Anda di halaman 1dari 30

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN ACUTE

RESPIRATORY DISTRESS SYNDROM (ARDS)

Disusun guna memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Kritis

Dosen Pengampu : Ns. Yogie Erlangga Haq, S.Kep., M.Kep.

Disusun oleh kelompok 2 :

1. Melati Fadhiyah Pramana (201940032)


2. Nenden Setia Asrifah (201940035)
3. Putri Yuniarsih (201940045)
4. Rahmawati Devi (201940047)
5. Riswanda Salma Kusuma (201940053)
6. Wafiq Nur Malia (201940061)
7. Desyana (201941030)

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN IMC BINTARO

TANGERANG SELATAN

2021/2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas
berkat dan rahmat nya, penulis dapat menyelesaikan penyusunan Makalah Tugas
Asuhan Keperawatan Mata Kuliah Keperawatan Kritis yang berjudul “Asuhan
Keperawatan Pada Pasien Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS)” tepat
waktu.

Terima kasih juga kami ucapkan kepada teman - teman yang telah
berkontribusi dengan memberikan ide - idenya sehingga makalah ini bisa disusun
dengan baik dan rapi. Makalah ini dapat terselesaikan dengan bantuan dorongan
dan bimbingan dari berbagai pihak, oleh karena itu penulis mengucapkan banyak
terima kasih kepada :

1. Bapak Ns. Yogie Erlangga Haq, M. Kep


2. Teman - Teman kelas 5B yang penulis cintai, khusus nya anggota kelompok
3. Dan semua pihak terkait yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang
telah memberikan bantuan dalam penyusunan makalah ini.

Namun terlepas dari itu, kami memahami bahwa makalah ini masih jauh
dari kata sempurna, sehingga kami sangat mengharapkan kritik serta saran yang
bersifat membangun demi terciptanya makalah selanjutnya yang lebih baik lagi.

Jakarta, 6 Januari 2022

Penulis

i
DAFTAR ISI

COVER............................................................................................................

KATA PENGANTAR....................................................................................

DAFTAR ISI...................................................................................................

BAB I PENDAHULUAN...............................................................................

1.1 Latar Belakang.......................................................................................

1.2 Rumusan Masalah..................................................................................

1.3 Tujuan....................................................................................................

BAB II TINJAUAN TEORI..........................................................................

2.1 Definisi...................................................................................................

2.2 Klasifikasi..............................................................................................

2.3 Etiologi...................................................................................................

2.4 Manifestasi Klinis..................................................................................

2.5 Patofisiologi...........................................................................................

2.6 Pathway..................................................................................................

2.7 Pemeriksaan Penunjang.........................................................................

2.8 Komplikasi.............................................................................................

2.9 Penatalaksanaan.....................................................................................

BAB III ASUHAN KEPERAWATAN..........................................................

3.1 Pengkajian..............................................................................................

3.2 Diagnosis Keperawatan..........................................................................

3.3 Intervensi Keperawatan..........................................................................

3.4 Implementasi Keperawatan....................................................................

ii
3.5 Evaluasi Keperawatan............................................................................

BAB IV PENUTUP.........................................................................................

4.1 Kesimpulan............................................................................................

4.2 Saran.......................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA......................................................................................

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Acute Respiratory Distress Sydrome (ARDS) merupakan salah satu
kegawatan di bidang respirologi. Menurut the American-european consensus
conference (AECC) tahun 1994, kriteria ARDS meliputi terjadinya gagal
napas akut, disertai adanya infiltrat difus di kedua lapangan paru, rasio
tekanan oksigen pembuluh arteri berbanding fraksi oksigen yang diinspirasi
(PaO2/FiO2) kurang dari dan sama dengan 200 mmHg, dengan pulmonary
artery wedge pressure (PAWP) kurang dari dan sama dengan 18 mmHg atau
tanpa adanya hipertensi atrium kiri. ARDS terjadi apabila terdapat kondisi
yang memicu terjadinya respon implamasi sistemik seperti sepsis,
pneumonia, trauma berat, transfusi berulang, aspirasi, dan pankreatitis akut.
Dahulu ARDS memiliki banyak nama lain seperti wet lum, shock lum,
leaky-capillary pulmonary edema dan adult respiratory distress syndrome.
Tidak ada tindakan yang spesifik untuk mencegah kejadian ARDS meskipun
faktor resiko sudah diidentifikasi sebelumnya. Pendekatan dalam penggunaan
model ventilasi mekanis pada pasien ARDS masih kontroversial. American-
european consensus conference (AECC) merekomendasikan pembatasan
volume tidal, positive end expiratory pressure (PEEP) dan hiperkapnea.

1.2 Rumusan Masalah


Dari latar belakang yang dijelaskan di atas dapat disimpulkan rumusan
masalahnya yaitu :
1. Apa definisi/pengertian Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS)?
2. Apa klasifikasi dari Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS)?
3. Apa saja etiologi/penyebab dari Acute Respiratory Distress Syndrome
(ARDS)?
4. Apa saja tanda dan gejala/manifestasi klinis Acute Respiratory Distress
Syndrome (ARDS)?
5. Bagaimana patofisiologi Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS)?

