Anda di halaman 1dari 20

Tugas Makalah Mata Kuliah Ilmu Komunikasi

KOMUNIKASI PADA MASYRAKAT RESIKO TINGGI TERPAPAR


COVID (CARA PENCEGAHAN)
Dosen Pembimbing: Anda Syahputra, S. Kep, M.Kes

Di susun oleh kelompok 13 :


Muhammad riski (P00820722046)
Mujiburahman (P00820722048)

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTRIAN ACEH UTARA


PRODI D-III KEPERAWATAN
TA. 2022/2023

1
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr.Wb
Puji syukur kami ucapkan atas kehadirat Allah SWT, atas segala rahmat dan
hidayah-Nya. Shalawat dan salam kami ucapkan kepada nabi besar Muhammad
Saw yang selalu kita nantikan syafa‟atnya di akhirat nanti.Kami mengucapkan
syukur kepada Allah SWT atas limpahan nikmat sehat-Nya, baik berupa fisik
maupun akal pikiran, sehingga kami mampu menyelesaikan pembuatan makalah
ini sebagai tugas dari mata kuliah komunikasi dengan judul “KOMUNIKASI
PADA MASYRAKAT RESIKO TINGGI TERPAPAR COVID (CARA
PENCEGAHAN)”.
Kami tentu menyadari bahwa makalah ini masih banyak terdapat
kesalahan serta kekurangan di dalamnya. Untuk itu, kami mengharapkan kritik
serta saran untuk makalah kami ini, supaya nantinya mampu membuat ma kalah
yang lebih baik lagi.
Demikian, dan apabila terdapat banyak kesalahan kami mohon maaf yang
sebesar-besarnya.

Lhokseumawe, 24 oktober 2022

Penulis

i
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL
KATA PENGANTAR....................................................................................i
DAFTAR ISI...................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN...............................................................................1
A. Latar Belakang Masalah.......................................................................1
B. Rumusa Masalah...................................................................................3
C. Tujuan ..................................................................................................3
BAB II PEMBAHASAN.................................................................................4
A. Komunikasi pada masyarakat...............................................................4
1. Komunikasi secara primer.............................................................4
2. Komunikasi secara skunder...........................................................4
B. Media sebagai sarana dalam Penyampaian Informasi Covid-19..........6
C. Gejala, penularan dan Pencegahan COVID-19...................................7
1. Gejala.............................................................................................7
2. Penularan........................................................................................9
3. Pencegahan.....................................................................................11
BAB III PENUTUP.........................................................................................15
A. Kesimpulan...........................................................................................15
B. Saran.....................................................................................................16
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................17

ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Media sosial kini menjadi wahana penyebaran informasi, edukasi, dan
entertainment oleh masyarakat kepada masyarakat. Di tengah kondisi pandemi
COVID-19 yang mengharuskan masyarakat melakukan social distancing dan
lockdown, menjadikan mereka semakin beralih ke media social untuk
mendapatkan dukungan, hiburan, dan tetap terhubung dengan orang lain (Nabity-
Grover et al., 2020).
Media sosial memainkan peran yang signifikan selama pandemi sebab
memungkinkan orang untuk berbagi berita serta pengalaman pribadi dan sudut
pandang satu sama lain secara real-time dan global (Islam et al., 2020).
Pengguna aktif media sosial di Indonesia mencapai 59% dari total populasi
dunia, dan khusus untuk pengguna Instagram, Indonesia menjadi negara
keempat terbesar di dunia dengan usia pengguna tertinggi berada pada rentang
18-34 tahun (Hootsuite, 2020). Akun official pemerintah dan stakeholder banyak
tersedia di Instagram, dan banyak dari mereka yang menyebarkan informasi
seputar COVID-19 melalui postingan konten-kontennya
Banyak kajian tentang media sosial telah dilakukan selama krisis kesehatan
pandemi COVID-19 ini, kajian tersebut umumnya seputar topik; diseminasi
informasi kesehatan (Abdoli & Heidarnejadi, 2020; Apuke & Omar, 2020; Barua
et al., 2020; Islam et al., 2020; Kaya, 2020; Merchant & Lurie, 2020; Moran,
2020; Tsui et al., 2020), kesehatan mental (Gao et al., 2020; Lin et al., 2020;
Nabity-Grover et al., 2020; Naeem, 2021; Zhong et al., 2021), sentiment di media
social (Bhat et al., 2020; Chakrabortyet al., 2020), serta dukungan sosial dan
manajemen pandemi melalui media sosial (Carlos et al., 2020; Li & Zhang, 2020).
Namun, dari banyaknya kajian tersebut, hanya sedikit yang mengkajinya
dalam perspektif komunikasi risiko, di mana hal tersebut penting untuk dikaji
dalam situasi seperti sekarang ini. Komunikasi risiko merupakan pertukaran
informasi real-time, saran dan pendapat antara para ahli, masyarakat dan
berbagai pihak lain yang berkepentingan mengenai risiko serta faktor-faktor yang

