Anda di halaman 1dari 41

Keperawatan Kritis

LAPORAN MAKALAH KELOMPOK

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KASUS KRITIS SYSTEM RESPIRASI : ACUTE


RESPIRATORY DISTRESS SYNDROME (ARDS)

KELOMPOK 2 :

1. Gusvita Sari 19031008

2. Fadhila Putri 19031009

3. Eva Nurul Dianti 19031010

4. Pipit Yuliani 19031011

5. Nisaa Hidayah 19031013

6. Mellisa Aridna Putri 19031014

DOSEN PEMBIMBING :

Ns. T. Abdur Rasyid, M.Kep

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS KESEHATAN

UNIVERSITAS HANG TUAH PEKANBARU

2022
Kata Pengantar

Puji syukur atas kehadirat Allah SWT atas berkat rahmat dan hidayahnya-lah
sehingga kami dapat menyelesaikan tugas ini dengan baik.Tak lupa pula penulis ucapkan
salam dan shalawat kepada Nabi Muhammad SAW,karena beliaulah yang telah
menghantarkan kita dari zaman jahiliyah menuju zaman yang penuh berkah.

Adapun judul makalah yang akan dibahas adalah “Asuhan Keperawatan pada Kasus
Kritis System Respirasi : Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS)”, dan kami sangat
berharap semoga dengan adanya makalah ini kami dapat memberikan sedikit gambaran dan
memperluas wawasan.

Dalam kesempatan ini kami menyampaikan ucapan terima kasih kepada semua pihak
yang telah membantu hingga terselesainya makalah ini,baik secara langsung maupun tidak
langsung.

Akhirnya kritik dan saran yang bersifat membangun penulis harapkan dari semua
pihak demi sempurnanya makalah ini.Semoga makalah ini bermanfaat bagi semua pihak yang
berkepentingan.

Pekanbaru, 29 Oktober 2022

Kelompok 2

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...............................................................................................................i

DAFTAR ISI.............................................................................................................................ii

BAB I : PENDAHULUAN.......................................................................................................1

1.1 Latar Belakang.....................................................................................................................1

1.2 Tujuan...................................................................................................................................2

1.2.1 Tujuan Umum.............................................................................................................2

1.2.2 Tujuan Khusus.............................................................................................................2

1.3 Manfaat.................................................................................................................................2

BAB II : TINJAUAN TEORI..................................................................................................3

2.1 Konsep Penyakit Acute Respiratory Distress Syndrome ARDS..........................................3

2.1.1. Definisi ARDS.........................................................................................................3

2.1.2. Klasifikasi ARDS.....................................................................................................4

2.1.3. Etiologi ARDS.........................................................................................................4

2.1.4. Patofisiologi ARDS..................................................................................................5

2.1.5. Manifestasi Klinis ARDS.........................................................................................8

2.1.6. Komplikasi ARDS....................................................................................................9

2.1.7. Penatalaksanaan ARDS..........................................................................................10

2.1.8. Pemeriksaan Penunjang ARDS..............................................................................13

2.2 Konsep Asuhan Keperawatan pada Kasus Kritis System Respirasi : Acute Respiratory
Distress Syndrome (ARDS)...............................................................................................14

2.2.1. Pengkajian Keperawatan........................................................................................14

ii
2.2.2. Diagnosa Keperawatan...........................................................................................18

2.2.3. Intervensi Keperawatan..........................................................................................19

BAB III : KASUS DAN ASUHAN KEPERAWATAN.......................................................21

3.1 Kasus..................................................................................................................................21

3.2 Pengkajian..........................................................................................................................22

3.3 Analisa Data.......................................................................................................................31

3.4 Diagnosa Keperawatan.......................................................................................................33

3.5 Intervensi Keperawatan......................................................................................................33

BAB IV : PENUTUP..............................................................................................................36

4.1 Kesimpulan.........................................................................................................................36

DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................37

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang.

Dengan perkembangan ilmu pengetahuan teknologi dan dalam globalisasi khususnya di


bidang kesehatan bahwa banyak hal yang perlu diperhatikan dalam mencegah berbagai
penyakit salah satunya Acute respiratory distress syndrome (ARDS) yaitu merupakan
Gangguan paru yang progresif dan tiba-tiba ditandai dengan sesak napas yang berat,
hipoksemia dan infiltrat yang menyebar dikedua belah paru akibat kondisi atau kejadian
berbahaya berupa trauma jaringan paru baik secara langsung maupun tidak langsung.

Sindrom gagal pernafasan merupakan gagal pernafasan mendadak yang timbul pada
penderita tanpa kelainan paru yang mendasari sebelumnya. Sindrom Gawat Nafas
Dewasa (ARDS) juga dikenal dengan edema paru nonkardiogenik merupakan sindroma
klinis yang ditandai penurunan progresif kandungan oksigen arteri yang terjadi setelah
penyakit atau cedera serius. Beberapa factor pretipitasi meliputi tenggelam, emboli
lemak, sepsis, aspirasi, pankretitis, emboli paru, perdarahan dan trauma berbagai bentuk.
Dua kelompok yang tampak menjadi resiko besar untuk sindrom adalah yang mengalami
sindrom sepsis dan yang mengalami aspirasi sejumlah besar cairan gaster dengan pH
rendah. Kebanyakan kasus sepsis yang menyebabkan ARDS dan kegagalan organ
multiple karena infeksi oleh basil aerobic gram negative. Kejadian pretipitasi biasanya
terjadi 1 sampai 96 jam sebelum timbul ARDS.

ARDS pertama kali digambarkan sebagai sindrom klinis pada tahun 1967. Ini meliputi
peningkatan permeabilitas pembuluh kapiler pulmonal, menyebabkan edema pulmonal
nonkardiak. ARDS didefinisikan sebagai difusi akut infiltrasi pulmonal yang
berhubungan dengan masalah besar tentang oksigenasi meskipun diberi suplemen oksigen
dan Pulmonary Arterial Wedge Pressure (PAWP) kurang dari 18 mmHg.

ARDS sering terjadi dalam kombinasi dengan cidera organ multiple dan mungkin
menjadi bagian dari gagal organ multiple. Prevalensi ARDS diperkirakan tidak kurang
dari 150.000 kasus pertahun. Sampai adanya mekanisme laporan pendukung efektif
berdasarkan definisi konsisten, insiden yang benar tentang ARDS masih belum diketahui.
Laju mortalitas tergantung pada etiologi dan sangat berfariasi, ARDS adalah penyebab
utama laju mortalitas di antara pasien trauma dan sepsis, pada laju kematian menyeluruh

1
kurang lebih 50%-70%. Perbedaan sindrom klinis tentang berbagai etiologi tampak
sebagai manifestasi patogenesis umum tanpa menghiraukan factor penyehab.

Oleh karena itu, penanganan ARDS sangat memerlukan tindakan khusus dari perawat
untuk mencegah memburuknya kondisi kesehatan klien. Hal tersebut dikarenakan klien
yang mengalami ARDS dalam kondisi gawat yang dapat mengancam jiwa klien.

1.2 Tujuan.

1.2.1 Tujuan Umum.

Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini adalah : Untuk memenuhi tugas
Keperawatan Kritis, serta dapat memahami dan memberi pengetahuan pada
mahasiswa mengenai “Asuhan Keperawatan pada Kasus Kritis System Respirasi :
Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS)”.

1.2.2 Tujuan Khusus.

Adapun tujuan dalam penulisan makalah ini adalah sebagai berikut :

1. Mahasiswa mampu mengetahui dan memahami Konsep Penyakit Acute


Respiratory Distress Syndrome (ARDS).

