Anda di halaman 1dari 17

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Ginjal merupakan organ tubuh yang berperan penting dalam mempertahankan kestabilan
lingkungan dalam tubuh dan kelangsungan hidup dan fungsi sel secara normal bergantung
pada pemeliharaan konsentrasi garam, asam dan elektrolit lain dilingkungan cairan internal.
Apabila kerusakan ginjal terjadi secara menahun dapat menyebabkan terjadinya gagal ginjal
kronis (Rahayu, 2019). Gagal ginjal kronik adalah kondisi dimana fungsi ginjal mengalami
kegagalan dalam mempertahankan metabolisme serta keseimbangan cairan dan elektrolit
yang muncul akibat destruksi struktur ginjal yang progresif dengan manifestasi penumpukan
sisa metabolit didalam darah
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang dikemukakan diatas, maka dapat dirumuskan masalah
dalam laporan pendahuluan ini adalah:
Bagaimana pemberian asuhan keperawatan pada Ny.M dengan Diagnosa Chronic Kidney
Disease RSAL dr. Ramelan Surabaya
1.3. Tujuan Penulisan
Tujuan ini adalah untuk mendapatkan gambaran dan pengalaman langsung tentang
bagaimana menerapkan Asuhan Keperawatan pada pasien dengan Chronic Kidney Disease.

1.3.1 Tujaan Khusus

1.3.1.1. Mahasiswa mampu melakukan pengkajian asuhan keperawatan pada Ny.M


dengan Diagnosa Chronic Kidney Disease RSAL dr. Ramelan Surabaya
1.3.1.2. Mahasiswa mampu menganalisa kasus dan merumuskan masalah keperawatan
pada asuhan keperawatan pada Ny.M dengan Diagnosa Chronic Kidney
Disease RSAL dr. Ramelan Surabaya
1.3.1.3. Mahasisswa mampu menyusun asuhan keperawatan yang mencakupi intervensi
asuhan keperawatan kepada pada Ny.M dengan Diagnosa Chronic Kidney
Disease RSAL dr. Ramelan Surabaya
1.3.1.4. Mahasiswa mampu melakukan implementasi atau pelaksanan tindakan asuhan
asuhan keperawatan pada Ny.M dengan Diagnosa Chronic Kidney Disease
RSAL dr. Ramelan Surabaya
1.3.1.5. Mahasiswa mampu mengevaluasi hasil dari asuhan keperawatan pada Ny.M
dengan Diagnosa Chronic Kidney Disease RSAL dr. Ramelan Surabaya
1.3.1.6. Mahasiswa mampu mendokumentasikan hasil dari asuhan keperawatan pada
Ny.M dengan Diagnosa Chronic Kidney Disease RSAL dr. Ramelan Surabaya

1.4 Manfaat Penulisan

1 Bagi Mahasiswa
Diharapkan agar mahasiswa dapat menambah wawasan dan ilmu pengetahuan
dengan menerapkan proses keperawatan dan memanfaatkan ilmu pengetahuan yang
diperoleh selama menempuh pendidikan di Program Studi Diploma III Keperawatan Stikes
Eka Harap Palangka Raya.
2 Bagi Institusi
1) Untuk institusi Pendidikan
Sebagai bahan tambahan pembelajaran untuk membantu proses asuhan keperawatannya.
2) Bagi Institusi Rumah Sakit
Sebagai bahan untuk meningkatkan mutu pelayanan kesehatan dan asuhan keperawatan
bagi klien.
3 Bagi IPTEK
Sebagai sumber ilmu pengetahuan, apa saja alat-alat yang dapat membantu serta
menunjang pelayanan perawatan yang berguna bagi status kesembuhan pasien.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Penyakit


