Anda di halaman 1dari 17

HUBUNGAN PEMBERIAN

ASI EKSKLUSIF DENGAN


KEJADIAN STUNTING
PADA BALITA USIA 2-4 TAHUN DI DESA SUKAHAYU
KECAMATAN RANCAKALONG SUMEDANG JAWA BARAT

Disusun Oleh:

Eriza Lutfansyah 1765050063


Ivana Ester Sinta Uli 1765050160
Patricia Yasintha Warwuru 1765050222
Bellatania Yuda 1965050080

DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA
JAKARTA
2019
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. LATAR BELAKANG

Stunting menggambarkan status gizi kurang yang bersifat kronik pada masa
pertumbuhan dan perkembangan sejak awal kehidupan. Keadaan ini dipresentasikan
dengan nilai z-score tinggi badan menurut umur (TB/U) kurang dari -2 standar deviasi
(SD) berdasarkan standar pertumbuhan menurut WHO. 1 Kejadian stunting merupakan
salah satu masalah gizi yang dialami oleh balita di dunia saat ini. Sekitar 150,8 juta
atau 22,2% balita di dunia mengalami stunting pada tahun 2017. Angka ini sudah
mengalami penurunan jika dibandingkan dengan angka stunting pada tahun 2000 yaitu
32,6%.2 Prevalensi balita yang mengalami stunting di Indonesia cenderung statis. Hasil
Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007 menunjukkan prevalensi balita yang
mengalami stunting di Indonesia sebesar 36,8%. Pada tahun 2010, terjadi sedikit
penurunan menjadi 35,6%. Namun prevalensi balita yang mengalami stunting di
Indonesia kembali meningkat pada tahun 2013 yaitu menjadi 37,2%.3
Berdasarkan Penelitian yang dilakukan di Surabaya tahun 2015 diketahui
bahwa faktor yang mempengaruhi terjadinya stunting diantaranya yaitu panjang badan
lahir bayi, pemberian ASI eksklusif, pendapatan keluarga, dan pengetahuan gizi ibu. 4
Dijelaskan juga bahwa terdapat hubungan antara pemberian ASI eksklusif dengan
kejadian stunting, sebanyak 88,2% balita tidak mendapatkan ASI eksklusif selama 6
bulan pertama memiliki risiko lebih besar terhadap kejadian stunting. 4
ASI Eksklusif merupakan pemberian ASI pada bayi hanya selama 6 bulan saja, tanpa
tambahan cairan lain seperti susu formula, jeruk, madu, air teh, dan air putih, serta tanpa
tambahan makanan padat seperti pisang, bubur susu, biskuit, bubur nasi, dan nasi tim. Setelah
6 bulan baru akan diberikan makanan pendamping ASI (MPASI), dan pemberian ASI
dilanjutkan sampai anak berumur dua tahun. 5 ASI eksklusif dianjurkan pada beberapa bulan
pertama kehidupan karena ASI tidak terkontaminasi dan mengandung banyak gizi yang
diperlukan anak pada umur tersebut.6 Pengenalan dini makanan yang rendah energi dan gizi
atau yang disiapkan dalam kondisi tidak higienis dapat menyebabkan anak mengalami kurang
gizi dan terinfeksi organisme asing, sehingga mempunyai daya tahan tubuh yang rendah
terhadap penyakit.6 Anak yang mendapatkan ASI Eksklusif dan pola asuh yang tepat akan
tumbuh dan berkembang secara optimal.5 Secara nasional, cakupan bayi mendapat ASI
eksklusif pada tahun 2017 sebesar 61,33%. Persentase tertinggi cakupan pemberian ASI
eksklusif terdapat pada Nusa Tenggara Barat (87,35%), sedangkan persentase terendah
terdapat pada Papua (15,32%).5 Masih ada 19 provinsi yang di bawah angka nasional.
Asupan zat gizi pada balita sangat penting dalam mendukung pertumbuhan sesuai dengan
grafik pertumbuhannya agar tidak terjadi gagal tumbuh yang dapat menyebabkan stunting. 4
Oleh karena itu, kami ingin mencari tahu tentang hubungan pemberian ASI eksklusif dengan
kejadian stunting pada balita usia 2-4 tahun di Desa Sukahayu Kecamatan Rancakalong
Sumedang Jawa Barat.