1
6. Bagaimana pathway Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS)?
7. Apa jenis pemeriksaan penunjang pada pasien dengan Acute Respiratory
Distress Syndrome (ARDS)?
8. Apa saja komplikasi pada pasien dengan Acute Respiratory Distress
Syndrome (ARDS)?
9. Apa saja penatalaksanaan pada pasien dengan Acute Respiratory
Distress Syndrome (ARDS)?
10. Bagaimana Asuhan Keperawatan pada Ny. S dengan Acute Respiratory
Distress Syndrome (ARDS)?

1.3 Tujuan
1. Mengetahui definisi Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS)
2. Mengetahui klasifikasi dari Acute Respiratory Distress Syndrome
(ARDS)
3. Mengetahui etiologi Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS)
4. Mengetahui manifestasi klinis Acute Respiratory Distress Syndrome
(ARDS)
5. Mengetahui patofisiologi Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS)
6. Mengetahui bagaimana pathway Acute Respiratory Distress Syndrome
(ARDS)
7. Mengetahui jenis pemeriksaan penunjang pasien dengan Acute
Respiratory Distress Syndrome (ARDS)
8. Mengetahui komplikasi dari Acute Respiratory Distress Syndrome
(ARDS)
9. Mengetahui penatalaksaan medis pasien Acute Respiratory Distress
Syndrome (ARDS)
10. Mengetahui bagaiamana Asuhan Keperawatan pada Ny. S dengan Acute
Respiratory Distress Syndrome (ARDS)

2
BAB II

TINJAUAN TEORI

2.1 Definisi

Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS) merupakan keadaan gagal


napas mendadak yang timbul pada klien tanpa kelainan paru yang mendasari
sebelumnya. Definisi ARDS pertama kali ditemukan oleh Asbaugh dkk
(1967) sebagai hipoksemia berat yang onset nya akut, infiltrat belateral yang
difus pada foto thorax dan penurunan compliance atau daya renggang paru
ARDS merupakan bentuk gagal napas akut yang berkembang progresif pada
penderita kritis dan cedera tanpa penyakit paru sebelumnya, ditandai dengan
adanya inflamasi parenkim paru dan peningkatan permeabilitas unit aveoli
kapiler yang mengakibatkan hiperventilasi, hipoksemia berat, dan infiltrate
luas.

ARDS adalah sindrom gawat pernapasan akut yang dikenal juga dengan
edema paru nonkardiogenik adalah kondisi kedaruratan paru yang tiba-tiba
dan bentuk kegagalan napas berat, biasanya terjadi pada orang yang
sebelumnya sehat yang telah terpajan pada berbagai penyebab pulmonal atau
non pulmonal (Hudak&Galo, 1977 dalam wahid 2013).

ARDS adalah penyakit paru berat yang dapat ditimbulkan oleh penyebab
langsung atau tidak langsung pada paru. ARDS ditandai dengan kondisi
radang (inflamasi) yang hebat pada jaringan paru, yang menyebabkan
gangguan pertukaran gas dan hipoksemia dan sering disertai gagal organ
multiple.

Acure Respiratory Distess Sydrome (ARDS) adalah type kegagalan paru


yang disebabkan oleh berbagai penyakit yang menyebabkan terkumpulnya
banyak cairan di paru. ARDS bukan suatu penyakit, tetapi suatu syndrome,
kumpulan dari beberapa gejala yang menyebabkan gagal paru/pernapasan.
Dapat terjadi secara mendadak pada pasien yang sebelumnya dengan paru
yang normal/sehat. Acute Respiratory Syndrome (ARDS) memberikan

3
kontribusi morbiditas dan mortalitas pada pasien yang dirawat di ICU
diseluruh dunia dan berakibat kerugian material dan non material yang berat.

Secara ringkas, terdapat 3 fase kerusakan alveolus pada ARDS yaitu :

a. Fase Eksudatif : Fase permulaan, dengan cedera pada endotelium dan


epitelium, inflamasi, dan eksudasi cairan. Terjadi 2 - 4 hari sejak
serangan akut.
b. Fase Proliferatif : terjadi setelah fase eksudatif, ditandai dengan influks
dan proliferasi fibroblast, sel tipe II, dan miofibroblast, menyebabkan
penebalan dinding alveolus dan perubahan eksudat perdarahan menjadi
jaringan granulasi seluler/membran hiyalin. Merupakan fase menentukan
: cedera bisa mulai sembuh atau menjadi menetap, ada resiko terjadi lum
rupture (pneumothorax).
c. Fase Fibrotik/Recovery : jika pasien bertahan sampai 3 minggu, paru
akan mengalami remodeling dan fibrosis. Fungsi paru berangsur-angsur
membaik dalam waktu 6 – 12 bulan, dan sangat bervariasi antar
individu, tergantung keparahan cederanya.

2.2 Klasifikasi

Kriteria Berlin mengklasifikasikan ARDS menjadi tiga kelompok


berdasarkan nilai PaO2/FiO2 :

a. Ringan (mild), yaitu PaO2/FiO2 lebih dari 200 mmHg tetapi kurang dari
dan sama dengan 300 mmHg dengan positive-end expiratory pressure
(PEEP) atau continous positive airway pressure (CPAP) lebih dari dan
sama dengan 5 cmH2O.
b. Sedang, yaitu PaO2/FiO2 lebih dari 100 mmHg tetapi kurang dari dan
sama dengan 200 mmHg dengan PEEP lebih dari dan sama dengan 5
cmH2O
c. Berat, yaitu jika PaO2/FiO2 kurang dari dan sama dengan 100 mmHg
dengan PEEP lebih dari sama dengan 5 cmH2O .

