Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN PEDAHULUAN (LP) DENGAN DIAGNOSA MEDIS

GAGAL NAPAS DI RUANG ICU CENTRAL BARU


RSAL dr. RAMELAN SURABAYA

DISUSUN OLEH:
ISMA DAMAYANTI
2021-01-14401-026

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN EKA HARAP PALANGKARAYA


PROGRAM STUDI DIPLOMA TIGA KEPERAWATAN
2023/2024
LEMBAR PENGESAHAN
Judul :Laporan Pendahuluan (Lp) Dengan Diagnosa Medis Gagal
Napas Diruang ICU Central Baru RSAL dr. RAMELAN
SURABAYA

Disusun Oleh : Isma Damayanti


Nim : 2021-01-14401-026
Prodi : DIII Keperawatan

Surabaya,22 Oktober 2023

Mahasiswi

Isma Damayanti
2021-01-14401-026

Mengetahui,

Pembimbing Institusi Pembimbing Klinik

( Zia Abdul Aziz, Ns., M.Kep) (Anisya Ken Syayekti, S.Kep., Ns)

ii
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penyusun panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang
telah melimpahkan Rahmat dan karunia-Nya, sehingga penyusun dapat
menyelesaikan Laporan Pendahuluan (Lp) Dengan Diagnosa Medis Gagal Napas
Diruang ICU Central Baru RSAL dr. RAMELAN SURABAYA Laporan
Pendahuluan ini disusun guna melengkapi syarat Praktek belajar lapangan (PBL).
Laporan Pendahuluan ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu,
saya ingin mengucapkan terimakasih kepada :

1. Ibu Maria Adelheid, S.Pd,. M.Kes selaku Ketua STIKes Eka Harap
Palangka Raya.

2. Ibu Dina G. Rawan, Ners., M.Kep selaku Ketua Program Studi Diploma
III Keperawatan STIKes Eka Harap Palangka Raya.

3. Bapak Zia Abdul Aziz, Ners., M.Kep dan Ibu Amiyani Kristina, Ners.,
M.Kep selaku penanggung jawab Praktek belajar lapangan (PBL) yang
telah banyak memberikan arahan, masukkan, dan bimbingan dalam
penyelesaian laporan pendahuluan ini.

4. Bapak Zia Abdul Aziz, Ners., M.Kep selaku Pembimbing Akademik yang
telah banyak memberikan saran, masukkan, dan bimbingan dalam
penyelesaian asuhan keperawatan ini.

5. Ibu Anisya Ken Syayekti, S.Kep., Ns selaku Pembimbing Lahan yang


telah banyak memberikan saran, masukkan, dan bimbingan dalam
penyelesaian asuhan keperawatan ini.

6. Seluruh pihak yang telah membantu dalam pelaksanaan Praktek belajar


lapangan (PBL).
Penulis menyadari bahwa laporan pendahuluan ini mungkin terdapat kesalahan
dan jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu penyusun mengharapkan saran dan
kritik yang membangun dari pembaca dan mudah-mudahan laporan pendahuluan
ini dapat mencapai sasaran yang diharapkan sehingga dapat bermanfaat bagi kita
semua
Surabaya, 22 Oktober

iii
DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN............................................................................ii
KATA PENGANTAR....................................................................................iii
DAFTAR ISI...................................................................................................iv
BAB 1 PENDAHULUAN...............................................................................1
1.1. Latar Belakang................................................................................1
1.2. Rumusan Masalah...........................................................................1
1.3. Tujuan Penulisan............................................................................2
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA.....................................................................3
1.1. Konsep Dasar Gagal Napas ...........................................................3
1.1.1. Definisi...............................................................................3
1.1.2. Etiologi...............................................................................3
1.1.3. Manifestasi Klinis...............................................................4
1.1.4. Pemeriksaan Penunjangan..................................................4
1.1.5. Penatalaksanaan..................................................................5
1.1.6. Patofisiologi........................................................................6
1.1.7. Komplikasi..........................................................................8
1.2. Manajemen Asuhan Keperawatan..................................................9
1.2.1. Pengkajian Keperawatan....................................................9
1.2.2. Diagnosa Keperawatan.......................................................12
1.2.3. Intervensi Keperawatan......................................................12
1.2.4. Implementasi Keperawatan................................................15
1.2.5. Evaluasi Keperawatan........................................................15
PENUTUP...............................................................................................17
1.1. Kesimpulan.......................................................................................17
1.2. Saran.................................................................................................17
DAFTAR PUSTAKA
1.

