Anda di halaman 1dari 58

MODUL KETERAMPILAN

DASAR PRAKTIK
KEBIDANAN (KDPK)

DOSEN PENGAMPU: SURYANI, SST, M. Kes

Shofia Az-zahra
NIM: P07524419111
K e l a s : DI V 2 C k e b i d a n a n M e d a n

P o l i t e k n i k K e s e h a t a n K em e n k e s R I M e d a n
P r o d i D- I V K e b i d an a n M e d a n
TA 2020/2021
2020
Keterampilan Dasar Praktek Kebidanan

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Alhamdulillahirabbil ‘alamin, puji syukur kita tingkatkan kehadirat Allah swt,


yang telah melimpahkan rahmat, taufik, dan hidayahnya, sehingga tim penyusun dapat
menyelesaikan makalah yang berjudul “ pencegahan infeksi ”. makalah ini tidak akan
selesai tanpa bantuan dari dosen pengampu yaitu Ibu Suryani, SST, M.Keb dan rekan-
rekan lainnya. Maka dari itu, tim penyusun mengucapkan banyak terima kasih kepada
rekan-rekan yang telah membantu dan memberi arahan kepada penulis untuk
menyelesaikan makalah ini.
penyusun tahu bahwa makalah ini belum sempurna, masih banyak kesalahan
dan kekurangan disana sini. Oleh karena itu, saya mengharapkan kritik dan saran yang
sifatnya membangun, agar makalah ini dapat lebih sempurna dan lebih baik lagi.
Semoga makalah ini, dapat bermanfaat bagi pembaca.

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Medan, September 2020

Penyusun

2
2020
Keterampilan Dasar Praktek Kebidanan

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..................................................................................................I

DAFTAR ISI.................................................................................................................II

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Pendahuluan ..............................................................................................................4

1.2 Rumusan masalah......................................................................................................4

1.3 Tujuan........................................................................................................................4
BAB II PEMBAHASAN

2.1 Sejarah pelaksanaan kewaspadaan universal.............................................................7

2.2 Pengenalan lingkungan dalam kebidan.....................................................................13

2.3 Patient safety.............................................................................................................15

2.4 Prinsip pencegahan infeksi........................................................................................20

2.5 Pemrosesan instrumen, sarung tangan dan peralatan lainnya...................................35

2.6 Infeksi Nosokomial...................................................................................................39

Evaluasi formatif.............................................................................................................50
Kunci jawaban.................................................................................................................54

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan................................................................................................................53

3.2 Saran..........................................................................................................................54

DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................................55

3
2020
Keterampilan Dasar Praktek Kebidanan

PENDAHULUAN
Deskripsi Singkat,Tujuan dan Petunjuk Belajar

Deskripsi Singkat
Kewaspadaan Universal yaitu tindakan pengendalian infeksi yang dilakukan oleh
seluruh tenaga kesehatan untuk mengurangi risiko penyebaran infeksi dan didasarkan pada
prinsip bahwa darah dan cairan tubuh dapat berpotensi menularkan penyakit, baik berasal
dari pasien maupun petugas kesehatan. Perawat sebagai petugas kesehatan yang memberikan
pelayanan keperawatan dan melakukan prosedur keperawatan baik yang invansive maupun
non invansive untuk memenuhi kebutuhan passion akan kontak langsung dengan darah atau
cairan tubuh pasien. Pelayanan kebidanan merupakan bagian integral dari pelayanan
kesehatan,yang diarahkan untuk mewujudkan kesehatan keluarga dalam rangka tercapainya
keluarga yang berkualitas. Pelayanan kebidanan merupakan layanan yang berikan oleh bidan
sesuaidengan kewenangan yang diberikannya dengan maksud meningkatkankesehatan ibu
dan anak dalam ragka tercapainya keluarga berkwalitas.
Keselamatan pasien (patient safety) adalah suatu sistem dimana rumah sakit membuat
asuhan pasien lebih aman, mencegah terjadinya cidera yang disebabkan oleh kesalahan akibat
melaksanakan suatu tindakan atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya diambil.
Tujuan Pencegahan Infeksi (PI) adalah melindungi ibu, BBL, keluarga, penolong persalinan
dan tenaga kesehatan lain sehingga mengurangi infeksi karena bakteri, Virus, dan Jamur. PI
juga bertujuan untuk menurunkan resiko penularan penyakit berbahaya ( hepatitis, HIV/AIDS
).

4
2020
Keterampilan Dasar Praktek Kebidanan

TujuanPembelajaran
1. Mengetahui apa itu Sejarah pelaksanaan kewaspadaan universal?
2. Mengetahui bagaimana pengenalan lingkungan dalam pelayanan kebidanan?
3. Mengetahui pengertian patient safety?
4. Mengetahui prinsip pencegahan infeksi?
5. Mengetahui Pemrosesan instrumen, sarung tangan dan peralatan lainnya?
6. Mengetahui apa itu infeksi nosokomial?

PetunjukBelajar

 Bacalah doa terlebih dahulu sesuai dengan ,keyakinanmu agar diberikan kemudahan
dalam mempelajari materi ini.
 Bacalah materi ini dengan seksama, sehingga isi materi ini dapat dipahami dengan
baik.
 Buat dan isilah rencana pembelajaran yang terdapat dalam modul agar dapat
mengkonsultasikannya apabila mendapat kesulitan.
 Kerjakan lembar kegiatan siswa yang sudah disediakan dengan sungguh-sungguh.

5
2020
Keterampilan Dasar Praktek Kebidanan

IndikatorPembelajaran
1. Apa pengertian kewaspadaan baku?
2. Apa prinsip pencegahan infeksi?
3. Apa itu patient safety?
4. Apa itu infeksi?
5. Apa itu pengolahan sampah?

6
2020
Keterampilan Dasar Praktek Kebidanan

Uraian Materi

2.1 SEJARAH PELAKSANAAN KEWASPADAAN


UNIVERSAL DALAM PELAYANAN KESEHATAN

Kewaspadaan umum (universal precaution) merupakan salah satu upaya pengendalian


infeksi di rumah sakit yang oleh Departemen Kesehatan telah dikembangkan sejak tahun
1980. Dalam perkembangannya program pengendalian infeksi nosokomial (INNOS)
dikendalikan oleh Sub-Direktorat Surveilans dibawah direktorat yang sama. Mulai tahun
2001 Depkes RI telah memasukkan pengendalian infeksi nosokomial sebagai salah satu tolak
ukur akreditasi rumah sakit dimana termasuk didalamnya adalah penerapan kewaspadaan
universal (Depkes, 2003). Kewaspadaan umum merupakan upaya pencegahan infeksi yang
mengalami perjalanan panjang, dimulai sejak dikenalnya infeksi nosokomial yang terus
menjadi ancaman bagi petugas kesehatan dan klien. Penerapan kewaspadaan umum
merupakan bagian pengendalian infeksi yang tidak terlepas dari peran masing–masing pihak
yang terlibat didalamnya yaitu pimpinan termasuk staf administrasi, staf pelaksana pelayanan
termasuk staf pengunjungnya dan juga para pengguna jasa yaitu pasien dan pengunjung.
Program ini hanya dapat berjalan apabila masing–masing pihak menyadari dan memahami
peran dan kedudukan masing–masing (Depkes, 2003). Tenaga kesehatan harus selalu
mendapatkan perlindungan dari resiko tertular penyakit, untuk dapat bekerja secara
maksimal.
Pimpinan rumah sakit berkewajiban menyusun kebijakan mengenai kewaspadaan
umum, memantau dan memastikan dengan baik. Pimpinan juga bertanggung jawab atas
perencanaan anggaran dan ketersediaan sarana untuk menunjang kelancaran pelaksanaan
kesehatan wajib menjaga kesehatan dan keselamatan dirinya dan orang lain serta bertanggung
jawab sebagai pelaksana kebijakan yang ditetapkan rumah sakit. Tenaga kesehatan juga
bertanggung jawab dalam menggunakan sarana yang disediakan dengan baik dan benar serta

7
2020
Keterampilan Dasar Praktek Kebidanan

memelihara sarana agar selalu siap dipakai dan dapat dipakai selama mungkin. Secara rinci
kewajiban dan tanggung jawab tersebut meliputi a) bertanggung jawab melaksanakan dan
menjaga keselamatan kerja di lingkungannya, wajib mematuhi instruksi yang diberikan
dalam rangka kesehatan dan keselamatan kerja, dan membantu mempertahankan lingkungan
bersih dan aman b) mengetahui kebijakan dan menerapkan prosedur kerja, pencegahan
infeksi, dan mematuhi dalam pekerjaan sehari–hari c) tenaga kesehatan yang menderita
penyakit yang dapat meningkatkan resiko penularan infeksi baik dari dirinya kepada pasien
atau sebaliknya sebaiknya tidak merawat pasien secara langsung d) bagi tenaga kesehatan
yang mengidap HIV positif (Depkes, 2003). Tenaga kesehatan yang berada di dalam area
seperti ruang operasi, instalasi gawat darurat dan laboratorium sangat rentan dan memiliki
resiko tinggi untuk terekspose pada penularan penyakit akibat infeksi virus atau bakteri. Di
antara 35 juta tenaga kesehatan di seluruh dunia, terdapat sekitar 3 juta tenaga kesehatan yang
mengalami infeksi virus akibat luka pada jaringan kulit (per cutaneous) setiap tahunnya,
dengan kriteria sebanyak 2 juta tenaga kesehatan terinfeksi oleh virus HBV, 0,9 juta tenaga
kesehatan terinfeksi virus HCV dan 170.000 tenaga kesehatan terinfeksi virus HIV. Dimana
akibat infeksi virus tersebut, sebanyak 15.000 tenaga kesehatan menderita penyakit Hepatitits
C, 70.000 tenaga kesehatan menderita penyakit Hepatitis B dan sebanyak 1.000 tenaga
kesehatan menderita penyakit AIDS dan perlu diketahui pula, lebih dari 90% kasus infeksi ini
terjadi di negara berkembang. Penyebaran dan penularan penyakit terhadap tenaga kesehatan
sebenarnya dapat dicegah dan strategi untuk melindungi para tenaga kesehatan dari paparan
virus berbahaya adalah meliputi implementasi mengenai tindakan kewaspadaan universal,
pemberian vaksin Hepatitis B dan kemampuan serta kesadaran diri sendiri untuk melindungi
diri dari paparan infeksi virus (WHO, 2010).
Menurut Kusman, dkk, (2007) di Amerika Serikat pada tahun 2001 terdapat 57 kasus
tenaga kesehatan yang terinfeksi HIV akibat resiko pekerjaan. Dari 57 kasus tersebut, 24
kasus diantaranya dialami oleh perawat. Di Indonesia, walaupun belum terdapat data yang
pasti, namun jika melihat pengendalian infeksi di rumah sakit yang masih lemah, maka resiko
penularan infeksi termasuk HIV terhadap perawat bisa dikatakan masih cukup tinggi
(Kusman dkk, 2007). Salah satu cara untuk mengendalikan penyebaran infeksi di rumah sakit
adalah dengan tindakan Universal Precautions. Penerapan standar Universal Precautions
penting untuk mengurangi resiko penularan mikroorganisme yang berasal dari sumber infeksi
yang diketahui dan tidak diketahui (Nursalam, 2007). Pencegahan infeksi nosokomial di
rumah sakit dapat dilakukan melalui pelaksanaan program universal precaution atau tindakan
– tindakan aseptis dan antiseptis yang dilaksanakan oleh tenaga kesehatan, baik
8
2020
Keterampilan Dasar Praktek Kebidanan

perawatmaupun dokter. Tindakan universal precaution ini meliputi : mencuci tangan,


penggunaan sarung tangan, penggunaan cairan aseptik, pengelolaan alat bekas pakai maupun
instrument tajam. Pengetahuan tentang pencegahan infeksi nosokomial sangat penting untuk
petugas rumah sakit terutama bagi seorang perawat, karena kemampuan untuk mencegah
transmisi infeksi di rumah sakit dan upaya pencegahan infeksi adalah tingkatan pertama
dalam upaya pemberian pelayanan yang bermutu.

Kewaspadaan Universal yaitu tindakan pengendalian infeksi yang dilakukan oleh


seluruh tenaga kesehatan untuk mengurangi risiko penyebaran infeksi dan didasarkan pada
prinsip bahwa darah dan cairan tubuh dapat berpotensi menularkan penyakit, baik berasal
dari pasien maupun petugas kesehatan. Perawat sebagai petugas kesehatan yang memberikan
pelayanan keperawatan dan melakukan prosedur keperawatan baik yang invansive maupun
non invansive untuk memenuhi kebutuhan passion akan kontak langsung dengan darah atau
cairan tubuh pasien.
Hal ini sangat berisiko terpapar infeksi yang secara potensial membahayakan jiwanya
dan menjadi tempat dimana agen infeksius dapat berkembang biak yang kemudian
menularkan infeksi dari satu pasien ke pasien lain. Oleh karena itu, tindakan Kewaspadaan
Univeersal sangat penting dilakukan. Jadi kita harus mengerti dasar pemikiran kewaspadaan
universal dan terus menerus mengadvokasikan untuk penerapannya. Kita harus mengajukan
keluhan jika kewaspadaan universal diterapkan secara pilih-pilih (‘kewaspadaan Odha’)
dalam sarana medis. Kita harus protes dan menolak bila ada tes HIV wajib sebelum kita
diterima di rumah sakit. Kita mungkin juga harus beradvokasi pada pemerintah daerah
melalui KPAD dan pada DPRD agar disediakan dana yang cukup untuk menerapkan
kewaspadaan universal dalam sarana medis pemerintah.

a.    Penerapan Kewaspadaan Universal di Pelayaanan Kesehatan


Sebelum kewaspadaan universal pertama dikenalkan di AS pada 1987, semua pasien
harus dites untuk semua infeksi tersebut. Bila diketahui terinfeksi, pasien diisolasikan dan
kewaspadaan khusus lain dilakukan, misalnya waktu bedah.
Banyak petugas layanan kesehatan dan pemimpin rumah sakit masih menuntut tes
HIV wajib untuk semua pasien yang dianggap anggota ‘kelompok berisiko tinggi’ infeksi
HIV, misalnya pengguna narkoba suntikan.