2.1.1 Definisi Chronic Kidney Disease CKD
Chronic Kidney Disease (CKD) adalah suatu proses patofisiologis dengan etiologi
beragam, mengakibatkan penurunan fungsi ginjal yang progresif, dan pada umumnya
berakhir dengan gagal ginjal. Selanjutnya, gagal ginjal adalah suatu keadaan klinis yang
ditandai dengan penurunan fungsi ginjal yang irreversible, pada suatu derajat memerlukan
terapi pengganti ginjal yang tetap, berupa dialisis atau transplantasi ginjal. (Suwitra, 2014)
Chronic Kidney Disease (CKD) adalah suatu spektrum proses-proses patofiologik
yang berbeda-beda serta berkaitan dengan kelainan fungsi ginjal dan penurunan progresif laju
filtrasi glomerolus (LFG). (Jameson dan Loscalz, 2013) Chronic Kidney Disease (CKD) atau
penyakit renal tahap akhir (ESRD) merupakan gangguan fungsi renal yang progresif dan
irreversible dimana kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme,
keseimbangan cairan dan elektrolit, menyebabkan uremia (retensi urea dan sampah nitrogen
lain dalam darah) . (Nuari dan Widayati, 2017)
Dari definisi diatas dapat penulis simpulkan bahwa Chronic Kidney Disease (CKD)
merupakan gangguan fungsi ginjal yang progresif dan irreversible dimana kemampuan tubuh
gagal mempertahankan metabolisme, keseimbangan cairan dan elektrolit, pada suatu derajat
diperlukan terapi pengganti ginjal berupa dialisis atau transplantasi ginjal.
2.1.2 Anatomi
Anatomi Ginjal Lokasi ginjal berada dibagian belakang dari kavum abdominalis, area
retroperianeal bagian atas pada kedua sisi vertebra lumbalis III, dan melekat langsung pada
dinding abdomen. Bentuknya seperti biji buah kacang merah, jumlahnya ada 2 buah yang
terletak pada bagian kiri dan kanan, ginjal kiri lebih besar dari ginjal kanan. Pada orang
dewasa berat ginjal ±200 gram. Pada umunya ginjal laki-laki lebih panjang daripada ginjal
wanita.
Gambar 1. Anatomi sistem perkemihan
(sumber lewis, 1999)

1) Struktur Makroskopis Ginjal


Secara anatomis ginjal terbagi menjadi tiga bagian, yaitu bagian kulit (korteks),
sumsum ginjal (medula), dan bagian rongga ginjal (pelvis renalis).
2) Rongga Ginjal (Pelvis Renalis) Pelvis renalis adalah ujung ureter yang berpangkal di
ginjal, berbentuk corong lebar. Sebelum berbatasan dengan jaringan ginjal, pelvis
renalis bercabang dua atau tiga disebut kaliks mayor, yang masing-masing bercabang
membentuk beberapa kaliks minor yang langsung menutupi papila renis dari piramid.
Kaliks minor ini menampung urine yang terus keluar dari papila. Dari kaliks minor,
urine masuk ke kaliks mayor, ke pelvis renis, ke ureter, hingga ditampung dalam
kandung kemih.
3) Rongga Ginjal (Pelvis Renalis)
Pelvis renalis adalah ujung ureter yang berpangkal di ginjal, berbentuk corong lebar.
Sebelum berbatasan dengan jaringan ginjal, pelvis renalis bercabang dua atau tiga
disebut kaliks mayor, yang masing-masing bercabang membentuk beberapa kaliks
minor yang langsung menutupi papila renis dari piramid. Kaliks minor ini
menampung urine yang terus keluar dari papila. Dari kaliks minor, urine masuk ke
kaliks mayor, ke pelvis renis, ke ureter, hingga ditampung dalam kandung kemih.
4) Vaskularisasi Ginjal Ginjal
mendapat darah dari aorta abdominalis yang mempunyai percabangan arteria renalis,
yang berpasangan kiri dan kanan dan bercabang menjadi arteria interlobaris kemudian
menjadi arteri akuata, arteria interlobularis yang berada di tepi ginjal bercabang
menjadi kapiler membentuk gumpalan yang disebut dengan glomerulus dan
dikelilingi oleh alat yang disebut dengan simpai bowman, didalamnya terjadi
penyadangan pertama dan kapiler darah yang meninggalkan simpai 12 12 bowman
kemudian menjadi vena renalis masuk ke vena kava inferior.
2.1.4 Penyebab
Berikut penyebab terjadinya Chronic Kidney Disease (CKD)
1) Volume aliran darah ke ginjal yang rendah
Hilangnya aliran darah ke ginjal secara tiba-tiba dapat menyebabkan gagal ginjal
akut. Gagal ginjal akut terjadi saat ginjal mengalami kerusakan berat yang baru
terjadi selama beberapa jam atau beberapa hari Aliran darah pada ginjal yang
berkurang disebabkan banyak hal, seperti dehidrasi berat, perdarahan, shock,
serangan jantung, reaksi alergi, luka bakar yang parah, infeksi berat, hipertensi, dan
mengonsumsi obat anti inflamasi.