2.3 Etiologi

4
Menurut (Hudak&Galo, 1977 dalam wahid 2013) gangguan yang dapat
mencetuskan terjadinya ARDS adalah:

a. Trauma langsung pada paru


1) Pneumoni virus, bakteri, fungal
2) Contusion paru
3) Aspirasi cairan lambung
4) Inhalasi asap berlebih
5) Inhalasi toksin
6) Mengisap O2 konsentrasi tinggi dalam waktu lama
b. Non Pulmonal
1) Cedera Kepala
2) Peningkatan tekanan intracranial
3) Pascakardioversi
4) Pankreatitis
5) Uremia
c. Sistemik
1) Syok karena beberapa etiologi
2) Sepsis gram negatif
3) Hipotermia
4) Takar lajak obat (narkotik, salisilat, trisiklik, paraquat, metadon,
bleomisin)
5) Gangguan hematologi (DIC, tranfusi massif, bypass kardiopulmonal)
6) Eklamsia
7) Luka bakar

2.4 Manifestasi Klinis

1) Penurunan kesadaran mental


2) Takikardi, takipnoe
3) Dispnoe dengan kesulitan bernafas
4) Terdapat retraksi interkosta
5) Sianosis
6) Hipoksemia

5
7) Auskultasi paru : ronkhi basah, krekels, stridor, wheezing
8) Auskultasi jantung : BJ normal tanpa murmur atau gallop.

2.5 Patofisiologi

ARDS pada dewasa (ARDS) Fase akut cedera paru dan ARDS
dikarakterkan adanya influx cairan edema yang berisi protein ke dalam rongga
udara sebagai akibat peningkatan permeabilitas kapiler di alveolus. Cedera
pada sel epithelial alveolus diduga merupakan awal dari rangkaian proses
yang terjadi pada ARDS. Perlu diketahui bahwa sel epithelial pada alveolus
(pneumosit) terdiri dari dua jenis, yaitu pneumosit tipe I &II. Tipe I berbentuk
datar (flat) merupakan penyusunan terbesar (90%) tipe II berbentuk kubus,
menyusun 10% dari permukaan alveolus, dan lebih kuat terhadap cedera. Sel
tipe II berfungsi untuk menghasilkan surfaktan dan transport ion dan akan
berproliferasi dan berdiferensiasi menjadi tipe I setelah dia mengalami injuri.
Derajat kerusakan sel epithelial alveolus akan menentukan derajat keparahan
ARDS dan menjadi predictor bagi hasil terapinya. Semakin berat kerusakan
epitel, maka akan semakin berat keperahan penyakitnya.

Rangkaian kejadian pada perkembangan ARDS melewati 5 peristiwa sbb :

1) Peningkatan permeabilitas kapiler menyebabkan masuknya cairan


berlebihan ke dalam alveolus
2) Cedera dapat menyebabkan kerusakan sel pneumosit tipe II, yang
menyebabkan kegagalan transport cairan sehingga mengurangi
kemampuan untuk menghilangkan cairan edema pada alveoli
3) Rusaknya sel pneumosit tipe II juga menyebabkan berkurangnya produksi
surfaktan
4) Kerusakan pada sel epithelial memudahkan masuknya bakteri yang dapat
menyebabkan infeksi atau bahkan syok sepsis yang berkoontribusi
terhadap perkembangan ARDS

6
5) Jika cedera pada epithelial alveolus cukup berat, maka perbaikan epitel
yang kurang cukup atau tidak teratur dapat menyebabkan fibrosis paru.

2.6 Pathway

2.7 Pemeriksaan Penunjang

a. Pemeriksaan hasil Analisa Gas Darah Sampel darah yang diambil dari
darah arteri. Hasil pemeriksaan ada beberapa komponen utama:
1) PH (derajat keasaman) Alkalosis respiratori (PH > 7,4) pada tahap
dini. Asidosis respiratori/ metabolic pada tahap lanjut.
2) PA02 (tekanan parsial O2 arteri) Hipokkapnia (penurunan Pa02) <
200.

7
3) PACO2 (tekanan parsial CO2 arteri). Hipokapnia (penurunan PCO2)
pada tahap awal karena hiperventilasi. Hiperkapnia (peningkatan
PCO2) menunjukan gagal ventilasi.
4) BE (Base excess)
5) FiO2 (Kadar O2 yang digunakan)
b. Pemeriksaan Rontgen Dada Pada stadium awal tidak terlihat dengan jelas
atau dapat juga terlihat adanya bayangan infiltrate yang terletak ditengah
region perihilar paru. Pada stadium lanjut, terlihat penyebaran di
interstisial secara bilateral dan infiltrate alveolar, menjadi rata dan dapat
mencakup keseluruhan lobus paru-paru.
c. Tes Fungsi Paru Kapasitas pengisian paru-paru dan volume paru-paru
menurun terutama FRC, peningkatan anatomical dead space dihasilkan
oleh area dimana timbul vasokontriksi dan milkroemboli.

