Anda di halaman 1dari 18

KEPERAWATAN BENCANA

LAPORAN MAKALAH KELOMPOK 1B


“KOMUNIKASI DAN PENYEBARAN INFORMASI KEBENCANAAN,
PENGELOLAAN KEGAWAT DARURAT BENCANA (4Cs) DAN KERJA SAMA TIM
INTER DAN MULTIDISIPLIN SERTA PEMBERDAYAAN MASYARAKAT
COVID-19”

DOSEN FASILITATOR :
Ns. T. Abdur Rasyid, M.Kep
DISUSUN OLEH
Kelompok 1B :
Dwi Sutriyani 19031041
Intan Fadilla Dewita 19031045
Wahyu Alfin Khoir 19031049
Syafira Intantry 19031054
Poppy Rafita 19031058
Febi Helia 19031062
April Lia Listiyani 19031067
Nurlaila Annisa 19031072
Vidya Putri Sira 19031078

PROGRAM STUDI S1 ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KESEHATAN
UNIVERSITAS HANG TUAH PEKANBARU 
2022
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh


Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kami kemudahan sehingga kami
dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Tanpa pertolongan-Nya tentunya kami
tidak akan sanggup untuk menyelesaikan makalah ini dengan baik. Shalawat serta salam semoga
terlimpah curahkan kepada baginda tercinta kita yaitu Nabi Muhammad SAW yang kita nanti-
nantikan syafa’atnya di akhirat nanti.
Kami mengucapkan syukur kepada Allah SWT atas limpahan nikmat sehat-Nya, baik itu
berupa sehat fisik maupun akal pikiran, sehingga kami mampu untuk menyelesaikan pembuatan
makalah.
Kami tentu menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna dan masih
banyak terdapat kesalahan serta kekurangan di dalamnya. Untuk itu, kami mengharapkan kritik
serta saran dari pembaca untuk makalah ini, supaya makalah ini nantinya dapat menjadi makalah
yang lebih baik lagi. Kemudian apabila terdapat banyak kesalahan pada makalah ini kami mohon
maaf yang sebesar-besarnya.
Kami juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak khususnya kepada bapak
dosen, yakni bapak Ns. T. Abdur Rasyid, M.Kep yang telah membimbing dalam menulis
makalah ini. Demikian, semoga makalah ini dapat bermanfaat. Terima kasih.
Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh

Pekanbaru, 23 November 2022

Kelompok 1B

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR....................................................................................................................i

DAFTAR ISI..................................................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN..............................................................................................................1

1.1 Latar Belakang.......................................................................................................................1

1.2 Tujuan Penulisan....................................................................................................................2

1.2.1 Tujuan Umum..................................................................................................................2

1.2.2 Tujuan Khusus.................................................................................................................2

1.3 Manfaat..................................................................................................................................2

BAB II TINJAUAN TEORI.........................................................................................................3

2.1 Definisi Kelompol Rentan.....................................................................................................3

2.2 Perawatan Populasi Rentan Pada Lansia...............................................................................3

2.2.1 Definisi............................................................................................................................3

2.2.2 Dampak/Permasalahan dan Perawatan Bencana Pada Lansia........................................4

2.3 Perawatan Populasi Rentan pada Orang Penyakit Kronis.....................................................9

2.3.1 Definisi............................................................................................................................9

2.3.2 Dampak/Permasalahan dan Perawatan Bencana Pada Penyakit Kronis...........................

BAB III PENUTUP......................................................................................................................11

3.1 Kesimpulan..........................................................................................................................11

DAFTAR PUSTAKA...................................................................................................................12

ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu
kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam dan atau
faktor non alam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa
manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis (Undang-
Undang No. 24 Tahun 2007). Masih dari UU 24 Tahun 2007, bencana juga meliputi bencana
alam dan non alam. Bencana alam dapat diklasifikasikan menjadi bencana akibat fenomena
geologi (seperti gempa bumi, tsunami, gerakan tanah, dan gunung api), bencana akibat
faktor biologi (seperti epidemic dan wabah penyakit), bencana akibat kondisi
hidrometerologi (seperti banjir, tanah longsor, kekeringan, dan angin topan). Bencana non
alam dapat terjadi akibat ulah manusia, seperti konflik sosial dan kegagalan teknologi.
Bencana nonalam yang disebabkan oleh penyebaran Corona Virus Disease 2019
(COVID-19) telah berdampak meningkatnya jumlah korban dan kerugian harta benda,
meluasnya cakupan wilayah yang terkena bencana, serta menimbulkan implikasi pada aspek
sosial ekonomi yang luas di Indonesia sehingga bencana ini perlu ditetapkan sebagai
bencana nasional.
Coronavirus Disease adalah penyakit jenis baru yang disebabkan oleh virus yang
dinamakan dengan Severe Acute Respiratory Syndrome Coronavirus 2 (SARS CoV-
2).Coronavirus Disease adalah penyakit jenis baru yang disebabkan oleh virus yang
dinamakan dengan Severe Acute Respiratory Syndrome Coronavirus 2 (SARS CoV-2).
Penyebaran virus COVID-19 di Indonesia mulai pada tanggal 2 Maret 2020 dengan
ditemukannya 2 penderita terkonfirmasi positif yang berasal dari jakarta. Tanggal 17
November 2021 tercatat sudah lebih dari 4,25 juta kasus yang terjadi di Indonesia. Angka
kematian di Indonesia hingga saat ini mencapai 144 ribu.1,2,6. Distribusi penyebaran
COVID-19 di Indonesia pada bulan Juli sebanyak 79,16%, Agustus 64,67 %, September
94,98%, Oktober 89,64 %, November 97,71 %, dan Desember 91,10%.

1
Penanggulangan bencana harus didukung dengan berbagai pendekatan baik soft power
maupun hard power untuk mengurangi resiko dari bencana. Pendekatan soft power adalah
dengan mempersiapkan kesiagaan masyarakat melalui sosialisasi dan pemberian informasi
tentang bencana. Sementara hard power adalah upaya menghadapi bencana dengan
pembangunan fisik seperti membangun sarana komunikasi, membangun tanggul, mendirikan
dinding beton, mengeruk sungai dan lain-lain. Dalam UU, dua hal ini yang disebut mitigasi
bencana. Pada dua pendekatan inilah, komunikasi bencana amat dibutuhkan.
Komunikasi dalam bencana tidak saja dibutuhkan dalam kondisi darurat bencana, tapi
juga penting pada saat dan pra bencana. Mempersiapkan masyarakat di daerah rawan
bencana tentu harus senantiasa dilakukan. selain informasi yang memadai tentang potensi
bencana di suatu daerah, pelatihan dan internalisasi kebiasaan menghadapi situasi bencana
juga harus dilakukan secara berkelanjutkan. Tapi harus diingat, informasi berlimpah saja
tidak cukup untuk menyadarkan warga atas bahaya bencana yang mengancam. Cara
menyampaikan informasi juga harus dilakukan dengan tepat. Kekeliruan dalam
mengkomunikasikan sebuah informasi, bisa menimbulkan ketidakpastian yang
memperburuk situasi. Dalam situasi ini, pendekatan komunikasi budaya dan lintas budaya
amat dibutuhkan kemudian pengelolaan bencana dan kerja sama tim inter dan multidisiplin
serta pemberdayaan masyarakat.
1.2 Tujuan Penulisan
1.2.1 Tujuan Umum
Mahasiswa mampu memahami tentang kerja sama tim inter dan multidisiplin
serta pemberdayaan pada masyarakat.
1.2.2 Tujuan Khusus
1. Mahasiswa mampu memahami konsep komunikasi dan penyebaran informasi
kebencanaan
2. Mahasiswa mampu memahami konsep pengelolaan kegawatdaruratan bencana
3. Mahasiswa mampu memahami konsep kerja sama tim tim interdisiplin dalam
keperawatan bencana
4. Mahasiswa mampu memahami konsep kerjasama tim multidisiplin dalam
keperawatan bencana
5. Mahasiswa mampu memahami konsep dan pemberdayaan masyarakat

2
1.3 Manfaat Penulisan
Diharapkan makalah ini dapat menjadi sumber acuan dalam komunikasi dan penyebaran
informasi kebencanaan, pengelolaan kegawatdaruratan bencana dan kerja sama tim inter dan
multidisiplin serta pemberdayaan masyarakat.