1.2. RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka perumusan masalah dalam

penelitian ini adalah:

 Bagaimana pengaruh ASI eksklusif terhadap tumbuh kembang balita?

1.3. TUJUAN PENELITIAN

1.3.1. Tujuan Umum

Mengetahui hubungan pemberian ASI eksklusif dengan kejadian

stunting pada anak usia 0-5 tahun di desa Sukahayu Kabupaten

Sumedang.

1.3.2. Tujuan Khusus

1. Mengetahui karakteristik responden berdasarkan usia dan jenis

kelamin dan status gizi anak.

2. Mengetahui pemberian ASI eksklusif pada anak.


1.4. MANFAAT PENELITIAN

Penelitian ini bermanfaat bagi :

1.4.1. Peneliti

 Hasil penelitian diharapkan dapat digunakan untuk penelitian

selanjutnya.

 Menambah pengetahuan dan wawasan peneliti tentang stunting.

 Muktikan pemberian ASI eksklusif terhadap tumbuh kembang anak.

1.4.2. Instansi Terkait

 Memberikan informasi mengenai stunting

 Menambah kepustakaan penelitian.

1.4.3. Masyarakat

 Menambah pengetahuan masyarakat mengenai stunting.

 Mengubah pola pikir masyarakat tentang pemberian ASI eksklusif pada

balita.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Stunting
Stunting/pendek merupakan kondisi kronis yang menggambarkan
terhambatnya pertumbuhan karena malnutrisi dalam jangka waktu yang lama.
Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1995/MENKES/SK/XII/2010
tentang Standar Antropometri Penilaian Status Gizi Anak, pengertian pendek dan
sangat pendek adalah status gizi yang didasarkan pada Indeks Panjang Badan
menurut Umur (PB/U) atau Tinggi Badan menurut Umur (TB/U) yang merupakan
istilah stunted (pendek) dan severely stunted (sangat pendek). Balita pendek adalah
balita dengan status gizi berdasarkan panjang atau tinggi badan menurut umur bila
dibandingkan dengan standar baku WHO, nilai Z scorenya kurang dari -2SD dan
dikategorikan sangat pendek jika nilai Z scorenya kurang dari -3SD. Stunting pada
anak merupakan indikator utama dalam menilai kualitas modal sumber daya
manusia di masa mendatang. Gangguan pertumbuhan yang diderita anak pada awal
kehidupan, dapat menyebabkan kerusakan yang permanen.

2.2. Indikator Stunting


Tinggi badan menurut umur (TB/U) adalah indikator untuk mengetahui
seseorang anak stunting atau normal. Tinggi badan merupakan ukuran antropometri
yang menggambarkan pertumbuhan skeletal. Dalam keadaan normal, tinggi badan
tumbuh seiring pertambahan umur. Pertumbuhan tinggi badan relatif kurang sensitif
terhadap masalah kekurangan gizi dalam waktu yang pendek. Indeks TB/U
menggambarkan status gizi masa lampau serta erat kaitannya dengan sosial
ekonomi. Salah satu metode penilaian status gizi secara langsung yang paling
populer dan dapat diterapkan untuk populasi dengan jumlah sampel besar adalah
antropometri. Di Indonesia antropometri telah digunakan secara luas sebagai alat
untuk menilai status gizi masyarakat dan pertumbuhan perorang pada beberapa
dasawarsa belakang ini. Antropometri sebagai indikator status gizi dapat dilakukan
dengan mengukur beberapa parameter, sedangkan parameter adalah ukuran tunggal
dari ukuran tubuh manusia. Tinggi badan merupakan parameter yang penting bagi
keadaan yang telah lalu dan keadaan sekarang. Pengukurang tinggi badan atau
panjang badan pada anak dapat dilakukan dengan alat pengukur tinggi/panjang
badan dengan presisi 0.1 cm.
Indikator TB/U memberikan indikasi masalah gizi yang sifatnya kronik
sebagai akibat dari keadaan berlangsung lama, misalnya kemiskinan, perilaku hidup
sehat dan pola asuh/pemberian makanan yang kurang baik dari sejak anak dilahirkan
yang mengakibatkan anak menjadi pendek.