2.8 Komplikasi

Komplikasi Menurut Hudak & Gallo (1997), Komplikasi yang dapat terjadi
pada ARDS adalah:

a. Abnormalitas obstruktif terbatas (Keterbatasan aliran udara)


b. Defek difusi sedang
c. Hipoksemia selama latihan
d. Toksisitas okssigen
e. Sepsis
f. Multiple organ failure
g. Death
h. Permanent lung diseasease.
i. Oxygentoxicity
j. Barotrauma
k. Superinfeksi
l. Fibrosis pulmonaris
m. Kolaps paru
n. Infeksi bakteri
o. Abnormalitas fungsi paru

8
p. Kehilangan massa otot dan kelemahan

2.9 Penatalaksanaan

Medis

a. Pasang jalan nafas yang adekuat


b. Ventilasi mekanik
c. TEAP* Monitor system terhadap respon
d. Pemantauan oksigenisasi arteri
e. Cairan
f. Farmakologi (O2, Diuretik, A.B)
g. Pemeliharaan jalan nafas.

Keperawatan

a. Pemantauan yang ketat karena kondisi dapat berubah dengan cepat


menjadi situasi yang mengancam jiwa
b. Jika tidak menggunakan ventilasi mekanik, pasien dibaringkan dalam
posisi semi fowler untuk memungkinkan ekskursi maksimal toraks
c. Jika cairan tidak dibatasi, masukan diperbanyak untuk memperbaiki
kehilangan cairan selama nafas cepat dan untuk mengencerkan sekresi
d. Istirahat penting untuk mengurangi konsumsi oksigen dengan demikian
akan mengurangi kebutuhan oksigen
e. Kolaborasi dalam pemasangan dan pengawasan terhadap penggunaan
ventilator.
f. Dukungan nutrisi yang adekuat. Pasien dengan ARDS membutuhkan 35-
45 kkal/kg sehari untuk memenuhi kebutuhan normal. Nutrisi dapat
diberikan enteral namun nutrisi parenteral total dapat juga diperlukan.

Rehabilitasi

a. Ventilator dapat dilepas apabila telah dapat melakukan inspirasi dengan


tekanan 02 antara 40-50% dan tekanan PEEP antara 0-5 cmH20
b. Kebanyakan dari pasien telah mengalami penyembuhan setelah beberapa
hari. Akan tetapi perlu dipertimbangkan adanya kelemahan otot respirasi,

9
dan oleh karena ada penambahan deed space maka tambahan oksigen
tetap diperlukan ventilator telah dilepas.

BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN PADA TN. S DENGAN ARDS

Resume

Tn. S 30 tahun dirawat di ruang ICU RS Sehat Sentosa dengan diagnosa


medis ards, syok sepsis, pneumonia. Riwayat penyakit sekarang : pasien datang ke
IGD dengan keluhan sesak nafas. Keluarga mengatakan sesak nafas, batuk dan
sering berkeringat di malam hari sudah dirasakan 3 minggu sebelum masuk RS.

Riwayat penyakit dahulu: pasien memiliki riwayat penyakit TBC 2 tahun


yang lalu, pengobatan 9 bulan yang lalu dan sudah dikatakan tuntas oleh dokter.
Pasien juga memiliki riwayat DM tipe 2 tidak terkontrol dan memiliki riwayat
penyakit jantung. Pasien perokok berat, dan pasien memiliki riwayat
mengkonsumsi alkohol. Keluarga mengatakan di keluarganya memiliki keturunan
penyakit diabetes melitus.

Tanda-tanda vital saat ini: TD: 125/67 mmHg, MAP: 90 mmHg, HR: 104
x/menit, Suhu: 37⁰C. RR: 20 x/menit on ventilator dengan mode SIMV PC + PS,
PS: 4, FiO2: 90%, PEEP: 8, I:E rasio 1:2, Tidal volume 450.

Pada saat pengkajian, skor CPO: 4. Konjungtiva anemis, diameter pupil :


3mm/3mm. Refleks terhadap cahaya: +/+. Tampak penumpukan sekret pada

10
selang ETT dan mulut pasien. Auskultasi paru menunjukkan: Wheezing: +/+,
Ronchi: +/+.

Keluarga mengatakan merasa cemas dengan kondisi pasien saat ini,


keluarga menginginkan pasien dapat cepat pulih dan dipindahkan ke ruang rawat
inap agar keluarga pasien bisa bertemu dan mendampingi pasien.

3.1 Pengkajian

1. Identitas Pasien

Nama : Tn. S

Umur : 30 tahun

Jenis Kelamin : Laki-Laki

Agama : Islam

Pendidikan : SMA

Pekerjaan : IRT

Alamat : Bogor

Suku/Bangsa : Sunda

Tanggal masuk RS : 23-09-2021

Tanggal pengkajian : 23-09-2021

No rekam medis : 231105

Diagnosa Medis : Acute Respiratory Distress Syndrome, Syok


Sepsis,

Pneumonia.