3
BAB II
TINJAUAN TEORI

2.1. Komunikasi dan Penyebaran Informasi Kebencanaan


Komunikasi menjadi bagian penting dalam penanganan setiap bencana, termasuk
pandemi penyakit coronavirus 2019 (COVID-19) yang melanda Indonesia dan lebih dari
190 negara lainnya. Dalam konteks pandemi COVID-19, komunikasi diperlukan untuk
membangun kepercayaan masyarakat dan juga untuk mencegah terjadinya histeria massal.
Pemahaman akan bencana didapat dari komunikasi bencana. Menurut George Haddow dan
Kim Haddow dalam Disaster Communications in A Changing Media World (2014), esensi
komunikasi bencana adalah informasi yang aktual dan akurat yang menjadi dasar individu
dan masyarakat untuk merespons, mengidentifikasi risiko, sampai melakukan pemulihan
setelah bencana. Komunikasi bencana mencakup “informasi yang disebarluaskan kepada
publik oleh pemerintah, organisasi manajemen darurat, dan penanggap bencana serta
informasi bencana yang dibuat dan dibagikan oleh jurnalis dan publik. Di Indonesia saat ini,
ada peluang baru untuk komunikasi bencana melalui teknologi modern dan media sosial.
Aplikasi jejaring sosial seperti Facebook, Twitter, dan Instagram dapat menghubungkan
teman, keluarga, responden pertama, dan mereka yang memberikan pertolongan dan
bantuan.
Virus Corona, atau COVID-19, memicu kepanikan karena sejumlah alasan, pertama
adalah virus baru, artinya tidak ada yang memiliki kekebalan, dan tidak ada vaksin, kedua,
tindakan diambil yang belum pernah terjadi sebelumnya dalam sejarah. Baru-baru ini
misalnya sekolah tutup, tim olahraga tidak bertanding, liburan dibatalkan dan pertemuan
keluarga dilarang. Meskipun tindakan pencegahan ini untuk alasan yang baik, satuan
petugas juga harus mampu menjelaskan sebagian mengapa orang menjadi khawatir. Ketiga,
WHO telah memberi label COVID-19 sebagai pandemi. Pandemi tidak menggambarkan
mautnya suatu penyakit, tetapi seberapa luas penyebarannya. Saat ini, 80% orang yang
terinfeksi mengalami gejala ringan, pilek, dan mirip flu. Selain itu, COVID-19 dianggap
sebagai penyakit droplet, yang berarti menyebar dari orang ke orang melalui tetesan
pernapasan, seperti saat seseorang batuk atau bersin. Tindakan pencegahan konstruktif yang

4
harus dilakukan termasuk menjauh dari kerumunan besar, mendisinfeksi permukaan, dan
sering mencuci tangan.
Kognisi orang tentang wabah dapat dibagi menjadi beberapa tingkatan. Pertama adalah
kognisi COVID-19 itu sendiri, kedua adalah kesadaran akan konsekuensi yang disebabkan
oleh COVID-19 (termasuk rentang penyebaran), dan ketiga adalah kognisi tanggapan
pemerintah dan masyarakat terhadap wabah tersebut. Kebanyakan kognisi publik tentang
COVID-19 berasal dari persepsi langsung atau tidak langsung mereka sendiri. Mereka
sangat kuat percaya bahwa itu sangat menular. Mereka tidak memiliki keyakinan apapun
bahwa itu dapat disembuhkan, dan dengan demikian mereka berada dalam ketidakpastian
yang besar. Padahal, untuk rentang penyebarannya, pemerintah telah mengambil tindakan
tegas seperti merawat pasien di tempat yang ditentukan tempat, mengisolasi mereka,
menutup kota, dll. Karena itu, orang-orang masih merasakan ketidakpastian yang besar, dan
ketidakpastian ini menimbulkan kecemasan dan kepanikan.
Kepanikan ini terutama disebabkan oleh kesadaran orang-orang tentang ketidakpastian
yang besar dikembangkan dengan menggunakan media. Oleh karena itu, setelah terjadinya
wabah, proses memperoleh dan menyebarkan informasi harus dilakukan diawasi dengan
cermat oleh pemerintah dengan menegakkan komunikasi bencana secara rutin. Sebenarnya
media resmi menyebar informasi yang cukup obyektif tentang karakteristik, tren, dan
ketahanan wabah. Jadi jika publik lebih fokus pada media resmi, mereka bisa lebih
memahami tren yang wabah yang ada wabah dengan cara yang benar.
2.2. Pengelolaan Kegawat Darurat Bencana (4Cs : Command, Control, Coordination, and
Communication)