2. Mahasiswa mampu mengetahui dan memahami Konsep Asuhan Keperawatan


pada Kasus Kritis System Respirasi : Acute Respiratory Distress Syndrome
(ARDS).

3. Mahasiswa mampu mengetahui dan memahami Asuhan Keperawatan pada Kasus


Kritis System Respirasi : Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS).

1.3 Manfaat.

Adapun manfaat dari pembuatan makalah adalah Makalah ini sekiranya dapat dijadikan
sebagai sumber pengetahuan serta dapat menambah wawasan mahasiswa mengenai
“Asuhan Keperawatan pada Kasus Kritis System Respirasi : Acute Respiratory Distress
Syndrome (ARDS)”.

2
BAB II

TINJAUAN TEORI

2.1. Konsep Penyakit ARDS.

2.1.1 Definisi ARDS.

Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS) merupakan sindrom, kumpulan


observasi klinis dan fisiologis yang menggambarkan suatu keadaan patologis.
Patogenesis ARDS belum sepenuhnya jelas dan belum ada gold standard untuk
mendiagnosis. ARDS ditandai dengan edema paru non kardiogenik, inflamasi pada
paru, hipoksemia, dan penurunan komplians paru (Bakhtiar & Maranatha, 2015)

Menurut The American-European Consensus Conference (AECC), kriteria ARDS


meliputi terjadinya gagal napas akut. ARDS terjadi apabila terdapat kondisi yang
memicu terjadinya respon inflamasi sistemik seperti sepsis, pneumonia, trauma berat,
transfusi berulang, aspirasi, dan pankreatitis akut (Hartini, Amin, Pitoyo, & Rumende,
2014).

ARDS adalah kelainan yang progresif secara cepat dan awalnya bermanifestasi klinis
sebagai sesak napas (dyspneu dan tachypneu) yang kemudian dengan cepat berubah

3
menjadi gagal napas yang umumnya terjadi pada pasien dengan rentang usia 11
sampai dengan diatas 48 tahun (Bakhtiar & Maranatha, 2015).

2.1.2 Klasifikasi ARDS.

Kriteria Berlin mengklasifikasikan ARDS menjadi tiga kelompok berdasarkan nilai


PaO2/FiO2 . Tidak ada istilah Acute Lung Injury (ALI) dalam kriteria ini. Berikut
merupakan definisi ARDS berdasarkan kriteria Berlin (Schreiber, 2018) :

1. Ringan (mild), yaitu PaO2/FiO2 >200 mmHg, tetapi ≤300 mmHg dengan
Positive-end Expiratory Pressure (PEEP) atau Continuous Positive Airway
Pressure (CPAP) ≥5 cmH2O.

2. Sedang, yaitu PaO2/FiO2 >100 mmHg, ≤ 200 mmHg dengan PEEP ≥5 cmH2O.

3. Berat, yaitu jika PaO2 /FiO2 ≤ 100 mmHg dengan PEEP ≥5 cmH2O.

2.1.3 Etiologi ARDS.

Penyebab spesifik ARDS masih belum pasti, banyak faktor penyebab yang dapat
berperan pada gangguan ini menyebabkan ARDS tidak disebut sebagai penyakit tetapi
sebagai sindrom, ada beberapa faktor yang diduga kuat sebagai faktor predisposisi
terjadinya mioma uteri, yaitu :

1. Sepsis.

Sepsis merupakan faktor risiko yang paling tinggi, mikroorganisme dan


produknya (terutama endotoksin) bersifat sangat toksik terhadap parenkim paru
dan merupakan faktor risiko terbesar kejadian ARDS, insiden sepsis menyebabkan
ARDS berkisar antara 30-50 % (Issa & Shapiro , 2016).

2. Aspirasi Cairan Lambung.

Aspirasi cairan lambung menduduki tempat kedua sebagai faktor risiko ARDS (30
%). Aspirasi cairan lambung dengan pH<2,5 akan menyebabkan penderita
mengalami chemical burn pada parenkim paru dan menimbulkan kerusakan berat
pada epitel alveolar (Issa & Shapiro, 2016).

3. Cedera Kapiler/Destruksi Kapiler.

4
Cidera kapiler/destruksi kapiler apabila kerusakan berawal di membran kapiler,
maka akan terjadi pergerakan plasma dan sel darah merah ke ruang interstisium.
Hal ini meningkatkan jarak yang harus ditempuh oleh oksigen dan karbon
dioksida untuk berdifusi, sehingga kecepatan pertukaran gas menurun. Cairan
yang menumpuk di ruang interstisium bergerak ke dalam alveolus, mengencerkan
surfaktan dan meningkatkan tegangan permukaan. Gaya yang diperlukan untuk
mengembangkan alveolus menjadi sangat meningkat. Peningkatan tegangan
permukaan ditambah oleh edema dan pembengkakan ruang interstisium dapat
menyebabkan atelektasis, kompresi yang luas.

4. Cedera Alveolus/Destruksi Alveolus.

Cidera alveolus/destruksi alveolus apabila alveolus merupakan tempat awal


terjadinya kerusakan, maka luas permukaan yang tersedia untuk pertukaran gas
berkurang sehingga kecepatan pertukaran gas juga menurun. Penyebab kerusakan
alveolus antara lain adalah pneumonia, aspirasi dan inhalasi asap. Toksisitas
oksigen, yang timbul setelah 24-36 jam terapi oksigen tinggi, juga dapat menjadi
penyebab kerusakan membran alveolus melalui pembentukan radikal-radikal
bebas oksigen.

5. Toksisitas Oksigen Tanpa Oksigen.

Jaringan vaskular dan paru mengalami hipoksia sehingga semakin menyebabkan


cedera dan kematian sel. Apabila alveolus dan kapiler telah rusak, maka reaksi
peradangan akan terpacu yang menyebabkan terjadinya edema dan pembengkakan
ruang interstitium serta kerusakan kapiler dan alveolus di sekitarnya. Dalam 24
jam setelah awitan ARDS, terbentuk membran hialin di dalam alveolus. Membran
ini adalah pengendapan fibrin putih yang bertambah secara progesif dan semakin
mengurangi pertukaran gas Akhirnya terjadi fibrosis menyebabkan alveolus
lenyap. Ventilasi, respirasi dan perfusi semuanya terganggu. (Komang & Herman,
Achmad krisna, 2015).

2.1.4 Patofisiologi ARDS.

Penyebab ARDS ini banyak dan bermacam-macam dimana sindrom ini disebabkan
oleh cedera paru yang langsung maupun tidak langsung yang bisa terjadi pada
individu yang sebelumnya kondisinya sehat dan berubah mengalami cedera. Cedera

5
langsung pada ARDS ini bisanya terjadi melalui aspirasi, infeksi paru, trauma toraks
dan inhalasi toksik sedangkan pada cedera tidak langsung yang menyebabkan ARDS
ini ialah sindrom sepsis, luka bakar, trauma, transfusi darah multiple, bypass jantung-
paru, pankreatitis dan emboli lemak. Kebanyakan pasien yang menderita ARDS ini
memerlukan ventilasi mekanik untuk bernapas (Morton et al., 2011, p. 771).

Proses patologi dari ARDS ini tidak terbatas pada endotelium paru saha tetapi hal ini
merupakan hasil perubahan epitelium paru dan jaringan vascular, serta perkembangan
membran hialin, peningkatan edema paru, dan gangguan pertukaran gas yang
merupaak tanda utama adanya ARDS, perubahan patologis ARDS ini secara langsung
berghubungan dengan kaskade kejadian yang disebabkan oleh pelepadsan mediator
sel dan biokimia yang dimana aktivitasi, interaksi dan kerja multisystem dari mediator
biologis yang sangat kompleks (Morton et al., 2011, p. 772).

