KELOMPOK 2 :
DOSEN PEMBIMBING :
FAKULTAS KESEHATAN
2022
Kata Pengantar
Puji syukur atas kehadirat Allah SWT atas berkat rahmat dan hidayahnya-lah
sehingga kami dapat menyelesaikan tugas ini dengan baik.Tak lupa pula penulis ucapkan
salam dan shalawat kepada Nabi Muhammad SAW,karena beliaulah yang telah
menghantarkan kita dari zaman jahiliyah menuju zaman yang penuh berkah.
Adapun judul makalah yang akan dibahas adalah “Asuhan Keperawatan pada Kasus
Kritis System Respirasi : Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS)”, dan kami sangat
berharap semoga dengan adanya makalah ini kami dapat memberikan sedikit gambaran dan
memperluas wawasan.
Dalam kesempatan ini kami menyampaikan ucapan terima kasih kepada semua pihak
yang telah membantu hingga terselesainya makalah ini,baik secara langsung maupun tidak
langsung.
Akhirnya kritik dan saran yang bersifat membangun penulis harapkan dari semua
pihak demi sempurnanya makalah ini.Semoga makalah ini bermanfaat bagi semua pihak yang
berkepentingan.
Kelompok 2
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...............................................................................................................i
DAFTAR ISI.............................................................................................................................ii
BAB I : PENDAHULUAN.......................................................................................................1
1.2 Tujuan...................................................................................................................................2
1.3 Manfaat.................................................................................................................................2
2.2 Konsep Asuhan Keperawatan pada Kasus Kritis System Respirasi : Acute Respiratory
Distress Syndrome (ARDS)...............................................................................................14
ii
2.2.2. Diagnosa Keperawatan...........................................................................................18
3.1 Kasus..................................................................................................................................21
3.2 Pengkajian..........................................................................................................................22
BAB IV : PENUTUP..............................................................................................................36
4.1 Kesimpulan.........................................................................................................................36
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................37
iii
BAB I
PENDAHULUAN
Sindrom gagal pernafasan merupakan gagal pernafasan mendadak yang timbul pada
penderita tanpa kelainan paru yang mendasari sebelumnya. Sindrom Gawat Nafas
Dewasa (ARDS) juga dikenal dengan edema paru nonkardiogenik merupakan sindroma
klinis yang ditandai penurunan progresif kandungan oksigen arteri yang terjadi setelah
penyakit atau cedera serius. Beberapa factor pretipitasi meliputi tenggelam, emboli
lemak, sepsis, aspirasi, pankretitis, emboli paru, perdarahan dan trauma berbagai bentuk.
Dua kelompok yang tampak menjadi resiko besar untuk sindrom adalah yang mengalami
sindrom sepsis dan yang mengalami aspirasi sejumlah besar cairan gaster dengan pH
rendah. Kebanyakan kasus sepsis yang menyebabkan ARDS dan kegagalan organ
multiple karena infeksi oleh basil aerobic gram negative. Kejadian pretipitasi biasanya
terjadi 1 sampai 96 jam sebelum timbul ARDS.
ARDS pertama kali digambarkan sebagai sindrom klinis pada tahun 1967. Ini meliputi
peningkatan permeabilitas pembuluh kapiler pulmonal, menyebabkan edema pulmonal
nonkardiak. ARDS didefinisikan sebagai difusi akut infiltrasi pulmonal yang
berhubungan dengan masalah besar tentang oksigenasi meskipun diberi suplemen oksigen
dan Pulmonary Arterial Wedge Pressure (PAWP) kurang dari 18 mmHg.
ARDS sering terjadi dalam kombinasi dengan cidera organ multiple dan mungkin
menjadi bagian dari gagal organ multiple. Prevalensi ARDS diperkirakan tidak kurang
dari 150.000 kasus pertahun. Sampai adanya mekanisme laporan pendukung efektif
berdasarkan definisi konsisten, insiden yang benar tentang ARDS masih belum diketahui.