2. Identitas Penanggung Jawab

Nama : Ny. R

Umur : 33 th

Hub. Dengan Pasien : Istri

11
3. Riwayat Kesehatan
a. Keluhan utama: Tn. S mengatakan sesak
b. Riwayat penyakit sekarang: Pasien datang ke IGD dengan keluhan
sesak nafas. Keluarga mengatakan sesak nafas, batuk dan sering
berkeringat di malam hari sudah dirasakan 3 minggu sebelum masuk
RS. Hasil foto thorax pneumonia, TB paru aktif, tidak tampak
kardiomegali ujung ETT setinggi v.Th 5.
c. Riwayat penyakit dahulu: Pasien mengatakan memiliki riwayat
penyakit TBC 2 tahun yang lalu, memiliki riwayat DM tipe 2 tidak
terkontrol, dan riwayat penyakit jantung.
d. Riwayat kesehatan sekarang (pengembangan dari keluhan utama):
Saat di ICU, terlihat cemas, TD:125/67 mmHg, MAP: 90 mmHg, HR:
104 x/menit, Suhu: 37⁰C. RR: 20 x/menit on ventilator dengan mode
SIMV PC + PS, PS: 4, FiO2: 90%, PEEP: 8, I:E rasio 1:2, Tidal
volume 450.
e. Riwayat penyakit dahulu: Pasien memiliki riwayat penyakit TBC 2
tahun yang lalu, pengobatan 9 bulan yang lalu dan sudah dikatakan
tuntas oleh dokter. Pasien juga memiliki riwayat DM tipe 2 tidak
terkontrol dan memiliki riwayat penyakit jantung. Pasien merokok
aktif dan pasien memiliki riwayat mengkonsumsi alkohol.
f. Riwayat penyakit keluarga: Keluarga mengatakan di keluarganya ada
yang memiliki keturunan penyakit Diabetes Melitus.
4. Pemeriksaan Fisik (saat di ICU)
a. Pemeriksaan Neurologis
Refleks fisiologis : +
Refleks patologis : -
b. GCS 8, E : 1 M : 5 , V :2
c. Kesadaran : somnolen
d. Tanda-tanda Vital
1) Tekanan Darah : 125/67 mmHg
2) MAP: 90 mmHg
3) HR: 104x/menit

12
4) Respirasi: 20x/mnt
5) Suhu: 37⁰C
6) Nilai CPOT: Pasien mengeluh nyeri sedang. Nilai = 4.
 Ekspresi wajah: Tegang
 Gerakan tubuh: Perlindungan
 Kesesuaian dengan ventilasi mekanik: Batuk tapi dapat
mentoleransi
 Ketegangan otot: Tegang dan kaku
e. Pemeriksaan Sistem Tubuh
1) Sistem Persepsi Sensori
Konjungtiva anemis, diameter pupil: 3 mm/3 mm. Refleks
terhadap cahaya: +/+
2) Sistem Pernapasan
Tampak penumpukan sekret pada selang ETT dan mulut pasien
Auskultasi: Wheezing : +/+, Ronchi: +/+
Rontgen: pneumonia, TB paru aktif, tidak tampak kardiomegali,
ujung ETT setinggi v.Th 5
3) Sistem Kardiovaskuler
Tidak ada suara jantung tambahan, HR: 104x/menit, TD: 125/67,
N: 124x/mnt, MAP: 90.
4) Sistem Pencernaan:
Abdomen
 Inspeksi: bentuk abdomen datar, tidak ada benjolan, tidak
tampak adanya trauma, tidak terlihat adanya bendungan
pembuluh darah vena pada abdomen.
 Palpasi: nyeri tekan tidak ada, benjolan atau massa tidak ada,
tanda asites tidak ada.
 Perkusi: suara abdomen tympani
 Auskultasi titik 2 terdengar bising usus 8 x/menit
5) Sistem Perkemihan
Frekuensi berkemih lebih sedikit daripada sebelum di rumah sakit
6) Sistem Integumen

13
CRT <2 detik, turgor kulit elastis
7) Aspek Psikologis
Keluarga mengatakan pasien dalam kesehariannya bersikap santai
dan tidak pernah berperilaku aneh.
8) Aspek Sosial
Keluarga mengatakan hubungan pasien dengan keluarga dan
lingkungan sekitar baik dan sering bersosialisasi.
9) Aspek Spiritual
Keluarga mengatakan pasien rajin shalat 5 waktu dan mengaji.
5. Data Penunjang
a. Data Laboratorium (Hematologi, Analisis Gas Darah Arteri)
Hasil Hematologis :
1) Hemoglobin: 9,4 g/dl (Anemia)
2) Hematokrit: 31% (Anemia)
3) Leukosit: 41,2x103 uL (Adanya gangguan)
4) Trombosit: 248x103 uL (Adanya gangguan)
5) Eritrosit : 3,38x106 uL (Anemia)
6) GDS : 503 mg/dl (DM)
Hasil AGD :
1) PH : 7,51
2) PCO2 : 46, 3 mmHg
3) HCO3 : 37,0 mmol/L
4) PO2 : 184 mmHg
5) SpO2 : 99%
6) BE : 13,1
Interpretasi Hasil : Alkalosis Metabolik Terkompensasi Sebagian
b. Pemeriksaan Resiko Jatuh dengan Morse Scale (sesuai usia)
Total score : 35
Interpretasi Hasil: Resiko rendah pasien jatuh
c. Pemeriksaan Foto Thorax tanggal 22-09-2021
X-Ray dada yang diperoleh Pneumonia, TB Paru aktif, Tidak tampak
Kardiomegali, ujung ETT setinggi v.Th 5.