6
WOC ARDS

7
2.1.5 Manifestasi Klinis

Manifestasi Gejala klinis utama pada kasus ARDS, yaitu :

1. Peningkatan jumlah pernapasan.

Peningkatan jumlah pernafasan dikatakan abnormal atau disebut juga dengan


takipnea, karena pernafasan lebih cepat dari batas normal. Dimana pernafasan
normal adalah 12 -20 x/menit.

2. Klien mengeluh sulit berrnapas, retraksi dan sianosis.

Klien mengeluh sulit bernafas akibat retraksi atau adanya sesuatu yang
menghalangi atau mempersempit jalan nafas. Selain itu pasien juga ada yang
mengalami sianosis, yaitu kondisi ketika jari tangan, kuku dan bibir tampak
berwarna kebiruan karena kurangnya oksigen dalam darah. Hal tersebut juga
dapat menyebabkan pasien mengeluh sulit bernafas.

3. Pada Auskultasi mungkin terdapat suara napas tambahan.

Adanya suara nafas tambahan pada pasien seperti wheezing, ronkhi, crackling.

4. Penurunan kesadaran mental.

Salah satu penurunan kesedaran mental adalah disorientasi, dimana klien bingung
atau lupa akan identitas maupun kondisi sekitar, seperti lokasi atau waktu.

5. Takikardi, takipnea.

Takikardia merupakan dimana klien mengalami denyut jangtung yang cepat.


Sedangkan takipnea adalah kondisi seseorang bernafas dengan sangat cepat.

6. Dispnea dengan kesulitan bernafas.

Dispnea merupakan kondisi seseorang kesulitan bernafas atau nafas terasa berat.

7. Terdapat retraksi interkosta.

Retraksi interkosta merupakan kondisi yang menunjukkan bahwa ada sesuatu


yang menghalangi atau mempersempit jalan nafas, misalnya akibat penyakit
seperti ARDS, Asma, dan sebagainya.

8
8. Hipoksemia.

Hipoksemia merupakan kondisi seseorang dimana kadar oksigen rendah dalam


darah.

9. Penurunan compliance paru.

Compliance paru merupakan perubahan volume paru yang terjadi per perubahan
tekanan pada paru.

10. Pernapasan yang dangkal dan cepat pada mulanya, yang menyebabkan alkalosis
respiratorik karena karbon dioksida yang terbuang (Carwin,2009).

2.1.6 Komplikasi ARDS.

Berikut komplikasi ARDS, yaitu :

1. Infeksi Nosokomial.

Komplikasi yang dapat terjadi adalah infeksi nosokomial yang terjadi pada hampir
setengah pasien, miopati yang berkaitan dengan blokade neuromuskular jangka
panjang, tromboemboli vena, perdarahan traktus GI, serta nutrisi inadekuat.

2. Kegagalan Pernafasan.

Kegagalan pernapasan dapat timbul seiring dengan perkembangan penyakit dan


individu harus bekerja lebih keras untuk mengatasi penurunan compliance paru.
Akhirnya individu kelelahan dan ventilasi melambat. Hal ini menimbulkan
asidosis respiratorik karena terjadi penimbunan karbon dioksida di dalam darah
Melambatnya pemapasan dan menurunnya pH arteri adalah indikasi akan
datangnya kegagalan pernapasan dan mungkin kematian.

3. Pneumonia.

Pneumonia dapat timbul setelah ARDS, karena adanya penimbunan cairan di paru
dan kurangnya ekspansi paru.

4. Gagal ginjal dan tukak saluran cerna karena stress (stress ulcers) dapat
mengakibatkan hipoksia.

9
5. Dapat timbul koagulasi intravascular diseminata akibat banyaknya jaringan yang
rusak pada ARDS (Schreiber, 2018).

2.1.7 Penatalaksanaa ARDS.

Penatalaksanaan ARDS, yaitu :

1. Penatalaksanaan Farmakologi.

Terapi Farmakologis tidak dapat secara efektif menangani ARDS, menurunkan


mertalitas, ataupun mempersingkat duras rawat. Beberapa obat yang dapat
dipertimbangkan untuk diberikan :

a. Analgesik atau sedatif.

Umumnya diberikan pada pasien yang mendapatkan ventilasi mekanik agar


lebih nyaman. Agen, blokade neuromuskular umumnya dapat diberikan.

b. Heparin.

Heparin berat molekul rendah (LMWH) enoksaparin 40 mg atau 5000 unit


dalteparin atau heparin tidak terfraksi dosisi rendah 5000 unit dapat diberikan
dua kali sehari untuk mencegah tromboemboli bila tidak terdapat
kontraindikasi.

c. Profilaksisi Stress Ulcer.

Sukralfat 4x1000 mg dapat diberikan per oral atau via selang nasgogastrik
(NGT). Ranitidin 2x150 mg dapat diberkan per oral/NGT atau 3-4x50 mg
intravena, atau omeprazole 1x40 mg peroral/intravena/per NGT.

Terapi farmakologis lainnya seperti inhalasi ntrit oksida , glukokortikoid ,


surfaktan , statin , antiinflamasi nonsteroid , salbuterol dan antioksidan hingga
saat ini masih kontroversial dan dinilai kurang efektif.

d. Ventilasi dengan Posisi Prone.

Ventilasi dengan posisi prone dapat dilakukan pada pasien ARDS walaupun
belum direkomendasikan secara rutin karena masih kurangnya data yang
mendukung hal ini. Namun pada 70% pasien ARDS, posisi prone dapat

10
memperbaiki oksigenasi, menghasilkan peningkatan Pa02 yang signifikan,
memperbaiki bersihan sekret dan dapat dipertimbangkan jika pasien
membutuhkan PEEP >12 cm H2O dan FiO2 >0,60 dan paling baik dilakukan
pada ARDS dengan onset kurang dari 36 jam. Mekanisme yang terjadi pada
posisi prone adalah terjadinya rekrutmen paru dorsal bersamaan dengan
kolapsnya paru ventral sehingga perfusi lebih mudah didistribusikan.

e. Penggunaan Ventilasi Mekanis Invasive pada ARDS.

Kegagalan ventilasi biasanya disertai penurunan Kapasitas residual fungsional


(KRF) yaitu adalah volume udara yang tetap berada di dalam paru pada akhir
ekspirasi tidal normal karena tidak ada otot pernapasan yang berkontraksi pada
saat ekspirasi. Kapasitas residu fungsional berisi 1/3 cadangan total O2 (1-2,3
liter) dan merupakan penyangga ventilasi alveolar dalam pertukaran gas
sehingga memperkecil fluktuasi komposisi gas alveolar yang terjadi selama
pernapasan. Prinsip pengaturan ventilator pasien ARDS meliputi volume tidal
rendah (4-6 mL/kgBB) dan PEEP yang adekuat, kedua pengaturan ini
dimaksudkan untuk memberikan oksigenasi adekuat (PaO2 > 60 mmHg)
dengan tingkat FiO2 aman, menghindari barotrauma (tekanan saluran napas).

f. Ventolin, Nebul Venti.

Obat sistem saluran nafas golongan agonis adrenoreseptor beta 2 selektif kerja
pendek dengan efek bronkodilatasi sehingga merelaksasi bronkus.

g. Bisolvon, Nebul Venti.