Laju mortalitas tergantung pada etiologi dan sangat berfariasi, ARDS adalah penyebab
utama laju mortalitas di antara pasien trauma dan sepsis, pada laju kematian menyeluruh
1
kurang lebih 50%-70%. Perbedaan sindrom klinis tentang berbagai etiologi tampak
sebagai manifestasi patogenesis umum tanpa menghiraukan factor penyehab.
Oleh karena itu, penanganan ARDS sangat memerlukan tindakan khusus dari perawat
untuk mencegah memburuknya kondisi kesehatan klien. Hal tersebut dikarenakan klien
yang mengalami ARDS dalam kondisi gawat yang dapat mengancam jiwa klien.
1.2 Tujuan.
Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini adalah : Untuk memenuhi tugas
Keperawatan Kritis, serta dapat memahami dan memberi pengetahuan pada
mahasiswa mengenai “Asuhan Keperawatan pada Kasus Kritis System Respirasi :
Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS)”.
1.3 Manfaat.
Adapun manfaat dari pembuatan makalah adalah Makalah ini sekiranya dapat dijadikan
sebagai sumber pengetahuan serta dapat menambah wawasan mahasiswa mengenai
“Asuhan Keperawatan pada Kasus Kritis System Respirasi : Acute Respiratory Distress
Syndrome (ARDS)”.
2
BAB II
TINJAUAN TEORI
ARDS adalah kelainan yang progresif secara cepat dan awalnya bermanifestasi klinis
sebagai sesak napas (dyspneu dan tachypneu) yang kemudian dengan cepat berubah
3
menjadi gagal napas yang umumnya terjadi pada pasien dengan rentang usia 11
sampai dengan diatas 48 tahun (Bakhtiar & Maranatha, 2015).
1. Ringan (mild), yaitu PaO2/FiO2 >200 mmHg, tetapi ≤300 mmHg dengan
Positive-end Expiratory Pressure (PEEP) atau Continuous Positive Airway
Pressure (CPAP) ≥5 cmH2O.
2. Sedang, yaitu PaO2/FiO2 >100 mmHg, ≤ 200 mmHg dengan PEEP ≥5 cmH2O.
3. Berat, yaitu jika PaO2 /FiO2 ≤ 100 mmHg dengan PEEP ≥5 cmH2O.
Penyebab spesifik ARDS masih belum pasti, banyak faktor penyebab yang dapat
berperan pada gangguan ini menyebabkan ARDS tidak disebut sebagai penyakit tetapi
sebagai sindrom, ada beberapa faktor yang diduga kuat sebagai faktor predisposisi
terjadinya mioma uteri, yaitu :
1. Sepsis.
Aspirasi cairan lambung menduduki tempat kedua sebagai faktor risiko ARDS (30
%). Aspirasi cairan lambung dengan pH<2,5 akan menyebabkan penderita
mengalami chemical burn pada parenkim paru dan menimbulkan kerusakan berat
pada epitel alveolar (Issa & Shapiro, 2016).
4
Cidera kapiler/destruksi kapiler apabila kerusakan berawal di membran kapiler,
maka akan terjadi pergerakan plasma dan sel darah merah ke ruang interstisium.
Hal ini meningkatkan jarak yang harus ditempuh oleh oksigen dan karbon
dioksida untuk berdifusi, sehingga kecepatan pertukaran gas menurun. Cairan
yang menumpuk di ruang interstisium bergerak ke dalam alveolus, mengencerkan
surfaktan dan meningkatkan tegangan permukaan. Gaya yang diperlukan untuk
mengembangkan alveolus menjadi sangat meningkat. Peningkatan tegangan
permukaan ditambah oleh edema dan pembengkakan ruang interstisium dapat
menyebabkan atelektasis, kompresi yang luas.