14
6. Penatalaksanaan Medis
a. Ventilator
Mode : SIMV PC+PS
Triger :-
Tidal Volume : 450 mL
FiO2 : 90%
PS :4
PEEP : 8 torr (1,33 kPa)
RR : 20x/mnt
I:E Rasio : 1:2
b. Obat-obatan dan Cairan
1) NaCl 0,9% dosis 500 cc/24 jam IV indikasi: dehidrasi isotonik
ekstraseluler, side effects: bengkak, nyeri sendi, kaku, kram otot.
2) Omeprazole dosis 2x40 mg oral indikasi: untuk mengatasi
gangguan lambung, effects: mual, muntah, diare, sakit kepala, rasa
kembung.
3) Paracetamol dosis 3x500 mg oral indikasi: untuk analgesik dan
antipiretik, efek: mual, sakit perut bagian atas, gatal-gatal, urine
berwarna gelap.
4) Simvastatin dosis 1x20 mg oral indikasi: obat statin. Menurunkan
kolesterol dan lemak jahat (LDL, trigliserida), efek: sakit kepala,
nyeri sendi, nyeri otot ringan, konstipasi.
5) Ventolin dosis 3x/hari inhalasi indikasi: obat selektif Beta 2
adrenergic agonists. Mengobati masalah saluran pernapasan,
merilekskan otot saluran pernapasan, mencegah penyempitan
saluran napas. Efek: tremor, sakit kepala, takikardia, hipokalemia,
gangguan pembuluh darah.
6) Meropenem dosis 3x1gr IV indikasi: antibiotik atau antibakteri .
Efek: mual, muntah, sakit perut, diare, sakit kepala.
7) Levofloxacin dosis 1x70 mg oral indikasi: antibiotik golongan
quinolone. Obat untuk Pneumonia, efek: gangguan pencernaan,
mual muntah, pusing, sakit kepala, gangguan tidur.

15
8) Raivas dosis 8 mg/50 ml IV indikasi: norepinefrin adalah suatu
amin simpatomimetik, yang bekerja melalui efek pada reseptor
Alfa dan reseptor beta, untuk mengontrol tekanan darah. Efek:
iskemia, bradikardia, ansietas, sakit kepala, kesulitan bernapas,
nekrosis ekstravasasi.
9) Novorapid 5 unit subkutan indikasi: mengurangi tingkat gula darah.
Efek: hipoglikemia, rekasi anafilaksi.
10) Clopidogrel dosis 1x 75 mg oral indikasi: untuk efek agregasi dan
menghambat pembentukan trombus. Menghambat reseptor P2Y12
di platelet secara irreversible. Efek: diare, mudah memar,
perdarahan sulit berhenti, nyeri perut, gangguan pencernaan.
11) Acetylcystein dosis 3 x 200 mg oral indikasi: obat golongan
mukolitik untuk mengencerkan dahak yang menghalangi saluran
pernafasan. Efek: mengantuk, mual muntah, sariawan, pilek,
demam.
c. Nutrisi
1) Oral
2) Enteral
3) Parenteral
7. Data Fokus

Data Subjektif Data Objektif


Saat masuk RS (UGD) Pasien Saat masuk RS (UGD)
mengatakan : 1. Afebris (tanpa demam)
1. Sesak 2. Saturasi oksigen 99%
2. Perokok berat 3. Sangat cemas
3. Memiliki riwayat penyakit 4. Diaporesis
TBC 2 tahun yang lalu, 5. Gas darah arteri: pH 7,51,
pengobatan 9 bulan yang lalu PCO2: 46, 3 mmHg, HCO3:
dan sudah dikatakan tuntas 37,0 mmol/L, PO2: 184 mmHg
oleh dokter. 6. RPM +
4. Memiliki riwayat DM tipe 2 7. Hasil foto Thorax :
tidak terkontrol Pneumonia, TB paru aktif,

16
5. Memiliki riwayat penyakit tidak tampak kardiomegali,
jantung ujung ETT setinggi v.Th 5.
6. Memiliki riwayat
Saat masuk ICU :
mengkonsumsi alkohol
1. TD : 125/67 mmHg
2. MAP : 90 mmHg
3. HR : 104x/menit
4. RR : 20x/mnt
5. Suhu : 37⁰C
6. Nilai CPOT: 4
7. KU : Agitasi
8. Oksigenasi memburuk (SaO2:
88%)
9. Tampak penumpukan sekret
pada selang ETT dan mulut
pasien
10. Wheezing : +/+, Ronchi: +/+
11. Kepala tempat tidur
ditinggikan
12. Pengaturan ventilator tertinggi
mode kontrol: kecepatan 20
x/menit, volume tidal 450 mL,
tekanan ekspirasi akhir positif
8 torr, dan FiO2 90%.
13. Rontgen : kekeruhan yang
tersebar diseluruh paru-paru
dengan area konsolidasi di
lobus bawah.
14. Pasien mendapatkan terapi:
IVFD NaCl 0,9% 500cc/24
jam, Omeprazole 2 x 40 mg,
Paracetamol 3 x 500 mg,
Simvastatin 1 x 20 mg,

17
Ventolin 3 x/hari, meropenem
3x1 gr, levofloxacin: 1x70
mg, Raivas 8 mg/50 ml,
Novorapid 5 unit subkutan,
Clopidogrel 1 x 75 mg,
Acetylcystein 3 x 200 mg.