Golongan agen mukolitik yang berfungsi mengencerkan dahak dan mengobati


radang pada bronkus.

h. Cefosublactam, IV Bolus.

Menghambat pembentukan dinding sel bakteri dengan cara menghambat kerja


enzim beta lactamase, yaitu enzim pertumbuhan bakteri.

i. Omeprazole, IV Bolus.

Mengurangi sekresi asam lambung dengan menghambat secara spesifik enzim


lambung pompa proton H+/ K+- ATPase dalam sel parietal.

11
j. Ondancentron, IV Bolus

Golongan antiemetik mencegah dan mengobati mual muntah bekerja dengan


menghambat ikatan serotonin pada reseptor 5HT3, sehingga membuat
penggunanya tidak mual dan berhenti munta

k. Perimpera, IV Bolus.

Antiinflamasi dan antiemetik sebagai pengobatan jangka pendek (4 sampai 12


minggu) untuk gangguan saluran cerna, mual dan muntah akibat obat, ulkus
peptikum, stenosis piloris (ringan), dispepsia

l. Novorapid, subcutan.

Insulin analog kerja cepat (Rapid Acting) dengan insulin asphart guna
menurunkan gula darah setelah 10-20 menit pemakaian

2. Penatalaksanaan Non Farmakologi.

a. Posisi Pronasi.

Memposisikan pasien dalam posisi tengkurap memberikan efek dalam


meningkatkan oksigenasi dan berhubungan dengan menurunkan mortalitas.
Posisi pronasi disarankan untuk dilakukan pada pasien ARDS sedang dan
berat selama 12 jam per hari atau lebih.

b. Manajemen Cairan.

Manajemen cairan harus dibedakan dengan resusitasi cairan pada tahap awal,
terutama bila terjadi syok. Manajemen cairan dilakukan dengan konservasi
cairan dan menjaga balans negatif. Hal ini dapat mempersingkat durasi
penggunaan ventilator. Albumin dan diuretik dapat dipertimbangkan untuk
diberikan. Balans negatif umumnya dilakukan selama 7 hari pertama.
Pemantauan output urin juga harus dilakukan dengan ketat. Balans negatif
juga dapat mengurangi kebutuhan pasien ARDS akan vasopresor.

c. Terapi Nutrisi.

Pemberian nutrisi pada pasien ARDS dapat dilakukan setelah 48-72 jam
mendapatkan ventilasi mekanik. Nutrisi dapat diberikan secara enteral via

12
selang nasogastrik, kecuali bila terdapat indikasi. Nutrisi yang dapat diberikan
sebaiknya adalah formula rendah karbohidrat tinggi lemak. Pemberian nutrisi
terlalu dini, kalori terlalu tinggi, atau trophic feeding sebaiknya tidak
dilakukan karena dapat meningkatkan mortalitas.

2.1.8 Pemeriksaan Penunjang ARDS.

Pemeriksaan penunjang pada ARDS, yaitu :

1. Laboratorium.

AGDA : hipoksemia, hipokapnia (sekunder karena hiperventilasi), hiperkapnia


(pada emfisema atau keadaan lanjut), bisa terjadi alkalosis respiratorik pada
proses awal dan kemudian berkembang menjadi asidosis respiratorik

2. Radiologi.

Pada awal proses, dari foto thoraks bisa ditemukan lapangan paru yang relatif
jernih, namun pada foto serial berikutnya tampak bayangan radioopak yang difus
atau patchy bilateral dan diikuti pada foto serial berikutnya tampak gambaran
confluent tanpa gambaran kongesti atau pembesaran jantung. Dari CT scan
tampak pola heterogen, predominan limfosit pada area dorsal paru (foto supine)
(Issa & Shapiro, 2016).

3. USG.

USG paru untuk mengetahui adanya kelainan serta adanya gambaran lesi pada
kedua lapang paru.

4. Bronkoskopi.

Bronkoskopi dapat dipertimbangkan untuk mengevaluasi kemungkinan infeksi


pada pasien akut dengan infiltrat paru bilateral. sampel dapat diperoleh dengan
bronkoskop bronkus subsegmental dalam dan mengumpulkan cairan yang dihisap
setelah meberikan cairan garam nonbacteriostatic (bronchoalveolar lavage ;
UUPA). Cairan dianalisis untuk diferensial sel, sitologi, perak noda, dan Gram
stain dan pemeriksaan kuantitatif (Muna & Soleha, 2018).

13
2.2. Konsep Asuhan Keperawatan pada Kasus Kritis System Respirasi : Acute
Respiratory Distress Syndrome (ARDS).

Proses keperawatan menjadi 5 tahap, yaitu : pengkajian, diagnosis, perencanaan,


implementasi, dan evaluasi. Lima tahapan inilah yang sampai saat ini digunakan sebagai
langkah-langkah proses keperawatan ( Deswani, 2011 ).

2.2.1. Pengkajian Keperawatan.

Pengkajian adalah tahap awal dari proses keperawatan dan merupakan proses yang
sistematis dalam pengumpulan data dari berbagai sumber data untuk mengevaluasi
dan mengidentifikasi status kesehatan pasien menurut Lyer et al (1996, dalam Setiadi,
2012).

1. Identitas atau Biodata pasien.

Identitas : Acute Rrespiratory Distress Syndrome (ARDS) umumnya sering terjadi


pada pasien neonatus dan 11 sampai dengan 48 tahun keatas.

2. Pengkajian ABCD.

Strategi penilaian ini biasanya digunakan dalam konteks perawatan kritis, dan
sangat cocok untuk penilaian cepat atau gawatdarurat. Pengkajian meliputi :

a. Airway (A).

Cari adanya tanda sumbatan jalan nafas dengan menilai adanya suara serak,
stridor, snoring, gurgling, dan ketidakmampuan berbicara.

b. Breathing (B).

 Inspeksi kemampuan berbicara dengan kalimat lengkap, adanya upaya


pernapasan (pergerakan otot nafas), penggunaan otot-otot aksesori, cuping
hidung, pernapasan bibir, ketidakmampuan untuk berbaring datar, sianosis
sentral, pola pernapasan, ekspansi dada unilateral, deformitas dada
dan/atau tulang belakang, dan trauma area dada dan punggung termasuk
flail chest atau riwayat pembedahan pada area tersebut. Catat frekuensi
pernapasan (rentang normal, 12-20 x/menit) dan saturasi oksigen (rentang
normal, 97-100%).

14
 Palpasi adanya deviasi trakea, emfisema subkutan, krepitasi, nyeri tekan
toraks.

 Perkusi resonansi abnormal (hiper-resonansi atau redup).

 Auskultasi permukaan anterior, lateral, dan posterior dada. Catat adanya


mengi unilateral, ronki, krekels, gesekan pleura, atau tidak ada suara nafas.

c. Circulation (C).

 Inspeksi adanya pucat, sianosis (perifer dan sentral), deformitas dada,


distensi vena jugularis, alat pacu jantung atau implan defibrilator), memar,
dan perdarahan. Catat denyut jantung (rentang normal, 60–100
denyut/menit), tekanan darah (rentang normal, tekanan arteri rata-rata >65
mmHg), tekanan vena sentral (rentang normal, 2–10 mmHg), haluaran urin
(rentang normal, 0,5 mL/kg/jam), dan suhu inti (rentang normal, 36–37,5
°C).

 Palpasi irama dan kekuatan nadi, waktu pengisian kapiler (nilai normal < 3
detik), suhu anggota tubuh, dan kulit berkeringat, lembab, hangat, atau
dingin.