9
2020
Keterampilan Dasar Praktek Kebidanan

Karena akan sulit untuk mengetahui apakah pasien terinfeksi atau tidak, petugas
layanan kesehatan harus menerapkan kewaspadaan universal secara penuh dalam hubungan
dengan semua pasien, dengan melakukan tindakan berikut: 
 Cuci tangan setelah berhubungan dengan pasienatau setelah membuka  sarung tangan.
 Segera cuci tangan setelah ada hubungan dengan cairan tubuh.     
 Menggunakan sarung tangan bila mungkin ada hubungan dengan cairan tubuh.
 Menggunakan masker dan kacamata pelindung jika kemungkinan terdapat percikan
cairan tubuh.          
 Buang jarum suntik dan alat tajam lain secara aman (yang sekali pakai, tidak boleh
dipakai ulang).         
 Bersihkan tumapahan cairan tubuh dengan bahan yang cocok.      
 Patuhi standar sterilisasi alat medis.
 Tangani semua bahan yang tercemar dengan cairan tubuh sesuai dengan prosedur.
 Buang limbah sesuai dengan prosedur.       
 Penerapan Kewaspadaan Universal (Universal Precaution) didasarkan pada keyakinan
bahwa darah dan cairan tubuh sangat potensial menularkan penyakit, baik yang
berasal dari pasien maupun petugas kesehatan. Prosedur Kewaspadaan Universal ini
juga dapat dianggap sebagai pendukung progran K3 bagi petugas kesehatan.
 Dengan menerapkan KU, setiap petugas kesehatan akan terlindung secara maksimal
dari kemungkinan terkena infeksi penyakit yang ditularkan melalui darah/cairan
tubuh, baik dari kasus yang terdiagnosis maupun yang tidak terdiagnosis.       

b.    Alasan Kewaspadaan Universal Sering Diabaikan      


Ada banyak alasan mengapa kewaspadaan universal tidak diterapkan, termasuk :
 Kurangnya pengetahuan petugas pelayan kesehatan
 Kurang dana untuk menyediakan pasokan yang dibutuhkan, misalnya sarung tangan
dan masker
 Kurangnya pasokan pennyedia yang dibutuhkan

c.       Risiko jika Kewaspadaan Universal Kurang Diterapkan


Kewaspadaan universal diciptakan untuk melindungi terhadap kecelakaan yang dapat
terjadi. Kecelakaan yang paling umum adalah tertusuk jarum suntik, yaitu jarum suntik yang

10
2020
Keterampilan Dasar Praktek Kebidanan

dipakai pada pasien menusuk kulit seorang petugas layanan kesehatan.Penelitian


menunjukkan bahwa risiko penularan rata-rata dalam kasus pasien yang bersangkutan
terinfeksi HIV adalah kurang lebih 0,3%, dibandingkan dengan 3% untuk hepatitis C dan
lebih dari 30% untuk hepatitis B. Jika darah dari pasien yang terinfeksi mengenai selaput
mukosa (misalnya masuk mata) petugas layanan kesehatan, risiko penularan HIV adalah
kurang lebih 0,1%. Walaupun belum ada data tentang kejadian serupa dengan darah yang
dicemar hepatitis B, risiko jelas jauh lebih tinggi.
Kewaspadaan Universal yang tidak sesuai dapat menghasilkan bukan hanya risiko
pada petugas layanan kesehatan dan pasien lain, tetapi juga peningkatan pada stigma dan
diskriminasi yang dihadapi oleh ODHA.

CONTOH KASUS TERKAIT KEWASPADAAN UNIVERSAL DI PELYANAN


KESEHATAN      
Contoh kasus yang ditemukan terkait penerapan kewaspadaan universal dalam
pelayanan kesehatan yaitu Infeksi nosokomial. Infeksi nosokomial adalah infeksi yang
terdapat dalam sarana kesehatan. Nosokomial berasal dari kata Yunani nosocomium, yang
berarti rumah sakit. Maka, kata nosokomial artinya "yang berasal dari rumah sakit" kata
infeksi cukup jelas artinya, yaitu terkena hama penyakit. Menurut Patricia C Paren, pasien
dikatakan mengalami infeksi nosokomial jika pada saat masuk belum mengalami infeksi
kemudian setelah dirawat selama 48-72 jam klien menjadi terinfeksi Infeksi nosokomial bisa
bersumber dari petugas kesehatan, pasien yang lain, alat dan bahan yang digunakan untuk
pengobatan maupun dari lingkungan rumah sakit.
Infeksi nosokomial mulai dengan penyebab (di bagian tengah gambar berikut), yang
ada pada sumber. Kuman keluar dari sumber melalui tempat tertentu, kemudian dengan cara
penularan tertentu masuk ke tempat tertentu di pasien lain. Karena banyak pasien di rumah
sakit rentan terhadap infeksi (terutama ODHA yang mempunyai sistem kekebalan yang
lemah), mereka dapat tertular dan jatuh sakit tambahan. Selanjutnya, kuman penyakit ini
keluar dari pasien tersebut dan meneruskan rantai penularan lagi.         
Pada 1847, seorang dokter bernama Ignaz Semmelweis bekerja di bagian kebidanan
di sebuah rumah sakit di Vienna, Austria. Semmelweis mengamati bahwa angka kematian di
antara ibu di bangsal yang dilayani oleh mahasiswa kedokteran tiga kali lebih tinggi
dibandingkan bangsal yang dilayani oleh bidan. Semmelweis mendalilkan bahwa hal ini
terjadi karena mahasiswa langsung ke bangsal kebidanan setelah belajar otopsi (bedah
mayat), dan membawa infeksi dari mayat ke ibu yang melahirkan. Dia memerintahkan dokter
11
2020
Keterampilan Dasar Praktek Kebidanan

dan mahasiswa untuk mencuci tangannya dengan larutan klorin sebelum memeriksakan ibu
tersebut. Setelah aturan ini diterapkan, angka kematian menurun menjadi serupa dengan
bangsal yang dilayani oleh bidan. 
Dengan masalah infeksi nosokomial menjadi semakin jelas, dicari kebijakan baru
untuk menguranginya. Solusi pertama pada 1877 adalah mendirikan rumah sakit khusus
untuk penyakit menular. Pengenalan sarung tangan lateks pada 1887 membantu mengurangi
penularan. Tetapi dengan peningkatan mortalitas (angka kematian) di 1960-an, Departemen
Kesehatan di Amerika Serikat pada tahu 1970 mengeluarkan kebijakan untuk mengisolasikan
semua pasien yang diketahui tertular infeksi menular. Namun kebijakan ini kurang berhasil
serta menimbulkan banyak masalah lain. Perhatian pada masalah ini menjadi semakin tinggi
dengan munculnya HIV pada 1985, kebijakan kewaspadaan universal dikenalkan pada 1985.
Sesuai dengan kebijakan ini yang dikembangkan pada 1970, semua pasien yang diketahui
terinfeksi penyakit menular melalui tes wajib diisolasi. Kebijakan ini menentukan tujuh
kategori isolasi berdasarkan sifat infeksinya (daya menular, ganas, dll.). Kewaspadaan khusus
(sarung tangan dsb.) dengan tingkat yang ditentukan oleh kategori hanya dipakai untuk
pasien ini.      

Teknik isolasi mengurangi jumlah infeksi nosokomial, tetapi timbul beberapa


tantangan:      
 Peningkatan dalam jenis dan jumlah infeksi menular, sehingga semakin banyak tes
harus dilakukan, dan semakin banyak pasien harus diisolasi.
 Hasil tes sering diterima terlambat, sering setelah pasien pulang.
 Biaya sangat tinggi, bila semua orang dites untuk setiap infeksi
 Stigma dan diskriminasi meningkat bila hanya pasien yang dianggap berisiko tinggi
dites untuk menenkankan biaya.
 Hasil tes dapat negatif palsu (hasil negatif walau terinfeksi), terutama dalam masa
jendela, dengan akibat petugas layanan kesehatan kurang waspada.
 Sebaliknya hasil tes positif palsu (hasil positif walau tidak terinfeksi), dengan akibat
kegelisahan untuk pasien dan petugas layanan kesehatan .
 Perhatian pada hak asasi mengharuskan pasien memberi informed consent (disertai
oleh konseling untuk HIV).

12
2020
Keterampilan Dasar Praktek Kebidanan

Sejak AIDS diketahui, kebijakan baru yang bernama kewaspadaan universal (KU)
dikembangkan. Kebijakan ini menganggap bahwa setiap darah dan cairan tertentu lain dapat
mengandung infeksi, tidak memandang status sumbernya. Lagipula, semua alat medis harus
dianggap sebagai sumber penularan, dan penularan dapat terjadi pada setiap layanan
kesehatan, termasuk layanan kesehatan gigi dan persalinan, pada setiap tingkat (klinik dan
puskesmas sampai dengan rumah sakit rujukan).
Harus ditekankan bahwa kewaspadaan universal dibutuhkan tidak hanya untuk
melindungi terhadap penularan HIV tetapi yang tidak kalah penting terhadap infeksi lain
yang dapat parah dan sebetulnya lebih mudah menular, misalnya virus Hepatitis B dan C.
Petugas layanan kesehatan harus menerapkan kewaspadaan universal secara penuh dalam
hubungan dengan semua pasien. Kita biasanya menganggap cairan yang dapat menular HIV
sebagai darah, cairan kelamin dan ASI saja. Namun ada cairan lain yang dapat mengandung
kuman lain, dan dalam sarana kesehatan, lebih banyak cairan tubuh biasanya tersentuh.
Contohnya, walaupun tinja tidak mengandung HIV, cairan berikut mengandung banyak
kuman lain nanah, cairan ketuban, cairan limfa, ekskreta (air seni, tinja).  

2.2 PENGENALAN LINGKUNGAN DALAM


PELAYANAN KEBIDANAN

Lingkungan merupakan semua yang ada di lingkungan dan terlibat dalaminteraks


individu pada waktu melaksanakan aktivitasnya. Lingkungan tersebutmeliputi lingkungan
fisik, lingkungan psikososial, lingkungan biologis danlingkungan budaya. Lingkungan
psikososial meliputi keluarga, komuniti danmasyarakat. Ibu selalu terlibat dalam interaksi
antara keluarga, kelompok,komuniti maupun masyarakat. Masyarakat merupakan kelompok
yang paling penting dan kompleks yang telah dibentuk oleh manusia sebagai
lingkungansosial. Masyarakat adalah lingkungan pergaulan hidup manusia yang terdiridari
individu, keluarga, kelompok dan komuniti yang mempunyai tujuan atausistem nilai,
ibu/wanita merupakan bagian dari anggota keluarga dan unitkomuniti.
Perilaku-perilakumerupakan hasil dari berbagai pengalaman serta interaksi
manusiandengan lingkungannya, yanag terwujud dalam bentuk pengetahuan sikap
dantindakan. perilaku manusia bersifat holistik (menyeluruh).

13
2020
Keterampilan Dasar Praktek Kebidanan

Adapun perilaku profesional dari bidan mencakup :


a) Dalam melaksanakan tugasnya berbegang teguh pada filosofi etika profesidan aspek legal 
b) Bertanggung jawab dan mempertanggung jawabkan keputusan klinis yang dibuatnya.
c) Senantiasa mengikuti perkembangan pengetahuan dan keterampilan mutahir secara
berkala.
d) Mengunakan cara pencegahan universal untuk mencegah penularan penyakitdan strategi
pengendalikan infeksi.
e) Menggunakan konsultasi dan rujukan yang tepat selama memberikanasuhan kebidanan.
f) Menghargai dan memanfaatkan budaya setempat sehubunganan dengan praktek kesehatan,
kehamilan, kelahiran, priode pasca persalinan, bayi barulahir dan anak.
g) Menggunakan model kemitraan dalam bekerjasama dengan kaum wanita /ibu agar mereka
dapat menentukan pilihan yang telah diinformasikantentang semua aspek asuhan, meminta
persetujuan secara tertulis supayamereka bertanggung jawab atas kesehatannya sendiri.
h) Menggunakan keterampilan komunikasi
i) Bekerja sama dengan petugas kesehatan lain untuk meningkatkan pelayanankesehatan ibu
dan keluarga 
j) Melakukan advokasi terhadap pilihan ibu dalam tatanan pelayanan. 

Pelayanan Kebidanan
Pelayanan kebidanan merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan, yang
diarahkan untuk mewujudkan kesehatan keluarga dalam rangka tercapainya keluarga yang
berkualitas. Pelayanan kebidanan merupakan layanan yang diberikan oleh bidan sesuai
dengan kewenangan yang diberikan dengan meksud meningkatkan kesehatan ibu dan anak
dalam rangka tercapainya keluarga berkualitas, bahagia dan sejahtera.
Sasaran pelayanan kebidanan adalah individu, keluarga dan masyarakat yang meliputi
upaya peningkatan, pencegahan, penyembuhan, dan pemulihan.
Layanan kebidanan dapat dibedakan menjadi :
a).     Layanan kebidanan primer adalah layanan bidan yang sepenuhnya menjadi
tanggungjawab bidan.
b).     Layanan kebidanan kolaborasi adalah layanan yang dilakukan oleh bidan sebagai
anggota tim yang kegiatannya dilakukan secara bersamaan atau sebagai salah satu urutan dari
sebuah proses kegiatan pelayanan kesehatan.
14
2020
Keterampilan Dasar Praktek Kebidanan

c).     Layanan kebidanan rujukan adalah layanan yang dilakukan oleh bidan dalam rangka
rujukan ke system pelayanan yang lenih tinggi atau sebaliknya yaitu yang dilakukan oleh
bidan sewaktu menerima rujukan dari dukun yang menolong persalinan, juga layanan rujukan
yang dilakukan oleh bidan ke tempat atau fasilitas pelayanan kesehatan lain secara horizontal
maupun vertikal atau ke profesi kesehatan lainnya. Layanan kebidanan yang tepat akan
meningkatkan keamanan dan kesejahteraan ibu dan bayi.