iv
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Gagal nafas ada dua macam yaitu gagal nafas akut dan gagal nafas kronik
dimana masing masing mempunyai pengertian yang berbeda. Gagal nafas
akut adalah gagal nafas yang timbul pada pasien yang parunyanormal secara
struktural maupun fungsional sebelum awitan penyakit timbul. Sedangkan
gagal nafas kronik adalah terjadi pada pasien dengan penyakit paru kronik
seperti bronkitis kronik, emfisema dan penyakit paru hitam (penyakit
penambang batubara).Pasien mengalalmi toleransi terhadap hipoksia dan
hiperkapnia yang memburuk secara bertahap. Setelah gagal nafas akut

v
biasanya paru-paru kembali kekeasaan asalnya. Gagal nafas penyebab
terpenting adalah ventilasi yang tidak adekuat dimana terjadi obstruksi jalan
nafas atas. Pusat pernafasan yang mengendalikan pernapasan terletak di
bawah batang otak (pons dan medulla). Pada kasus pasien dengan anestesi,
cidera kepala, stroke, tumor otak, ensefalitis, meningitis, hipoksia dan
hiperkapnia mempunyai kemampuan menekan pusat pernafasan. Sehingga
pernafasan menjadi lambat dan dangkal. Pada periode postoperatif dengan
anestesi bisa terjadi pernafasan tidak adekuat karena terdapat agen menekan
pernafasan denganefek yang dikeluarkan atau dengan meningkatkan efek dari
analgetik opioid. Pnemonia atau dengan penyakit paru-paru dapat mengarah
ke gagal nafas akut.
1.2 Rumusan Masalah
1.2.1 Apakah pengertian dari gagal nafas (Respiratory failure)?
1.2.2 Apakah etiologi dari gagal nafas (Respiratory failure)?
1.2.3 Apakah manifestasi klinis dari gagal nafas (Respiratory failure)?
1.2.4 Apakah pemeriksaan penunjang dari gagal nafas (Respiratory failure)?
1.2.5 Bagaimana penatalaksaan dari gagal nafas (Respiratory failure)?
1.2.6 Bagaimana pencegahan primer, sekunder, dan tersier dari gagal nafas
(Respiratory failure)?
1.3 Tujuan
1.3.1 Mengetahui pengertian dari gagal nafas (Respiratory failure)
1.3.2 Mengetahui etiologi dari gagal nafas (Respiratory failure)
1.3.3 Mengetahui apa saja manifestasi klinis dari gagal nafas (Respiratory
failure)
1.3.4 Mengetahui pemeriksaan penunjang dari gagal nafas (Respiratory
failure)
1.3.5 Mengetahui penatalaksaan dari gagal nafas (Respiratory failure)
1.3.6 Mengetahui bagaimana pencegahan primer, sekunder, dan tersier dari
gagal nafas (Respiratory failure)

vi
BAB 2
PEMBAHASAN

2.1 Konsep Gagal Nafas


2.1.1 Definisi
Gagal napas terjadi bilamana pertukaran oksigen terhadap karbon
dioksida dalam paru-paru tidak dapat memelihara laju konsumsi
oksigen dan pembentukan karbon dioksida dalam sel-sel tubuh.
Sehingga menyebabkan tegangan oksigen kurang dari 50 mmHg
(hipoksemia) dan peningkatan tekanan karbondioksida lebih besar dari
45 mmHg (hiperkapnia) menurut Brunner & Suddarth dalam Nurarif
& Kusuma (2014).
2.1.2 Etiologi

vii
2.1.2.1 Penyebab sentral
a. Kelainan neuromuskuler: GBS, tetanus, trauma cervical,
muscle relaxans
b. Kelainan jalan napas: obstrksi jalan napas, asma bronkhial
c. Kelainan diparu: edema paru, atelektasis, ARDS
d. Kelainan thorax: fraktur kosta, pneumothorax,
haematothorax
e. Kelainan jantung: kegagalan jantung kiri
2.1.2.2 Penyebab perifer
a. Trauma kepala: contusio cerebri
b. Radang otak: encephalitis
c. Gangguan vaskuler: perdarahan otak, infark otak
d. Obat-obatan: narkotika, anstesi
Kadar oksigen (PaO2 < 8 kPa) atau Co2 (Paco2 > 6,7 kPa)
arterial yang abnormal digunakan untuk menentukan
adanya gagal napas. Maka gagal napas dibagi menjadi:
(Patrick Davey)
1. Hipoksemia (tife 1): kegagalan transfer oksigen dalam
paru.
2. Hipoksemia (tife 2): kegagalan ventilasi untuk
mengeluarkan CO2