2.3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Stunting


Masalah stunting menggambarkan masalah gizi kronis, dipengaruhi dari
kondisi ibu/calon ibu, masa janin dan masa bayi/balita, termasuk penyakit yang
diderita selama masa balita. Dalam kandungan, janin akan tumbuh dan berkembang
melalui pertambahan berat dan panjang badan, perkembangan otak serta organ-
organ lainnya. Kekurangan gizi yang terjadi dalam kandungan dan awal kehidupan
menyebabkan janin melakukan reaksi penyesuaian. Secara paralel penyesuaian
tersebut meliputi perlambatan pertumbuhan dengan pengurangan jumlah dan
pengembangan sel-sel tubuh termasuk sel otak dan organ tubuh lainnya. Hasil reaksi
penyesuaian akibat kekurangan gizi di ekspresikan pada usia dewasa dalam bentuk
tubuh yang pendek.

2.4. Diagnosis Stunting


Diagnosis dan Klasifikasi stunting dapat diketahui bila seorang balita sudah
diukur panjang dan tinggi badannya, lalu dibandingkan dengan standar dan hasilnya
berada di bawah normal. Secara fisik balita akan lebih pendek dibandingkan balita
seumurnya. Kependekan mengacu pada anak yang memiliki indeks TB/U rendah.
Pendek dapat mencerminkan baik variasi normal dalam pertumbuhan ataupun defisit
dalam pertumbuhan. Stunting adalah pertumbuhan linear yang gagal mencapai
potensi genetik sebagai hasil dari kesehatan atau kondisi gizi yang suboptimal.
2.5. Definisi ASI Eksklusif
ASI eksklusif adalah pemberian ASI (Air Susu Ibu) sedini mungkin
setelah persalinan, diberikan tanpa jadwal dan tidak diberi makanan lain,
walaupun hanya air putih,sampai bayi berumur 6 bulan. Setelah 6 bulan bayi
mulai dikenalkan dengan makanan lain dan tetap diberi ASI sampai bayi
berumur 2 tahun.5 ASI eksklusif adalah bahwa bayi hanya menerima ASI dari
ibu, atau pengasuh yang diminta memberikan ASI dari ibu, tanpa
penambahan cairan atau makanan padat lain, kecuali sirup yang berisi
vitamin, suplemen mineral atau obat sebagai pemenuhan zat gizi. Secara
klasik zat gizi dihubungkan dengan kesehatan tubuh, yaitu untuk
menyediakan energi, membangun, dan memelihara jaringan tubuh, serta
mengatur proses-proses kehidupan dalam tubuh. Zat gizi bagi bayi kurang
dari 6 bulan sudah tercukupi hanya dengan ASI saja.
Dalam surat keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
450/MENKES/SK/IV/2004 tentang pemberian ASI secara eksklusif pada
bayi di Indonesia menetapkan Pertama: Keputusan menteri kesehatan tentang
pemberian air susu ibu (ASI) secara eksklusif bagi bayi di Indonesia, Kedua:
Menetapkan pemberian Air Susu Ibu (ASI) secara eksklusif bagi bayi di
Indonesia sejak bayi lahir sampai dengan bayi berumur 6 (enam) bulan dan
dianjurkan dilanjutkan sampai anak berusia 2 tahun dengan pemberian
makanan tambahan yang sesuai, Ketiga: Semua tenaga kesehatan yang
bekerja di sarana pelayanan kesehatan agar menginformasikan kepada semua
Ibu yang baru melahirkan untuk memberikan ASI eksklusif.