Pelayanan kebidanan merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan,yang


diarahkan untuk mewujudkan kesehatan keluarga dalam rangka tercapainya keluarga
yang berkualitas. Pelayanan kebidanan merupakan layanan yang berikan oleh bidan
sesuaidengan kewenangan yang diberikannya dengan maksud meningkatkankesehatan ibu
dan anak dalam ragka tercapainya keluarga berkwalitas, bahagia dan sejahtera. sasaran
pelayanan kebidanan adalah : individu, keluarga dan masyarakat yang meliputi upaya :
 Promotif (peningkatan)
 Preventif (pencegahan)
 Kuratif(penyembuhan)
 Rehabilitatif(pemulihan)

2.3 PATIENT SAFETY

a. Pengertian Patient safety
Menurut Supari tahun 2005, patient safety adalah bebas dari cidera aksidental atau
menghindarkan cidera pada pasien akibat perawatan medis dan kesalahan pengobatan.
Patient safety  (keselamatan pasien) rumah sakit adalah suatu sistem dimana rumah
sakit membuat asuhan pasien lebih aman. Hal ini termasuk : assesment resiko, identifikasi
dan pengelolaan hal yang berhubungan dengan risiko pasien, pelaporan dan analisis insiden,
kemampuan belajar dari insident dan tindak lanjutnya serta implementasi solusi untuk
meminimalkan timbulnya resiko. Sistem ini mencegah terjadinya cedera yang di sebabkan
oleh kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan atau tidak mengambil tindakan yang
seharusnya dilakukan (DepKes RI, 2006).

15
2020
Keterampilan Dasar Praktek Kebidanan

Menurut Kohn, Corrigan & Donaldson tahun 2000, patient safety adalah tidak adanya


kesalahan atau bebas dari cedera karena kecelakaan. Keselamatan pasien (patient safety)
adalah suatu sistem dimana rumah sakit membuat asuhan pasien lebih aman, mencegah
terjadinya cidera yang disebabkan oleh kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan atau
tidak mengambil tindakan yang seharusnya diambil. Sistem tersebut meliputi pengenalan
resiko, identifikasi dan pengelolaan hal yang berhubungan dengan resiko pasien, pelaporan
dan analisis insiden, kemampuan belajar dari insiden, tindak lanjut dan implementasi solusi
untuk meminimalkan resiko. Meliputi: assessment risiko,identifikasi dan pengelolaan hal
berhubungan dengan risiko pasien, pelaporan dan analisis insiden, kemampuan belajar dari
insiden dan tindak lanjutnya, implementasi solusi untuk meminimalkan timbulnya risiko.

b. Manfaat keselamatan pasien


1. Budaya keselamatan (safety) meningkat dan berkembang (Blame free culture,
reporting culture, learning culture)
2. Komunikasi dengan pasien berkembang
3. KTD menurun (Peta KTD selalu ada dan terkini).
4. Risiko klinis menurun
5. Keluhan dan litigasi (tuntutan hukum) menurun. Mutu pelayanan meningkat
6. Citra dan kepercayaan masyarakan meningkat kepada RSUP H.Adam Malik, diikuti
dengan kepercayaan dan kepuasan diri yang meningkat.

c. Tujuan Sistem Patient safety


Tujuan Sistem Keselamatan Pasien Rumah Sakit adalah:
1. Terciptanya budaya keselamatan pasien di Rumah Sakit
2. Meningkatnya akuntabilitas Rumah Sakit terhadap pasien dan masyarakat
3. Menurunnya KTD di Rumah Sakit
4. Terlaksananya program-program pencegahan sehingga tidak terjadi
penanggulangan KTD

Sedangkan tujuan keselamatan pasien secara internasional adalah:


1. Identify patients correctly (mengidentifikasi pasien secara benar)
2. Improve effective communication (meningkatkan komunikasi yang efektif)
3. Improve the safety of high-alert medications (meningkatkan keamanan dari
16
2020
Keterampilan Dasar Praktek Kebidanan

pengobatan resiko tinggi)


4. Eliminate wrong-site, wrong-patient, wrong procedure surgery(mengeliminasi
kesalahan penempatan, kesalahan pengenalan pasien, kesalahan prosedur operasi)
5. Reduce the risk of health care-associated infections (mengurangi risiko infeksi yang
berhubungan dengan pelayanan kesehatan)
6. Reduce the risk of patient harm from falls (mengurangi risiko pasien terluka karena
jatuh)

TUJUH STANDAR KESELAMATAN PASIEN “HOSPITAL PATIENT SAFETY


STANDARDS” YANG DIKELUARKAN OLEH JOINT COMMISION
INTERNATIONAL ACCREDITATION OF HEALTH ORGANIZATIONS,
ILLINOIS, USA, TAHUN 2002, YAITU:

1. Hak pasien
2. Mendidik pasien dan keluarga
3. Keselamatan pasien dan kesinambungan pelayanan
4. Penggunaan metode-metode peningkatan kinerja untuk melakukan evaluasi dan program
peningkatan keselamatan pasien
5. Peran kepemimpinan dalam meningkatkan keselamatan pasien
6. Mendidik staf tentang keselamatan pasien
7. Komunikasi merupakan kunci bagi staf untuk mencapai keselamatan pasien

TUJUH LANGKAH MENUJU KESELAMATAN PASIEN (PATIENT SAFETY) RS


“BERDASARKAN KKP-RS NO.001-VIII-2005) SEBAGAI PANDUAN BAGI STAF
RUMAH SAKIT:
1. Bangun kesadaran akan nilai keselamatan Pasien, “ciptakan kepemimpinan & pelayanan”
budaya yang terbuka dan adil”
2. Pimpin dan dukung staf anda, “bangunlah komitmen & fokus yang kuat & jelas tentang KP
di RS anda” 3. Integrasikan aktivitas pengelolaan risiko, “kembangkan sistem & proses
pengelolaan risiko, serta lakukan identifikasi & asesmen hal yang potensial bermasalah”
4. Kembangkan sistem pelaporan, “pastikan staf Anda agar dengan mudah dapat melaporkan
kejadian/insiden serta RS mengatur pelaporan kepada KKP-RS”
5. Libatkan dan berkomunikasi dengan pasien, “kembangkan cara-cara komunikasi yang
terbuka dengan pasien”
17
2020
Keterampilan Dasar Praktek Kebidanan

6. Belajar dan berbagi pengalaman tentang Keselamatan pasien, “dorong staf anda untuk
melakukan analisis akar masalah untuk belajar bagaimana & mengapa kejadian itu timbul”
7. Cegah cedera melalui implementasi sistem Keselamatan pasien, “Gunakan informasi yang
ada tentang kejadian/masalah untuk melakukan perubahan pada sistem.

SEMBILAN SOLUSI KESELAMATAN PASIEN (PATIENT SAFETY) DI RS “WHO


COLLABORATING CENTRE FOR PATIENT SAFETY, 2 MAY 2007”, YAITU:
1. Perhatikan nama obat, rupa dan ucapan mirip (look-alike, sound-alike medication names)
2. Pastikan identifikasi pasien
3. Komunikasi secara benar saat serah terima pasien
4. Pastikan tindakan yang benar pada sisi tubuh yang benar
5. Kendalikan cairan elektrolit pekat
6. Pastikan akurasi pemberian obat pada pengalihan pelayanan
7. Hindari salah kateter dan salah sambung selang
8. Gunakan alat injeksi sekali pakai
9. Tingkatkan kebersihan tangan untuk pencegahan infeksi nosokomial.

d. Sasaran keselamatan pasien


1. MELAKUKAN IDENTIFIKASI PASIEN SECARA TEPAT
PELAKSANAAN IDENTIFIKASI PADA WAKTU :
 Memberikan obat
 Memberikan darah dan produk darah
 Mengambil sampel darah
 Mengambil sampel lainnya untuk pemeriksaan
 Melakukan tindakan
2. MENINGKATKAN KOMUNIKASI YANG EFEKTIF
3. MENINGKATKAN KEAMANAN
4. PENGGUNAAN OBAT YANG MEMBUTUHKAN PERHATIAN MENGURANGI
RISIKO SALAH LOKASI, SALAH PASIEN DAN TINDAKAN OPERASI
5. MENGURANGI RISIKO INFEKSI
6. MENGURANGI RISIKO PASIEN CEDERA KARENA JATUH

18
2020
Keterampilan Dasar Praktek Kebidanan

2.4 PRINSIP DALAM


PENCEGAHAN INFEKSI

a. Pengertian
Infeksi adalah invasi dari mikroorganisme patogen yang masuk dan berkembang biak
di dalam tubuh dan menyebabkan sakit, dapat menimbulkan gejala klinis maupun tidak
(asymptomatis). Upaya pencegahan infeksi adalah usaha yang dilakukan untuk menghindari
masuknya mikrooganisme ke dalam jaringan tubuh, sehingga dapat terhindar dari penyakit
infeksi.
Pencegahan infeksi sering megandalkan adanya barier antara penjamu dan agen.
Upaya “pemutusan rantai” ini dapat dianggap sebagai barier protektif. Yang dimaksud
dengan barier protektif adalah proses-proses fisik, mekanik, atau kimia yang membantu
mencegah penularan infeksi dari klien satu ke klien lainnya, petugas klinik ke klien atau
sebaliknya karena kurangnya tindak pencegahan infeksi atau dari alat kesehatan yang
terkontaminasi.
Teknik asepsis atau aseptic adalah istilah umum yang digunakan dalam asuhan
kesehatan untuk menggambarkan segala upaya yang dilakukan untuk mencegah masuknya
mikroorganisme ke dalam tubuh yang kemungkinan besar akan mengakibatkan infeksi.
Tujuan asepsis adalah untuk mengurangi atau menghilangkan sejumlah mikroorganisme baik
yang terdapat pada permukaan bend
a hidup (kulit, jaringan) maupun benda-benda mati (alat kesehatan) hingga mencapai taraf
yang aman.
 Antisepsis adalah pencegahan infeksi dengan membunuh atau menghambat
pertumbuhan mikroorganisme pada kulit dan jaringan tubuh lainnya. Dekontaminasi
adalah proses yang dilakukan agar benda mati dapat disentuh oleh petugas kesehatan
secara aman, terutama petugas pembersih alat kesehatan sebelum proses pencucian
dilakukan.
 Pencucian adalah proses secara fisik yang meghilangkan darah, cairan tubuh atau
benda asing lainnya seperti debu atau kotoran yang terlihat di kulit atau alat
kesehatan.
 Disinfeksi adalah suatu proses yang menghilangkan sebagian besar mikroorganisme

19
2020
Keterampilan Dasar Praktek Kebidanan

dari alat kesehatan. Disinfeksi tingkat tinggi (DTT) dapat dilakukan melalui
pemanasan atau penggunaan bahan-bahan kimia, menghilangkan seluruh
mikroorganisme, kecuali beberapa endospora bakteri.
 Sterilisasi adalah suatu proses yang dapat membunuh seluruh mikroorganisme
termasuk endospora bakteri pada alat kesehatan.

b. Faktor Penyebab Infeksi


Penyebab infeksi dibagi menjadi 4 kategori, yaitu:

1. Bakteri
       Bakteri merupakan penyebab terbanyak dari infeksi. Ratusan spesies bakteri dapat
menyebabkan penyakit pada tubuh manusia dan dapat hidup didalamnya, bakteri bisa masuk
melalui udara, air, tanah, makanan, cairan dan jaringan tubuh dan benda mati lainnya.
2. Virus
     Virus terutama berisi asam nukleat (nucleic acid), karenanya harus masuk dalam sel hidup
untuk diproduksi.
3. Fungi
    Fungi terdiri dari ragi dan jamur.
4. Parasit
   Parasit hidup dalam organisme hidup lain, termasuk kelompok parasit adalah protozoa,
cacing dan arthropoda.

c. Tujuan
Tujuan tindakan pencegahan infeksi antara lain:
a. Mencegah terjadinya infeksi silang antara pasien dan petugas.
b. Menangani peralatan / instrumen medis yang dipakai pada saat tindakan dengan prosedur
yang benar
c. Mengelola sampah dan limbah yang dihasilkan saat proses persalinan dengan tepat.

d. Prinsip pencegahan infeksi


Dalam pencegahan infeksi ada prinsip – prinsip dasar yang harus diketahui oleh penolong
persalinan(19), yaitu :

20
2020
Keterampilan Dasar Praktek Kebidanan

a. Setiap individu dianggap dapat menularkan penyakit, karena infeksi ada yang bersifat
asymptomatik atau tidak ada gejala.
b. Setiap individu dianggap dapat terkena infeksi
c. Setiap benda maupun peralatan yang sudah dipakai pada saat melakukan tindakan
dianggap sudah terkontaminasi sehingga perlu dicuci hama kembali secara benar.
d. Jika belum yakin dengan proses aseptik terhadap lingkungan maupun peralatan yang
terkontaminasi maka dianggap masih terkontaminasi.
e. Resiko infeksi akan selalu ada dan tidak dapat dihilangkan, tapi dapat diminimalisir dengan
mengikuti prosedur pencegahan infeksi secara benar.
Pencegahan infeksi membantu semua petugas pelayanan kesehatan rumah sakit dan
klinik, untuk memahami prinsip-prinsip dasar pencegahan infeksi, termasuk siklus
penyebaran penyakit dan konsep-konsep lainnya yang penting. Pencegahan infeksi
merupakan bagian terpenting dalam dan dari setiap komponen perawatan BBL. Pencegahan
yang dilakukan antara lain adalah imunisasi maternal (tetanus, rubella, varisela, hepatitis B).
Dengan demikian risiko infeksi bayi baru lahir dapat di minimalkan.
Tujuan Pencegahan Infeksi (PI) adalah melindungi ibu, BBL, keluarga, penolong
persalinan dan tenaga kesehatan lain sehingga mengurangi infeksi karena bakteri, Virus, dan
Jamur. PI juga bertujuan untuk menurunkan resiko penularan penyakit berbahaya ( hepatitis,
HIV/AIDS ).