Penyebab ARDS ini banyak dan bermacam-macam dimana sindrom ini disebabkan
oleh cedera paru yang langsung maupun tidak langsung yang bisa terjadi pada
individu yang sebelumnya kondisinya sehat dan berubah mengalami cedera. Cedera
5
langsung pada ARDS ini bisanya terjadi melalui aspirasi, infeksi paru, trauma toraks
dan inhalasi toksik sedangkan pada cedera tidak langsung yang menyebabkan ARDS
ini ialah sindrom sepsis, luka bakar, trauma, transfusi darah multiple, bypass jantung-
paru, pankreatitis dan emboli lemak. Kebanyakan pasien yang menderita ARDS ini
memerlukan ventilasi mekanik untuk bernapas (Morton et al., 2011, p. 771).
Proses patologi dari ARDS ini tidak terbatas pada endotelium paru saha tetapi hal ini
merupakan hasil perubahan epitelium paru dan jaringan vascular, serta perkembangan
membran hialin, peningkatan edema paru, dan gangguan pertukaran gas yang
merupaak tanda utama adanya ARDS, perubahan patologis ARDS ini secara langsung
berghubungan dengan kaskade kejadian yang disebabkan oleh pelepadsan mediator
sel dan biokimia yang dimana aktivitasi, interaksi dan kerja multisystem dari mediator
biologis yang sangat kompleks (Morton et al., 2011, p. 772).
6
WOC ARDS
7
2.1.5 Manifestasi Klinis
Klien mengeluh sulit bernafas akibat retraksi atau adanya sesuatu yang
menghalangi atau mempersempit jalan nafas. Selain itu pasien juga ada yang
mengalami sianosis, yaitu kondisi ketika jari tangan, kuku dan bibir tampak
berwarna kebiruan karena kurangnya oksigen dalam darah. Hal tersebut juga
dapat menyebabkan pasien mengeluh sulit bernafas.
Adanya suara nafas tambahan pada pasien seperti wheezing, ronkhi, crackling.
Salah satu penurunan kesedaran mental adalah disorientasi, dimana klien bingung
atau lupa akan identitas maupun kondisi sekitar, seperti lokasi atau waktu.
5. Takikardi, takipnea.
Dispnea merupakan kondisi seseorang kesulitan bernafas atau nafas terasa berat.
8
8. Hipoksemia.
Compliance paru merupakan perubahan volume paru yang terjadi per perubahan
tekanan pada paru.
10. Pernapasan yang dangkal dan cepat pada mulanya, yang menyebabkan alkalosis
respiratorik karena karbon dioksida yang terbuang (Carwin,2009).
1. Infeksi Nosokomial.
Komplikasi yang dapat terjadi adalah infeksi nosokomial yang terjadi pada hampir
setengah pasien, miopati yang berkaitan dengan blokade neuromuskular jangka
panjang, tromboemboli vena, perdarahan traktus GI, serta nutrisi inadekuat.
2. Kegagalan Pernafasan.
3. Pneumonia.
Pneumonia dapat timbul setelah ARDS, karena adanya penimbunan cairan di paru
dan kurangnya ekspansi paru.
4. Gagal ginjal dan tukak saluran cerna karena stress (stress ulcers) dapat
mengakibatkan hipoksia.
9
5. Dapat timbul koagulasi intravascular diseminata akibat banyaknya jaringan yang
rusak pada ARDS (Schreiber, 2018).
1. Penatalaksanaan Farmakologi.
b. Heparin.
Sukralfat 4x1000 mg dapat diberikan per oral atau via selang nasgogastrik
(NGT). Ranitidin 2x150 mg dapat diberkan per oral/NGT atau 3-4x50 mg
intravena, atau omeprazole 1x40 mg peroral/intravena/per NGT.
Ventilasi dengan posisi prone dapat dilakukan pada pasien ARDS walaupun
belum direkomendasikan secara rutin karena masih kurangnya data yang
mendukung hal ini. Namun pada 70% pasien ARDS, posisi prone dapat
10
memperbaiki oksigenasi, menghasilkan peningkatan Pa02 yang signifikan,
memperbaiki bersihan sekret dan dapat dipertimbangkan jika pasien
membutuhkan PEEP >12 cm H2O dan FiO2 >0,60 dan paling baik dilakukan
pada ARDS dengan onset kurang dari 36 jam. Mekanisme yang terjadi pada
posisi prone adalah terjadinya rekrutmen paru dorsal bersamaan dengan
kolapsnya paru ventral sehingga perfusi lebih mudah didistribusikan.