1
berkaitan dengan risiko, yang bertujuan untuk memungkinkan orang yang
berisiko mengambil keputusan yang tepat untuk melindungi diri mereka sendiri
dan orang yang mereka cintai (WHO, 2020).
Media massa memiliki hal yang negatif jika informasi yang disebarkan
tidak digunakan sebagaimana mestinya. Sebagai contoh berita yang disebarkan
oleh suatu media massa adalah informasi yang hoax (tidak benar), informasi yang
disebarkan digunakan untuk menakut-nakuti masyarakat, informasi yang
disebarkan menimbulkan kekhawatiran dan keresahan antar sesama masyarakat,
dan informasi yang disebarkan berupaya untuk membuat masyarakat melakukan
judgement kepada orang yang terkena Covid-19. (Kurnia, 2020) Akibat dari
penyebaran informasi yang tidak benar melalui media massa ini sangat
mempengaruhi mental atau psikis masyarakat. Seperti halnya yang kita ketahui
saat ini banyak orang yang salah paham mengenai penguburan jenazah orang
yang positif Covid-19. Banyak masyarakat menolak untuk menguburkan jenazah
orang tersebut ditempat mereka tinggal. Hal ini menyebabkan keluarga yang
ditinggalkan juga merasa kesusahan untuk memakamkan jenazah tersebut.
Padahal penguburan jenazah jika dilakukan sesuai SOP Kesehatan maka tidak
akan bisa lagi virusnya menularkan ke orang yang lain.
Namun, sayangnya masyarakat malah percaya dengan berita hoax yang
menyatakan bahwa tempat jenazah dimakamkan bisa menularkan virusnya ke
orang lain juga. Selain itu, ada juga berita mengenai pengobatan-pengobatan
tradisional yang mampu untuk terhindar dari Covid-19 ini. Padahal, berita ini
tidaklah 100% benar akan bisa terhindar dari Covid-19 ini, melainkan obatobatan
tradisional ini hanyalah agar imun tubuh kita kuat, sehingga terhindar dari
berbagai penyakit namun tidak juga bisa menjamin terhindar dari Covid-19 karena
para ilmuwan masih belum meneliti tentang hal itu. Sedangkan saat ini para
peneliti di berbagai belahan dunia manapun sedang meneliti tentang vaksin yang
dapat digunakan dalam mengatasi wabah Covid-19 ini. Peran media massa juga
sangat penting untuk membantu pemerintah dalam menyebarkan informasi
mengenai wabah covid-19 ini.

2
Oleh karena itu, kita sebagai masyarakat awam seharusnya dapat memilah
mana berita yang benar dan mana berita yang salah sehingga kita
tidakberspekulasi yang tidak baik mengenai orang-orang yang menjadi korban
terkena covid-19 ini. Bukankah kita juga sebagai umat Islam sudah diajarkan
bagaimana untuk tetap ber-tabayyun terhadap berita yang kita dapatkan. (Gusti,
2020) Hal ini dilakukan agar kita tidak mudah menyerap informasi yang tidak
benar baik untuk diri kita sendiri maupun membagikan informasinya untuk orang
lain. Adapun di antara langkah pemerintah untuk mengatasi penyebaran informasi
yang hoax melalui media massa adalah dengan melakukan sosialisasi langsung
kemasyarakat dan menyebarkan situs-situs terpercaya yang memang bisa menjadi
rujukan masyarakat untuk mengetahui informasi terkini tentang perkembangan
wabah Covid-19 ini. Di samping itu juga, kontrol dan pengawasan terhadap situs
ataupun website di dunia maya.
B. Rumusan masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dijabarkan oleh peneliti diatas, maka
rumusan masalah yang dapat diambil adalah : Bagaimana komunikasi pada
masyrakat resiko tinggi terpapar covid dan cara pencegahan ?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah yang ada, adapun tujuan yang ingin di dapat
dari penelitian untuk mengetahui komunikasi pada masyrakat resiko tinggi
terpapar covid dan cara pencegahan.