2.6. Kandungan ASI

2.7. Manfaat ASI Eksklusif Pada Ibu


Manfaat dari pemberian ASI eksklusif bagi bayi adalah sebagai berikut:
a. Sebagai sumber gizi yang lengkap.
b. Imunisasi awal yang berguna meningkatkan daya tahan tubuh bayi.
c. Meningkatkan kecerdasan otak serta emosional dan spiritual bayi.
d. Menyusui merupakan hak bayi
e. Meningkatkan daya penglihatan dan kepandaian bicara.
f. Menunjang perkembangan motorik sehingga bayi yang
mengonsumsi ASI secara eksklusif akan lebih cepat berjalan.

Manfaat pemberian ASI eksklusif bagi ibu yaitu:


a. Mencegah perdarahan.
b. Mempercepat pengecilan rahim setelah melahirkan.
c. Mengurangi pengeroposan tulang.
d. Mengurangi risiko kanker payudara.
e. Mudah dan praktis serta hemat.
f. Bagi ibu bekerja akan jarang bolos karena bayi sakit.
g. Mengurangi kemungkinan untuk terkena kanker.

ASI memiliki nutrisi yang berperan penting dalam pertumbuhan dan


perkembangan bayi. Hal ini membuat beberapa organisasi seperti (World Health
Organization) WHO, UNICEF, dan (World Health Assembly) WHA
merekomendasikan pemberian ASI saja selama 6 bulan. Departemen kesehatan
dunia juga menargetkan cakupan pemberian ASI eksklusif sebesar 80%. Air Susu
Ibu (ASI) merupakan suatu emulsi lemak dalam larutan protein, laktosa, dan garam-
garam organik yang dikelurkan oleh kelenjar mamari manusia. Sebagai satu-satunya
makanan alami yang berasal dari ibu, ASI menjadi makanan terbaik dan sempurna
untuk bayi karena mengandung zat gizi sesuai kebutuhan untuk pertumbuhan dan
perkembangan bayi.

2.8. Hambatan Menyusui Secara Eksklusif Pada Ibu


 Perubahan sosial budaya : ibu yang bekerja, memiliki kesibukan sosial
seperti meniru teman, tetangga atau orang terkemuka yang memberikan susu
botol serta merasa ketinggalan zaman jika masih menyusui bayinya.
 Faktor psikologis : takut kehilangan daya tarik sebagai seorang wanita dan
tekanan batin
 Faktor fisik ibu : ibu yang sakit seperti mastitis atau kelainan payudara lain.

 Kurangnya dorongan dari keluarga seperti suami dan orang tua akan
mengendorkan semangat ibu untuk melanjutkan pemberian ASI. Dukungan
pada keberhasilan menyusui didapat dari suami/keluarga, media
pengetahuan/sosial yang mengajarkan dan mendampingi ibu sewaktu
menyusui.
 Kurangnya dorongan dari petugas kesehatan, sehingga ibu kurang
mendapatkan penerangan dan dorongan manfaat pemberian ASI.
Penerangan yang salah justru datangnya dari petugas kesehatan sendiri yang
menganjurkan penggantian ASI dengan susu formula. Pemberian susu
formula sebagai prelakteal sering dilakukan di BPS, RB maupun RS dengan
alasan utama karena ASI belum keluar dan bayi masih kesulitan menyusui
sehingga bayi akan menangis bila dibiarkan saja. Biasanya bidan akan
memberi nasehat untuk memberikan susu formula terlebih dahulu. Bahkan
pembuatan susu formula dilakukan oleh bidan atau perawat sendiri. Hal ini
akan memberi pengaruh negatif pada keyakinan ibu sehingga ibu akan
beranggapan bahwa susu formula adalah obat paling ampuh untuk
menghentikan tangis bayi. Kurangnya keyakinan ibu untuk memproduksi
banyak ASI mendorong ibu untuk memberikan susu botol sebagai
tambahan.
 Meningkatnya promosi susu formula / susu kaleng sebagai pengganti ASI.