a) Command (Komando)
Kemampuan memberikan perintah secara efektif mengenai sebuah insiden
menggunakan struktur perintah terpadu adalah kunci sukses penanganan kondisi darurat
apapun. Sistem Pengelolaan Insiden (IMS) juga dikenal sebagai sistem komando insiden
(ICS) merupakan sebuah sistem yang dirancang untuk menangani insiden dengan sigap
dalam rentang waktu tertentu. Dalam kondisi darurat, petugas hanya dapat secara efektif
menangani 3 sampai 7 orang. Apabila unit pertama datang maka karyawan perusahaan
yang bertugas bertanggung jawab sampai atasan mengambil alih.

5
Dalam menghadapi wabah COVID-19, pengorganisasian dalam manajemen
komunikasi bencana erat kaitannya dengan pembentukan tim yang terdiri atas pihak-
pihak yang memiliki tugas dan fungsi serta bertanggung jawab dalam pengelolaan
bencana yang terjadi. Pengorganisasian melibatkan berbagai pihak dengan pemilihan
yang tepat (Lestari dkk, 2013).
Penyebaran COVID-19 sebagai pandemi pada sebagian besar negara - negara di
seluruh dunia, termasuk Indonesia telah menimbulkan korban jiwa dan kerugian material
yang semakin besar. Untuk itu, pemerintah mengambil kebijakan dan langkah-langkah
luar biasa (extraordinary) karena ancaman COVID-19 yaitu ancaman di bidang
kesehatan, menular di bidang sosial. ancaman di bidang ekonomi, ancaman di sektor
keuangan, dan di bidang lainnya (Haryanto, 2021).
Ruang lingkup surat edaran ini meliputi (1) Penegasan PKTD, (2) Desa Tanggap
COVID-19, dan (3) Penjelasan perubahan APBDes. Untuk pencegahan penyebaran
COVID-19 yang disebut dalam edaran ini adalah, desa diinstruksikan untuk membentuk
Relawan Desa Lawan COVID-19 yang terdiri atas semua elemen perangkat desa, tokoh
masyarakat dan bermitra dengan Babinkamtibmas, Babinsa dan Pendamping Desa.
Nantinya Relawan akan memiliki tugas dalam pencegahan penyebaran, penanganan
terhadap warga korban COVID-19, dan melakukan koordinasi ke pemerintah daerah (SE.
Menteri Desa PDTT No.8 Tahun 2020).
b) Control
Salah satu bidang penting yang sering terabaikan dalam penyusunan program dan
rencana persiapan bencana adalah kontrol informasi dan pencitraan yang ditransfer
kepada dunia melalui media. Pra-perencanaan yang berkaitan dengan siapa, apa, kapan,
di mana, dan bagaimana arus informasi sangat penting untuk memastikan keakuratan
informasi yang disebarkan tentang perusahaan dan situasi darurat serta gambar yang
publik adalah keputusan perusahaan.
Kontrol terhadap penyebaran arus informasi adalah hal yang sangat penting dan harus
menjadi bagian yang komprehensif dari penanganan gawat darurat dan rencana persiapan
penanganan bencana.