2) Saluran kemih yang terganggu


Saluran kemih yang bermasalah, seperti tersumbat, dapat menyebabkan racun
menumpuk di ginjal dan membebani ginjal. Kondisi yang dapat mengganggu aliran
urine yang mungkin menyebabkan gagal ginjal, misalnya batu ginjal, pembesaran
prostat, dan terdapat gumpalan darah pada saluran kemih. Kemudian, beberapa
jenis kanker juga dapat memblokir saluran urin, seperti kanker prostat, kanker usus
besar, kanker kandung kemih, dan kanker serviks.
3) Memiliki diabetes
Diabetes adalah penyebab paling umum dari gagal ginjal. Terutama apabila
penderitanya tidak mengelola masuknya kadar gula darah. Gula darah tinggi yang
terus menerus dapat merusak organ tubuh, termasuk ginjal. Tanpa pengelolaan
yang tepat, gula darah tinggi dapat menyebabkan ginjal memburuk dari waktu ke
waktu sehingga menyebabkan gagal ginjal. Untuk itulah, jika Sahabat MIKA
memiliki penyakit diabetes, maka pastikan untuk mengelola gula darah dan
tekanan darah demi mencegah atau membatasi kerusakan ginjal.
4) Tekanan Darah Tinggi
Apa yang kita konsumsi juga dapat meningkatkan risiko gagal ginjal. Misalnya,
kebiasaan mengonsumsi minuman berkaleng secara berlebihan. Dalam minuman
berkaleng mengandung bahan pengawet, gula tinggi, kafein. Jika berkepanjangan
menimbulkan sakit berkepanjangan. Selain minuman berkaleng, kebiasaan
mengonsumsi makanan penyebab gagal ginjal juga berakibat fatal. Sahabat MIKA
sebaiknya mulai mengurangi makanan dengan tinggi garam atau natrium dan tinggi
gula.
5) Pola hidup tidak sehat
Penyebab gagal ginjal yang terakhir yaitu karena pola hidup yang tidak sehat.
Berikut ini beberapa kebiasaan yang berasal gaya hidup yang dapat menyebabkan
gagal ginjal:

 Kebiasaan kurang minum sehingga menyebabkan tubuh kekurangan cairan


 Obesitas
 Diet yang tidak sehat
 Kebiasaan merokok berlebihan
 Konsumsi obat-obatan terlarang dan narkoba.
2.1.4 Patofisiologi
Pada waktu terjadi kegagalan ginjal sebagian nefron (termasuk glomerulus dan
tubulus) diduga utuh sedangkan yang lain rusak (hipotesa nefron utuh). Nefron-nefron yang
utuh hipertrofi dan memproduksi volume filtrasi yang meningkat disertai reabsorpsi
walaupun dalam keadaan penurunan GFR / daya saring. Metode adaptif ini memungkinkan
ginjal untuk berfungsi sampai ¾ dari nefron–nefron rusak. Beban bahan yang harus dilarut
menjadi lebih besar daripada yang bisa direabsorpsi berakibat diuresis osmotik disertai
poliuri dan haus. Selanjutnya karena jumlah nefron yang rusak bertambah banyak oliguri
timbul disertai retensi produk sisa. Titik dimana timbulnya gejala-gejala pada pasien menjadi
lebih jelas dan muncul gejala-gejala khas kegagalan ginjal bila kira-kira fungsi ginjal telah
hilang 80% - 90%. Pada tingkat ini fungsi renal yang demikian nilai kreatinin clearance turun
sampai 15 ml/menit atau lebih rendah itu. ( Barbara C Long, 1996, 368)
Fungsi renal menurun, produk akhir metabolisme protein (yang normalnya
diekskresikan ke dalam urin) tertimbun dalam darah. Terjadi uremia dan mempengaruhi
setiap sistem tubuh. Semakin banyak timbunan 3 produk sampah maka gejala akan semakin
berat. Banyak gejala uremia membaik setelah dialisis.
Pathway
Penurunan Glomerulo Filtration Rate ( GFR )