3
BAB II
PEMBAHASAN
A. Komunikasi pada masyarakat
komunikasi pada hakekatnya adalah suatu proses pemindahan/transmisi atau
penyampaian ide, gagasan, informasi, dan sebagainya dari seseorang (sender atau
komunikator atau sumber) kepada seseorang yang lain (receiver atau komunikan).
Proses komunikasi diantara keduanya dapat dikatakan berhasil apabila terjadi
kesamaan makna. Sebaliknya, komunikasi menjadi gagal bilamana keduanya
tidak memiliki kesamaan makna atas apa yang dipertukarkan atau
dikomunikasikan.
Menurut Effendy (1999: 11 – 19), Proses komunikasi dalam masyarakat
dapat dibedakan atas 2 tahap:
1. proses komunikasi secara primer
Proses komunikasi secara primer adalah proses penyampaian pikiran dan
perasaan dari seseorang kepada orang lain menggunakan lambang atau
simbol sebagai media. Lambang sebagai media primer dalam proses
komunikasi adalah bahasa, kial (gesture), isyarat, gambar, warna, dan
sebagainya yang secara langsung mampu “menerjemahkan” pikiran dan atau
perasaan komunikator kepada komunikan.
Media primer atau lambang yang paling banyak digunakan dalam
komunikasi adalah bahasa. Akan tetapi, tidak semua orang pandai mencari
kata-kata yang tepat dan lengkap yang dapat mencerminkan pikiran dan
perasaan yang sesungguhnya.
2. Proses komunikasi secara skunder
proses komunikasi secara sekunder adalah proses penyampaian pesan
oleh seseorang kepada orang lain dengan menggunakan alat atau sarana
sebagai media kedua setelah memakai lambang sebagai media pertama
Mengapa menggunakan alat bantu atau media kedua? Alasannya bisa
beragam. Seorang komunikator menggunakan media kedua dalam
melancarkan komunikasinya karena komunikan sebagai sasarannya berada di
tempat yang relatif jauh. Alasan lainnya, jumlah komunikannya banyak.

4
Beberapa media kedua atau alat bantu yang biasanya digunakan antara lain:
surat, telepon, telegram, surat kabar, majalah, radio, televisi, film, dan lain-
lain yang sering digunakan dalam berkomunikasi.
Pada umumnya kalau kita berbicara di kalangan masyarakat, yang
dinamakan media komunikasi itu adalah media kedua sebagaimana
diterangkan diatas. Jarang sekali orang menganggap bahasa sebagai media
komunikasi. Hal ini di sebabkan karena bahasa sebagai lambang (symbol)
beserta isi (content) – yakni pikiran dan atau perasaan - yang dibawanya
menjadi totalitas pesan (message), yang tampak tak dapat dipisahkan.Tidak
seperti media dalam bentuk surat, telepon, radio, dan lain-lainnya yang jelas
tidak selalu dipergunakan. Tampaknya seolah-olah orang tak mungkin
berkomunikasi tanpa bahasa, tetapi orang mungkin dapat berkomunikasi
tanpa surat, atau telepon, atau televisi, dan sebagainya.
Seperti diterangkan di muka, pada umumnya memang bahasa yang paling
banyak digunakan dalam komunikasi karena bahasa sebagai lambang mampu
mentransmisikan pikiran, ide, pendapat, dan sebagainya, baik mengenai hal
yang abstrak maupun yang kongkrit; tidak saja tentang hal atau peristiwa
yang terjadi pada saat sekarang, tetapi juga pada waktu yang lalu atau masa
mendatang.
Karena itulah pula maka kebanyakan media merupakan alat atau sarana
yang diciptakan untuk meneruskan pesan komunikasi dengan bahasa. Seperti
telah disinggung di atas, surat, atau telepon, atau radio misalnya, adalah
media untuk menyambung atau menyebarkan pesan yang menggunakan
bahasa.
Dengan demikian, proses komunikasi secara sekunder itu menggunakan
media yang dapat diklasifikasikan sebagai media massa (mass media) dan
medianir-massa atau media non-massa (non-mass media).
Komunikasi dalam tatanan organisasi atau sebuah kelompok,
dilakukan untuk memberi dan menerima informasi guna memberikan
pengaruh terhadap orang lain, bahkan terkadang juga untuk memberikan
bantuan kepada orang lain. Komunikasi berperan untuk menyelesaikan