Obat sistem saluran nafas golongan agonis adrenoreseptor beta 2 selektif kerja
pendek dengan efek bronkodilatasi sehingga merelaksasi bronkus.
h. Cefosublactam, IV Bolus.
i. Omeprazole, IV Bolus.
11
j. Ondancentron, IV Bolus
k. Perimpera, IV Bolus.
l. Novorapid, subcutan.
Insulin analog kerja cepat (Rapid Acting) dengan insulin asphart guna
menurunkan gula darah setelah 10-20 menit pemakaian
a. Posisi Pronasi.
b. Manajemen Cairan.
Manajemen cairan harus dibedakan dengan resusitasi cairan pada tahap awal,
terutama bila terjadi syok. Manajemen cairan dilakukan dengan konservasi
cairan dan menjaga balans negatif. Hal ini dapat mempersingkat durasi
penggunaan ventilator. Albumin dan diuretik dapat dipertimbangkan untuk
diberikan. Balans negatif umumnya dilakukan selama 7 hari pertama.
Pemantauan output urin juga harus dilakukan dengan ketat. Balans negatif
juga dapat mengurangi kebutuhan pasien ARDS akan vasopresor.
c. Terapi Nutrisi.
Pemberian nutrisi pada pasien ARDS dapat dilakukan setelah 48-72 jam
mendapatkan ventilasi mekanik. Nutrisi dapat diberikan secara enteral via
12
selang nasogastrik, kecuali bila terdapat indikasi. Nutrisi yang dapat diberikan
sebaiknya adalah formula rendah karbohidrat tinggi lemak. Pemberian nutrisi
terlalu dini, kalori terlalu tinggi, atau trophic feeding sebaiknya tidak
dilakukan karena dapat meningkatkan mortalitas.
1. Laboratorium.
2. Radiologi.
Pada awal proses, dari foto thoraks bisa ditemukan lapangan paru yang relatif
jernih, namun pada foto serial berikutnya tampak bayangan radioopak yang difus
atau patchy bilateral dan diikuti pada foto serial berikutnya tampak gambaran
confluent tanpa gambaran kongesti atau pembesaran jantung. Dari CT scan
tampak pola heterogen, predominan limfosit pada area dorsal paru (foto supine)
(Issa & Shapiro, 2016).
3. USG.
USG paru untuk mengetahui adanya kelainan serta adanya gambaran lesi pada
kedua lapang paru.
4. Bronkoskopi.
13
2.2. Konsep Asuhan Keperawatan pada Kasus Kritis System Respirasi : Acute
Respiratory Distress Syndrome (ARDS).
Pengkajian adalah tahap awal dari proses keperawatan dan merupakan proses yang
sistematis dalam pengumpulan data dari berbagai sumber data untuk mengevaluasi
dan mengidentifikasi status kesehatan pasien menurut Lyer et al (1996, dalam Setiadi,
2012).
2. Pengkajian ABCD.
Strategi penilaian ini biasanya digunakan dalam konteks perawatan kritis, dan
sangat cocok untuk penilaian cepat atau gawatdarurat. Pengkajian meliputi :
a. Airway (A).
Cari adanya tanda sumbatan jalan nafas dengan menilai adanya suara serak,
stridor, snoring, gurgling, dan ketidakmampuan berbicara.
b. Breathing (B).
14
Palpasi adanya deviasi trakea, emfisema subkutan, krepitasi, nyeri tekan
toraks.
c. Circulation (C).
Palpasi irama dan kekuatan nadi, waktu pengisian kapiler (nilai normal < 3
detik), suhu anggota tubuh, dan kulit berkeringat, lembab, hangat, atau
dingin.
d. Disability (D).