Penurunan fungsi ginjal

Hepertofi Nefron

Aliran darah ginjal kurang

GFR > 5%

Chronic Kidney Disease (CKD)

Sekresi Kurang
Gangguang Entopoetin Informasi
Fungsi Ginjal
Kadar
HB tidak mengetahui
Retensi Urine Penyebab CKD

Oksihemoglobin
Frekuensi urine MK : Defisit
Berkurang Transport O2 Pengetahuan

Inkontinensia MK : Pola
Urine Napas
Tidak
MK : Gangguan Efektif
Eliminasi Urine
2.1.5 Tanda dan gejala
gagal ginjal kronis umumnya berkembang dari waktu ke waktu. Penurunan fungsi
ginjal yang dialami menyebabkan penumpukan cairan atau limbah tubuh dan masalah
elektrolit. Tergantung pada tingkat keparahannya, hilangnya fungsi ginjal memicu sejumlah
gejala berikut:
a. Mual dan muntah.
b. Kehilangan selera makan.
c. Kelelahan dan kelemahan..
d. Peningkatan atau penurunan frekuensi buang air kecil.
e. Tekanan darah tinggi (hipertensi).
f. Sesak napas akibat penumpukan cairan di paru-paru.
g. Nyeri dada akibat penumpukan cairan di sekitar lapisan jantung.
Tergantung pada kondisi dan tingkat keparahan penyakit, gejala yang muncul akan
berbeda pada masing-masing pengidap. Gejala bisa saja merupakan akumulasi dari penyakit
lain yang dialami. Pada beberapa pengidap, mereka tidak mengembangkan gejala sampai
terjadi kerusakan ginjal permanen.
nda Dan Gejala
2.1.6 Komplikasi

Gagal ginjal kronis dapat memengaruhi hampir seluruh anggota tubuh. Komplikasi
yang dapat ditimbulkan antara lain:

1. Penumpukan cairan pada bagian tubuh (edema) atau organ dalam, termasuk di paru-
paru (edema paru)
2. Hiperkalemia (tingginya kadar kalium dalam darah) yang dapat mengganggu fungsi
jantung, bahkan bisa menyebabkan henti jantung
3. Anemia
4. Kerusakan sistem saraf pusat, yang dapat menimbulkan
5. gangguan mulai dari sulit berkonsentrasi hingga perubahan kepribadian atau
kejangPenurunan daya tahan tubuh sehingga penderita rentan terserang infeksi
6. Perikarditis atau peradangan pada perikardium (lapisan yang menyelimuti jantung)
7. Tulang menjadi lemah dan rentan patah
8. Disfungsi ereksi atau penurunan kesuburan pada pria
2.1.7 Penatalaksanaan Medis
Penatalaksanaan keperawatan pada pasien CKD dibagi tiga yaitu:
1 Konservatif
a. Dilakukan pemeriksaan lab darah dan urin
b. Observasi balance cairan
c. Observasi adanya edema
d. Batasi cairan yang masuk
2 Dialisis
a. Peritoneal dialysis Biasanya dilakukan pada kasus-kasus emergensi. Sedangkan
dialysis yang bisa dilakukan dimana saja yang tidak bersifat akut adalah CPAD
(Continues Ambulatiry Peritonial Dialysis).
b. Hemodialisis Yaitu dialysis yang dilakukan melalui tindakan invasif vena
dengan menggunakan mesin. Pada awalnya hemodilis dilakukan melalui daerah
femoralis namun untuk mempermudah maka dilakukan : AV 23 23 fistule
(menggabungkan vena dan arteri) dan double lumen (langsung pada daerah
jantung atau vaskularisasi ke jantung).
3 Operasi
a. Pengambilan batu ginjal
b. Transpalasi ginjal
2.1.8 Pemeriksaan Penunjang
1. Urin
a. Volume: biasanya kurang dari 400ml/24 jam atau tidak ada (anuria)
b. Warna: secara abnnormal urin keruh kemungkinan disebabkan oleh pus, bakteri,
lemak, fosfat atau urat sedimen kotor, kecoklatan menunjukkan adanya darah,
Hb, mioglobin, porifin.
c. Berat jenis: kurang dari 1.105 (menetap pada 1.010 menunjukkan kerusakan
ginjal berat).
d. Osmolalitas: kurang dari 350mOsm/kg menunjukkan kerusakan tubular, dan
rasio urine/serum sering 1:1.
e. Klirens kreatinin: mungkin agak menurun.
f. Natrium: lebih besar dari 40 mEq/L karena ginjal tidak mampu mereabsorpsi
natrium.
g. Protein: derajat tinggi proteinuria (3-4+) secara kuat menunjukkan kerusakan
glomerulus bila SDM dan fragmen juga ada.
2. Darah
a. BUN/kreatinin: meningkat, kadar kreatinin 10 mg/dl diduga tahap akhir.
b. Ht: menurun pada adanya anemia. Hb biasanya kurang dari 7 – 8 gr/dl.
c. SDMmenurun, defisiensi eritropoitin dan GDA: asidosis metabolik, pH kurang
dari 7, 2.
d. Natrium serum: rendah, kalium meningkat, magnesium meningkat, Kalsium
menurun dan Protein (albumin) menurun.
3. Osmolaritas serum lebih dari 285 mOsm/kg.
4. Pelogram retrogad: abnormalitas pelvis ginjal dan ureter.
5. Ultrasono ginjal: menentukan ukuran ginjal dan adanya masa, kista, obstruksi pada
saluran perkemihan bagian atas.
6. Endoskopi ginjal, nefroskopi: untuk menetukan pelvis ginjal, keluar batu, hematuria
dan peningkatan tumor selektif.
7. Arteriogram ginjal: mengkaji sirkulasi ginjal dan mengidentifikasi ekstravaskuler,
masa.
8. EKG: ketidakseimbangan elektrolit dan asam basa (Haryono, 2013)
2.2 Manajemen Asuhan Keperawatan
2.2.1 Pengkajian Keperawatan
1) Identitas
Pemeriksaan dimulay dari nama, tanggal lahir, jenis kelamin dan umur namun tidak
ada batasan yang jelas antara laki-laki dan perempuan.
2) Keluhan Utama
Keluhan utama diambil dari data subjektif atau objektif yang paling menonjol yang
dialami oleh klien. Keluhan utama pada klien yang di rasakan pada ca mamme adalah
nyeri pada ulu hati di daerah abdomen, sebelah kanan dan menjalar ke pinggang
3) Riwayat Penyakit Sekarang (sesuai pola PQRST)
a. Profoking incident: di sebabkan oleh non-trauma; predisposisi atau trauma;
benturan atau tertusuk menda tajam
b. Quality: pasien mengalami penurunan kesadaran tidak ada respon
c. Region: Pasien sering mengalami sakit kepala.
d. Severity: Sakit kepala Sering membuat pasien tidak sadarkan diri dan pingsan.
e. Time: Pada saat pasien melakukan aktipitas
4) Riwayat Penyakit Dahulu Pasien tidak ada mengalami penyakit sebelumnya dan tidak
pemah sakit komlikasi post operasi.
5) Riwayat Penyakit Keluarga
Dari pengakuan anggota keluarga pasien tidak ada yang mengalami sakit seperti klien,
tidak ada diantara keluarga yang mempunyai riwayat hypertensi, penyakit menular.