2.1.3 Manifestasi Klinis


1 Tanda Respiratory Failure
1) Gagal napas total
a. Aliran udara dimulut, hidung tidak dapat didengar
atau dirasakan.
b. Pada gerakan napas spontan terlihat reaksi supra
klavikula dan sela iga serta tidak ada pengembangan
dada pada inspirasi.

viii
c. Adanya kesulitan inflasi paru dalam usaha
membersihkan ventilasi buatan.
2) Gagal napas parsial
a. Terdengar suara napas tambahan gargling, snoring
dan whizing.
b. Ada retraksi
2 Gejala Respiratory Failure
1) Hiperkapnia yaitu penurunan kesadaran (PCO2)
2) Hipoksemia yaitu takikardi, gelisah, berkeringat
atau sianosis (Po2 menurun).

2.1.4 Pemeriksaan penunjang


1. Pemeriksaan analisa gas darah (AGD)
2. Pemeriksaan darah lengkap, elektrolit serum, sitologi, urinalis,
bronkogram, bronkoskopi.
3. Pemeriksaan rontgen dada
4. Pemeriksaan sputum, fungsi paru, angiografi, pemindahan
ventilasi-perfusi
5. Hemodinamik
6. Tife 1 meningkatkan PCWP
7. EKG
Mungkin memperlihatkan bukti-bukti regangan jantung disisi
kanan, disritmia.

2.1.5 Penatalaksanaan
1 Penatalaksanaan suportif
Penatalaksanaan suportif adalah tindakan yang secara tidak
langsung ditunjukkan untuk memperbaiki pertukaran gas, yaitu:
1) Atasi hipoksemia: terapi oksigen
2) Atasi hiperkapnia: perbaiki ventilasi
3) Perbaiki jalan napas

ix
4) Bantuan ventilasi: face mask, ambu bag
5) Terapi lainnya (fisioterapi dad, bronkodilator,
antikolergenik/parasimpatolitik, teolifidin,
kortikosteroid, ekspektoran
2 Penatalaksanaan kausatif
Sambil dialakukan resusitasi (terapi suportif) diupayaklan mencari
penyebab gagal napas. Pengobatan spesifik ditujukkan pada
etiologinya, sehingga pengobatan untuk masing-masing penyakit
akan berlainan. Semua terapi diatas dilakukan dalam upaya
mengoptimalkan pasien gagal naps di UGD sebelum selanjutnya
nanti dirawat di ICU. Penanganan lebih lanjut terutama maslah
penggunaan ventilator akan dilakukan di ICU berdasarkan guidiles
penanganan pasien gagal naps di ICU pada tahap berikutnya.

2.1.6 Patofisiologi (PATHWAY)


Gagal nafas ada dua macam yaitu gagal nafas akut dan gagal nafas
kronik di mana masing-masing mempunyai pengertian yang berbeda:
1. Gagal nafas akut adalah gagal nafas yang timbul pada pasien yang
parunya normal secara struktural maupun fungsional sebelum awitan
penyakit timbul.
2. Gagal nafas kronik adalah terjadi pada pasien dengan penyakit paru
kronik seperti bronkitis kronik, emfisema dan penyakit paru hitam
(penyakit penambang batubara). Pasien mengalami toleransi terhadap
hipoksia dan hiperkapnia yang memburuk secara bertahap. Setelah gagal

x
nafas akut biasanya paru-paru kembali ke asalnya. Pada gagal nafas
kronik struktur paru alami kerusakan yang ireversibel.