Inspeksi ukuran pupil, kesetaraan, dan reaksi terhadap cahaya, serta trauma
kepala termasuk tanda fraktur basis cranii. Catat konsentrasi glukosa darah
(rentang normal, 70 - 140 mg/dl), respons Alert Verbal Pain Unresponsive
(AVPU) dan skor Glasgow Coma Scale (GCS) (skor normal, 15/15). Kaji
tingkat kesadaran akibat penurunan fungsi neurologis dan keluhan nyeri.
e. Exposure (E).
15
Palpasi adanya tromboemboli vena dan edema.
3. Keluhan Utama.
Timbulnya rasa nyeri pada dada serta sesak nafas dan sianosis yang terlihat pada
pasien. Adapun yang perlu dikaji pada rasa nyeri tersebut adalah : Lokasi nyeri,
Intensitas nyeri, waktu dan durasi, kualitas nyeri.
4. Riwayat Kesehatan.
Saat dilakukan pengkajian terlihat sesak nafas serta kesulitan dalam bernafas
dan nyeri dada, adakah otot bantu pernafasan.
Keluarga dengan riwayat penyakit pernafasan serta pria dengan Ras kulit
hitam memiliki 2 kali resiko lebih tinggi terserang ARDS.
5. Pemeriksaan Fisik.
a. Keadaan Umum.
Kaji Respirasi, SPO2 dan pantau irama nafas pasien serta amati apakah ada
otot bantu nafas.
2) Mata.
16
Lihat konjungtiva anemis, apakah skelra ikterik atau tidak serta amati
pergerakan bola mata simetris.
3) Hidung.
Lihat kesimetrisan dan kebersihan serta apakah ada lesi atau polip.
4) Telinga.
Lihat kebersihan pada telinga dan amati apakah terdapat lesi atau
perdarahan dan kelainan bentuk pada telinga.
5) Mulut.
Lihat kesimetrisan mulut, kaji mukosa bibir kering atau lembab, apakah
terlihat sianosis pada bibir serta apakah ada perdarahan dan apakah pasien
menggunakan gigi palsu.
Raba dan rasakan adanya pembengkakan kelenjar getah bening serta amati
apakah terdapat lesi pada leher atau tidak.
7) Dada/Torax.
8) Abdomen.
9) Ekstremitas.
17
Apakah terdapat pembengkakan pada ekstremitas atas dan bawah serta
apakah terdapat lesi atau tidak.
Diagnosis keperawatan adalah suatu penilaian klinis terhadap adanya pengalaman dan
respon individu, keluarga ataupun komunitas terhadap masalah kesehatan, pada risiko
masalah kesehatan atau pada proses kehidupan. Diagnosis keperawatan adalah bagian
vital dalam menentukan proses asuhan keperawatan yang sesuai dalam membantu
pasien mencapai kesehatan yang optimal. Mengingat diagnosis keperawatan sangat
penting maka dibutuhkan standar diagnose keperawatan yang bisa diterapkan secara
nasional di Indonesia dengan mengacu pada standar diagnosa yang telah dibakukan
sebelumnya (PPNI, 2016).
18
2.2.3. Intervensi Keperawatan.
Kriteria Hasil :
b. Dispnea menurun.
d. Takikardia membaik.
Kriteria Hasil :
19
f. Pasien tidak dehidrasi.
i. Tekanan darah dalam batas normal (120/70mmHg) dan nadi dalam batas
normal (80 – 100x/menit).