 Auskultasi bunyi jantung abnormal melalui auskultasi (S3, S4, murmur,


pericardial rub).

d. Disability (D).

Inspeksi ukuran pupil, kesetaraan, dan reaksi terhadap cahaya, serta trauma
kepala termasuk tanda fraktur basis cranii. Catat konsentrasi glukosa darah
(rentang normal, 70 - 140 mg/dl), respons Alert Verbal Pain Unresponsive
(AVPU) dan skor Glasgow Coma Scale (GCS) (skor normal, 15/15). Kaji
tingkat kesadaran akibat penurunan fungsi neurologis dan keluhan nyeri.

e. Exposure (E).

 Kaji adanya perdarahan, memar, luka bakar, ruam, bengkak, radang,


infeksi, dan luka pada tubuh. Kaji keluhan nyeri, pruritus, panas, dan
dingin.

15
 Palpasi adanya tromboemboli vena dan edema.

3. Keluhan Utama.

Timbulnya rasa nyeri pada dada serta sesak nafas dan sianosis yang terlihat pada
pasien. Adapun yang perlu dikaji pada rasa nyeri tersebut adalah : Lokasi nyeri,
Intensitas nyeri, waktu dan durasi, kualitas nyeri.

4. Riwayat Kesehatan.

a. Riwayat Penyakit Sekarang.

Saat dilakukan pengkajian terlihat sesak nafas serta kesulitan dalam bernafas
dan nyeri dada, adakah otot bantu pernafasan.

b. Riwayat Penyakit Dahulu.

Tanyakan jenis pengobatan yang pernah dilakukan, sudah berapa lama


mengeluh sesak dan apakah ada penyakit bawaan yang menyertai seperti TB,
Pneumoni dll.

c. Riwayat Penyakit Keluarga.

Keluarga dengan riwayat penyakit pernafasan serta pria dengan Ras kulit
hitam memiliki 2 kali resiko lebih tinggi terserang ARDS.

5. Pemeriksaan Fisik.

a. Keadaan Umum.

Kaji Respirasi, SPO2 dan pantau irama nafas pasien serta amati apakah ada
otot bantu nafas.

b. Pemeriksaan Fisik Head To Toe.

1) Kepala dan rambut.

Lihat kebershan kepala dan rambut.

2) Mata.

16
Lihat konjungtiva anemis, apakah skelra ikterik atau tidak serta amati
pergerakan bola mata simetris.

3) Hidung.

Lihat kesimetrisan dan kebersihan serta apakah ada lesi atau polip.

4) Telinga.

Lihat kebersihan pada telinga dan amati apakah terdapat lesi atau
perdarahan dan kelainan bentuk pada telinga.

5) Mulut.

Lihat kesimetrisan mulut, kaji mukosa bibir kering atau lembab, apakah
terlihat sianosis pada bibir serta apakah ada perdarahan dan apakah pasien
menggunakan gigi palsu.

6) Leher dan Tenggorokan.

Raba dan rasakan adanya pembengkakan kelenjar getah bening serta amati
apakah terdapat lesi pada leher atau tidak.

7) Dada/Torax.

Paru-paru, jantung, sirkulasi. Inspeksi kesimetrisan paru dan apakah


terdapat lesi atau tidak, Auskultasi apakah terdapat suara nafas tambahan,
Perkusi dan palpasi apakah terdapat krepitasi dan bentuk abnormal.

8) Abdomen.

 Inpeksi : Bentuk, adanya lesi, terlihat menonjol.

 Auskultasi : Bagaimana bising usus.

 Palpasi : Terdapat nyeri tekan pada abdomen.

 Perkusi : Timpani, pekak.

9) Ekstremitas.

17
Apakah terdapat pembengkakan pada ekstremitas atas dan bawah serta
apakah terdapat lesi atau tidak.

10) Genetaalia dan Anus.

Perhatikan kebersihan, serta apakah terdapat lesi atau perdarahan.

2.2.2. Diagnosa Keperawatan.

Diagnosis keperawatan adalah suatu penilaian klinis terhadap adanya pengalaman dan
respon individu, keluarga ataupun komunitas terhadap masalah kesehatan, pada risiko
masalah kesehatan atau pada proses kehidupan. Diagnosis keperawatan adalah bagian
vital dalam menentukan proses asuhan keperawatan yang sesuai dalam membantu
pasien mencapai kesehatan yang optimal. Mengingat diagnosis keperawatan sangat
penting maka dibutuhkan standar diagnose keperawatan yang bisa diterapkan secara
nasional di Indonesia dengan mengacu pada standar diagnosa yang telah dibakukan
sebelumnya (PPNI, 2016).

Diagnosa keperawatan yang muncul pada Acute Respiratory Distress Syndrome


(ARDS), (SDKI, 2017) diantaranya :

1. Gangguan ventilasi spontan berhubungan dengan kelelahan otot pernapasan


dibuktikan dengan pasien tampak menggunakan otot bantu napas D.0004 (SDKI,
2017).

2. Hipervolemia berhubungan dengan gangguan mekanisme regulasi D.0022 (SDKI,


2017).

3. Ketidakstabilan Kadar glukosa darah berhubungan dengan Hiperglikemi D0002


(SDKI, 2017).

4. Intoleransi Aktivitas berhubungan dengan ketidak seimbangan antara suplai dan


kebutuhan oksigen D.0056 (SDKI, 2017).

5. Defisit nutrisi berhubungan dengan ketidakmampuan menelan makanan D.0019


(SDKI, 2017).

6. Ansietas berhubungan dengan kritis situasional D.0080 (SDKI, 2017).

18
2.2.3. Intervensi Keperawatan.

Perencanaan adalah penyusunan rencana tindakan keperawatan akan dilaksanakan


untuk menanggulangi masalah sesuai dengan diagnosa keperawatan yang telah di
tentukan dengan tujuan, criteria hasil, rencana tindakan atau intervensi dan rasional
tindakan (Dermawan, 2012).

1. Diagnosa : Gangguan ventilasi spontan berhubungan dengan kelelahan otot


pernapasan dibuktikan dengan pasien tampak menggunakan otot bantu napas
D.0004 (SDKI, 2017).

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan ventilasi spontan


meningkat.

Kriteria Hasil :

a. Volume tidal meningkat.

b. Dispnea menurun.

c. Penggunaan otot bantu napas menurun.

d. Takikardia membaik.

2. Diagnosa : Hipervolemia berhubungan dengan Gangguan mekanisme regulasi


D.0022 (SDKI, 2017).

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan Keseimbangan


cairan meningkat.

Kriteria Hasil :

a. Asupan Cairan meningkat sesuai dengan kebutuhan.

b. Keluaran urin normal/ 0,5 – 1 cc/kg BB.

c. Keseimbangan membran mukkosa meningkat atau membran mukosa lembab.

d. Asupan makan dalam batas normal sesuai dengan kebutuhan.

e. Tidak ada edema pada kedua ekstremitas bagian bawah.

19
f. Pasien tidak dehidrasi.

g. Pasien tidak acites.

h. Mata tidak cekung.

i. Tekanan darah dalam batas normal (120/70mmHg) dan nadi dalam batas
normal (80 – 100x/menit).

3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai dan


kebutuhan oksigen (SDKI D.0056 (SDKI, 2017).

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan Toleransi aktivitas


meningkat.

Kriteria Hasil :

a. Frekuensi Nadi dalam batas Normal 80-100x/menit.

b. Saturasi oksigen dalam batas normal 97-100%.

c. Pasien tidak mengeluh lelah saat beraktivitas.

d. Pasien tidak dispnea saat beraktivitas.

e. Frekuensi nafas normal 15-20x/menit dengan irama reguler.

f. Pasien tidak sianosis.