Indikator gagal nafas telah frekuensi pernafasan dan kapasitas vital,


frekuensi penapasan normal ialah 16-20 x/mnt. Bila lebih dari20x/mnt
tindakan yang dilakukan memberi bantuan ventilator karena “kerja
pernafasan” menjadi tinggi sehingga timbul kelelahan. Kapasitas vital adalah
ukuran ventilasi (normal 10-20 ml/kg).
Gagal nafas penyebab terpenting adalah ventilasi yang tidak adekuat di
mana terjadi obstruksi jalan nafas atas. Pusat pernafasan yang mengendalikan
pernapasan terletak di bawah batang otak (pons dan medulla). Pada kasus
pasien dengan anestesi, cidera kepala, stroke, tumor otak, ensefalitis,
meningitis, hipoksia dan hiperkapnia mempunyai kemampuan menekan pusat
pernafasan. Sehingga pernafasan menjadi lambat dan dangkal. Pada periode
postoperatif dengan anestesi bisa terjadi pernafasan tidak adekuat karena
terdapat agen menekan pernafasan dengan efek yang dikeluarkan atau dengan
meningkatkan efek dari analgetik opiod. Penemonia atau dengan penyakit
paru-paru dapat mengarah ke gagal nafas akut.

xi
PATHWAY

Depresi Sistem Kelainan neurologis Efusi pleura, Trauma Penyakit akut paru
saraf pusat primer hemotoraks dan
pneumothoraks

Gangguan saraf pernapasan dan otot pernapasan

Gagal napas

Meningkatnya permeabilitas membrane alveolan kapiler

Gangguan endothelium alveolar Gangguan endothelium kapiler

Kelebihan volume
Edema paru cairan Cairan masuk ke intertisial

↓ Complain paru
↑ Tahanan jalan napas

↓ Cairan surfaktan
Kehilangan fungsi silia
saluran pernapasan

Gangguan pengembangan paru,


kolaps alveoli Peningkatan produksi sekret

Ventilasi dan Ekspansi paru


perfusi tidak Ketidakefektifan bersihan
seimbang jalan napas
Ketidakefektifan
pola napas
Terjadi
Gangguan
hipoksemia/
pertukaran gas
hiperkapnia

Penurunan Resiko
↓O2 dan CO2 ↑ Hipoksia ke otak cedera
tingkat kesadaran

Dispneu, sianosis
xii

Gangguan perfusi
↓ curah jantung jaringan
2.1.7 Komplikasi
Komplikasi gagal nafas adalah ARDS (Syndrom Gangguan Pernafasan
Akut), yaitu suatu sindrom gagal napas akut akibat kerusakan sawar membran
kapiler alveoli sehingga menyebabkan edema paru akibat peningkatan
permeabilitas.

Sedangkan komplikasi ARDS adalah:


1. Paru: barotraumas (volutrauma), emboli paru, Fibrosis paru, ventilator-
Associated, Pneumonia atau VAP
2. Gastrointestinal: pendarahan atau ulkus, Dysmotility,
pneumoperitonium, bakteritranslokasi
3. Jantung: aritmia, Infark disfungsi
4. Ginjal: gagal ginjal akut, keseimbangan cairan positif.
5. Mekanikal: cedera vascular, pneumothorax, stenosis
6. Gizi: gizi buruk, kekurangan elektrolit
7. Keadaan terparah yang dialami penderita gagal nafas adalah koma.
Koma adalah penurunan/hilangnya tingkat kesadaran, tampak seperti
tidur, tidak berespon terhadap rangsangan eksternal.
Manifestasi klinis penurunan kesadaran adalah:
a. berkurangnya reflek atau respon terhadap rangsang, penurunan
kemampuan otak untuk berinteraksi dengan sekitarnya.
b. Mengenai kemampuan berbahasa, daya ingat, pengenalan
visuospasial, dan emosi, serta perubahan kepribadian.
c. Perubahan tanda-tanda vital (Pola pernafasan, kerja jantung dll).

xiii
2.2 Manajemen Asuhan Keperawatan
2.2.1 Pengkajian
1. Identitas klien
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, nomor
registrasi, diagnose medis, dan tanggal medis.
2. Keluhan utama
Keluhan utama yang sering muncul adalah gejala sesak nafas atau
peningkatan frekuensi nafas. Secara umum perlu dikaji tentang
gambaran secara menyeluruh apakah klien tampak takut, mengalami
sianosis, dan apakah tampak mengalami kesukaran bernafas. Perlu
diperhatikan juga apakah klien berubah menjadi sensitif dan cepat
marah (iritability), tanpak binggung (confusion), atau mengantuk
(somnolen). Yang tak kalah penting ialah kemampuan orientasi klien
terhadap tempat dan waktu. Hal ini perlu diperhatikan karena
gangguan funngsi paru akut dan berat sering direfeksikan dalam
bentuk perubahan status mental. Selain itu, gangguan keadaan sering
pula dihubungkan dengan hipoksemia, hiperkapnea, dan asidemia
karena gas beracun. Selain itu kaji riwayat penyakit masa lalu,
riwayat penyakit keluarga, lingkungan serta habits/ kebiasaan.
3. Riwayat
- Adanya factor pencetus
- Adanya manifestasi klinis
4. Airway
- Peningkatan sekresi pernafasan.
- Bunyi nafas krekles, ronki atau mengi.
5. Breating
- Distress pernafasan: pernafasan cupping hidung, takipneu/bradipneu
retraksi.
- Menggunakan otot aksesori pernafasan.
- Kesulitan bernafas: lapar udara, diaphoresis, sianosis.
6. Circulation