2 Pemeriksaan Fisik
a) Keadaan Umum Klien
Pada pengkajian fisik secara umum sering didapatkan pada awal pasca kejang klien
mengalami konfusi dan sulit untuk bangun. Pada kondisi yang lebih berat sering
dijumpai adanya penurunan kesadaran. Pengkajian untuk peristiwa kejang perlu dikaji
tentang bagaimana kejang sering terjadi pada klien, tipe pergerakan atau aktivitas,
berapa lama kejang berlangsung, diskripsi aura yang menimbulkan peristiwa, status
poskial, lamanya waktu klien untuk kembali kejang, adanya inkontinen selama kejang.
b) Selain itu juga dilakukan pemeriksaan 6B yaitu:
 B1 (Breathing)
Inspeksi apakah klien batuk, produksi sputum, sesak napas dan peningkatan frekuensi
pernapasan yang sering didapatkan pada klien epilepsy disertai adanya gangguan
pada sistem pernapasan.
 B2 (Blood)
Pengkajian pada sistem kardiovaskuler terutama dilakukan pada klien epilepsy
tahap lanjut apabila klien sudah mengalami syok.
 B3 (Brain)
Peningkatan B3 (Brain) merupakan pemeriksaan fokus dan lebih lengkap
dibandingkan pengajian pada sistem lainnya. Tingkat kesadaran: Tingkat kesadaran
klien dan respons terhadap lingkungan adalah indikator paling sensitive untuk
disfungsi system persarafan. Fungsi serebral, status moral: observasi penampilan
dan tingkah laku, nilai gaya bicara, dan observasi ekspresi wajah, aktifitas motorik
pada klien epilepsi tahap lanjut biasanya mengalami perubahan status mental
seperti adanya gangguan perilaku, alam perasaan, dan persepsi.
 B4 (Bladder)
Pemeriksaan pada sistem kemih biasanya didapatkan berkurangnya volume output
urine, hal ini berhubungan dengan penurunan perfusi dan penurunan curah jantung
ke ginjal
 B5 (Bowel)
Mual sampai muntah dihubungkan dengan peningkatan produksi asam lambung
Pemenuhan nutrisi pada klien epilepsi menurun karena anoreksia dan adanya
kejang
 B6 (Bone)
Pada fase akut setelah kejang sering didapatkan adanya penurunan kekuatan otot
dan kelemahan fisik secara

2.2.2 Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan yang biasa muncul pada klien dengan Chronic Kidney

Deases (CKD) adalah: (Nurarif dan Kusuma, 2015)

1) Pola napas tidak efektif berhubungan dengan hambatan upaya napas (SDKI
D.0005 Hal 26)
2) Gangguan eliminasi urine berhubungan dengan penurunan kapasitas kandung
kemih (SDKI D.0040 Hal 96)
3) Defisit Pengetahuan Berhubungan dengan kurang terpapar informasi (SDKI
D.0111 Hal 246)

2.2.3 Intervensi
Diagnosa Tujuan/Kriteria Hasil Intervensi Keperawatan
Keperawatan
Pola napas tidak Pola nafas tidak efektif Manajemen Jalan Napas
efektif (SDKI D.0005 (SDKI (D.0005 hal (SIKI (I.01011 hal 186)
Observasi :
Hal 26) 26) 1. Monitor pola napas
Setelah dilakukan 2. Monitor bunyi napas
tindakan keperawatan Terapeutik :
selama 3 x 7 jam 1. Posisikan semi-fowler
diharapkan : 2. Berikan oksigen
1. Pasien Mampu
berkemih secara Edukasi :
tuntas 1. Edukasi dan ajarkan
2. Kesusahan saat relaksasi napas dalam
berkemih Kolaborasi :
berkurang 1. kolaborasi dengan dokter
3. Tertahan saat dan perawat dalam
berkemih pemberian obat
berkurang

Intoleransi aktifitas Setelah di lakukan Manajemen Energi (SIKI 1.05178 )


(SDKI, 2016 D.0056) intervensi keperawatan Observasi
selama 1x24 jam
diharapkan Toleransi
Aktivitas Meningkat 1. Identifikasi gangguan fungsi
dengan kriteria hasil : tubuh yang mengakibatkan
1. frekuensi nadi kelelahan
menurun 2. Memonitor kelelahan fisik dan
2. keluhan Lelah emosional
menurun 3. Memonitor pola dan jam tidur
3. dispea saat 4. Memonitor lokasi dan
aktivitas menurun ketidaknyamanan selama
melakukan aktivitas
4. dispea setelah
aktivitas menurun
5. perasaan lemah
menurun
6. aritmia saat
aktivitas menurun
Terapuetik
7. aritmia setelah
aktivitas menurun 1. Sediakan lingkungan nyaman
8. sianosis menurun dan rendah stimulus
9. Tekanan darah (Mis,cahaya,suara,kunjungan)
menurun 2. Lakukan rentang gerak
pasif/aktif
3. Berikan aktivitas distraksi
yang menyenangkan
4. Fasilitasi duduk disisi tempat
tidur,jika tidak dapat
berpindah atau berjalan
Edukasi