20
BAB III

PEMBAHASAN

“ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN KRITIS SYSTEM RESPIRASI : ACUTE


RESPIRATORY DISTRESS SYNDROME (ARDS)”

3.1. Kasus.

Pasien Ny. M usia 53 Tahun dilarikan ke Rumah Sakit Awal Bross Pekanbaru sehari
yang lalu karena tiba-tiba klien tidak sadarkan diri, mengalami demam, batuk, nafas
sesak dan pasien merasa mual. Setelah dilakukan pengkajian didapat diagnose medis
gagal napas, Pengkajian breathing didapatkan hasil pasien gagal napas, frekuensi
napas RR : 40x/menit, pada pemeriksaan fisik paru-paru inspeksi : terdapat
penggunaan otot bantu napas, auskultasi terdengar bunyi napas ronkhi, pasien tampak
terpasang ventilator NIV mode spont PS dengan FiO2 80% PEEP 4, PS : 8, SpO2 :
88%, volume tidal 420. Berat Badan pasien : 70 kg, TB : 160 cm, IMT : 27,3 cm,
LILA : 23 cm. Blood didapatkan hasil tekanan darah 140/70 mmHg, frekuensi nadi
HR : 117x/menit irama ireguler, akral hangat, tidak ada sianosis, CRT < 2 detik, suhu
38 C. Pasien terpasang NGT, ada lender kental saat dilakukan isap lendir. Brain
didapatkan hasil kesadaran sopor dengan skor GCS 5 E2 V1 M2, ukuran pupil 2 mm,
bladder didapatkan hasil pasien terpasang DC ukuran 16 Fr, IWL 40,625,
keseimbangan cairan 121,87 produksi urine tampak berwarna kemerahan. Bowel
didapatkan hasil pasien tampak belum BAB selama di ruang ICU, terdapat distensi
abdomen pada pemeriksaan fisik abdomen dan bising usus 8x/menit. Bone didapatkan
hasil kekuatan otot ekstermitas atas 3/3, ekstermitas bawah 3/3. Tidak terdapat luka di
bagian tubuh pasien. Pasien terpasang Heart Monitor. Keluarga mengatakan pasien
memiliki Riwayat Parkinson 2 tahun yang lalu. Hasil pemeriksaan laboratorium
didapatkan Leukosit (14,490 mm3) ; HB (11%) ; Trombosit (234.000/mm3) ; HCT
(33,10) ; GDA (84 mg/Dl) ; Natrium (137,9 mmol/L) ; Kalium (3,84 mmol/L) ;
Chlorida (104,5 mmol/L) ; PT (28,3) ; APTT (51,3) ; PCT (0,217) dan INR (2,09).
Obat-obat yang digunakan saat ini adalah Ventolin, Nebul venti 3x1 ; Bisolvon, nebul
venti 3x1 ; Cefosublactam, IV Bolus 2x2 gr ; Omeprazole, IV Bolus 2x40 gr ;
Ondancentron, IV Bolus 2x8 gr ; Perimpera, IV Bolus 3x1 ; Novorapid,
subcutan 3x1.

21
3.2. Pengkajian.

1. Informasi Umum.

Nama : Ny. M

Umur : 53 Tahun

Tanggal lahir : 24-11-1969

Jenis Kelamin : Perempuan

Suku Bangsa : Jawa

Tanggal Masuk : 21-10-2022

Dari/Rujukan : ICU

No. MR : 023 46 78

2. Pengkajian ABCDE.

a. Airway (A).

Jalan nafas cepat, secret kental produktif, ada reflek batuk bila dilakukan isap
lendir.
b. Breating (B).
Terpasang Ventilator NIV mode spont PS.
FiO2 : 80%
PEEP :4
PS :8
SPO2 : 88%
Volume Tidal : 420
RR klien : 40 x/menit
Bunyi nafas ronkhi
c. Circulation (C).
TD : 140/70 mmHg
N : 117 x/menit
Suhu : 38 ˚C
CRT : < 2 detik

22
Irama : Ireguler
Akral : Hangat.
Tidak ada Sianosis
d. Disability (D).
GCS :5 E2V1M2
Kesadaran : Sopor

Kekuatan otot : Kanan Kiri


3333 3333
3333 3333

Ukuran pupil : 2 mm

e. Expousure (E).
Di bagian tubuh klien dari kepala sampai kaki tidak terdapat luka.

f. Foley Cateter (F).


Lama Pemakaian : Pasien terpasang DC, lama pemakaian 1 hari

Ukuran : 16 Fr
g. Gastric Tube (G).
Lama Pemakaian : Pasien terpasang DC, lama pemakaian 1 hari
Ukuran : 16 Fr
h. Heart Monitor (H).
Pasien terpasang heart monitor
3. Riwayat Kesehatan.

a. Keluhan Utama.

Klien tidak sadar, sopor, demam, sesak nafas. GCS : E2V1M2.

b. Riwayat Penyakit Saat Ini.

Sebelum masuk RS klien di rumah tiba-tiba tidak sadar, sehari sebelumnya


mengalami demam, nafas sesak, kemudian di bawa ke IGD Rumah Sakit Awal
Bross Pekanbaru. Pasien dirawat di ICU dengan frekuensi napas RR : 40

23
x/menit, pada pemeriksaan fisik paru-paru inspeksi : terdapat penggunaan otot
bantu napas, auskultasi terdengar bunyi napas ronkhi, dengan terpasang
ventilator NIV mode spont PS dengan FiO2 80% PEEP 4, PS : 8, SpO2 : 88%,
volume tidal : 420.

c. Riwayat Penyakit Sebelumnya.

Pasien Riwayat Parkinson 2 tahun yang lalu.

d. Riwayat Penyakit Keluarga.

Tidak ada riwayat penyakit keluarga.

4. Keadaan Umum.

a. Status Kedasaran : Sopor

b. GCS : E2V1M2 Total : 5

c. Antropomentri.

 BB : 70 kg

 TB : 160 cm

 IMT : 27,3 cm

 LILA : 23 cm

d. TTV (Pukul : WIB)

 TD : 140/70 mmHg

 N : 117 x/menit

 RR : 40 kali/mnt

 S : 38 ˚C

5. Pemeriksaan Fisik (Head to Toe).

1. Kepala.

a. Rambut dan Kulit Kepala.

24
Mesosefal, tidak ada hemtom atau luka pada kepala.

b. Mata.

Konjungtiva tidak anemis, sclera tidak icteric, pupil isokor, tidak ada
hematom kelopak mata.

c. Telinga.

Tampak bersih, tidak ada cairan yang keluar.

d. Hidung.

Terpasang NGT, ada lender kental saat dilakukan isap lendir.

e. Mulut.

Mukosa mulut lembab dan terpasang ventilator NIV mode spont PS


dengan FiO2 80% PEEP 4, PS : 8, SpO2 : 88%, volume tidal 420..

f. Leher.

Tidak ada kelainan pada leher, tidak ada kaku kuduk.

2. Dada.

a. Paru – Paru.

Inspeksi : Terdapat penggunaan otot bantu napas

Palpasi : Tidak ada kelainan

Perkusi : Sonor seluruh lapang dada paru

Auskultasi : Terdengar bunyi napas ronkhi

b. Jantung.

Inspeksi : Datar

Palpasi : Iktus kordis teraba pada SIC 5

Perkusi : Suara pekak, konfigurasi dalam batas normal

25
Auskultasi : Bunyi jantung I dan II murni, gallops (-)

c. Payudara dan Aksila.