xiv
- Penurunan curah jantung: gelisah, letargi, takikardi.
- Sakit kepala.
- Gangguan tingkat kesadaran: ansietas, gelisah, kacau mental,
mengantuk.
- Papiledema.
- Penurunan haluan urine.
7. Keadaan Umum
Kaji tentang kesadara klien, kecemasan, kegelisahan, kelemahan
suara bicara. Denyut nadi, frekuensi nafas yang meningkat,
penggunaan otot-otot bantu pernafasan, sianosis.
a. B1 (Breathing)
1) Inspeksi
Kesulitan bernafas tampak dalam perubahan irama dan frekuensi
pernafasan. Keadaan normal frekuensi pernafasan 16-20 x/menit
dengan amplitude yang cukup besar. Jika seseorang bernafas lambat
dan dangkal, itu menunjukan adanya depresi pusat pernafasan.
Penyakit akut paru sering menunjukan frekuensi pernafasan >
20x/menit atau karena penyakit sistemik seperti sepsis, perdarahan,
syok, dan gangguan metabolic seperti diabetes militus.
2) Palpasi
Perawat harus memerhatikan pelebaran ICS dan penurunan taktil
fremitus yang menjadi penyebab utama gagal nafas.
3) Perkusi
Perkusi yang dilakukan dengan saksama dan cermat dapat ditemukan
daerah redup sampai daerah dengan daerah nafas melemah yang
disebabkkan oleh penebalan pleura, efusi pleura yang cukup banyak,
dan hipersonor, bila ditemukan pneumothoraks atau emfisema paru.
4) Auskultasi
Auskultasi untuk menilai apakah ada bunyi nafas tambahan seperti
wheezing dan ronki serta untuk menentukan dengan tepat lokasi
yang didapat dari kelainan yang ada.

xv
b. B2 (Blood)
Monitor dampak gagal nafas pada status kardovaskuler meliputi
keadaan hemodinamik seperti nadi, tekanan darah dan CRT.
c. B3 (Brain)
Pengkajian perubahan status mental penting dilakukan perawat
karena merupakan gejala sekunder yang terjadi akibat gangguan
pertukaran gas. Diperlukanan pemeriksaan GCS unruk menentukan
tiingkat kesadaran.
d. B4 (Bladder)
Pengukuran volume output urin perlu dilakukan karena berkaitan
dengan intake cairan. Oleh karena itu, perlu memonitor adanya
oliguria, karena hal tersebut merupaka tanda awal dari syok.
e. B5 (Boowel)
Pengkajian terhadap status nutrisi klien meliputi jumlah, frekuensi
dan kesulitan-kesulitan dalam memenuhi kebutuhanya. Pada klien
sesak nafas potensial terjadi kekurangan pemenuhan nutrisi, hal ini
karena terjadi dipnea saat makan, laju metabolisme, serta kecemasan
yang dialami klien.
f. B6 (Bone)
Dikaji adanya edema ekstermitas, tremor, tanda-tanda infeksi pada
ekstermitas, turgon kulit, kelembaban, pengelupasan atau bersik
pada dermis/ integument.