5
permasalahan, menjadi salah satu pertimbangan dalam menentukan
keputusan yang diambil, bahkan mengevaluasi perilaku seseorang secara
efektif (Rasyid, 2015).
Komunikasi massa merupakan suatu wadah penting yang dapat digunakan
dalam penyampaian pesan atau informasi dari sumber kepada masyarakat luas
(penerima) dengan memanfaatkan alat komunikasi seperti suratkabar, film, radio,
dan televise (Leksi, 2017). Beberapa media massa terbagi ke dalam beberapa
jenis, yaitu dengan klasifikasi sebagai berikut, pertama yaitu media cetak meliputi
koran, buku, majalah juga leaflet dan pemflet. Kedua, media elektronik meliputi
televisi, radio, Digital Video Disc (DVD) dan Video Compact Disc (VCD).
Ketiga, yaitu media online meliputi website internet dan merupakan media yang
saat ini paling banyak diminati berbagai kalangan, termasuk yang paling
mendominasi yaitu berasal dari kalangan remaja untuk memperoleh informasi.
B. Media sebagai sarana penyampaian informasi COVID-19
Media komunikasi, baik elektronik maupun online, dinilai efektif dalam
memberikan peringatan dan edukasi dini terkait peta penyebaran penyakit.
Meskipun demikian, potensi hambatan yang akan muncul telah disadari oleh tim
gugus percepatan dan penanganan COVID-19 agar tidak terjadi. Potensi ancaman
yang dimunculkan akan menyebabkan kesalahan dalam memahami pesan dan
kerentanan terhadap pesan bohong (hoax) yang menyebar tanpa terkendali.
Kewaspadaan terhadap ancaman ini, menjadikan penyampaian pesan yang
dilakukan oleh gugus tugas percepatan dan penangaan COVID-19.
Media yang menjadi sarana dalam penyampaian pesan dalam menghadapi
COVID-19, mengubah kebiasaan lama menjadi kebiasaan baru yang lebih adaptif
dengan tuntutan sosial era pandemi. Kenyataan bahwa realitas sosial tercipta
disebabkan oleh pengetahuan yang mengarahkan perilaku masyarakat dalam
kehidupan sehari-hari yang membentuk realita subjektif. Realita subjektif ini
kemudian ditangkap dengan interpretasi subjektif masyarakat yang membentuk
pemikiran inter-subjektif.
Dengan adanya proses penanaman pengetahuan melalui informasi media,
mempengaruhi proses eksternalisasi masyarakat mengenai pengetahuan dini

6
mengenai COVID-19. Proses eksternalisasi ini kemudian melahirkan proses
objektifikasi baru dalam diri masyarakat yang akan dipahami sebagai realitas
objektif baru. Pada puncak perubahannya, realitas objektif baru yang dipengaruhi
oleh pesan yang ada mengenai COVID-19, terinternalisasi dalam diri masyarakat
sehingga mempengaruhi kesadaran mereka tentang pandemi. Kesadaran ini yang
pada akhirnya akan mempengaruhi sikap, sehingga membentuk tatanan sosial
baru yang adaptif dengan tuntunan social distancing maupun physical distancing.
Atas dasar rekayasa sosial dalam erapandemi, menjadikan media komunikasi yang
digunakan menjadi efektif dalam menghadapi penyebaran dan memberikan
pengetahuan dini terhadap masyarakat dapat menjadi langkah solutif bagi
berbagai pihak.
Beragam jenis media yang dapat digunakan dan mudah dijangkau oleh
banyak kalangan memberikan signifikansi lain dari peran media yang banyak
disebutkan oleh banyak akademisi. Peran media massa ataupun komunikasi massa
diperlukan sebagai salah satu langkah efektif dalam penyelesaian akibat dampak
yang ditimbulkan oleh COVID-19. Dengan adanya komunikasi yang erat,
diharapkan dapat meminimalisir dampak yang ditimbulkan oleh penyebaran
COVID-19 yang telah menjadi bencana global dan mencatatkan sejarah pada
kehidupan manusia. Faktanya, akibat yang ditimbulkan virus ini, berpengaruh
terhadap segala lini kehidupan manusia dan memaksa manusia untuk
menyesuaikan diri dengan keberadaan COVID-19.
Keberadaan pandemi COVID-19, menjadi salah satu bencana global yang
mengancam tatanan kehidupan manusia saat ini. Bencana tersebut turut
berdampak kepada kehidupan manusia, sehingga diperlukan adanya langkah
efektif dalam hal upaya untuk menemukan pola atau rekontruksi sosial yang baru
yang dapat beradaptasi dengan keberadaan COVID-19 yang belum dapat
diprakirakan akhir dari bencana ini.
C. Gejala, penularan dan pencegahan covid-19
1. Gejala gejala covid-19
Virus corona atau severe acute respiratory syndrome coronavirus 2
(SARS-CoV-2) adalah virus yang menyerang sistem pernapasan. Penyakit