Dasar-dasar pencegahan infeksi

a. Introduksi pencegahan infeksi


Istilah definisi (teknik aseptik), antisepsis, dekontaminasi, pembersihan, disinfeksi,
disinfeksi tingkat tinggi, dan sterilisasi seringkali membingungkan. Untuk tujuan panduan ini,
definisi-definisi berikut ini yang digunakan :
 Antisepsis. Proses menurunkan jumlah mikroorganisme pada kulit, selaput lendir,
atau duh tubuh lainnya dengan menggunakan bahan antimikrobial (antiseptik).
 Asepsis dan teknik aspetik. Suatu istilah umum yang digunakan untuk
menggambarkan upaya kombinasi untuk mencegah masuknya mikroorganisme ke
dalam area tubuh manapun yang sering menyebabkan infeksi. Tujuan asepsis adalah

21
2020
Keterampilan Dasar Praktek Kebidanan

menurunkan sampai ke tingkat aman atau membasmi jumlah mikroorganisme pada


permukaan hidup (kulit dan jaringan) dan objek mati (alat-alat bedah dan barang-
barang yang lain).
 Dekontaminasi. Proses yang membuat obyek mati lebih aman ditangani
staf sebelum dibersihkan (umpamanya, menginaktifasi HBV, HBC, dan HIV serta
menurunkan, tetapi tidak membasmi jumlah mikroorganisme lain yang
mengkontaminasi). Idealnya, alat bedah yang kotor, sarung tangan, dan bahan lain
harus selalu ditangani oleh staf yang memakai sarung tangan atau menggunakan
cunam. Karena hal ini tidak selalu mungkin, akan lebih aman kalau pertama-tama
peralatan kotor ini ditemukan selama 10 menit dalam larutan klorin 0,5%, terutama
apabila akan dibersihkan dengan tangan (Nystrom 1981). Benda logam harus dibilas
terlebih dahulu untuk mencegah karat sebelum dibersihkan (Lynch dkk 1977).
Benda-benda lain yang harus didekontaminasi, dilap dengan larutan klorin 0,5%,
termasuk permukaan yang luas (umpamanya meja operasi dan meja ginekologi) dan
alat-alat yang bersinggungan dengan darah atau duh tubuh, ekskresi atau ekskresi
pasien (kecuali keringat).
 Disinfeksi tingkat tinggi (DTT), Proses yang menghilangkan semua
mikroorganisme kecuali beberapa endospora bakteri pada benda mati dengan
merebus, mengukus, atau penggunaan disinfektan kimia.\
 Pembersihan. Proses secara fisik menghilangkan semua debu, kotoran, darah, atau
duh tubuh lain yang tampak pada objek mati dan membuang sejumlah besar
mikroorganisme untuk mengurangi risiko bagi mereka yang menyentuh kulit atau
menangani benda tersebut. (Proses ini terdiri dari pencucian dengan sabun atau
deterjen dan air, pembilasan dengan air bersih, dan pengeringan secara seksama).
 Sterilisasi. Proses yang menghilangkan semua mikroorganisme (bakteria, virus,
fungi dan parasit) termasuk endospora bakteri pada benda mati dengan uap air panas
tekanan tinggi (otoklaf), panas kering (oven), sterilan kimia atau radiasi.

 KEWASPADAAN BAKU
Komponen Utama :
1. Cuci tangan
- Setelah menyentuh darah, duh tubuh, sekresi, ekskresi, dan bahan terkontaminasi
- Segera setelah melepas sarung tangan

22
2020
Keterampilan Dasar Praktek Kebidanan

- Di antara sentuhan dengan pasien


2. Sarung tangan
- Bila kontak dengan darah, duh tubuh, sekresi, dan bahan yang terkontaminasi
- Bila kontak dengan selaput lendir dan kulit terluka
3. Masker, kaca mata, masker muka
- Mengantisipasi bila terkena, melindungi selaput lendir mata, hidung, dan mulut saat
kontak dengan darah dan duh tubuh.
4. Baju pelindung
- Lindungi kulit dari kontak dengan darah dan duh tubuh.
- Cegah pakaian tersebut selama tindakan klinik yang dapat berkontak langsung dengan
darah atau duh tubuh.
5. Kain
- Tangani kain tercemar, cegah dari sentuhan kulit/selaput lendir
- Jangan lekukan prabilas kain yang tercemar di area perawatan pasien.
6. Peralatan perawatan pasien
- Tangani peralatan yang tercemar dengan baik untuk mencegah kontak langsung
dengan kulit atau selaput lendir dan mencegah kontaminasi pada pakaian dan
lingkungan.
- Cuci peralatan bekas pakai sebelum digunakan kembali
7. Pembersihan lingkungan
- perawatan rutin, pembersihan dan disinfeksi peralatan dan perlengkapan dalam ruang
peralatan pasien
8. Instrumen tajam
- Hindari memasang kembali penutup jarum bekas
- Hindari melepas jarum bekas dari semprit habis pakai
- Hindari pembengkokan, mematahkan, atau memanipulasi jarum bekas dengan tangan
- Masukkan instrumen tajam ke dalam tempat yang tidak tembus tusukan.
9. Resusitasi pasien
- Gunakan bagian mulut, kantong resusitasi atau alat ventilasi yang lain untuk
menghindari resusitasi atau alat bentilasi yang lain untuk menghindari resusitasi dari
mulut ke mulut.
10. Penempatan pasien
- Tempatkan pasien yang mengontaminasi lingkungan dalam ruang pribadi.

23
2020
Keterampilan Dasar Praktek Kebidanan

Kesehatan dan kebersihan tangan serta


sarung tangan

Secara bermakna mengurangi jumlah mikroorganisme penyebab penyakit pada kedua


tangan dan lengan serta meminimalisasi kontaminasi silang (misalnya dari petugas kesehatan
ke pasien). Indikasi kebersihan dan kesehatan tangan sudah dipahami dengan baik, tetapi
pedoman untuk praktik terbaik dalam hal ini terus berkembang. Misalnya, pilihan sabun yang
biasa atau antiseptik atau penggunaan penggosok tangan berbasis alkohol bergantung pada
besarnya risiko kontak dengan pasien (misalnya tindakan medis rutin versus pembedahan)
atau tersedianya bahan (Larson 1995). Anjuran untuk petugas kesehatan pada saat ini adalah :
1. Jika kulit rusak atau diperlukan cuci tangan yang sering, sabun lembut (tanpa bahan
antiseptik) dapat digunakan untuk menghilangkan kotoran dan debu.

2. Apabila dikehendaki efek antimikroba (misalnya sebelum suatu tindakan invasif atau
kontak dengan pasien yang rentan seperti pasien AIDS atau bayi baru lahir)
penggosok tangan berbasis alkohol tanpa air harus digunakan.

3. Di area beresiko tinggi, seperti ruang bedah dan ICU atau unit transplantasi, langkah-
langkah penggosokan tangan dengan menggunakan sikat lunak atau spon dalam
waktu singkat (setidaknya 2 menit) dapat menggantikan penggosokan keras dengan
sikat kasar selama 6-10 menit.

4. Untuk petugas yang sering mencuci tangan tangannya (30 kali atau lebih per shift),
pelumas tangan dan krim harus disediakan agar dapat mengurangi iritasi kulit.
Kesehatan dan kebersihan tangan dapat dilakukan dengna kegiatan cuci tangan rutin
(dengan atau tanpa bahan antiseptik) ataupun penggosok tangan antiseptik dan
penggosok tangan bedah dengna mmpergunakan bahan dasar alkohol tanpa air.
Tujuan dan cara untuk melakukannya masing-masing agak berbeda.

24
2020
Keterampilan Dasar Praktek Kebidanan

Cuci Tangan
Tujuan cuci tangan adalah menghilangkan kotoran dan debu secara mekanis dari
permukaan kulit dan mengurangi jumlah mikroorganisme sementara. Cucu tangan dengan
sabun biasa dan air sama efektifnya dengna cuci tangan menggunakan sabun anti mikrobial
(Pereira, Lee dan Wade 1990).
Cuci tangan sebaiknya dilakukan sebelum :
1. Memeriksa (kontak langsung) dengan psien; dan
2. Memakai sarung tangan bedah steril atau DTT sebelum pembedahan atau sarung
tangan pemeriksaan untuk tidakan rutin, seperti pemeriksaan panggul.

Cuci tangan sebaiknya dilakukan setelah :


Situasi tertentu di mana kedua tangan terkontaminasi, seperti :
1. Memegang instrumen yang kotor dan alat lainnya.
2. Menyentuh selaput lendir darah, atau duh tubuh lainnya (sekresi atau sekresi)
3. Kontak yang lama dan intensif dengan pasien.
4. Melepaskan sarung tangan.

Untuk mendorong cuci tangan, pengelola program harus melakukan segala  upaya


menyediakan sabun dan suplai air bersih terus-menerus baik dari kran atau ember dan lap
pribadi. Menurut WHO, mencuci tangan agar bersih menghabiskan waktu sekitar 20-30
detik. Ikuti 7 langkah mencuci tangan yang benar menurut WHO untuk mencegah infeksi
virus, kuman, dan bakteri.

1. Basahi tangan dan tuangkan atau oleskan produk sabun di telapan tangan.

2. Tangkupkan kedua telapak tangan dan gosokkan produk sabun yang telah dituangkan.

3. Letakkan telapak tangan kanan di atas punggung tangan kiri dengan jari yang terjalin dan
ulangi untuk sebaliknya.

4. Letakkan telapak tangan kanan ke telapak tangan kiri dengan jari saling terkait.

5. Tangan kanan dan kiri saling menggenggam dan jari bertautan agar sabun mengenai kuku
dan pangkal jari.

6. Gosok ibu jari kiri dengan menggunakan tangan kanan dan sebaliknya.

25
2020
Keterampilan Dasar Praktek Kebidanan

7. Gosokkan jari-jari tangan kanan yang tergenggam di telapak tangan kiri dan sebaliknya.
Lalu bilas dengan air mengalir sampai bersih dan keringkan.

Sarung tangan
Walaupun telah berulang kali terbukti sangant efektif mencegah kontaminasi pada
tangan petugas kesehatan (Tenosis, dkk, 2001), sarung tangan tidak dapat menggantikan
perlunya cuci tangan. Sarung tangan lateks kualitas terbaikpun mungkin mempunyai
kerusakan kecil yang tidak tampak. Selain itu, sarung tangan juga dapat robek sehingga
tangan dapat terkontaminasi sewaktu melepaskan sarung tangan (Bagg, Jenkins, Barker 1990;
Davis 2001).
Jenis sarung tangan :

1.      Sarung tangan bedah, dipakai sewaktu melakukan tindakan invasif atau pembendahan.
2.      Sarung tangan pemeriksaan, dipakai untuk melindungi petugas kesehatan sewaktu
melakukan pemeriksaan atau pekerjaan rutin.
3.      Sarung tangan rumah tangga, dipakai sewaktu memroses peralatan, menangani bahan-
bahan terkontaminasi, dan sewaktu membersihkan permukaan terkontaminasi

Yang dilakukan dan jangan dilakukan dalam pemakaian sarung tangan:


·      Pakailah sarung tangan dengan ukuran yang sesuai, khususnya sarung tangan bedah. Jika
ukuran tidak sesuai dengan tangan pada pelaksaan prosedur, dapat terganggu atau mudah
robek.
·      Gantilah sarung tangan secara berkala pada tindakan yang memerlukan waktu lama.
·      Potonglah kuku cukup pendek untuk mengurangi risiko robek berlubang.
·      Pakailah cairan pelembab yang tidak mengandung lemak untuk mencegah kulit tangan
dari kekeringan/berkerut.
·      Jangan pakai cairan atau krim berbasis lemak, karena akan merusak sarung tangan bedah
dan sarung tangan pemeriksaan dari lateks.
·      Jangan pakai cairan pelembab yang terlalu wangi karena dapat merangsang kulit yang
dapat menyebabkan iritasi.
·      Jangan simpan sarung tangan di tempat dengan suhu yang terlalu panas atau terlalu
dingin (di panas matahari, dekat AC atau pemanas ruangan dekat mesin sinar x), karena dapat
merusak bahan sarung tangan tersebut sebagai pembatas.

26
2020
Keterampilan Dasar Praktek Kebidanan

Penggunaan APD (Alat pelindung diri)

Alat Perlindungan Diri (APD) merupakan hal penting dalam pencegahan infeksi, pada
saat melakukan pertolongan persalinan berikut adalah APD yang harus disediakan di ruang
persalinan dan harus digunakan.
 Celemek
Digunaakan untuk melindungi pakaian petugas dari percikan darah dan cairan tubuh
lainnya, biasanya berbahan plastik dan berbentuk seperti rompi terbalik.
 Sepatu Boot
Sepatu yang digunakan umumnya berbahan karet atau plastik yang kedap air dan
mudah dibersihkan. Digunakan dari ujung sampai setinggi betis. Digunakan untuk
melindungi kaki dari darah atau cairan tubuh yang tercecer di lantai, atau benda tajam
yang terjatuh. Tidak disarankan menggunakan sandal karena tidak menutup seluruh
kaki.
 Sarung Tangan
Petugas diharuskan menggunakan sarung tangan yaitu sebelum kontak dengan cairan
tubuh pasien, sebelum melakukan pemeriksaan dalam, membersihkan sampah yang
terkontaminasi.
 Kacamata
Digunakan untuk melindungi mata dari percikan darah atau cairan tubuh. Umumnya
terbuat dari bahan plastik yang jernih. Ada bentuk kacamata yang menyatu dengan
pelindung muka.
 Masker
Digunakan untuk menghindari penularan mikroorganisme melalui udara saat
berbicara dengan pasien, batuk maupun bersin. Selain itu dapat mencegah percikan
darah atau cairan tubuh masuk ke mulut dan hidung. Saat menggunakan masker harus
menutupi hidung, mulut dan dagu.
 Penutup Kepala

27
2020
Keterampilan Dasar Praktek Kebidanan

Digunakan untuk mencegah jatuhnya mikroorganisme dari rambut atau kepala


petugas ke area yang steril. Selain itu mencegah percikan darah ataupun cairan tubuh
ke wilayah kepala. Kap atau penutup kepala digunakan menutup seluruh kepala.

Antisesi tindakan / bedah & budaya aman


diruan operasi

Antisepsis. Proses pengurangan jumlah mikroorganisme pada kulit, selaput lendir,


atau jaringan tubuh lain dengan menggunakan bahan antimikroba (antiseptik). Bahan
antiseptik atau bahan antimikroba (kedua istilah dapat dipertukarkan). Bahan kimia yang
dipakai pada kulit atau jaringan hidup lainnya dapat menghambat atau membunuh
mikroorganisme (baik sementara maupun menetap) sehingga mengurangi jumlah bakteri
seluruhnya. Contohnya alkohol (etil dan isopropil), cairan yodium, iodofor, klorheksidin, dan
triklosan.