Kriteria Hasil :
20
BAB III
PEMBAHASAN
3.1. Kasus.
Pasien Ny. M usia 53 Tahun dilarikan ke Rumah Sakit Awal Bross Pekanbaru sehari
yang lalu karena tiba-tiba klien tidak sadarkan diri, mengalami demam, batuk, nafas
sesak dan pasien merasa mual. Setelah dilakukan pengkajian didapat diagnose medis
gagal napas, Pengkajian breathing didapatkan hasil pasien gagal napas, frekuensi
napas RR : 40x/menit, pada pemeriksaan fisik paru-paru inspeksi : terdapat
penggunaan otot bantu napas, auskultasi terdengar bunyi napas ronkhi, pasien tampak
terpasang ventilator NIV mode spont PS dengan FiO2 80% PEEP 4, PS : 8, SpO2 :
88%, volume tidal 420. Berat Badan pasien : 70 kg, TB : 160 cm, IMT : 27,3 cm,
LILA : 23 cm. Blood didapatkan hasil tekanan darah 140/70 mmHg, frekuensi nadi
HR : 117x/menit irama ireguler, akral hangat, tidak ada sianosis, CRT < 2 detik, suhu
38 C. Pasien terpasang NGT, ada lender kental saat dilakukan isap lendir. Brain
didapatkan hasil kesadaran sopor dengan skor GCS 5 E2 V1 M2, ukuran pupil 2 mm,
bladder didapatkan hasil pasien terpasang DC ukuran 16 Fr, IWL 40,625,
keseimbangan cairan 121,87 produksi urine tampak berwarna kemerahan. Bowel
didapatkan hasil pasien tampak belum BAB selama di ruang ICU, terdapat distensi
abdomen pada pemeriksaan fisik abdomen dan bising usus 8x/menit. Bone didapatkan
hasil kekuatan otot ekstermitas atas 3/3, ekstermitas bawah 3/3. Tidak terdapat luka di
bagian tubuh pasien. Pasien terpasang Heart Monitor. Keluarga mengatakan pasien
memiliki Riwayat Parkinson 2 tahun yang lalu. Hasil pemeriksaan laboratorium
didapatkan Leukosit (14,490 mm3) ; HB (11%) ; Trombosit (234.000/mm3) ; HCT
(33,10) ; GDA (84 mg/Dl) ; Natrium (137,9 mmol/L) ; Kalium (3,84 mmol/L) ;
Chlorida (104,5 mmol/L) ; PT (28,3) ; APTT (51,3) ; PCT (0,217) dan INR (2,09).
Obat-obat yang digunakan saat ini adalah Ventolin, Nebul venti 3x1 ; Bisolvon, nebul
venti 3x1 ; Cefosublactam, IV Bolus 2x2 gr ; Omeprazole, IV Bolus 2x40 gr ;
Ondancentron, IV Bolus 2x8 gr ; Perimpera, IV Bolus 3x1 ; Novorapid,
subcutan 3x1.
21
3.2. Pengkajian.
1. Informasi Umum.
Nama : Ny. M
Umur : 53 Tahun
Dari/Rujukan : ICU
No. MR : 023 46 78
2. Pengkajian ABCDE.
a. Airway (A).
Jalan nafas cepat, secret kental produktif, ada reflek batuk bila dilakukan isap
lendir.
b. Breating (B).
Terpasang Ventilator NIV mode spont PS.
FiO2 : 80%
PEEP :4
PS :8
SPO2 : 88%
Volume Tidal : 420
RR klien : 40 x/menit
Bunyi nafas ronkhi
c. Circulation (C).
TD : 140/70 mmHg
N : 117 x/menit
Suhu : 38 ˚C
CRT : < 2 detik
22
Irama : Ireguler
Akral : Hangat.
Tidak ada Sianosis
d. Disability (D).
GCS :5 E2V1M2
Kesadaran : Sopor
Ukuran pupil : 2 mm
e. Expousure (E).
Di bagian tubuh klien dari kepala sampai kaki tidak terdapat luka.
Ukuran : 16 Fr
g. Gastric Tube (G).
Lama Pemakaian : Pasien terpasang DC, lama pemakaian 1 hari
Ukuran : 16 Fr
h. Heart Monitor (H).
Pasien terpasang heart monitor
3. Riwayat Kesehatan.
a. Keluhan Utama.