8. Analisa Data (Saat Pasien Masuk ICU)

No Data Etiologi Masalah


1. DS: Pasien on ETT Trauma, kelainan Bersihan jalan
DO: neurologis nafas tidak
- Scan tomografi thorax: efektif
kekeruhan yang tersebar Gg. Syaraf
diseluruh paru-paru dengan pernapasan & otot
area konsolidasi di lobus pernapasan
bawah.
- Tampak penumpukan sekret Peningkatan
pada selang ETT dan mulut permeabilitas
pasien membran kapiler
- Wheezing : +/+, Ronchi: +/+ alveolar
- Hasil foto thorax: pneumonia,
TB paru aktif Gg. Endhotelium
- N: 104x/mnt, TD: 125/67 kapiler
mmHg, Suhu: 37⁰C
Cairan masuk ke
interstisial

Peningkatan
tahanan jalan napas

Kehilangan fungsi
sel silia pernapasan

18
Hipersekresi

Akumulasi sputum

Obstruksi jalan
napas

Bersihan jalan
napas tidak efektif

2. DS: Pasien on ETT Trauma, kelainan Gangguan


DO: neurologis pertukaran gas
- Oksigenasi memburuk (SaO2:
88%) Gg. Syaraf
- Hasil AGD: gas darah arteri pernapasan & otot
menunjukkan PH 7,51, PCO2: pernapasan
46,3 mmHg, HCO3: 37,0
mmol/L, PO2: 184 mmHg Peningkatan
- Skor CPOT: 4 (nyeri sedang) permeabilitas
- GDS: 503 mg/dl membran kapiler
alveolar

Gg. Ephitelium
alveolar

Penumpukan cairan
alveoli

Edema pulmo

Penurunan comlain
paru

19
Cairan surfaktan
menurun

Atelektasis kolaps
alveoli

Ventilasi dan
perfusi tidak
simbang

Gangguan
pertukaran gas

3.2 Diagnosis Keperawatan

1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan hipersekresi jalan


napas.
2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ketidakseimbangan
ventilasi-perfusi.

3.4 Intervensi Keperawatan

No. Diagnosis Tujuan dan


Intervensi Keperawatan
Dx Keperawatan Kriteria Hasil
1. (D.0001) (L.01001) (I.01012)
Manajemen Jalan Napas
Tujuan : Setelah
Bersihan jalan Buatan
diberikan intervensi Observasi
nafas tidak efektif
1. Monitor posisi selang
selama 2x24 jam,
berhubungan endotrakheal (ETT),
diharapkan terutama setelah mengubah
dengan
bersihan jalan posisi
hipersekresi jalan
napas meningkat 2. Monitor tekanan balon ETT
napas. setiap 4-8 jam
dengan kriteria 3. Monitor kulit area stoma
hasil: trakheostomi (misal.
1. Batuk efektif kemerahan, drainase,

20
meningkat perdarahan)
2. Produksi Terapeutik
sputum 1. Kurangi tekanan balon
secara periodik tiap shift.
menurun
2. Pasang orofaringheal
3. Mengi Menurun airway (OPA) untuk
4. Wheezing mencegah ETT tergigit
menurun 3. Cegah ETT terlipat
(Kinking)
5. Dispnea 4. Berikan p-oksigenasi 100%
menurun selama 30 detik (3-6 kali
6. Frekuensi napas ventilasi) sebelum dan
setelah penghisapan
membaik
5. Berikan volume pre-
7. Pola napas oksigenasi (baghing atau
membaik ventilasi mekanik) 1,5 kali
volume tidal
6. Lakukan penghisapan
lendir kurang dari 1,5 detik
jika diperlukan
7. Ganti fiksasi ETT setiap 24
jam
8. Ubah posisi ETT secara
bergantian (kiri dan kanan)
tutup setiap 24 jam
9. Lakukan perawatan mulut
(mis. Dengan sikat gigi,
kassa, pelembab bibir)

Edukasi
1. Jelaskan pada pasien dan
keluarga tujuan dan
prosedur pemasangan jalan
nafas buatan

Kolaborasi
1. Kolaborasi intubasi ulang
jika terbentuk mucous plug
yang tidak dapat dilakukan
penghisapan.
2. (D.0003) (L.01003) (I.01014)
Tujuan : Setelah Pemantauan Respirasi
Gangguan

21
pertukaran gas diberikan Observasi
berhubungan intervensi selama
1. Monitor frekuensi, irama,
dengan 2x 4 jam,
kedalaman dan upaya nafas
ketidakseimbangan diharapkan
2. Monitor pola nafas (seperti
ventilasi-perfusi. pertukaran gas
bradipneu, takipneu,
meningkat dengan
hiperventilasi, kussmaul,
kriteria hasil :
cheyne-stokes, biot,
1. Dyspnea
ataksik)
meningkat
3. Monitor adanya produksi
2. Bunyi nafas
sputum
tambahan
4. Monitor adanya sumbatan
menurun
jalan napas
3. Pco2 membaik
5. Palpasi kesimetrisan
4. Po2 membaik
ekspansi paru
5. Pola nafas
6. Auskultasi bunyi nafas
membaik
7. Monitor saturasi oksigen
8. Monitor nilai AGD
9. Monitor hasil x-ray thorax

Terapeutik
1. Atur interval pemantauan
respirasi sesuai kondisi
pasien
2. Dokumentasikan hasil
pemantauan

Edukasi
1. Jelaskan tujuan dan
prosedur pemantauan
2. Informasikan pemantauan,
jika perlu.