2.9. Peran Pemerintah dalam Meningkatkan Pemberian ASI


Kebijakan Pemberian Air Susu Ibu Eksklusif Salah satu tujuan Pembangunan
Milenium atau Millenium Development Goals (MDGs) pada tahun 2015,
menurunkan angka 21 kematian anak balita dua per-tiga dari 68 menjadi 23 per
1.000 kelahiran hidup. Namun, sampai tahun 2007, angka kematian bayi di
Indonesia adalah 34 per 1.000 kelahiran hidup. angka pemberian ASI eksklusif di
Indonesia berfluktuasi dan cenderung menurun. Salah satu penyebab pemberian ASI
eksklusif di Indonesia yang rendah adalah fasilitasi Inisiasi Menyusu Dini (IMD)
yang kurang optimal. Kebijakan ASI ek-sklusif belum lengkap dan komprehensif
dan IMD belum secara eksplisit masuk dalam kebijakan. Cakupan pemberian ASI
eksklusif pada bayi sampai enam bulan pada tahun 2010 adalah 15,3%. Padahal,
sasaran Pembinaan Gizi Masyarakat berdasarkan Rencana Strategis Kemen-terian
Kesehatan, tahun 2010-2014, adalah 80% bayi usia 0-6 bulan mendapatkan ASI
eksklusif.
Dalam Kepmenkes RI nomor 369/Menkes/SK/III/2007, konselor ASI adalah
orang yang telah mengikuti pelatihan konseling menyusui dengan modul pelatihan
standar WHO/UNICEF 40 jam. Sejak tahun 2007 sampai awal tahun 2013.
Peraturan Pemerintah Indonesia nomor 33 Tahun 2012 menyatakan pemberian ASI
eksklusif adalah wajib, kecuali dalam 3 kondisi, yaitu Ibu tidak ada, indikasi medis
tidak mungkin dilaksanakan karena terdapat kelainan atau penyakit, baik pada ibu
maupun dari bayinya, karena ibu dan bayi terpisah. Keberhasilan implementasi
kebijakan ditentukan oleh banyak faktor yang saling berhubungan antara satu
dengan yang lain. Berbagai faktor yang diduga memengaruhi keberhasilan
implementasi kebijakan adalah komunikasi, ketersediaan sumber daya, disposisi,
dan struktur birokrasi. Peran Pemerintah dalam Meningkatkan Pemberian ASI
Pemerintah Indonesia telah melakukan upaya peningkatan pemberian ASI eksklusif
dengan berbagai cara. Menerbitkan peraturan dan perundang-undangan mengenai
pemberian ASI eksklusif pun sudah dilakukan.
Kepmenkes RI No.450/MENKES/IV/2004, merupakan salah satu upaya
kementrian kesehatan dalam rangka meningkatkan pemberian ASI eksklusif, dalam
undang-undang ini diatur agar semua tenaga kesehatan yang bekerja di sarana
pelayanan kesehatan agar menginformasikan kepada semua Ibu yang baru
melahirkan untuk memberikan ASI Eksklusif. Dalam Keputusan Mentri Kesehatan
ini diputuskan Sepuluh Langkah Menuju Keberhasilan Menyusui (LMKM).
2.9.1. Hipotesis

Hipotesis pada penelitian ini adalah:

Ha : “Ada hubungan antara pemberian ASI Eksklusif dengan kejadian

stunting di Desa Sukahayu Kecamatan Rancakalong Sumedang Jawa Barat”

H0 : “Tidak Ada hubungan antara pemberian ASI Eksklusif dengan kejadian

stunting di Desa Sukahayu Kecamatan Rancakalong Sumedang Jawa Barat”

2.9.2. Kerangka Teori

2.9.3. Kerangka Konsep

Pemberian ASI Asupan Gizi Kejadian


eksklusif Balita dan Stunting
Penyakit
Infeksi
BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Rancangan Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah analitik

deskriptif untuk mengetahui hubungan antara pemberian ASI eksklusif

dengan kejadian stunting.

3.2. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di Desa Sukahayu Kabupaten Sumedang Jawa

Barat, dengan mengambil data dengan menggunakan kuisioner.