23
x/menit, pada pemeriksaan fisik paru-paru inspeksi : terdapat penggunaan otot
bantu napas, auskultasi terdengar bunyi napas ronkhi, dengan terpasang
ventilator NIV mode spont PS dengan FiO2 80% PEEP 4, PS : 8, SpO2 : 88%,
volume tidal : 420.
4. Keadaan Umum.
c. Antropomentri.
BB : 70 kg
TB : 160 cm
IMT : 27,3 cm
LILA : 23 cm
TD : 140/70 mmHg
N : 117 x/menit
RR : 40 kali/mnt
S : 38 ˚C
1. Kepala.
24
Mesosefal, tidak ada hemtom atau luka pada kepala.
b. Mata.
Konjungtiva tidak anemis, sclera tidak icteric, pupil isokor, tidak ada
hematom kelopak mata.
c. Telinga.
d. Hidung.
e. Mulut.
f. Leher.
2. Dada.
a. Paru – Paru.
b. Jantung.
Inspeksi : Datar
25
Auskultasi : Bunyi jantung I dan II murni, gallops (-)
3. Tangan.
4. Abdomen.
Inspeksi : Datar
Terpasang kateter, bentuk skrotum normal, penis normal dan tidak ada jejas.
7. Kaki.
8. Punggung.
Kesadaran : 1 (sopor)
26
Inkontinensia : 1 ( tidak ngompol)
Sebelum sakit : Kebutuhan istirahat dan tidur klien tercukupi, klien biasanya
dalam sehari tidur 6-8 jam
Skala Morse :
Bedrest (0).
11. Psiko-Sosial-Spiritual.
Sebelum masuk ICU saat dirumah klien selalu sholat 5 waktu dan mengaji,
tetapi saat di ruang ICU klien hanya mendengarkan lantunan ayat suci Al-
Qur`an menggunakan speaker.
12. Cairan-Nutrisi-Eliminasi.
1. Intake Oral/Enteral.
b. Frekuensi makan.
27
c. Jumlah makan cair : 6 x 300 ml/hari (tampak dlm 1 shift)
2. Eliminasi
f. BAB
28
adanya anemi
Trombosit 234.000 150.000400.000/mm3 Untuk
mengetahui
adanya
trombositopeni
HCT 33,10 37,0 – 47,0 Untuk
mengetahui
kekentalan
darah
GDA 84 80 - 120 mg/dL Untuk
mengetahui
nilai gula
darah stabiil
atau tidak
Natrium 137,9 135 – 145 mmol/L ungsi jantung
dan ginjal
Kalium 3,84 3,5 – 5 mmol/L fungsi jantung
dan ginjal
Chlorida 104,5 95 – 108 mmol/L Mengetahui
fungsi tulang
PT 28,3 11,9 – 15 Mengetahui
status
koagulasi
pasien
APTT 51,3 26,4 – 4 Mengetahui
status
koagulasi
pasien
PCT 0,217 1,08 – 2.82 10^3 Untuk
mengetahui
infeksi bakteri
INR 2,09 2 Mengetahui
waktu bisa
29
membekukan
darah
30
mual dan muntah akibat obat, ulkus
peptikum, stenosis piloris (ringan),
dispepsia.
1. DS : Gangguan Ventilasi
Spontan (D.0004)
Keluarga mengatakan Acute respiratory distress
pasien sehari yang syndrome (ARDS)
lalu tiba-tiba tidak
sadarkan diri,
mengalami demam, Penurunan Aktivitas
Keluarga mengatakan
pasien memiliki Atelektasis
Riwayat Parkinson 2
tahun yang lalu
Penurunan Keseimbangan
DO :
Ventilasi Perfusi
Breathing didapatkan
hasil pasien gagal
napas. Gangguan Ventilasi
Spontan
Frekuensi napas RR :
40x/menit.
Pada pemeriksaan
fisik paru-paru
31
inspeksi : terdapat
penggunaan otot
bantu napas.
