, dan air putih, serta tanpa
tambahan makanan padat seperti pisang, bubur susu, biskuit, bubur nasi, dan nasi tim. Setelah
6 bulan baru akan diberikan makanan pendamping ASI (MPASI), dan pemberian ASI
dilanjutkan sampai anak berumur dua tahun. 5 ASI eksklusif dianjurkan pada beberapa bulan
pertama kehidupan karena ASI tidak terkontaminasi dan mengandung banyak gizi yang
diperlukan anak pada umur tersebut.6 Pengenalan dini makanan yang rendah energi dan gizi
atau yang disiapkan dalam kondisi tidak higienis dapat menyebabkan anak mengalami kurang
gizi dan terinfeksi organisme asing, sehingga mempunyai daya tahan tubuh yang rendah
terhadap penyakit.6 Anak yang mendapatkan ASI Eksklusif dan pola asuh yang tepat akan
tumbuh dan berkembang secara optimal.5 Secara nasional, cakupan bayi mendapat ASI
eksklusif pada tahun 2017 sebesar 61,33%. Persentase tertinggi cakupan pemberian ASI
eksklusif terdapat pada Nusa Tenggara Barat (87,35%), sedangkan persentase terendah
terdapat pada Papua (15,32%).5 Masih ada 19 provinsi yang di bawah angka nasional.
Asupan zat gizi pada balita sangat penting dalam mendukung pertumbuhan sesuai dengan
grafik pertumbuhannya agar tidak terjadi gagal tumbuh yang dapat menyebabkan stunting. 4
Oleh karena itu, kami ingin mencari tahu tentang hubungan pemberian ASI eksklusif dengan
kejadian stunting pada balita usia 2-4 tahun di Desa Sukahayu Kecamatan Rancakalong
Sumedang Jawa Barat.
Sumedang.
1.4.1. Peneliti
selanjutnya.
1.4.3. Masyarakat
balita.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Stunting
Stunting/pendek merupakan kondisi kronis yang menggambarkan
terhambatnya pertumbuhan karena malnutrisi dalam jangka waktu yang lama.
Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1995/MENKES/SK/XII/2010
tentang Standar Antropometri Penilaian Status Gizi Anak, pengertian pendek dan
sangat pendek adalah status gizi yang didasarkan pada Indeks Panjang Badan
menurut Umur (PB/U) atau Tinggi Badan menurut Umur (TB/U) yang merupakan
istilah stunted (pendek) dan severely stunted (sangat pendek). Balita pendek adalah
balita dengan status gizi berdasarkan panjang atau tinggi badan menurut umur bila
dibandingkan dengan standar baku WHO, nilai Z scorenya kurang dari -2SD dan
dikategorikan sangat pendek jika nilai Z scorenya kurang dari -3SD. Stunting pada
anak merupakan indikator utama dalam menilai kualitas modal sumber daya
manusia di masa mendatang. Gangguan pertumbuhan yang diderita anak pada awal
kehidupan, dapat menyebabkan kerusakan yang permanen.
Kurangnya dorongan dari keluarga seperti suami dan orang tua akan
mengendorkan semangat ibu untuk melanjutkan pemberian ASI. Dukungan
pada keberhasilan menyusui didapat dari suami/keluarga, media
pengetahuan/sosial yang mengajarkan dan mendampingi ibu sewaktu
menyusui.
Kurangnya dorongan dari petugas kesehatan, sehingga ibu kurang
mendapatkan penerangan dan dorongan manfaat pemberian ASI.
Penerangan yang salah justru datangnya dari petugas kesehatan sendiri yang
menganjurkan penggantian ASI dengan susu formula. Pemberian susu
formula sebagai prelakteal sering dilakukan di BPS, RB maupun RS dengan
alasan utama karena ASI belum keluar dan bayi masih kesulitan menyusui
sehingga bayi akan menangis bila dibiarkan saja. Biasanya bidan akan
memberi nasehat untuk memberikan susu formula terlebih dahulu. Bahkan
pembuatan susu formula dilakukan oleh bidan atau perawat sendiri. Hal ini
akan memberi pengaruh negatif pada keyakinan ibu sehingga ibu akan
beranggapan bahwa susu formula adalah obat paling ampuh untuk
menghentikan tangis bayi. Kurangnya keyakinan ibu untuk memproduksi
banyak ASI mendorong ibu untuk memberikan susu botol sebagai
tambahan.
Meningkatnya promosi susu formula / susu kaleng sebagai pengganti ASI.
METODE PENELITIAN
Populasi penelitian adalah seluruh anak balita usia .... yang mengalami
populasi.
Kriteria Inklusi
sumedang.
b. Balita usia... yang mendapat ASI eksklusif atau tidak.
Kriteria Eksklusi
kabupaten sumedang.
Data yang telah dikumpulkan akan diolah dengan beberapa tahapan, meliputi
kelengkapannya.
pengolahan data.
sehingga akan terdeteksi jika ada kesalahan pemasukan data atau data
yang hilang.
Dari data rekam medik yang telah dikumpulkan akan dianalisa secara
univariat menggunakan software SPSS 22.0 for Windows dan Microsoft excel
variabel.
terhambatnya
2= stunting Bila TB/U <-
pertumbuhan karena 2SD
TB/U
menambahkan dengan
mineral)
DAFTAR PUSTAKA
2. Pusat data dan Informasi kementerian kesehatan RI. Situasi Balita Pendek
(Stunting) di Indonesia. Bul Jendela Data dan Inf Kesehat. 2018;1:1–12.
4. Nadhiroh SR. Faktor yang berhubungan dengan kejadian. Media Gizi Indones.
2010;10:13–9.
5. Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan RI. Situasi dan Analisis ASI
Eksklusif. Info Datin. 2014;1–6.