2.2.2 Diagnosa
1. Gangguan pertukaran gas yang berhubungan dengan gangguan aliran
udara ke alveoli atau kebagian utama paru

xvi
2. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan
peningkatan produksi secret/mucus, keterbatasan gerakan dada, nyeri,
kelemahan dan kelelahan.
3 Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan kelelahan,
penurunan ekspansi paru, pengesetan ventilator yang tidak tepat.
4 Pemenuhan kebutuhan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan intake yang tidak adekuat

2.2.3 Intervensi
DX 1: Bersihan jalan napas tidak efektif b.d. penumpukan sekret.
➤ Tujuan:
Setelah dilakukan tindakan keperawatam selama 3X24 jam jalan nafas
pasien bersih jelas. Kriteria Hasil : Suara nafas bersih,tidak ada suara
snoring atau suara tambahan yang lain Irama nafas regular Frekuensi nafas
dalam rentang normal.
➤ Intervensi
1. Auskultasi suara nafas, catat adanya suara tambahan Rasional Suara
tambahan seperti snoring dan crackels mengindikasikan penumpukan
sekret
2. Informasikan pada keluarga tentang tindakan suction yang dilakukan
pada klien. Rasional Meminimalkan kecemasan keluarga.
3. Berikan o2 melalui ventilator untuk memfasilitasi prosedur suction.
Rasional: Untuk mencegah terjadinya kekurangan oksigen (hipoksia)
4. Pantau status oksigenasi klien. Rasional : Adanya dispnea menunjukkan
peningkatan kebutuhan oksigen
5. Posisikan klien pada posisi semi fowler. Rasional Untuk
memaksimalkan ventilasi agar o2 masuk secara optimal.
6. Lakukan suction sesuai kebutuhan Rasional : Untuk mengurangi
produksi lendir pada jalan nafas

xvii
DX 2: Pola napas tidak efektif b.d. bradipnea.
➤ Tujuan :
Setelah melakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam pola
pernafasan menjadi efektif kriteria hasil : Kemacetan berkurang atau
hilang RR 18-24x/menit Klien menunjukkan pola nafas efektif dengan
frekuesi dan kedalaman dalam kisaran normal dan paru-paru jernih/bersih
Pernapasan klien normal (16-20x/menit ) tanpa ada penggunaan otot bantu
napas Suara nafas normal. pergerakan dinding dada normal
➤ Intervensi :
1. Kaji tanda dan gejala ketidakefektifan pernapasan : dispnea,
penggunaan otot- otot pernapasan. Rasional: Adanya dispnea dan
perubahan kedalaman pernapasan menandakan adanya distress
pernapasan.
2. Pantau tanda-tanda vital dan gas- gas dalam arteri. Rasional: Perubahan
tanda-tanda vital dan nilai gas darah merupakan indicator ketidakefektifan
pernapasan.
3. Baringkan pasien dalam posisi semi fowler. Rasional Posisi semi fowler
untuk memaksimalkan ekspansi dada
4. Berikan terapi oksigen sesuai kebutuhan Rasional: Memaksimalkan
napas dan menurunkan kerja otot pernapasan.

DX 3 Gangguan pertukaran gas b.d Edema paru.


➤ Tujuan:
Setelah diberikan asuhan keperawatan dalam waktu 1x24 JAM pertukaran
gas membaik.
➤ Kriteria evaluasi :
- Frekuensi napas 18-20/menit
– Frekuensi nadi 75-100/menit
- Warna kulit normal, tidak ada dipnea
- Dapat mendemonstrasikan batuk efektif

xviii
- Hasil analisa gas darah normal : PH (7.35-7.45) PO2 (80-100 mmHg)
PCO2 (35-45 mmHg)
Intervensi
1. Pantau status pernapasan tiap 4 jam, hasil GDA, intake, dan output.
Rasional Untuk mengidentifikasi indikasi ke arah kemajuan penyimpangan
dari hasil klien. atau
2. Tempatkan klien pada posisi semifowler. Rasional: Posisi tegak
memungkinkan ekspansi paru lebih baik.
3. Berikan terapi intravena sesuai anjuran. Rasional Untuk memungkinkan
rehidrasi yang cepat dan dapat mengkaji keadaan vaskuler untuk
pemberian obat-obat darurat.
4. Berikan oksigen melalui kanula nasal 4 L/menit selanjutnya sesuaikan
dengan hasil PaO2.
Rasional :Pemberian oksigen mengurangi beban otot-otot pernapasan.
5. Kolaborasi dengan tim medis dalam memberikan pengobatan yang telah
tepat serta amati bila ada tanda-tanda toksisitas. Rasional : Pengobatan
untuk mengembalikan kondisi bronkhus seperti kondisi sebelumnya.