Tidak terdapat luka pada payudara dan aksila.

3. Tangan.

Tangan kanan dan kiri simetris, kekuatan otot 3/3

4. Abdomen.

Inspeksi : Datar

Auskultasi : Terdapat bising usus 8 x/menit

Palpasi : Terdapat distensi abdomen

Perkusi : Tidak ada pembesaran hepar dan lien

5. Perkemihan dan Genitalia.

Terpasang kateter, bentuk skrotum normal, penis normal dan tidak ada jejas.

6. Rektum dan Anus.

Tidak ada jejas.

7. Kaki.

Kaki kanan dan kiri simetris, kekuatan otot 3/3

8. Punggung.

(Termasuk penapisan kulit menggunakan skala NORTON/BRADEN).

Jelaskan Skala Norton

Kondisi Fisik : 4 (baik)

Kesadaran : 1 (sopor)

Aktivitas : 1 (terbatas ditempat tidur)

Mobilitas : 1 (tidak bisa bergerak)

26
Inkontinensia : 1 ( tidak ngompol)

Skor : 8 (<14 resiko tinggi terjadinya ulkus decubitus)

9. Kenyamanan, Pola Istirahat dan Tidur.

Sebelum sakit : Kebutuhan istirahat dan tidur klien tercukupi, klien biasanya
dalam sehari tidur 6-8 jam

Selama sakit : Status kesadaran klien sopor.

10. Pola Aktivitas Harian (ADL).

Skala Morse :

 Pasien tidak pernah jatuh (0).

 Pasien memiliki lebih dari satu penyakit (15).

 Saat ini pasien terpasang infus (20).

 Bedrest (0).

 Pasien tidak menyadari kondisinya saat ini (15)

Total : 50 resiko rendah

11. Psiko-Sosial-Spiritual.

Sebelum masuk ICU saat dirumah klien selalu sholat 5 waktu dan mengaji,
tetapi saat di ruang ICU klien hanya mendengarkan lantunan ayat suci Al-
Qur`an menggunakan speaker.

12. Cairan-Nutrisi-Eliminasi.

1. Intake Oral/Enteral.

a. Jenis diit : Susu parenteral Kkal/hari

b. Frekuensi makan.

 Makanan berat : Tidak ada (tampak dlm 1 shift)

 Makanan selingan : Tidak ada (tampak dlm 1 shift)

27
c. Jumlah makan cair : 6 x 300 ml/hari (tampak dlm 1 shift)

d. Jumlah minum : 6 x 20 Gelas/hari (ml/hari) (tampak dlm


1 shift)

e. Parenteral : sonde ml/sift

2. Eliminasi

a. Frekuensi BAK : 5 kali/hari (tampak dlm 1 shift)

b. Urin output : 500 ml/shift : cc/kgBB/jam pengamatan

c. IWL : 40,625 ml/shift

d. Balan Cairan : 121,87 cc/shift

e. Jumlah cairan muntah : Tidak ada

f. BAB

Frekuensi : Tidak ada (tampak dlm 1 shift)

Konsistensi : Tidak ada (tampak dlm 1 shift)

Warna : Tidak ada

Jumlah : Tidak ada

Kaji Status Defeksi menggunakan Bistol Stool Chart

g. Drain : Tidak terkaji

13. Hasil Pemeriksaan Laboratorium dan Diagnostik.

Tanggal Jenis Hasil Nilai Normal Interpretasi


Pemeriksaan
20-10- Leukosit 14.490 4.000–10.000 mm3 Untuk
2022 mengetahui
adanya infeksi
HB 11 13-17% Untuk
mengetahui

28
adanya anemi
Trombosit 234.000 150.000400.000/mm3 Untuk
mengetahui
adanya
trombositopeni
HCT 33,10 37,0 – 47,0 Untuk
mengetahui
kekentalan
darah
GDA 84 80 - 120 mg/dL Untuk
mengetahui
nilai gula
darah stabiil
atau tidak
Natrium 137,9 135 – 145 mmol/L ungsi jantung
dan ginjal
Kalium 3,84 3,5 – 5 mmol/L fungsi jantung
dan ginjal
Chlorida 104,5 95 – 108 mmol/L Mengetahui
fungsi tulang
PT 28,3 11,9 – 15 Mengetahui
status
koagulasi
pasien
APTT 51,3 26,4 – 4 Mengetahui
status
koagulasi
pasien
PCT 0,217 1,08 – 2.82 10^3 Untuk
mengetahui
infeksi bakteri
INR 2,09 2 Mengetahui
waktu bisa

29
membekukan
darah

14. Medikasi Obat-Obatan yang Diberikan Saat Ini.

No Rute Pemberian Obat Dosis Indikasi


(Nama Obat)

1. Ventolin, Nebul venti 3x1 Obat sistem saluran nafas golongan


agonis adrenoreseptor beta 2 selektif
kerja pendek dengan efek bronkodilatasi
sehingga merelaksasi bronkus

2. Bisolvon, nebul venti 3x1 Golongan agen mukolitik yang berfungsi


mengencerkan dahak dan mengobati
radang pada bronkus

3. Cefosublactam, IV Bolus 2x2 gr Menghambat pembentukan dinding sel


bakteri dengan cara menghambat kerja
enzim beta lactamase, yaitu enzim
pertumbuhan bakteri.

4. Omeprazole, IV Bolus 2x40 gr Mengurangi sekresi asam lambung


dengan menghambat secara spesifik
enzim lambung pompa proton H+/ K+-
ATPase dalam sel parietal.

5. Ondancentron, IV Bolus 2x8gr Golongan antiemetik mencegah dan


mengobati mual muntah bekerja dengan
menghambat ikatan serotonin pada
reseptor 5HT3, sehingga membuat
penggunanya tidak mual dan berhenti
munta

6. Perimpera, IV Bolus 3x1 Antiinflamasi dan antiemetik sebagai


pengobatan jangka pendek (4 sampai 12
minggu) untuk gangguan saluran cerna,

30
mual dan muntah akibat obat, ulkus
peptikum, stenosis piloris (ringan),
dispepsia.

7. Novorapid, subcutan 3x1 Insulin analog kerja cepat (Rapid Acting)


dengan insulin asphart guna menurunkan
gula darah setelah 10-20 menit
pemakaian

3.3. Analisa Data.

No Data Penunjang Etiologi Masalah Keperawatan

1. DS : Gangguan Ventilasi
Spontan (D.0004)
 Keluarga mengatakan Acute respiratory distress
pasien sehari yang syndrome (ARDS)
lalu tiba-tiba tidak
sadarkan diri,
mengalami demam, Penurunan Aktivitas

nafas sesak. Surfaktan

 Keluarga mengatakan
pasien memiliki Atelektasis
Riwayat Parkinson 2
tahun yang lalu
Penurunan Keseimbangan
DO :
Ventilasi Perfusi
 Breathing didapatkan
hasil pasien gagal
napas. Gangguan Ventilasi
Spontan
 Frekuensi napas RR :
40x/menit.

 Pada pemeriksaan
fisik paru-paru

31
inspeksi : terdapat
penggunaan otot
bantu napas.

 Auskultasi terdengar
bunyi napas ronkhi.

 Pasien tampak
terpasang ventilator
NIV mode spont PS
dengan FiO2 80%
PEEP 4, PS : 8, SpO2
: 88%, volume tidal
420.

 Tekanan Darah :
140/70 mmHg.