PILIHAN ANTISEPTIK
            Sabun dan air bersih dapat menghilangkan kotoran dan benda lainnya seprti
mikroorganisme sementara dari permukaan kulit, sebaliknya larutan antiseptik bisa
membunuh atau menghambat hampir semua mikroorganisme sementara dan mikroorganisme
menetap, termasuk bakteri vegetatif dan virus. Antiseptik digunakan untk menghilangkan
mikroorganisme tanpa menyebabkan rusaknya atau teritasinya kulit atau selaput lendir
(mukosa) ketika ia digunakan. Selain itu, beberapa larutan antiseptik mempunyai efek residu,
artinya proses penghancuran terus berlanjut selama satu waktu setelelah diberikan pada kulit
atau selaput lendir.
            Banyak sekali bahan kimia yang memenuhi syarat sebagai antiseptik. Tabel 6-1 berisi
daftar beberapa larutan antiseptik yang dianjurkan, aktivitas mikrobiologi dan
kemampuannya. (Sistem pengelompokan yang digunakan adalah baik, sedang, buruk dan
nihil). Antiseptik yang paling sering digunakan adalah klorheksidin glukonat, yang terdapat
dalam Hibitane Hibiscrub, dan iodofor terdapat dalam Betadine, dan Wescodyne. Tidak
terdapat dalam daftar Tabel 6-1 adalah Savlon, yang mengandung klorheksidin dan tersedia
di seluruh belahan dunia, karena banyak dijual sebagai larutan konsentrat yang diencerkan

28
2020
Keterampilan Dasar Praktek Kebidanan

dengan air dan di banyak negara konsentrat yang diencerkan dengan air dan di banyak negara
konsentrat ini digunakan kurang dari 1%, yang berarti sangat rendah dan tidak efektif.

PENGGUNAAN ANTISEPTIK
 Kebersihan Tangan
            Sabun antikuman atau deterjen tidak lagi efektif dibandingkan sabun biasa dan air
bersih untuk mengurangi risiko infeksi saat digunakan untuk cuci tangan, meski kualitas
airnya bagus. Misalnya, air yang mengandung sejumlah partikel (membuat air menjadi keruh)
atau terkontaminasi, tidak boleh digunakan untuk membasuh tangan sebelum pembedahan.
Lebih lagi, sabun antikuman berharga mahal dan gampang mengiritasi kulit dibandingkan
dengan sabun biasa. Instruksi yang lebih rinci untuk cuci tangan bedah menggunakan cairan
antiseptik ataupun penggosok tangan antiseptik.

 Pembersihan Kulit Sebelum Tindakan/Prosedur Bedah


Meski kulit tidak dapat disterilkan, pemberian larutan antiseptik bisa meminimalkan
jumlah mikroorganisme yang dapat mengontaminasi luka bedah dan menyebabkan infeksi.

Instruksi:
Langkah 1   :     Dilarang mencukur rambut di sekitar lokasi operasi. Pencukuran bisa
meningkatkan risiko infeksi 5-10 kali karena goresan kecil di kulit bisa mengakibatkan
tumbuh dan berkembangnya mikroorganisme (Nichols 1991; Seropian dan Reynolds 1971).
Apabila rambut harus dipotong, gunting rambut yang berdekatan dengan permukaan kulit
dengan menggunakan gunting sebelum pembedahan berlangsung.
Langkah 2   :     Tanyakan kepada pasien mengenai reaksi alergi (misal pemberian yodium)
sebelum memilih larutan antiseptik.
Langkah 3   :     Apabila kulit atau daerah bagian luar kelamin tidak bersih, bersihkan dengan
sabun dan basuh dengan air bersih kemudian keringkan daerah tersebut sebelum diberi
antiseptik.
Langkah 4   :     Gunakan cunam kering dan didisinfeksi tingkat tinggi (DTT), kapas serta
kain kasa baru direndam dalam larutan antiseptik, dan bersihkan tangan secara menyeluruh.
Kerjakan di luar lokasi operasi kurang lebih beberapa sentimeter. (Gerakan memutar dari
pusat membantu mencegah rekontaminasi daerah operasi terhadap bakteri kulit lokal).

29
2020
Keterampilan Dasar Praktek Kebidanan

Langkah 5   :     Biarkan antiseptik bekerja efektif untuk beberapa saat sebelum prosedur
dimulai. Contoh, saat iodofor digunakan biarkan selama 2 menit atau tunggu sampai kulit
menjadi kering sebelum dilanjutkan, sebab iodin bebas (bahan aktif) dilepaskan secara
perlahan. 

PENYIMPANAN DAN PENGELUARAN ANTISEPTIK

Kontaminasi setiap bahan antiseptik telah didokumentasikan. Mikroorganisme yang


mengontaminasi larutan antiseptik meliputi Stafikolokus epidermis dan aureus, gram-negatif
basili, Pseudomonas aeruginosa dan beberapa endospora. Bahan antiseptik yang
terkontaminasi dapat menyebabkan infeksi subsekuen saat digunakan untuk mencuci tangan
atau untuk kulit klien. Berikut ini adalah pencegahan terhadap kontaminasi larutan antiseptic:

·         Kecuali hanya tersedia dalam jumlah kecil, tuangkan antiseptik ke dalam tempat kecil
yang bisa digunakan kembali untuk pemakaian sehari-hari. Hal ini untuk melindungi p
enguapan dan kontaminasi. Pastikan nama larutan yang benar ditempel pada tempatnya setiap
kali akan diisi. Jangan menyimpan kain kasa atau kapas dalam larutan antiseptik karena dapat
menimbulkan kontaminasi.
·         Buatlah jadwal yang teratur untuk menyiapkan larutan baru dan membersihkan tempat
yang dapat digunakan kembali. (Larutan bisa meningkatkan risiko saat terkontaminasi setelah
disimpan selama 1 minggu). Jangan “mengisi ulang” dispenser antiseptik.
·         Cuci tempat yang bisa dipakai kembali secara menyeluruh dengan sabun dan air bersih,
bersihkan dengan air mendidih apabila ada dan keringkan sebelum diisi kembali.
·         Beri tanggal setiap tempat antiseptik yang akan digunakan kembali, setelah dicuci,
dikeringkan dan diisi.
·         Konsentrat larutan antiseptik (yang belum diencerkan) harus disimpan dalam daerah
yang sejuk dan gelap. Jangan terkena sinar matahari langsung atau panas yang berlebihan
(misal di atas rak dalam bangunan beratap seng).

30
2020
Keterampilan Dasar Praktek Kebidanan

Pengelolahan Sampah

          Menurut Depkes Republik Indonesia berbagai jenis buangan yang dihasilkan rumah
sakit dan unit-unit pelayanan kesehatan yang mana dapat membahayakan dan menimbulkan
gangguan kesehataan bagi pengunjung , masyarakat terutama petugas yang menanganinya
disebutsebagailimbahklinis. Limbah klinis berasal dari pelayanan medis, perawatan, gigi,
veterinary, farmasi atau yang sejenisnya serta limbah ayng dihasilkan rumah sakit pada saat
dilakukan perawatan, pengobatan atau penelitian.

Macam-macam Limbah
Berdasarkan potensi bahaya yang ditimbulkannya limbah klinis dapat digolongkan
dalam limbah benda tajam, infeksius, jaringan tubuh, citotoksik, farmasi, kimia, radio aktif
danlimbahplastik.

a.    Limbah Benda Tajam


         Limbah benda tajam adalah obyek atau alat yang memiliki sudut tajam, sisi, ujung atau
bagian menonjol yang dapat memotong atau menusuk kulit. Misalnya : jarum hipodermik,
perlengkapan intervena, pipet pasteur, pecahan gelas, pisau bedah. Selain itu meliputi benda-
benda tajam yang terbuang yang mungkin terkontaminasi oleh darah, cairan tubuh, bahan
mikrobiologi, bahan beracun atau radio aktif.

b. Limbah Infeksius
            Limbah infeksius meliputi limbah yang berkaitan dengan pasien yang memerlukan
isolasi penyakit menular serta limbah laboratorium yang berkaitan dengan pemeriksaan
mikrobiologi dari poliklinik, ruang perawatan dan ruang isolasi penyakit menular. Yang
termasuk limbah jenis ini antara lain : sampah mikrobiologis, produk sarah manusia, benda
tajam, bangkai binatang terkontaminasi, bagian tubuh, sprei, limbah raung isolasi, limbah
pembedahan, limbah unit dialisis dan peralatan terkontaminasi ( medical waste ).
c. Limbah Jaringan Tubuh
            Limbah jaringan tubuh meliputi jaringan tubuh, organ, anggota badan, placenta, darah
dan cairan tubuh lain yang dibuang saat pembedahan dan autopsi. Limbah jaringan tubuh

31
2020
Keterampilan Dasar Praktek Kebidanan

tidak memerlukan pengesahan penguburan dan hendaknya dikemas khusus, diberi label dan
dibuang ke incinerator.
d. Limbah Citotoksik
            Limbah citotoksik adalah bahan yang terkontaminasi atau mungkin terkontaminasi
dengan obat citotoksik selama peracikan, pengangkutan atau tindakan terapi citotoksik.
Limbah yang terdapat limbah citotoksik didalamnya harus dibakar dalam incinerator dengan
suhu diatas 1000oc
e. Limbah Farmasi
            Limbah farmasi berasal dari : obat-obatan kadaluwarsa, obat-obatan yang terbuang
karena batch tidak memenuhi spesifikasi atau telah terkontaminasi, obat-obatan yang
terbuang atau dikembalikan oleh pasien, obat-obatan yang sudah tidak dipakai lagi karena
tidak diperlukan dan limbah hasil produksi obat-obatan.
f. Limbah Kimia
            Limbah kimia dihasilkan dari penggunaan kimia dalam tindakan medis, vetenary,
laboratorium, proses sterilisasi dan riset. Limbah kimia juga meliputi limbah farmasi dan
limbah citotoksik
g. Limbah Radio Aktif
            Limbah radioaktif adalah bahan yang terkontaminasi dengan radio isotop yang berasal
dari penggunaan medis atau riset radionucleida. Asal limbah ini antara lain dari tindakan
kedokteran nuklir, radioimmunoassay dan bakteriologis yang daapt berupa padat, cair dan
gas.
h. Limbah Plastik
            Limbah plastik adalah bahan plastik yang dibuang oleh klinik, rumah sakit dan sarana
pelayanan kesehatan lain seperti barang-barang dissposable yang terbuat dari plastik dan juga
pelapis peralatan dan perlengkapan medis.

Pengelolaan Sampah Medis


            Pengelolaan sampah medis akan memiliki penerapan pelaksanaan yang berbeda-beda
antar fasilitas-fasilitas kesehatan, yang umumnya terdiri dari penimbulan, penampungan,
pengangkutan, pengolahan dan pembuangan.

a. Penimbulan ( Pemisahan Dan Pengurangan )


Proses pemilahan dan reduksi sampah hendaknya merupakan proses yang kontinyu
yang pelaksanaannya harus mempertimbangkan : kelancaran penanganan dan penampungan
32
2020
Keterampilan Dasar Praktek Kebidanan

sampah, pengurangan volume dengan perlakuan pemisahan limbah B3 dan non B3 serta
menghindari penggunaan bahan kimia B3, pengemasan dan pemberian label yang jelas dari
berbagai jenis sampah untuk efisiensi biaya, petugas dan pembuangan.

b. Penampungan
Penampungan sampah ini wadah yang memiliki sifat kuat, tidak mudah bocor atau
berlumut, terhindar dari sobek atau pecah, mempunyai tutup dan tidak overload.
Penampungan dalam pengelolaan sampah medis dilakukan perlakuan standarisasi kantong
dan kontainer seperti dengan menggunakan kantong yang bermacam warna seperti telah
ditetapkan dalam Permenkes RI no. 986/Men.Kes/Per/1992 dimana kantong berwarna kuning
dengan lambang biohazard untuk sampah infeksius, kantong berwarna ungu dengan simbol
citotoksik untuk limbah citotoksik, kantong berwarna merah dengan simbol radioaktif untuk
limbah radioaktif dan kantong berwarna hitam dengan tulisan “domestik”

c. Pengangkutan
Pengangkutan dibedakan menjadi dua yaitu pengangkutan intenal dan eksternal.
Pengangkutan internal berawal dari titik penampungan awal ke tempat pembuangan atau ke
incinerator (pengolahan on-site). Dalam pengangkutan internal biasanya digunakan kereta
dorong sebagai yang sudah diberi label, dan dibersihkan secara berkala serta petugas
pelaksana dilengkapi dengan alat proteksi dan pakaian kerja khusus.
Pengangkutan eksternal yaitu pengangkutan sampah medis ketempat pembuangan di luar
(off-site). Pengangkutan eksternal memerlukan prosedur pelaksanaan yang tepat dan harus
dipatuhi petugas yang terlibat. Prosedur tersebut termasuk memenuhi peraturan angkutan
lokal. Sampah medis diangkut dalam kontainer khusus, harus kuat dan tidak bocor.

d. Pengolahan dan Pembuangan


Metoda yang digunakan untuk megolah dan membuang sampah medis tergantung
pada faktor-faktor khusus yang sesuai dengan institusi yang berkaitan dengan peraturan yang
berlaku dan aspek lingkungan yang berpengaruh terhadap masyarakat.

33
2020
Keterampilan Dasar Praktek Kebidanan

2.5 PEMROSESAN INSTRUMEN, SARUNG


TANGAN, & PERALATAN LAINNYA

Pemrosesan alat adalah salah satu cara untuk menghilangkan sebagian besar
mikroorganisme berbahaya penyebab penyakit dari peralatan kesehatan yang sudah terpakai.
Pemrosesan alat juga dikatakan suatu tindakan yang dilakukan untuk membunuh kuman pada
alat – alat medis. Pemrosesan alat dilakukan dengan menggunakan bahan desinfektan melalui
cara dekontaminasi, mencuci atau membilas, dan sterilisasi.

Dekontaminasi & Pembersihan

1. Dekontaminasi

Dekontaminasi adalah langkah pertama dalam menangani peralatan,


perlengkapan,sarung tangan, dan benda – benda lainnya yang terkontaminasi.
Dekontaminasi membuat benda – benda lebih aman untuk ditangani petugas pada saat
dilakukan pembersihan. Untuk perlindungan lebih jauh, pakai sarung tangan karet yang
tebal atau sarung tangan rumah tangga dari latex, jika menangani peralatan yang sudah
digunakan atau kotor.

Segera setelah digunakan, masukkan benda – benda yang telah terkontaminasi ke


dalam larutan klorin 0,5 % selama 10 menit. Ini akan dengan cepat mematikan virus
hepatitis B dan HIV. Pastikan bahwa benda – benda yang terkontaminasi telah terendam
seluruhnya dalam larutan klorin. Daya kerja larutan klorin akan cepat menurun sehingga
harus diganti minimal setiap 24 jam sekali atau lebih cepat, jika terlihat telah kotor atau
keruh.