Auskultasi terdengar
bunyi napas ronkhi.
Pasien tampak
terpasang ventilator
NIV mode spont PS
dengan FiO2 80%
PEEP 4, PS : 8, SpO2
: 88%, volume tidal
420.
Tekanan Darah :
140/70 mmHg.
Frekuensi nadi HR :
117 x/menit.
Penurunan kesadaran
GCS 5 (E2V1M2)
DO :
Invasi Bakteri
Suhu : 38 ˚C
32
Leukosit : 14.490
mm3
PT : 28,8
Risiko Infeksi
APTT : 51,3
PCT : 0,217
Cefosublactam, IV
Bolus : 2 x 2
3.5.Intervensi Keperawatan.
volume tidal menurun : 420 ml, mampu bernafas secara adekuat. mengelola kepatenan jalan
SaO2 menurun : 88%, penurunan nafas
33
Penurunan cadangan energi yang Dispnea menurun. usaha napas)
mengakibatkan individu tidak Penggunaan otot bantu Monitor bunyi napas
mampu bernafas secara adekuat. napas menurun. tambahan.
Takikardia membaik. Monitor sputum (jumlah,
Faktor Risiko :
PCO2 Membaik. warna, aroma)
Kelelahan Otot Pernafasan.
Terapeutik
Gejala dan Tanda Mayor
Lakukan penghisapan
Subjektif : lendir kurang dari 15
detik
Dispnea
Edukasi
Objektif :
Anjurkan asupan cairan
Penggunaan otot bantu jalan 2000 ml/hari, jika tidak
nafas meningkat. kontraindikasi
34
sebelum dan setelah
dilakukan penghisapan.
Monitor status oksigen
(SaO2).
Terapeutik
Berikan oksigen dengan
konsentrasi tinggi
(100%) paling sedikit 30
detik sebelum dan
setelah Tindakan.
Lakukan penghisapan
kurang dari 10 detik.
Lakukan kultur dan uji
sensitifitas secret, jika
perlu.
Edukasi
Anjurkan bernapas
dalam dan pelan selama
insersi kateter.
Kolaborasi
Kolaborasi pemberian
bisolvon nebul venti,
jika perlu.
35
BAB IV
PENUTUP
4.1. Kesimpulan.
36
DAFTAR PUSTAKA
Azizah., dkk. 2021. Asuhan Keperawatan Pasien Gagal Nafas dalam Pemenuhan Kebutuhan
Oksigenai. Surakarta : Diploma Three Nursing Study Program Kusuma Husada
University
Bakhtiar, A., & Maranatha, R. A. (2015). Jurnal Respirasi JR. Hospital Medicine Clinics,
4(4), 500–512.
Hartini, K., Amin, Z., Pitoyo, C. W., & Rumende, C. M. (2014). Faktor-Faktor yang
Mempengaruhi Mortalitas Pasien ARDS di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo
Jakarta.
Issa, N., & Shapiro, M. (2016). Acute respiratory distress syndrome. Trauma, Critical Care
and Surgical Emergencies: A Case and Evidence-Based Textbook.
Komang, A., & Herman, Achmad krisna, luhi. (2015). Acute Respiratory Distress Syndrom
Or ALI Berlin.
Muna, L., & Soleha, U. (2018). Faktor yang Mempengaruhi terjadinya ARDS di Ruang ICU
Rumah Sakit. Journal of Health Sciences
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia, Definisi dan
Indikator Diagnostik, Edisi I Cetakan III (Revisi). Jakarta Selatan : Dewan Pengurus
Pusat PPNI
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia, Definisi dan
Tindakan Keperawatan, Edisi I Cetakan II. Jakarta Selatan : Dewan Pengurus Pusat
PPNI
Tim Pokja SLKI DPP PPNI. 2019. Standar Luaran Keperawatan Indonesia, Definisi dan
Kriteria Hasil Keperawatan, Edisi I Cetakan II. Jakarta Selatan : Dewan Pengurus
Pusat PPNI
37