6
Pengendalian informasi sangat penting dalam rangka meminimalkan dampak buruk
setelah bencana. Langkah-langkah dapat dipertimbangkan untuk penanganan
kegawatdaruratan secara keseluruhan dan perencanaan penanganan bencana yaitu :
- Memilih seseorang sebagai perwakilan perusahaan untuk berbicara kepada media
dan tidak ijinkan karyawan lain untuk memberikan informasi kepada media.
- Juru bicara dipilih untuk memberikan platform yang tepat, mikrofon, dan latar
belakang perusahaan (misalnya, logo perusahaan)
- Penampilan, nada suara, kemampuan untuk tetap tenang, dan atribut lainnya
adaah hal yang pentng dupertimabngkan untuk memilih juru bicara
- Media diarahkan ke area yang tepat untuk mendapatkan rekaman video
- Sediakan paket informasi yang akan diberikan kepada media
- Semua informasi disaring oleh pengacara hukum sebelum presentasi dan
pertanyaan dari media dipertahankan seminimal mungkin
- Selalu memberikan informasi yang benar atau tidak ada informasi sama sekali
- Perlu diingat deadline media. Jika memungkinkan berikan informasi kepada
media karena bila tidak ada informasi yang diterma maka media akan
mendapatkan kabar angin.
Pemerintah Indonesia dalam merespon COVID-19 telah mengeluarkan kebijakan
strategis mengatasi penyebaran COVID-19 yakni Pembatasan Sosial Berskala Besar
(PSBB). PSBB yang dilakukan dalam bentuk pembatasan aktivitas luar rumah yang
dilakukan oleh setiap orang yang berdomisili dan/atau berkegiatan. Namun, fakta
memperlihatkan kebijakan belum berjalan dengan efektif. Banyak unsur atau elemen
yang tidak mematuhi kebijakan PSBB yang telah diterapkan oleh masing-masing
pemerintah daerah di Indonesia, bahkan menimbulkan persoalan baru dalam dinamika
pemerintahan yang dijalankan (Rahman, 2021).
Fakta yang terjadi dilapangan menunjukkan bahwa implementasi kebijakan PSBB
yang diterapkan di beberapa daerah di Indonesia tidak berjalan sesuai harapan.
Ketentuan- ketentuan dalam aturan PSBB secara umum belum sepenuhnya dipahami oleh
masyarakat. Didapati masih ada ditemukan aktivitas bekerja (kantor, pasar, pabrik, rumah
makan), masih ada kegiatan keagamaan di tempat ibadah, masih banyakanya aktivitas
masyarakat diluar rumah, kegiatan ditempat umum yang belum menerapkan physical

7
distancing, masih banyak masyarakat yang beraktivitas tidak menggunakan masker, dan
masih banyaknya pergerakan orang yang menggunakan transportasi serta tidak mengikuti
aturan PSBB (Rahman, 2021).
Dari keterangan di atas, komunikasi bencana dalam implementasi kebijakan
PSBB yang diterapkan di beberapa daerah di Indonesia belum berjalan secara optimal.
Hal ini tentunya sangat memengaruhi terhadap efektivitas penanggulangan COVID-19.
Dalam pandangan Rahman (2021), ada beberapa faktor yang memengaruhi implementasi
kebijakan pemerintah tersebut, yakni terdiri atas karekteristik dari masalah, karekteristik
kebijakan, pelaksanaan kebijakan, hubungan antarorganisasi dan lingkungan kebijakan.
Jaringan bersama dalam kondisi pandemi COVID-19 ini meliputi komunikasi
bersama dengan tujuan mengurangi ketidakpastian informasi.
c) Coordination
Kemampuan untuk berkomunikasi, berkoordinasi, dan bekerja secara efektif
sebagai suatu team merupakan faktor utama dalam menentukan keberhasilan suatu
rencana. Dalam suatu bencana berskala besar, maka makin banyak sumber daya yang
dibutuhkan. Kemampuan masing-masing pihak penolong mendata permasalahan,
menghitung sumber daya yang dimiliki, dan berkomunikasi antar sesame akan
menentukan keberhasilan suatu program/proyek. Ada banyak anggota masyarakat yang
akan bersedia membantu, seperti tenaga medis, pemerintah, relawan COVID-19 dll.
Kemudian pemerintah, tenaga kesehatan, kepolisian untuk mendiskusikan tentang
program yang akan dijalankan. Bila diperlukan evakuasi warga, maka koordinasi dengan
pihak penyedia transportasi lokal juga diperlukan. Selain itu kita juga harus mendata
kebutuhan lain yang diperlukan seperti ketersediaan tenaga kesehatan disetiap fasilitas
ksehatan, ketersediaan peralatan medis dan non medis, dll.
d) Communication
Prinsip dalam komunikasi bencana, mengkomunikasikan suatu informasi tentang
bencana yang berharga kepada publik merupakan hal yang utama dalam "risk
management". Publik perlu tahu tentang bahaya dan resiko yang akan mereka hadapi,
sehingga mereka bisa melakukan persiapan-persiapan yang diperlukan bila tejadi suatu
masalah. Tanpa pengetahuan yang cukup, mereka sulit untuk melakukan persiapan-
persiapan tersebut.