 Frekuensi nadi HR :
117 x/menit.

 Irama denyut nadi :


ireguler.

 Penurunan kesadaran
GCS 5 (E2V1M2)

2. DS : Risiko Infeksi (D.0142)

 Keluarga mengatakan Acute respiratory distress


pasien sehari yang syndrome (ARDS)
lalu tiba-tiba tidak
sadarkan diri,
mengalami demam, Tindakan Invasif

nafas sesak. (Pemasangan Ventilator)

DO :
Invasi Bakteri
 Suhu : 38 ˚C

32
 Leukosit : 14.490
mm3

 PT : 28,8
Risiko Infeksi
 APTT : 51,3

 PCT : 0,217

 Cefosublactam, IV
Bolus : 2 x 2

3.4. Diagnosa Keperawatan.

1. Gangguan ventilasi spontan berhubungan dengan kelelahan otot pernapasan


dibuktikan dengan pasien tampak menggunakan otot bantu napas, volume tidal
menurun : 420 ml, SaO2 menurun : 88%, penurunan kesadaran GCS 5 E2 V1 M2,
takikardia N : 117x/menit (D.0004).

2. Risiko Infeksi berhubungan dengan efek prosedur invasif (D.0142)

3.5.Intervensi Keperawatan.

No Diagnosa Keperawatan SLKI SIKI

1. Gangguan ventilasi spontan Ventilasi Spontan (L.01007) Manajemen Jalan Napas


berhubungan dengan kelelahan (I.01011).
otot pernapasan dibuktikan Definisi :
Definisi :
dengan pasien tampak Keadekuatan cadangan energi
menggunakan otot bantu napas, untuk individu Mengidentifikasi
mendukung dan

volume tidal menurun : 420 ml, mampu bernafas secara adekuat. mengelola kepatenan jalan
SaO2 menurun : 88%, penurunan nafas

kesadaran GCS 5 (E2V1M2), Setelah dilakukan


intervensi Tindakan :
takikardia N : 117 x/menit selama 1x8 jam maka ventilasi
Observasi
(D.0004). spontan meningkat dengan
kriteria hasil :  Monitor pola napas
Definisi :
 Volume tidal meningkat. (frekuensi, kedalaman,

33
Penurunan cadangan energi yang  Dispnea menurun. usaha napas)
mengakibatkan individu tidak  Penggunaan otot bantu  Monitor bunyi napas
mampu bernafas secara adekuat. napas menurun. tambahan.
 Takikardia membaik.  Monitor sputum (jumlah,
Faktor Risiko :
 PCO2 Membaik. warna, aroma)
Kelelahan Otot Pernafasan.
Terapeutik
Gejala dan Tanda Mayor
 Lakukan penghisapan
Subjektif : lendir kurang dari 15
detik
 Dispnea
Edukasi
Objektif :
 Anjurkan asupan cairan
 Penggunaan otot bantu jalan 2000 ml/hari, jika tidak
nafas meningkat. kontraindikasi

 Volume tidal menurun. Kolaborasi

 PCO2 Meningkat.  Kolaborasi pemberian


ventolin nebul venti, jika
 SaO2 Menurun.
perlu.
Gejala dan Tanda Minor
Penghisapan Jalan Nafas
Subjektif :
(I.010120).
 -
Definisi :
Objektif :
Membersihkan secret
 Gelisah. dengan memasukkan kateter
 Takikardia. suction bertekanan negatif
ke dalam mulut, nasofaring,
Kondisi Klinis Terkait :
trakea dan endotracheal tube
 Acute respiratory distress (ETT).
syndrome (ARDS)
Tindakan :
Observasi
 Auskultasi suara napas

34
sebelum dan setelah
dilakukan penghisapan.
 Monitor status oksigen
(SaO2).
Terapeutik
 Berikan oksigen dengan
konsentrasi tinggi
(100%) paling sedikit 30
detik sebelum dan
setelah Tindakan.
 Lakukan penghisapan
kurang dari 10 detik.
Lakukan kultur dan uji
sensitifitas secret, jika
perlu.
Edukasi
 Anjurkan bernapas
dalam dan pelan selama
insersi kateter.
Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian
bisolvon nebul venti,
jika perlu.

35
BAB IV

PENUTUP

4.1. Kesimpulan.

Acute respiratory distress syndrome (ARDS) merupakan sindrom, kumpulan observasi


klinis dan fisiologis yang menggambarkan suatu keadaan patologis. Patogenesis
ARDS belum sepenuhnya jelas dan belum ada gold standard untuk mendiagnosis.
ARDS ditandai dengan edema paru non kardiogenik, inflamasi pada paru,
hipoksemia, dan penurunan komplians paru. Dalam kasus ini pengkajian meliputi
arway, breathing, circulation, disability, exposure, keluhan utama klien, riwayat
penyakit sekarang, riwayat penyakit dahulu dan keluarga, pemeriksaan fisik head to
toe, pemeriksaan laboratorium dengan hasil dapat diketahui klien mengalami
gangguan ventilasi spontan. Hasil pengkajian asuhan keperawatan pada pasien ARDS
ditemukan beberapa diagnosa. Diagnosa keperawatan yang muncul antara lain
Gangguan ventilasi spontan berhubungan dengan kelelahan otot pernapasan
dibuktikan dengan pasien tampak menggunakan otot bantu napas, volume tidal
menurun. Oleh karena itu, penanganan ARDS sangat memerlukan tindakan khusus
dari perawat untuk mencegah memburuknya kondisi kesehatan klien. Hal tersebut
dikarenakan klien yang mengalami ARDS dalam kondisi gawat yang dapat
mengancam jiwa klien. Salah satu intervensi yang dilakukan adalah manajemen jalan
nafas dan penghisapan jalan nafas.

36
DAFTAR PUSTAKA

Azizah., dkk. 2021. Asuhan Keperawatan Pasien Gagal Nafas dalam Pemenuhan Kebutuhan
Oksigenai. Surakarta : Diploma Three Nursing Study Program Kusuma Husada
University

Bakhtiar, A., & Maranatha, R. A. (2015). Jurnal Respirasi JR. Hospital Medicine Clinics,
4(4), 500–512.

Hartini, K., Amin, Z., Pitoyo, C. W., & Rumende, C. M. (2014). Faktor-Faktor yang
Mempengaruhi Mortalitas Pasien ARDS di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo
Jakarta.

Issa, N., & Shapiro, M. (2016). Acute respiratory distress syndrome. Trauma, Critical Care
and Surgical Emergencies: A Case and Evidence-Based Textbook.

Komang, A., & Herman, Achmad krisna, luhi. (2015). Acute Respiratory Distress Syndrom
Or ALI Berlin.

Schreiber, M. L. (2018). Acute respiratory distress syndrome. MEDSURG Nursing

Muna, L., & Soleha, U. (2018). Faktor yang Mempengaruhi terjadinya ARDS di Ruang ICU
Rumah Sakit. Journal of Health Sciences

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia, Definisi dan
Indikator Diagnostik, Edisi I Cetakan III (Revisi). Jakarta Selatan : Dewan Pengurus
Pusat PPNI

Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia, Definisi dan
Tindakan Keperawatan, Edisi I Cetakan II. Jakarta Selatan : Dewan Pengurus Pusat
PPNI

Tim Pokja SLKI DPP PPNI. 2019. Standar Luaran Keperawatan Indonesia, Definisi dan
Kriteria Hasil Keperawatan, Edisi I Cetakan II. Jakarta Selatan : Dewan Pengurus
Pusat PPNI

37

Anda mungkin juga menyukai