3.3. Populasi dan Sampel Penelitian

3.3.1. Populasi Penelitian

Populasi penelitian adalah seluruh anak balita usia .... yang mengalami

stunting di desa Sukahayu, Kabupaten Sumedang yaitu sebanyak ....

populasi.

3.3.2. Sampel Penelitian

Besar sampel yang diteliti adalah sebanyak ....sampel yang sesuai

dengan kriteria inklusi. Sampel pada penelitian ini ditentukan dengan

pertimbangan peneliti dengan menggunakan kriteria sebagai berikut:

Kriteria Inklusi

a. Balita usia... yang tinggal di desa sukahayu kabupaten

sumedang.
b. Balita usia... yang mendapat ASI eksklusif atau tidak.

c. Ibu yang bersedia....

Kriteria Eksklusi

a. Balita usia.... yang pindah dari desa sukahayu

kabupaten sumedang.

b. Balita usia lebih dari...

c. Orang tua yang dapat berbahasa Indonesia.

d. Orang tua yang bersedia...

3.4. Cara Pengumpulan Data

Data diambil dengan menggunakan kuisioner...

3.5. Instrumen Penelitian

Pengambilan data menggunakan kuisioner...

3.6. Pengolahan dan Analisis Data

Data yang telah dikumpulkan akan diolah dengan beberapa tahapan, meliputi

1. Edit Data (Editing)

Data yang sudah terkumpul akan dikoreksi dan diperiksa

kelengkapannya.

2. Pemberian Kode (Coding)


Data dibedakan berdasarkan masing-masing kategorik. Setiap

kategorik diberikan kode untuk mempermudah dalam proses

pengolahan data.

3. Masukan Data (Entry)

Data yang sudah dikode, selanjutnya dimasukkan kedalam system

pengolahan data menggunakan software SPSS 22.0 for Windows.

4. Pembersihan Data (Cleaning)

Pembersihan data dilakukan secara manual maupun komputerisasi.

Dalam pembersihan data akan dilakukan pengecekan ulang data

sehingga akan terdeteksi jika ada kesalahan pemasukan data atau data

yang hilang.

Dari data rekam medik yang telah dikumpulkan akan dianalisa secara

univariat menggunakan software SPSS 22.0 for Windows dan Microsoft excel

2016, meliputi analisis deskriptif untuk mengetahui distribusi frekuensi setiap

variabel.

3.7. Definisi Operasional

No Nama Variabel Definisi Variabel Skala ukur Hasil ukur

1 Kejadian Kondisi kronis yang Nominal 1= Tidak stunting Bila

Stunting menggambarkan TB/U ≥ -2SD

terhambatnya
2= stunting Bila TB/U <-
pertumbuhan karena 2SD

malnutrisi dalam jangka

waktu yang lama yang

dinyatakan dengan indeks

TB/U

2 Pemberian ASI Memberikan hanya ASI saja Nominal 1 = ASI eksklusif

eksklusif kepada bayi sejak


2 = Tidak ASI
dilahirkan sampai enam
eksklusif
bulan, tanpa

menambahkan dengan

makanan /minuman lain

(kecuali obat, vitamin dan

mineral)
DAFTAR PUSTAKA

1. WHO ( World Health Organization ). Nutrition landscape information system


(NLIS) country profile indicators: Interpretation guide. WHO. 2010;

2. Pusat data dan Informasi kementerian kesehatan RI. Situasi Balita Pendek
(Stunting) di Indonesia. Bul Jendela Data dan Inf Kesehat. 2018;1:1–12.

3. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian RI. Riset


Kesehatan Dasar. 2013; Tersedia pada:
http://www.depkes.go.id/resources/download/general/Hasil Riskesdas
2013.pdf

4. Nadhiroh SR. Faktor yang berhubungan dengan kejadian. Media Gizi Indones.
2010;10:13–9.

5. Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan RI. Situasi dan Analisis ASI
Eksklusif. Info Datin. 2014;1–6.

6. Mufdlilah. Buku Pedoman Pemberdayaan Ibu Menyusui Pada Program ASI


Eksklusif. 1 ed. Yogyakarta; 2017. 8-17 hal.

Anda mungkin juga menyukai