8
Ada 4 aspek penting dalam berkomunikasi kepada masyarakat dan tenaga profesional
yang lain:
1. Prinsip dalam berkomunikasi yang baik
2. Dasar-dasar metode dan pendekatan yang dapat digunakan untuk edukasi dan
meningkatkan kewaspadaan masyarakat
3. Edukasi dan pelatihan untuk tenaga profesional
4. Penggunaan internet dalam penanggulangan dampak bencana.
Alat Komunikasi : Radio, Telepon, Pusat Operasi Darurat dan Komunikasi Internal
a. Informasi dapat disampaikan melalui radio, telepon selular, faks, dan pencitraan
digital. Kendaraan personil komunikasi dapat mengatur perintah komunikasi dan
membantu komandan operasi dengan menetapkan giliran kelompok dalam
menggunakan jalur komunikasi. Hal ini dapat meminimalkan chatter (gangguan)
pada sinyal radio.
b. EOC (Emergency Operation Center) atau Pusat Pengendalian Operasi Gawat
Darurat dapat didirikan dalam kendaraan khusus komunikasi atau bangunan dekat
lokasi darurat, tetapi sering misi pengolahan informasi (menerima,
menyampaikan, perencanaan, logistik, keuangan, dan tugas lainnya) dapat
dilakukan di lokasi terpencil. Telepon panggilan masuk dapat disaring dan
diarahkan pada individu yang tepat atau, jika tidak bersifat darurat dapat
dihentikan sementara.
Dalam konteks masa pandemi COVID-19, terdapat banyak narasi dan tindakan
pemimpin di Indonesia dalam menghadapi situasi pandemi COVID-19. Pada awalnya,
muncul pro dan kontra mengenai kecemasan dan tingkat kebahayaan virus Corona. Saat
itu (Januari- Februari 2020) belum teridentifikasi dan mengorganisasi bahan yang sesuai,
mencari dan menemukan sumber data berupa sumber pustaka utama, yaitu buku dan
artikel-artikel jurnal ilmiah, melakukan reorganisasi bahan dan catatan simpulan yang
didapat dari sumber data, melakukan review atas informasi yang telah dianalisis dan
sesuai untuk membahas dan menjawab rumusan masalah penelitian, memperkaya sumber
data untuk memperkuat analisis data, dan menyusun hasil penelitian.
Ketika awal Maret 2020 teridentifikasi warga Depok yang terpapar COVID-19,
mulailah pemimpin Indonesia lebih sigap menghadapi virus sejalan dengan WHO yang

9
menetapkan bahwa peristiwa ini merupakan pandemi sehingga sejumlah rumah sakit
disiapkan, sejumlah dana dialokasikan, sistem bekerja dan belajar dirubah menjadi
bekerja dan belajar dari rumah, beribadah di rumah dan hal-hal lain terkait. Dalam
artikel-artikel yang muncul, tidak hanya Presiden dan pejabat daerah (pemimpin formal)
juga pemimpin non-formal (ulama- MUL, ormas-ormas Islam dan lainnya) terlibat aktif
berkontribusi dalam usaha pencegahan penyebaran/memutus siklus COVID-19 dan
menghadapi situasi dampak sampingan pandemi, terutama kelangsungan hidup rakyat
Indonesia (Solahudin dkk., 2020).
Dalam konteks perencanaan komunikasi bencana, pelaksanaan manajemen
komunikasi bencana pada masa pandemi COVID-19 tidak didahului dengan perencanaan
komunikasi bencana yang matang. Hal ini terlihat dari banyak narasi dan tindakan
pemimpin di Indonesia dalam menghadapi situasi pandemi COVID-19. Bahkan, pada
awalnya. muncul pro dan kontra mengenai kecemasan dan tingkat kebahayaan virus
Corona sebagaimana telah dikatakan sebelumnya.
2.3 Kerja Sama Tim Inter dan Multidisiplin
Interdisipliner merujuk pada suatu pendekatan yang menggunakan berbagai sudut
pandang ilmu dengan melakukan integrasi metode dan analisis baik serumpun atau tidak
untuk memecahkan suatu masalah (Ratnasiri, 2016), (Jessup, 2007). Menurut NRC
(National Research Council, 2006) “the term interdisciplinary is used as an umbrella
term to represent efforts usually conducted by research teams that involve ideas and
methods from more than one discipline”. Namun seringkali bahwa apa yang dimaksud
“interdisiplin”” pada kenyataannya adalah “multidisiplin” (National Research Council,
2006). Menurut Ingham et al (Ingham et al., 2012) manajemen bencana akan lebih bagus
dengan menggunakan pendekatan interdisiplin yang tidak hanya meningkatkan
pengembangan pengelolaan bencana tetapi juga dapat mentransfer pengetahuan dari
konsep kepada kebijakan dan praktek-praktek yang dikembangkan untuk tujuan
pencegahan, tanggap darurat dan pasca bencana.
Pengertian multidisipliner adalah suatu upaya menggunakan berbagai disiplin
ilmu yang relevan untuk memecahkan masalah (National Research Council, 2006).
Menurut NRC (National Research Council, 2006) yang mengutip Klein “In
multidisciplinary research, investigators representing different disciplines often work in