2. Pencucian atau bilas

Pencucian adalah sebuah cara yang efektif untuk menghilangkan sebagian besar
mikroorganisme pada peralatan dan instrument yang kotor atau sudah digunakan. Baik

34
2020
Keterampilan Dasar Praktek Kebidanan

seterilisasi maupun desinfeksi tingkat tinggi menjadi kurang efektif tanpa proses pencucian
sebelumnya.jika benda – benda yang terkontaminasi tidak dapat dicuci segera setelah
didekontaminasi,bilas peralatan dengan air untuk mencegah korosi dan menghilangkan
bahan – bahan organic,lalu cuci dengan seksama secepat mungkin.

Perlengkapan / bahan – bahan untuk mencuci peralatan:

1. sarung tangan karet yang tebal atau sarung tangan rumah tangga  dari  lateks

2. sikat halus (boleh menggunakan sikat gigi )

3. tabung suntik ( minimal ukuran 10 ml : untuk membilas bagian dalam


kateter,termasuk kateter penghisap lender )

4. wadah plastik atau baja anti karat ( stainless steel )

5. air bersih

6. sabun dan detergent

DTT ( Desinfeksi Tingkat Tinggi)

DDT adalah cara efektif untuk membunuh mikroorganisme penyebab penyakit dari
peralatan, sterilisasi tidak selalu memungkinkan dan tidak selalu praktis. DTT  bisa
dijangkau dengan cara merebus, mengukus atau secara kimiawi. Ini dapat menghilangkan
semua organisme kecuali beberapa bakteri endospora sebesar 95%.

1) DTT dengan cara merebus

Merebus merupakan cara efektif dan praktis untuk DTT. Perebusan dalam air
selama 20 menit setelah mendidih, dimana semua alat jika mungkin harus terendam semua,
ditutup rapat dan dibiarkan mendidih serta berputar.

1. Gunakan panci dengan penutup yang rapat

35
2020
Keterampilan Dasar Praktek Kebidanan

2. Ganti air setiap kali mendesinfeksi peralatan


3. Rendam peralatan sehingga semuanya terendam dalam air
4. Mulai panaskan air
5. Mulai hitung waktu saat air mulai mendidih
6. Jangan tambahkan benda apapun ke dalam air mendidih setelah penghitungan waktu
dimulai
7. Rebus selama 20 menit
8. Catat lama waktu perebusan pelaratan di dalam buku khusus
9. Biarkan peralatan kering dengan cara diangin-anginkan sebelum digunakan atau
disimpan
10. Setelah peralatan kering,gunakan segera atau simpan dalam wadah DTT dan penutup.
Peralatan bisa disimpan sampai satu minggu asalkan penutupnya tidak dibuka.

2) DTT dengan uap panas

Setelah sarung tangan didekontaminasi dan dicuci maka sarung tangan siap DTT
dengan uap tanpa diberi talk.

1. Gunakan panci perebus yang memiliki 3 susunan nampan pengukus.


2. Gulung bagian atas sarung tangan sehingga setelah DTT selesai, sarung tangan dapat
dipakai tanpa membuat kontaminasi baru
3. Letakkan sarung tangan pada baki atau tampan pengukus yang berlubang di
bawahnya. Agar mudah dikeluarkan dari panci,letakkan sarung tangan dengan bagian
jarinya kearah tengah panci. jangan menumpuk sarung tangan.
4. Ulangi proses tersebut hingga semua nampan terisi dengan menyusun tiga nampan
pengukus yang brisi air.
5. Letakkan penutup di atas panci paling atas dan panaskan air hingga mendidih. Jika
uap airnya sedikit,suhunya mungkin tidak cukup tinggi untuk membunuh mikroorganisme.
6. Catat lamanya waktu pengukusan jika uapa air mulai keluar dari celah panci.
7. Kukus sarung tangan 20 menit
8. Angkat nampan pengukus paling atas dan goyangkan perlahan – lahan agar air yang
tersisa menetes keluar.
9. Letakkan nampan pengukus diatas panci yang kosong disebelah kompor

36
2020
Keterampilan Dasar Praktek Kebidanan

10. Ulangi langkah tersebut hingga nampan tersebut  berisi sarung tangan susun diatas
panci perebus yang kosong.
11. Biarkan sarung tangan kering dengan diangin- anginkan di dalam panci sampai 4 – 6
jam.
12. Jika sarung tangan tidak akan segera dipakai,setelah kering gunakan pinset DTT
untuk memindahkan sarung tangan. Letakkan sarung tangan dalam wadah DTT lalu tutup
rapat.

3) DTT  dengan kimiawi

1. Letakkan peralatan kering yang sudah didekontaminasi dan dicuci dalam wadah yang
sudah berisi laruta kimia.
2. Pastikan bahwa peralatan terendam semua dalam larutan.
3. Rendam selama 20 menit.
4. Catat lama waktu perendaman
5. Bilas peralatan dengan air matang dan angin – anginkan di wadah DTT yang
berpenutup
6. Setelah kering peralatan dapat digunakan atau disimpan dalam wadah DTT yang
bersih.

Sterilisasi

Sterilisasi merupakan upaya pembunuhan atau penghancuran semua bentuk


kehidupan mikroba yang dilakukan di rumah sakit melalui proses fisik maupun kimiawi.
Strilisasi jika dikatakan sebagai tindakan untuk membunuh kuman patoge atau apatoge
beserta spora yang terdapat pada alat perawatan atau kedokteran denngan cara
merebus,stoom,panas tinggi atau bahan kimia. jenis sterilisasi antara lain sterlisasi
cepat,strilisasi panas kering,strerilisasi gas ( formalin, H2O2 ), rdiasi ionisasi.

Beberapa alat yang perlu disterilkan :

1. Peralatan logam ( pinset, gunting, speculum,dll )

37
2020
Keterampilan Dasar Praktek Kebidanan

2. Peralatan kaca ( semprit, tabung kimia )


3. Peralatan karet ( cateter, sarung tangan, pipa lambung,dll)
4. Peralatan ebonite ( kanule rectum, kanule trakea,dll)
5. Peralatan email ( bengkok, baskom, dll)
6. Peralatan porselin ( mangkok, cangkir, piring, dll )
7. Peralatan plastic ( selang infuse, dll )
8. Peralatan tenunan ( kain kassa, dll )

Prosedur kerja:

1. Bersihkan peralatan yang akan disterilisasi


2. Peralatan yang dibungkus haris diberi label
3. Masukkan ke dalam sterilisator dan hidupkan sterilisator sesuai dengan waktu yang
ditentukan

Cara sterilisasi:

1. Sterilisasi dangan merebus dalam air mendidih sampai 100  ( 15 – 20 menit )


untuk logam,kaca,dan karet
2. Sterilisasi dengan stoom menggunakan uap panas di dalam autoclave dengan
waktu, suhu,tekanan tertentu untuk alat tenun
3. Sterilisasi dengan panas kering menggunakan oven panas tinggi ( logam yang
tajam,dll )
4. Sterilisasi dengan bahan kimia menggunakan bahan kimia seperti alkohol,
sublimat,uap formalin, sarung tangan dan kateter.

2.6 INFEKSI NOSOKOMIAL

Nosokomial berasal dari bahasa Yunani, dari kata nosos yang artinya penyakit dan
komeo yang artinya merawat. Nosokomion berarti tempat untuk merawat/rumah sakit. Jadi,
infeksi nososkomial dapat diartikan sebagai infeksi yang terjadi di rumah sakit. Infeksi
Nosokomial adalah infeksi silang yang terjadi pada perawat atau pasien saat dilakukan
perawatan di rumah sakit.

38
2020
Keterampilan Dasar Praktek Kebidanan

          Penderita yang sedang dalam proses asuhan perawatan di rumah sakit, baik dengan
penyakit dasar tunggal maupun penderita dengan penyakit dasar lebih dari satu, secara umum
keadaan umumnya tidak/kurang baik, sehingga daya tahan tubuh menurun. Hal ini akan
mempermudah terjadinya infeksi silang karena kuman-kuman, virus dan sebagainya akan
masuk ke dalam tubuh penderita yang sedang dalam proses asuhan keperawatan dengan
mudah. Infeksi yang terjadi pada setiap penderita yang sedang dalam proses asuhan
keperawatan ini disebut infeksi nosokomial.
Infeksi  nosokomial adalah infeksi yang terjadi di rumah sakit atau dalam sistem
pelayanan kesehatan yang berasal di sumber pelayanan kesehatan, baik melalui pasien,
petugas kesehatan, pengunjung, maupun sumber lainnya.
Sumber Infeksi Nosokomial
Beberapa sumber penyebab terjadinya infeksi nosokomial adalah :
1.      Pasien.
Pasien merupakan unsur pertama yang dapat menyebabkan infeksi kepada pasien
lainnya, petugas kesehatan, pengunjung, atau benda dan alat kesehatan lainnya.
2.      Petugas Kesehatan.
Petugas kesehatan dapat menyebabkan infeksi melalui kontak langsung, yang dapat
menularkan berbagai kuman ke tempat lain.
3.      Pengunjung.
Pengunjung dapat menyebarkan infeksi yang didapat dari luar ke dalam lingkungan
rumah sakit, atau sebaliknya, yang didapat dari dalam rumah sakit ke luar rumah sakit.
4.      Sumber Lain.
Sumber lain yang dimaksud disini adalah lingkungan rumah sakit yang meliputi
lingkungan umum atau kondisi kebersihan rumah sakit, atau alat yang ada di rumah sakit
yang dibawa oleh pengunjung atau petugas kesehatan kepada pasien, dan sebaliknya.

Pencegahan infeksi nosokomial, panduan


kewaspadaan isolasi untuk RS

Terdapat beberapa prosedur dan tindakan pencegahan infeksi nosokomial. Tindakan ini
merupakan seperangkat tindakan yang didesain untuk membantu meminimalkan resiko
terpapar material infeksius seperti darah dan cairan tubuh lain dari pasien kepada tenaga
kesehatan atau sebaliknya. Menurut Zarkasih, pencegahan infeksi didasarkan pada asumsi

39
2020
Keterampilan Dasar Praktek Kebidanan

bahwa seluruh komponen darah dan cairan tubuh mempunyai potensi menimbulkan infeksi
baik dari pasien ke tenaga kesehatan atau sebaliknya. Kunci pencegahan infeksi pada fasilitas
pelayanan kesehatan adalah mengikuti prinsip pemeliharaan hygene yang baik, kebersihan
dan kesterilan dengan lima standar penerapan yaitu:

1. Mencuci tangan untuk menghindari infeksi silang. Mencuci tangan merupakan


metode yang paling efektif untuk mencegah infeksi nosokomial, efektif mengurangi
perpindahan mikroorganisme karena bersentuhan
2. Menggunakan alat pelindung diri untuk menghindari kontak dengan darah atau cairan
tubuh lain. Alat pelindung diri meliputi; pakaian khusus (apron), masker, sarung
tangan, topi, pelindung mata dan hidung yang digunakan di rumah sakit dan bertujuan
untuk mencegah penularan berbagai jenis mikroorganisme dari pasien ke tenaga
kesehatan atau sebaliknya, misalnya melaui sel darah, cairan tubuh, terhirup, tertelan
dan lain-lain.
3. Manajemen alat tajam secara benar untuk menghindari resiko penularan penyakit
melalui benda-benda tajam yang tercemar oleh produk darah pasien. Terakit dengan
hal ini, tempat sampah khusus untuk alat tajam harus disediakan agar tidak
menimbulkan injuri pada tenaga kesehatan maupun pasien.
4. Melakukan dekontaminasi, pencucian dan sterilisasi instrumen dengan prinsip yang
benar. Tindakan ini merupakan tiga proses untuk mengurangi resiko tranmisi infeksi
dari instrumen dan alat lain pada klien dan tenaga kesehatan
5. Menjaga sanitasi lingkungan secara benar. Sebagaiman diketahui aktivitas pelayanan
kesehatan akan menghasilkan sampah rumah tangga, sampah medis dan sampah
berbahaya, yang memerlukan manajemen yang baik untuk menjaga keamanan tenaga
rumah sakit, pasien, pengunjung dan masyarakat.

Konsep Isolasi
Isolasi yaitu pemisahan penderita atau pemisahan orang atau binatang yang terinfeksi
selama masa inkubasi dengan kondisi tertentu untuk mencegah atau mengurangi terjadinya
penularan baik langsung maupun tidak langsung dari orang atau binatang yang rentan.
Sebaliknya, karantina adalah tindakan yang dilakukan untuk membatasi ruang gerak orang
yang sehat yang di duga telah kontak dengan penderita penyakit menular tertentu.

40
2020
Keterampilan Dasar Praktek Kebidanan

CDC telah merekomendasikan suatu “Universal Precaution atau Kewaspadaan Umum”


yang harus diberlakukan untuk semua penderita baik yang dirawat maupun yang tidak
dirawat di Rumah Sakit terlepas dari apakah penyakit yang diderita penularanya melalui
darah atau tidak. Hal ini dilakukan dengan asumsi bahwa darah dan cairan tubuh dari
penderita (sekresi tubuh biasanya mengandung darah, sperma, cairan vagina, jaringan, Liquor
Cerebrospinalis, cairan synovia, pleura, peritoneum, pericardial dan amnion) dapat
mengandung Virus HIV, Hepatitis B dan bibit penyakit lainnya yang ditularkan melalui
darah.
Tujuan dari pada di lakukannya “Kewaspadaan Umum” ini adalah agar para petugas
kesehatan yang merawat pasien terhindar dari penyakit-penyakit yang di tularkan melalui
darah yang dapat menulari mereka melalui tertusuk jarum karena tidak sengaja, lesi kulit, lesi
selaput lendir. Alat-alat yang dipakai untuk melindungi diri antara lain pemakaian sarung
tangan, Lab jas, masker, kaca mata atau kaca penutup mata. Ruangan khusus diperlukan jika
hygiene penderita jelek. Limbah Rumah Sakit diawasi oleh pihak yang berwenang.