1. Anjurkan tirah baring


2. Anjurkan melakukan aktivitas
secara bertahap
3. Anjurkan menghubungi
perawat jika tanda dan gejala
kelalahan tidak berkurang
4. Anjurkan strategi koping
untuk mengurangi kelelahan
Terapuetik
1. kolaborasi dengan ahli gizi
tentang cara meningkatkan
asupan makanan

2.2.4 Implementasi Keperawatan

Pelaksanaan adalah dari rencana tindakan yang spesifik untuk membantu klien
mencapai tujuan yang diharapkan (nursalam, 2014). Implementasi atau tindakan adalah
pengelolaan dan perwujudan dan rencana keperawatan yang telah disusun pada tahap
perencanaan. Pada tahap ini, perawat sebaiknya tidak bekerja sendiri, tetapi perlu melibatkan
secara integrasi semua profesi kesehatan yang menjadi tim perawatan (Setiadi, 2010) Pada
langkah ini perawat memberikan asuhan keperawatan yang pelaksanaannya berdasarkan
rencana keperawatan yang telah disesuaikan pada langkah sebelumnya (intervensi).
2.2.5 Evaluasi Keperawatan

Evaluasi adalah proses yang berkelanjutan untuk menilai efek dari tindakan
keperawatan klien (Nursalam, 2014).

Evaluasi dilakukan terus menerus pada respon klien terhadap tindakan keperawatan yang
telah dilaksanakan, evaluasi dapat dibagi dua yaitu evaluasi hasil atau formatif yang
dilakukan setiap selesai melakukan tindakan dan evaluasi proses atau sumatif yang
dilakukan dengan membandingkan respon klien pada tujuan khusus dan umum yang telah
ditentukan. Evaluasi dapat dilakukan dengan menggunakan

pendekatan SOAP.

S: Respon subyektif klien terhadap tindakan yang dilaksanakan

O : Respon obyektif klien terhadap tindakan keperawatan yang dilaksanakan

A : Analisa ulang atas data subyektif dan obyektif untuk menyimpulkan apakah masalah
masih tetap muncul atau ada masalah baru atau ada masalah yang kontradiktif dengan
masalah yang ada

P : Pelaksanaan atau rencana yang akan di lakukan kepada klien Setelah dilakukan
implementasi keperawatan di harapkan:
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 KESIMPULAN

1. Gagal ginjal kronik merupakan suatu penyakit yang berjalan progresif dan
lambat (berlangsung dalam beberapa tahun), dimulai dengan: penurunan
cadangan ginjal, insufisiensi ginjal, gagal ginjal, penyakit ginjal tingkat
akhir yang disertai dengan komplikasi-komplikasi target organ, dan akhirnya
menyebabkan kematian.
2. Untuk memperlambat gagal ginjal kronik menjadi gagal ginjal terminal,
perlu dilakukan diagnosa dini, yaitu dengan melihat gambaran klinis,
laboratorium sederhana, dan segera memperbaiki keadaan komplikasi yang
terjadi.
3. Jika sudah terjadi gagal ginjal terminal, pengobatan yang sebaiknya
dilakukan adalah: dialisis dan transplantasi ginjal. Pengobatan ini dilakukan
untuk mencegah atau memperlambat tejadinya kematian.

4.2 SARAN

1. Dengan mengetahui permasalahan penyebab penyakit gagal ginjal kronik,


diharapkan masyarakat lebih berhati-hati dan menghindari penyebab
penyakit ini serta benar-benar menjaga kesehatan melalui makanan maupun
berolaharaga yang benar.
2. Para tenaga ahli juga sebaiknya memberikan penyuluhan secara jelas
mengenai bahayanya penyakit ini serta tindakan pengobatan yang tepat.

Anda mungkin juga menyukai