22
3.5 Implementasi & Evaluasi Keperawatan

Diagnosis Hari/T
Jam Implementasi Evaluasi
Keperawatan anggal
Bersihan jalan 25-09- 08.00 – Manajemen Jalan Napas S:-
2021 14.00 Buatan
nafas tidak
Observasi O : k/u : sedang, kes :
efektif 1. Memonitor posisi
Somnolen, Tekanan Darah :
berhubungan selang endotrakheal
(ETT), terutama 120/70 mmHg, HR:
dengan
setelah mengubah 98x/menit, Respirasi:
hipersekresi posisi 24x/mnt, Suhu: 36.9 ºC,
jalan napas. 2. Memonitor tekanan
balon ETT setiap 4-8 SpO2 : 98%, Wheezing : +/
jam + ↓, Ronchi: +/+ ↓
3. Memonitor kulit area
stoma trakheostomi
A : Kebersihan jalan nafas
(misal. kemerahan,
drainase, perdarahan) tidak efektif berhubungan
dengan hipersekresi jalan
Terapeutik
1. Mengurangi tekanan napas
balon secara periodik
tiap shift.
P : Intervensi dilanjutkan
2. Memasang
orofaringheal airway
(OPA) untuk
mencegah ETT tergigit
3. Mencegah ETT
terlipat (Kinking)
4. Memberikan p-
oksigenasi 100%
selama 30 detik (3-6
kali ventilasi) sebelum
dan setelah
penghisapan
5. Memberikan volume
pre-oksigenasi
(baghing atau ventilasi
mekanik) 1,5 kali
volume tidal
6. Melakukan

23
penghisapan lendir
kurang dari 1,5 detik
jika diperlukan
7. Mengganti fiksasi ETT
setiap 24 jam
8. Mengubah posisi ETT
secara bergantian (kiri
dan kanan) tutup
setiap 24 jam
9. Melakukan perawatan
mulut (sikat gigi,
kassa, pelembab bibir)

Edukasi
1. Menjelaskan pada
pasien dan keluarga
tujuan dan prosedur
pemasangan jalan
nafas buatan

Kolaborasi
1. Melakukan kolaborasi
intubasi ulang jika
terbentuk mucous plug
yang tidak dapat
dilakukan
penghisapan.

Gangguan 25-09- 08.00 – Pemantauan Respirasi S:-


2021 14.00
pertukaran gas Observasi
O : Tekanan Darah : 120/70
berhubungan
1. Memonitor frekuensi, mmHg, HR: 98x/menit,
dengan
irama, kedalaman dan Respirasi: 24x/mnt, Suhu:
ketidakseimbang
upaya nafas 36.9 ºC, SpO2 : 98%,
an ventilasi-
2. Memonitor pola nafas Wheezing : +/+ ↓, Ronchi:
perfusi.
(seperti bradipneu, +/+ ↓, Hasil AGD : gas
takipneu, darah arteri menunjukkan
hiperventilasi, PH 7,40 PCO2: 44,5
kussmaul, cheyne- mmHg, HCO3: 25,5
stokes, biot, ataksik) mmol/L, PO2: 99 mmHg
Skor CPOT: 3 (nyeri

24
3. Memonitor adanya ringan)
produksi sputum
4. Memonitor adanya A : Gangguan pertukaran
sumbatan jalan napas gas berhubungan dengan
5. Melakukan palpasi ketidakseimbangan
kesimetrisan ekspansi ventilasi-perfusi.
paru
6. Melakukan auskultasi P : Intervensi dilanjutkan
bunyi nafas
7. Memonitor saturasi
oksigen
8. Memonitor nilai AGD
9. Memonitor hasil x-ray
thorax

Terapeutik
1. Mengatur interval
pemantauan respirasi
sesuai kondisi pasien
2. Melakukan
dokumentasikan hasil
pemantauan

Edukasi
1. Menjelaskan tujuan
dan prosedur
pemantauan
2. Menginformasikan
hasil pemantauan

BAB IV

PENUTUP

25
4.1 Kesimpulan

Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS) merupakan sindrom klinis


yang kompleks dari pada proses penyakit tunggal, dan membawa resiko
kematian yang tinggi. Peran kunci untuk perawat perawatan kritis adalah
deteksi dini dan pencegahan cedera paru-paru, sehingga penting untuk
memiliki pengetahuan tentang faktor risiko alat penilaian dan protokol, dan
strategi pencegahan dalam kaitannya dengan patofisiologi cedera paru-paru.

4.2 Saran

Dalam pembuatan makalah ini penulis menyadari tentu banyak


kekurangan dan kejanggalan baik dalam penulisan maupun penjabaran materi
serta penyusunan atau sistematik penyusunan.

Untuk itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang


membangun dari pembaca semua. Dan penulis juga berharap semoga makalah
ini dapat memberi manfaat bagi kita semua.

DAFTAR PUSTAKA

26

Anda mungkin juga menyukai