DX 4 Penurunan perfusi jaringan b.d Suplai O2 ke jaringan tidak


mencukupi Tujuan setelah dilakukan tindakan keperawatan selama
3x24 jam menunjukkan peningkatan perfusi jaringan.
➤ Kriteria Hasil
Irama jantung/frekuensi dan nadi periferdalam batas normal Tidak ada
sianosis perifer - Kulit tidak kering - CRT < 2 detik
Intervensi
1. Observasi perubahan status mental. Rasional: gelisah, bingung,
disorientasi, dan/atau perubahan sensori/motorik dapat menunjukkan
gangguan aliran darah, hipoksia atau cedera vaskuler serebral sebagai
akibat emboli sistemik.

xix
2. Observasi warna dan suhu kulit/membrane mukosa. Rasional: kulit
pucat atausianosis, kuku, membrane mukosa menunjukkan vasokontriksi
perifer atau gangguan aliran darah sisemik.
3. Evaluasi ektremitas untuk adanya/tidak ada kualitas nadi. Catat nyeru
tekan betis/pembengkakan. Rasional: EP sering dicetuskan oleh trombus
yang naik dari vena profunda (pelvis atau kaki). Tanda gejala mungkin
tidak tampak.
4. Tinggikan kaki/telapak kaki saat tidur. Dorong pasien untuk latihan kaki
dengan fleksi/ekstensi kaki pada pergelangan kaki. Hindari penyilangan
kaki dan duduk atau berdiri terlalu lama. Rasional: tindakan ini dilakukan
untuk menurunkan stasis vena dikaki dan pengumpulan darah pada vena
pelvis untuk menurunkan risiko pembentukan thrombus.
5. Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian agen trombolitik
misalnya Streptokinase. Rasional: diindikasikan pada obstruksi paru berat
bila pasien secara serius hemodinamik terancam.

2.2.4 Implementasi
tindakan keperawatan gagal nafas didasarkan pada rencana yang telah
ditentukan dengan prinsip:
1.ABC (airway, breathing, circulation).
2. Mempertahankan ventilasi yang adekuat.
3. Jaga kebersihan jalan napas
4. Mengatasi perubahan proses keluarga dan antisipasi berduka/ cemas.

2.2.5 Evaluasi
Setelah tindakan keperawatan dilaksanakan evaluasi proses dan hasil mengacu
pada kriteria evaluasi yang telah ditentukan pada masing-masing diagnosa
keperawatan sehingga :
1. Masalah teratasi atau tujuan tercapai (intervensi di hentikan)
2. Masalah teratasi atau tercapai sebagian (intervensi dilanjutkan.

xx
3. Masalah tidak teratasi / tujuan tidak tercapai (perlu dilakukan pengkajian
ulang & intervensi dirubah).

PENUTUP

xxi
1.1 Kesimpulan
Gagal nafas terjadi bilamana pertukaran oksigen terhadap karbondioksida
dalam paru-paru tidak dapat memelihara laju konsumsi oksigen dan
pembentukan karbondioksida dalam sel-sel tubuh. Gagal nafas penyebab
terpenting adalah ventilasi yang tidak adekuat dimana terjadi obstruksi jalan
nafas atas.
gagal nafas adalah kegagalan sistem pernafasan untuk mempertahankan
pertukaran oksigen dan karbondioksida dalam jumlah yang dapat
mengakibatkan gangguan pada kehidupan. gagal nafas ada dua macam yaitu
gagal nafas akut dan gagal nafas kronik dimana masing-masing mempunyai
pengetian yang berbeda.
indikator gagal nafas yaitu frekuensi pernafasan dan kapasitas vital, frekuensi
pernafasan normal ialah 16-20x/m. bilanya lebih dari 20x/m tindakan yang
dilakukan memberi bantuan ventilator karena pernapasan menjadi tinggi
sehingga timbul kelelahan.

1.2 Saran
Setelah penulisan makalah ini kami mengharap mahasiswa keperawatan pada
khususnya mengetahui perngertian, tindakan penanganan awal, serta
mengetahui pencegahan primer, sekunder dan tersier respiratory failure.

DAFTAR PUSTAKA

xxii
Ardiansyah, Muhammad. (2012). Medical Bedah Untuk Mahasiswa. Jogjakarta:
DIVA Press

Mansjoer, A.S.W. (2011). Kapita Selekta Kedokteran Edisi 2. Jakarta: EGC

Nurarif, A.H & Kususma, H. (2014). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan


Diagnosa Medis Dan Nanda Nic-Noc, Edisi Revisi Jilid 2. Jogjakarta:
Mediaction Jogja.

xxiii

Anda mungkin juga menyukai