10
parallel, rather than collaboratively. Multidisciplinary signifies the juxtaposition of
disciplines. It is essentially additive, not integrative”. Uwizeyimana dan Basheka
(Uwizeyimana & Basheka, 2017) mengartikan “additive” sebagai materi yang
ditambahkan ke sesuatu dalam jumlah kecil untuk meningkatkan atau menjaga sesuatu itu
sebagai produk hasil tambahan. Biasanya multidisiplin diartikan “ahli dari berbagai
disiplin ilmu kerja bersama-sama secara independent pada beberapa aspek suatu proyek”,
sedangkan interdisiplin adalah “ahli dari berbagai disiplin ilmu kerja bersama-sama
dalam suatu proyek” (Mallon and Burnton, S. 2005, dalam (Sku\vcaiu & Klein, 2010).
Kontribusi Stakeholders dalam penanggulangan COVID-19 :
1) Instansi yang memiliki tugas dan fungsi di bidang kesehatan
Diantaranya adalah Kemenkes, penyedia fasilitas kesehatan (TNI, Polri, BUMN), dan
penyedia tenaga kesehatan (Kemendikbudristek), penyedia komoditas kesehatan
seperti obat, vaksin, dan alat kesehatan (BUMN), dan pembiayaan kesehatan (BPJS
Kesehatan).
2) Instansi penunjang
Pada umumnya mendukung fungsi kesehatan seperti penyediaan sarpras pendukung
(KemenEDMS & Kominfo), regulator terkait tenaga kesehatan (KemenPANRB,
BKN, Kemendagri), pelaksana riset kesehatan (BRIN, LIPI), regulator komoditas
kesehatan (BPOM, Kemenperin), dan fungsi pendukung lainnya.
3) Instansi koordinator
Instansi koordinator berperan dalam koordinasi dan sinkronisasi perencanaan &
penganggaran seluruh aktivitas reformasi SKN di tingkat pusat dan daerah, seperti
Bappenas, Kemenkeu, Kmendagri, dan Kemendes PDTT.
2.4 Pemberdayaan Masyarakat Covid-19
Pemberdayaan masyarakat bidang kesehatan adalah upaya yang bertujuan untuk
mengembangkan pengetahuan, sikap dan perilaku masyarakat agar mampu mengidentifikasi
masalah, merencanakan dan memecahkan permasalahan kesehatannya dengan
memanfaatkan potensi setempat dan fasilitas yang ada, baik dari lintas sektor, Lembaga
Swadaya Masyarakat (LSM) maupun tokoh masyarakat. Sementara itu, pemberdayaan
masyarakat dalam pencegahan COVID-19 merupakan upaya yang dilakukan masyarakat