Syarat-syarat ruang isolasi :


a.    Pencahayaan
Menurut KepMenKes 1204/Menkes/SK/X/2004, intensitas cahaya untuk ruang isolasiadalah
0,1 ± 0,5 lux dengan warna cahaya biru.Selain itu ruang isolasi harus mendapat paparan sinar
matahari yang cukup.
b.    Pengaturan sirkulasi udara
Pengaturan sirkulasi udara ruang isolasi pada dasarnya menggunakan prinsip tekanan yaitu
tekanan bergerak dari tekanan tinggi ke tekanan rendah.
Berdasarkan tekanannya ruang isolasi dibedakan atas :
a)        Ruang Isolasi Bertekanan Negatif 
Pada ruang isolasi bertekanan negatif udara di dalam ruang isolasi lebih rendah dibandingkan
udara luar. Hal ini mengakibatkan tidak akan ada udara yang keluar dari ruangan isolasi
sehingga udara luar tidak terkontaminasi oleh udara dari ruang isolasi. Ruang isolasi
bertekanan negatif ini digunakan untuk penyakit- penyakit menular khususnya yang menular melalui
udara sehingga kuman-kuman penyakit tidak akan mengkontaminasi udara luar. Untuk metode
pembuangan udara atau sirkulasi udara digunakan sistem sterilisasi dengan HEPA.

b)        Ruang Isolasi Bertekanan Positif 

41
2020
Keterampilan Dasar Praktek Kebidanan

Pada ruang isolasi bertekanan positif udara di dalam ruang isolasi lebih tinggi dibandingkan
udara luar sehingga mennyebabkan terjadi perpindahan udara dari dalam ke luar ruang
isolasi. Hal ini mengakibatkan tidak akan ada udara luar yang masuk ke ruangan isolasi
sehingga udara ruang isolasi tidak terkontaminasi oleh udara luar. Ruang isolasi bertekanan
positif ini digunakan untuk penyakit-penyakit immuno deficiency seperti HIV AIDS atau
pasien-pasien transplantasi sum sum tulang. Untuk memperoleh udara di ruang isolasi
sehingga menghasilkan tekanan positif di ruang isolasi digunakan udara luar yang
sebelumnya telah disterilisasi terlebih dahulu.

Macam-macam isolasi, diantaranya :


1.    Isolasi ketat      
Kategori ini dirancang untuk mencegah transmisi dari bibit penyakit yang sangat
virulen yang dapat ditularkan baik melalui udara maupun melalui kontak langsung. Cirinya
adalah selain disediakan ruang perawatan khusus bagi penderita juga bagi mereka yang
keluar masuk ruangan diwajibkan memakai masker, lab jas, sarung tangan. Ventilasi ruangan
tersebut juga dijaga dengan tekanan negatif dalam ruangan.
2.    Isolasi kontak
Diperlukan untuk penyakit-penyakit yang kurang menular atau infeksi yang kurang
serius, untuk penyakit-penyakit yang terutama ditularkan secara langsung sebagai tambahan
terhadap hal pokok yang dibutuhkan, diperlukan kamar tersendiri, namun penderita dengan
penyakit yang sama boleh dirawat dalam satu kamar, masker diperlukan bagi mereka yang
kontak secara langsung dengan penderita, lab jas diperlukan jika kemungkinan terjadi kontak
dengan tanah atau kotoran dan sarung tangan diperlukan jika menyentuh bahan-bahan yang
infeksius.
3.    Isolasi pernafasan
Dimaksudkan untuk mencegah penularan jarak dekat melalui udara, diperlukan
ruangan bersih untuk merawat penderita, namun mereka yang menderita penyakit yang sama
boleh dirawat dalam ruangan yang sama. Sebagai tambahan terhadap hal-hal pokok yang
diperlukan, pemakaian masker dianjurkan bagi mereka yang kontak dengan penderita, lab jas
dan sarung tangan tidak diperlukan.
4.    Isolasi terhadap Tuberculosis (Isolasi BTA)
Ditujukan bagi penderita TBC paru dengan BTA positif atau gambaran radiologisnya
menunjukkan TBC aktif. Spesifikasi kamar yang diperlukan adalah kamar khusus dengan
ventilasi khusus dan pintu tertutup. Sebagai tambahan terhadap hal-hal pokok yang
42
2020
Keterampilan Dasar Praktek Kebidanan

dibutuhkan masker khusus tipe respirasi dibutuhkan bagi mereka yang masuk ke ruangan
perawatan, lab jas diperlukan untuk mencegah kontaminasi pada pakaian dan sarung tangan
atidak diperlukan.
5.    Kehati-hatian terhadap penyakit Enterie
Untuk penyakit-penyakit infeksi yang ditularkan langsung atau tidak langsung melalui
tinja. Sebagai tambahan terhadap hal-hal pokok yang diperlukan, perlu disediakan ruangan
khusus bagi penderita yang hygiene perorangannya rendah. Masker tidak diperlukan jika ada
kecenderungan terjadi soiling dan sarung tangan diperlukan jika menyentuh bahan-bahan
yang terkontaminasi.

Pencegahan infeksi Sal. Kencing, tempat


pembedahan & sehubungan penggunaan
Intra Vaskular

1. Pencegahan infeksi saluran kemih

Infeksi Saluran Kemih (ISK) adalah infeksi yang terjadi sepanjang saluran kemih,
terutama masuk ginjal itu sendiri akibat proliferasi suatu organisme (Corwin, 2001 : 480).
Infeksi Saluran Kemih (ISK) adalah suatu tanda umum yang ditunjukkan pada manifestasi
bakteri pada saluran kemih (Engram, 1998 : 121). Infeksi Saluran Kemih (ISK) adalah
berkembangnya mikroorganisme di dalam saluran kemih yang dalam keadaan normal tidak
mengandung bakteri, virus/mikroorganisme lain.
Pencegahan
 Munumlah banyak cairan (dianjurkan untuk minum minimal 8 gelas air putih sehari).
 Segera buang air kecil sebelum dan sesudah melakukan hubungan seksual.
 Jika membersihkan kotoran, bersihkan dari arah depan ke belakang, agar kotoran dari
dubur tidak masuk ke salam saluran kemih.
 Periksa air seni secara rutin selama kehamilan. Dengan pemeriksaan tersebut akan
dpaat segera diketahui apakah anda terinfeksi atau tidak
 Jangan terlalu lama menahan keinginan buang air kecil

2. Tempat pembedahan
43
2020
Keterampilan Dasar Praktek Kebidanan

      
   Untuk mengurangi resiko infeksi nosokomial tempat pembedahan, harus dilakukan
tindakan-tindakan secara sistematis dan realistis dengan kesadaran bahwa resiko ini
dipengaruhi oleh karakteristik pasien, jenis dan lama operasi, staf pelayanan kesehatan, dan
lingkungan rumah sakit.
         Secara teori, mengurangi resiko kelihatannya sederhana dan murah dan murah, terutama
jika dibandingkan dengan ongkos akibat infeksi sendiri. Namun dalam praktiknya, hal ini
membutuhkan tanggung jawab dari seluruh lapisan sistem pelayanan kesehatan yang
memerlukan pemahaman dan kesadaran yang tinggi untuk dapat melaksakan hal ini.

 Infeksi Tempat Pembedahan (ITP)


         Infeksi pada insisi atau organ/ruang yang terjadi dalam 30 hari setelah operasi atau
dalam 1 tahun apabila terdapat alat yang ditanam (implan). Insisi ITP berbagi menjadi insisi
superficial (hamya melibatkan kulit dan jaringan subkutis) dan insisi dalam (mlibatkan
jaringan lunak lebih dalam, termasuk lapisan fasia dan otot).
 Infeksi Tempat Pembedahan (ITP) Organ /Ruang
         Bagian tubuh manapun selain bagian insisi dinding tubuh yang dibuka atau ditangani
selama oprasi.

3. Pencegahan Intra Vaskular (IV)

Penggunaan peralatan intravaskular (IV) tidak dapat dihindari pada pelayanan rumah
sakit atau instansi kesehatan lainnya kepada pasien, dimana tujuannya  yaitu : Untuk
mengganti dan mempertahankan keseimbangan cairan serta elektrolit tubuh, sebagai akses
pemberian obat, kemoterapi dan tranfusi darah serta produk darah, memberikan parenteral
nutriens dan pra dan pasca bedah  sesuai program.
Penggunaan IV yang tidak sesuai dengan prosedur yang baik dan benar menjadi salah
satu penyebab komplikasi seperti : infeksi lokal atau sistemik termasuk septik
thrombophleblitis, endocarditis, infeksi aliran darah yang diakibatkan oleh terinfeksinya
bagian tubuh tertentu karena kateter yang terkolonisasi
Infeksi Aliran Darah Primer (IADP) adalah infeksi yang timbul tanpa ada organ atau
jaringan lain yang dicurigai sebagai sumber infeksi. Infeksi ini , sering digunakan sebagai

44
2020
Keterampilan Dasar Praktek Kebidanan

salah satu sumber data digunakan untuk mengendalikan infeksi nosokomial (IN) di rumah
sakit. 

 PENCEGAHAN INFEKSI ALIRAN DARAH PRIMER


Rekomendasi Umum dalam Pemakaian Alat Intravaskular dalam upaya mencegah
terjadinya IADP, yaitu :
1. Cuci tangan
2. Surveilans Aktif IADP:

 Laksanakan surveilans untuk mengetahui adanya kejadian infeksi


 Raba dengan tangan (palpasi) setiap hari lokasi pemasangan kateter iv melalui perban
untuk mengetahui adanya pembengkakan
 Pengumpulan data setiap hari
 Perhitungan IADP setiap bulan
 Laporan setiap bulan, triwulan, semester, tahunan

3. Pemilihan dan Penggantian Alat Intravaskular


4. Pengganti perlengkapan dan cairan intravena
5. Penggantian administrasi set:

 Administrasi set : 72 jam


 Administer blood, produk darah, lipid emulsion : 24 jam,
 Bersihkan port injeksi dengan alkohol 70 % sebelum mengakses sistem .

PI Maternal & BBL

Tujuan Pencehahan Infeksi Dalam Pelayanan Asuhan Kesehatan


Tindakan pencegahan infeksi (PI) tidak terpisah dari komponen-komponen lain dalam
asuhan selama persalinan dan kelahiran bayi. Tindakan ini harus diterapkan dalam setiap
aspek asuhan untuk melindungi ibu, bayi baru lahir, keluarga, penolong persalinan dan
penolong kesehatan lainnya dengan mengurangi infeksi karena bakteri, virus, dan jamur.

45
2020
Keterampilan Dasar Praktek Kebidanan

Dilakukan pula upaya untuk menurunkan risiko penularan-penularan penyakit


berbahaya yang hingga kini belum ditemukan pengobatannya, seperti missal hepatitis dan
HIV/AIDS. Tujuan tindakan-tindakan PI dalam pelayanan  asuhan kesehatan :
a.       Meminimalkan infeksi yang diebabkan oleh mikroorganisme
b.      Menurunkan risiko penularan penyakit yang mengancam jiwa seperti  hepatitis dan
HIV/AIDS

Pencegahan Infeksi Maternal


A. Asuhan antenatal yang baik dan bermutu bagi setiap wanita hamil guna deteksi dini faktor
risiko kehamilan den kelahiran.
B. Peningkatan pelayanan, jaringan pelayanan dan sistem rujukan kesehatan.
C. Peningkatan pelayanan gawat darurat sampai ke lini terdepan.
D. Peningkatan status wanita baik dalam pendidikan, gizi, masalah kesehatan wanita dan
reproduksi dan peningkatan status sosial ekonominya.
E. Menurunkan tingkat fertilitas yang tinggi melalui program keluarga berencana.

Pencegahan Infeksi Neonatal


Adapun upaya pencegahan yang dilakukan dalam usaha untuk mengurangi
menurunkan kejadian kematian neonatal antara lain :
A. Pemberian kekebalan pada bayi baru lahir terhadap tetanus melalui imunisasi.
B. Perawatan sederhana seperti pemberian air susu ibu ASI eksklusif pada bayi yang baru
dilahirkan hingga enam bulan ke depan sangat mencegah kematian bayi karena kekurangan
zat-zat anti infeksi yang dibutuhkan
C. Menganjurkan menikah pada usia matang (tidak terlalu muda).
PI adalah bagian yang esensial dari semua asuhan yang diberikan kepada ibu dan bayi baru
lahir dan harus dilaksanakan secara rutin pada saat penolong persalinan dan kelahiran bayi, saat
memberikan asuhan selama kunjungan antenatal atau pasca persalinan/ bayi baru lahir atau saat
menatalaksana penyulit.

Pencegahan diare infeksius dan


pengeloahan makanan

A. Perilaku Pencegahan Diare

46
2020
Keterampilan Dasar Praktek Kebidanan

Pengertian Perilaku Pencegahan Diare Perilaku Pencegahan Diare yaitu tindakan yang
dilakukan seseorang untuk mencegah terjadinya diare. Diare diartikan sebagai buang air besar
(defekasi) dengan feses yang berbentuk cair atau setengah cair (setengah padat), dengan
demikian kandungan air pada feses lebih banyak daripada biasanya (Priyanto & Lestari,
2009). Diare adalah keluarnya tinja air dan elektrolit yang hebat. Volume tinja pada bayi
lebih dari 15 g/Kg/24 jam. Diare pada balita umur 3 tahun volume tinja sudah sama dengan
volume orang dewasa yaitu sekitar 200 g/24 jam (Behrman, 2010). Diare adalah kondisi
dimana terjadi frekuensi defekasi yang tidak biasa (lebih dari 3 kali sehari), juga perubahan
dalam jumlah konsistensi (feses cair). Hal ini biasanya berkaitan dengan dorongan, rasa tidak
nyaman pada area perineal, inkontinensia, atau kombinasi dari faktor sekresi intestinal,
perubahan penyerapan mukosa dan peningkatan motilitas (Baughman, dkk, 2010).

B. Faktor risiko diare


Perilaku yang merupakan faktor risiko meningkatkan terjadinya diare antara, lain:
 Tidak memberikan ASI (Air Susu lbu) secara penuh 4-6 bulan pada pertama
kehidupan. Pada bayi yang tidak diberi ASI risiko untukmenderita diare lebih besar
dari pada bayi yang diberi ASI penuh dan kemungkinan menderita dehidrasi berat
juga lebih besar.
 Menggunakan botol susu, penggunaan botol ini. Memudahkan pencemaran oleh
kuman, karena botol susah dibersihkan
 Menyimpan makanan masak pada suhu kamar. Bila makanan disimpan beberapa jam
pada suhu kamar, makanan akan tercemar dan kuman akan berkembang biak.
 Menggunakan air minum yang tercemar. Air mungkin sudah tercemar dari sumbernya
atau pada saat disimpan di rumah. Pencemaran di rumah dapat terjadi kalau tempat
penyimpanan tidak tertutup atau apabila tangan tercemar menyentuh air pada saat
mengambil air dari tempat penyimpanan.
 Tidak mencuci tangan sesudah buang air besar dan sesudah membuang tinja anak atau
sebelum makan dan menyuapi anak.
 Tidak membuang tinja (termasuk tinja bayi) dengan benar. Sering beranggapan bahwa
tinja bayi tidaklah berbahaya, padahal sesungguhnya mengandung virus atau bakteri
dalam jumlah besar. Sementara itu tinja binatang dapat menyebabkan infeksi pada
manusia(Sinthamurniwaty, 2006).