11
dengan menggali potensi yang dimiliki agar berdaya dan mampu berperan dan mencegah
penularan COVID-19.
1) Pemberdayaan masyarakat Melalui Desa Siaga COVID-19
Salah satu contoh dari pelaksanaan pemberdayaan masyarakat yang diselenggarakan
oleh pemerintah adalah desa siaga sebagai bentuk respon pemerintah terhadap masalah
kesehatan yang belum dapat tertangani. Pelaksanaan desa siaga di masa pandemi
COVID-19 menerapkan lima prinsip yaitu :
 Berjarak (buat marka pembatas untuk jaga jarak),
 Bersih (pasang tempat cuci tangan dan sabun, desinfeksi rutin),
 Sedikit (tidak mengadakan kumpul-kumpul nonesensial),
 Singkat (pertemuan kurang dari satu jam) dan
 Terbuka (menghindari pertemuan di dalam ruangan).
Kunci desa siaga dalam menghadapi pandemi meliputi aspek perilaku dan surveilans.
Aspek perilaku yang dapat diterapkan di desa siaga COVID-19 berupa edukasi berulang-
ulang, deteksi dan lawan hoax yang beredar di masyarakat, membagikan masker, menjadi
teladan dan saling mengingatkan penerapan protokol kesehatan. Sedangkan aspek
surveilans yang dapat diterapkan antara lain deteksi kasus secara proaktif bersama kader,
tokoh masyarakat, dll, memberi dukungan pada (Orang Dalam Pemantauan) ODP, Pasien
Dalam Pengawasan (PDP), Orang Tanpa Gejala (OTG), pasien, pelaku perjalanan yang
melakukan isolasi mandiri berupa makanan dan santunan, membantu mengawasi
pergerakan orang keluar masuk desa, menyediakan tempat karantina bagi pelaku
perjalanan, atau mereka yang membutuhkan dan meningkatkan cakupan imunisasi.
2) Pemberdayaan Masyarakat Melalui Komunitas Di Masa Pandemi COVID-19
Pemberdayaan komunitas tidak sematamata bertujuan meningkatkan
kesejahteraan masyarakat, tetapi tujuannya dapat berkembang sesuai bidang kegiatannya.
Terdapat 4 prinsip pemberdayaan komunitas yaitu, kesetaraan, partisipatif, keswadayaan,
dan berkelanjutan. Kegiatan sosial masyarakat dapat mempererat hubungan sosial
masyarakat. Pemberdayaan dari dalam masyarakat biasanya diprakarsai oleh para
pemangku kepentingan. seperti kepala desa, lurah, RT, RW, tokoh masyarakat. Salah satu
contoh pelaksanaan pemberdayaan masyarakat yang berbasis komunitas yaitu komunitas
sepeda kampanye 3M dan membagikan masker dan hand sanitizer. Pada masa pandemi

12
COVID-19 ini perlu melakukan pencegahan serta pengendalian terhadap penyakit ini.
Salah satu upaya untuk menjaga imunitas tubuh tetap terjaga di tengah pandemi
COVID19 ini adalah dengan tetap berolahraga secara rutin, salah satunya bersepeda.
Kegiatan dalam pemberdayaan masyarakat di masa pandemi COVID-19 ini bisa
dilakukan dengan puluhan pesepeda dari berbagai komunitas. Dalam kegiatan itu
melakukan olahraga serta mengkampanyekan pencegahan COVID-19 tentang penerapan
3M yaitu mencuci tangan pakai sabun, memakai masker, dan menjaga jarak serta
membagikan masker gratis kepada masyarakat

13
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Virus Corona, atau COVID-19, memicu kepanikan karena sejumlah alasan, pertama adalah virus
baru, artinya tidak ada yang memiliki kekebalan, dan tidak ada vaksin, kedua, tindakan diambil
yang belum pernah terjadi sebelumnya dalam sejarah. Dalam konteks perencanaan komunikasi
bencana, pelaksanaan manajemen komunikasi bencana pada masa pandemi COVID-19 tidak
didahului dengan perencanaan komunikasi bencana yang matang. Hal ini terlihat dari banyak
narasi dan tindakan pemimpin di Indonesia dalam menghadapi situasi pandemi COVID-19.
Kontribusi Stakeholders dalam penanggulangan COVID-19 :Instansi yang memiliki tugas dan
fungsi di bidang kesehatan, Instansi penunjang,Instansi koordinator. Pelaksanaan desa siaga di
masa pandemi COVID-19 menerapkan lima prinsip yaitu :Berjarak (buat marka pembatas untuk
jaga jarak), Bersih (pasang tempat cuci tangan dan sabun, desinfeksi rutin),Sedikit (tidak
mengadakan kumpul-kumpul nonesensial), Singkat (pertemuan kurang dari satu jam) dan
Terbuka (menghindari pertemuan di dalam ruangan). Pemberdayaan komunitas tidak
sematamata bertujuan meningkatkan kesejahteraan masyarakat, tetapi tujuannya dapat
berkembang sesuai bidang kegiatannya. Terdapat 4 prinsip pemberdayaan komunitas yaitu,
kesetaraan, partisipatif, keswadayaan, dan berkelanjutan. Kegiatan sosial masyarakat dapat
mempererat hubungan sosial masyarakat.

14
DAFTAR PUSTAKA

15

Anda mungkin juga menyukai