47
2020
Keterampilan Dasar Praktek Kebidanan

C. Pencegahan
Pencegahan diare menurut pedoman tatalaksana Diare Kemenkes RI (2015) adalah sebagai
berikut:
a. Pemberian ASI eksklusif
ASI eksklusif mempunyai khasiat preventif secara imunologik dengan adanya
antibodi dan zat-zat lain yang dikandungnya. ASI eksklusif diberikan pada umur 0-6
bulan. ASI eksklusif turut memberikan perlindungan terhadap diare pada bayi yang baru
lahir. Kolostrum mengandung zat antibodi yang berguna bagi daya tahan tubuh bayi.
Pemberian ASI eksklusif mempunyai daya lindung 4 kali lebih besar terhadap diare
daripada pemberian ASI yang disertai dengan susu botol. Flora usus pada bayi-bayi yang
disusui mencegah tumbuhnya bakteri penyebab diare (Kemenkes RI, 2015).
b. Pemberian Makanan Pendamping ASI
Makanan pendamping ASI diberikan setelah bayi usia 4-6 bulan. Berikan makanan
yang bergizi, bersih dan aman untuk mulai menyapih. Pada usia 6-9 bulan bayi mulai
diberikan makanan pendamping ASI berupa makanan lumat 2 kali sehari (bubur, sayur
dan buah yang dicincang halus). Anak berusia 9-12 bulan mulai dikenalkan dengan
makanan lembek (nasi tim, nasi lembek). Anak berusia 12-24 bulan anak dikenalkan
dengan makanan keluarga yang lunak dengan porsi setengah makanan orang dewasa
setiap kali makan.
c. Menggunakan air bersih yang cukup
Sebagian besar kuman infeksius penyebab diare ditularkan melalui jalur fecal-oral
mereka dapat ditularkan dengan memasukkan kedalam mulut, cairan atau benda yang
tercemar dengan tinja misalnya air minum, jari-jari tangan, makanan yang disiapkan
dalam panci yang dicuci dengan air tercemar. Masyarakat yang terjangkau oleh
penyediaan air yang benar-benar bersih mempunyai risiko menderita diare lebih kecil
dibandingkan dengan masyarakat yang tidak mendapatkan air bersih. Masyarakat dapat
mengurangi risiko terhadap serangan diare yaitu dengan menggunakan air yang bersih
dan melindungi air tersebut dari kontaminasi mulai dari sumbernya sampai penyimpanan
di rumah. Sumber air bersih yaitu air yang tidak berwarna, tidak berbau, dan tidak berasa.
Mengambil dan menyimpan air dalam tempat yang bersih dan tertutup. Memelihara atau
menjaga sumber air dari pencemaran oleh binatang, anak-anak, dan sumber pengotoran.
Jarak antara sumber air minum dengan sumber pengotoran seperti septictank, tempat
pembuangan sampah dan air limbah lebih dari 10 meter. Minum menggunakan air yang

48
2020
Keterampilan Dasar Praktek Kebidanan

direbus dan mencuci semua peralatan masak dan makan dengan air yang bersih dan
cukup (Kemenkes RI, 2015).
d. Mencuci tangan
Kebiasaan yang berhubungan dengan kebersihan perorangan yang penting dalam
penularan kuman diare adalah mencuci tangan. Mencuci tangan dengan air mengalir dan
sabun, terutama sesudah buang air besar, sesudah membuang tinja anak, sebelum
menyiapkan makanan, sebelum menyuapi makanan anak dan sebelum makan,
mempunyai dampak dalam kejadian diare (Kemenkes RI, 2015).
e. Membuang tinja bayi dengan benar
Tinja penderita atau orang sehat yang mengandung kuman bila mengeluarkan tinja
akan mencemari lingkungan terutama air, untuk itu sebaiknya membuang tinja terutama
tinja bayi di jamban.

F. Imunisasi sesuai usia balita


Balita yang telah mendapatkan status imunisasi dasar lengkap dapat mencegah timbulnya
penyakit. Penyakit diare sering timbul menyertai campak sehingga pemberian imunisasi
campak juga dapat mencegah diare oleh karena itu beri anak imunisasi campak segera setelah
berumur 9 bulan.

49
2020
Keterampilan Dasar Praktek Kebidanan

Evaluasi Formatif

1. Karena akan sulit untuk mengetahui apakah pasien terinfeksi atau tidak, petugas
layanan kesehatan harus menerapkan kewaspadaan universal secara penuh dalam
hubungan dengan semua pasien, dengan melakukan tindakan berikut, kecuali?
a. Cuci tangan setelah berhubungan dengan pasienatau setelah membuka  sarung
tangan.
b. Segera cuci tangan setelah ada hubungan dengan cairan tubuh.     
c. Menggunakan sarung tangan bila mungkin ada hubungan dengan cairan tubuh.
d. Menggunakan masker dan kacamata pelindung jika kemungkinan terdapat
percikan cairan tubuh.          
e. Tidak membuang jarum suntik dan alat tajam lain secara aman (yang
sekali pakai, boleh dipakai ulang). 
        
2. Pelayanan kebidanan merupakan layanan yang berikan oleh bidan sesuaidengan
kewenangan yang diberikannya dengan maksud meningkatkankesehatan ibu dan anak
dalam ragka tercapainya keluarga berkwalitas, bahagia dan sejahtera. sasaran
pelayanan kebidanan adalah : individu, keluarga dan masyarakat yang meliputi upaya
preventif atau disebut?
a. Penyembuhan
b. Pelayanan
c. Pencegahan
d. Peningkatan
e. Pemulihan

50
2020
Keterampilan Dasar Praktek Kebidanan

3. Infeksi yang timbul tanpa ada organ atau jaringan lain yang dicurigai sebagai sumber
infeksi, sering digunakan sebagai salah satu sumber data digunakan untuk
mengendalikan infeksi nosokomial (IN) di rumah sakit disebut?
a. Infeksi Aliran Darah Primer (IADP)
b. Infeksi Tempat Pembedahan (ITP)
c. Infeksi saluran kemih (ISK)
d. Pasient Safety
e. Infeksi Nosokomial

4. infeksi silang yang terjadi pada perawat atau pasien saat dilakukan perawatan di
rumah sakit adalah ?
a. Infeksi Aliran Darah Primer (IADP)
b. Pencegahan infeksi
c. Infeksi Nosokomial
d. Infeksi saluran kemih
e. APD

5. Berikut ini merupakan pencegahan berkembangnya mikroorganisme di dalam saluran


kemih atau infeksi saluran kemih (ISK), kecuali?
a. Munumlah banyak cairan (dianjurkan untuk minum minimal 8 gelas air putih
sehari).
b. Segera buang air kecil sebelum dan sesudah melakukan hubungan seksual.
c. Jika membersihkan kotoran, bersihkan dari arah depan ke belakang, agar kotoran
dari dubur tidak masuk ke salam saluran kemih.
d. Periksa air seni secara rutin selama kehamilan. Dengan pemeriksaan tersebut akan
dpaat segera diketahui apakah anda terinfeksi atau tidak
e. menahan keinginan buang air kecil

6. Didasarkan pada keyakinan bahwa darah dan cairan tubuh sangat potensial
menularkan penyakit, baik yang berasal dari pasien maupun petugas kesehatan.
Prosedur Kewaspadaan Universal ini juga dapat dianggap sebagai pendukung progran
K3 bagi petugas kesehatan merupakan pengertian dari?
a. Penerapan Kewaspadaan Universal (Universal Precaution)
b. Pencegahan infeksi saluran kemih (ISK)
51
2020
Keterampilan Dasar Praktek Kebidanan

c. Penerapan pelayanan kebidanan


d. Infeksi aliran darah primer (IADP)
e. Pengolahan limbah

7. 1). sterlisasi cepat


2). strerilisasi gas ( formalin, H2O2 )
3). DTT dengancara kimiawi
4). strilisasi panas kering
Berikut yang merupakan jenis sterilisasi adalah nomor?
a. 1 dan 2
b. 1,2, dan 3
c. 1,2,3,4
d. 1,2 dan 4
e. 3 dan 4

8. Perilaku Pencegahan Diare Perilaku Pencegahan Diare yaitu tindakan yang dilakukan
seseorang untuk mencegah terjadinya diare. Berikut ini Pencegahan diare menurut
pedoman tatalaksana Diare Kemenkes RI (2015) adalah, kecuali?
a. Pemberian ASI eksklusif
b. Pemberian Makanan Pendamping ASI
c. Imunisasi sesuai usia balita
d. Tidak membuang tinja bayi dengan benar
e. Mencuci tangan

9. Bidan telah selesai melakukan injeksi pada pasien. Selanjutnya semua bahan yang
telah digunakan dilakukan dekontaminasi dengan merendam kedalam larutan klorin.
Berapakah persentase larutan klorin yang digunakan bidan pada kasus tersebut?
a. 0.2 %
b. 1%
c. 5%
d. 0.5%
e. 0,2%

10. Limbah yang meliputi organ, anggota badan, placenta, darah dan cairan tubuh lain
52
2020
Keterampilan Dasar Praktek Kebidanan

yang dibuang saat pembedahan dan autopsy merupakan limbah?


a. Limbah plastic
b. Limbah jaringan tubuh
c. Limbah infeksius
d. Limbah radio aktif
e. Limbah benda tajam

53
2020
Keterampilan Dasar Praktek Kebidanan

Kunci Jawaban

1. E
2. C
3. A
4. C
5. E
6. A
7. D
8. D
9. D
10. B

54
2020
Keterampilan Dasar Praktek Kebidanan

Kesimpulan
A. kesimpulan
Kewaspadaan umum (universal precaution) merupakan salah satu upaya pengendalian
infeksi di rumah sakit yang oleh Departemen Kesehatan telah dikembangkan sejak tahun
1980. Dalam perkembangannya program pengendalian infeksi nosokomial (INNOS)
dikendalikan oleh Sub-Direktorat Surveilans dibawah direktorat yang sama. Mulai tahun
2001 Depkes RI telah memasukkan pengendalian infeksi nosokomial sebagai salah satu tolak
ukur akreditasi rumah sakit dimana termasuk didalamnya adalah penerapan kewaspadaan
universal (Depkes, 2003).
petugas layanan kesehatan harus menerapkan kewaspadaan universal secara penuh
dalam hubungan dengan semua pasien, dengan melakukan tindakan berikut: 
 Cuci tangan setelah berhubungan dengan pasienatau setelah membuka  sarung tangan.
 Segera cuci tangan setelah ada hubungan dengan cairan tubuh.     
 Menggunakan sarung tangan bila mungkin ada hubungan dengan cairan tubuh.
 Menggunakan masker dan kacamata pelindung jika kemungkinan terdapat percikan
cairan tubuh.          
 Buang jarum suntik dan alat tajam lain secara aman (yang sekali pakai, tidak boleh
dipakai ulang).         
 Bersihkan tumapahan cairan tubuh dengan bahan yang cocok. 
     
Pelayanan kebidanan merupakan layanan yang berikan oleh bidan sesuaidengan
kewenangan yang diberikannya dengan maksud meningkatkankesehatan ibu dan anak dalam

55
2020
Keterampilan Dasar Praktek Kebidanan

ragka tercapainya keluarga berkwalitas, bahagia dan sejahtera. sasaran pelayanan kebidanan
adalah : individu, keluarga dan masyarakat yang meliputi upaya :
 Promotif (peningkatan)
 Preventif (pencegahan)
 Kuratif(penyembuhan)
 Rehabilitatif(pemulihan)

Upaya pencegahan infeksi adalah usaha yang dilakukan untuk menghindari masuknya
mikrooganisme ke dalam jaringan tubuh, sehingga dapat terhindar dari penyakit infeksi.
Tujuan tindakan pencegahan infeksi antara lain:
a. Mencegah terjadinya infeksi silang antara pasien dan petugas.
b. Menangani peralatan / instrumen medis yang dipakai pada saat tindakan dengan prosedur
yang benar
c. Mengelola sampah dan limbah yang dihasilkan saat proses persalinan dengan tepat.

Keselamatan pasien (patient safety) adalah suatu sistem dimana rumah sakit membuat
asuhan pasien lebih aman, mencegah terjadinya cidera yang disebabkan oleh kesalahan akibat
melaksanakan suatu tindakan atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya diambil.
Pemrosesan alat adalah salah satu cara untuk menghilangkan sebagian besar
mikroorganisme berbahaya penyebab penyakit dari peralatan kesehatan yang sudah terpakai.
Dekontaminasi adalah langkah pertama dalam menangani peralatan,
perlengkapan,sarung tangan, dan benda – benda lainnya yang terkontaminasi.
Sterilisasi merupakan upaya pembunuhan atau penghancuran semua bentuk kehidupan
mikroba yang dilakukan di rumah sakit melalui proses fisik maupun kimiawi.
Infeksi  nosokomial adalah infeksi yang terjadi di rumah sakit atau dalam sistem
pelayanan kesehatan yang berasal di sumber pelayanan kesehatan, baik melalui pasien,
petugas kesehatan, pengunjung, maupun sumber lainnya.
Perilaku Pencegahan Diare Perilaku Pencegahan Diare yaitu tindakan yang dilakukan
seseorang untuk mencegah terjadinya diare.

56
2020
Keterampilan Dasar Praktek Kebidanan

REFERECES

Young, DKK. 2002. Fisika Universitas (terjemahan), Erlangga, Jakarta


Gabriel, S. 1995. Fisika Kesehatan. EGC Jakarta
Srisuryani. 2007. Fisika Kesehatan (Diktat), Makassar

57
2020
Keterampilan Dasar Praktek Kebidanan

58

Anda mungkin juga menyukai