7
karena infeksi virus ini disebut Covid 19. Virus corona bisa menyebabkan
gangguan ringan pada sistem pernapasan, infeksi paru- paru yang berat,
hingga kematian. Severe acute respiratory syndrome corona virus 2
(SARS- CoV-2) yang lebih dikenal dengan nama virus corona adalah jenis
baru dari corona virus yang menular ke manusia. Virus ini bisa menyerang
siapa saja, baik bayi, anak-anak, orang dewasa, lansia, ibu hamil, maupun
ibu menyusui(Handayani, 2020). Corona virus adalah kumpulan virus
yang bisa menginfeksi sistem pernapasan (Kemenkes, 2020).
Gejala klinis umum yang terjadi pada pasien Covid19, diantaranya
yaitu demam, batuk kering, dispnea, fatigue, nyeri otot, dan sakit kepala
(Lapostolle dkk, 2020).
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Huang dkk (2020), gejala
klinis yang paling sering terjadi pada pasien Covid19 yaitu demam (98%),
batuk (76%), dan myalgia atau kelemahan (44%). Gejala lain yang terdapat
pada pasien, namun tidak begitu sering ditemukan yaitu produksi sputum
(28%), sakit kepala 8%, batuk darah 5%, dan diare 3%, sebanyak 55% dari
pasien yang diteliti mengalami dispnea.
Gejala klinis yang melibatkan saluran pencernaan juga dilaporkan
oleh Kumar dkk (2020). Sakit abdominal merupakan indikator keparahan
pasien dengan infeksi Covid19. Sebanyak 2,7% pasien mengalami sakit
abdominal, 7,8% pasien mengalami diare, 5,6% pasien mengalami mual
dan/atau muntah.
Computerised Tomographytoraks (CT toraks) pada pasien dengan
Covid19 pada umumnya memperlihatkan opasifikasi ground-glass dengan
atau tanpa gabungan abnormalitas. CT toraks mengalami abnormalitas
bilateral, distribusi perifer, dan melibatkan lobus bawah. Penebalan pleural,
efusi pleura, dan limfadenopati merupakan penemuan yang jarang
didapatkan (Gennaro dkk, 2020).
Individu yang terinfeksi namun tanpa gejala dapat menjadi sumber
penularan SARS-CoV-2 dan beberapa diantaranya mengalami progres yang
cepat, bahkan dapat berakhir pada ARDS dengan case fatality rate tinggi

8
(Meng dkk, 2020). Penelitian yang dilakukan oleh Meng dkk tahun 2020
menunjukkan bahwa dari 58 pasien tanpa gejala yang dites positif Covid19
pada saat masuk RS, seluruhnya memiliki gambaran CT-Scan toraks
abnormal. Penemuan tersebut berupa gambaran opasitas ground-glass
dengan distribusi perifer, lokasi unilateral, dan paling sering mengenai dua
lobus paru. Setelah follow up dalam jangka waktu singkat, 27,6% pasien
yang sebelumnya asimptomatik mulai menunjukkan gejala berupa demam,
batuk, dan fatigue
2. Penularan
Penularan ini terjadi umumnya melalui droplet dan kontak dengan
virus kemudian virus dapat masuk ke dalam mukosa yang terbuka. Suatu
analisis mencoba mengukur laju penularan berdasarkan masa inkubasi,
gejala dan durasi antara gejala dengan pasien yang diisolasi. Analisis
tersebut mendapatkan hasil penularan dari 1 pasien ke sekitar 3 orang di
sekitarnya, tetapi kemungkinan penularan di masa inkubasi menyebabkan
masa kontak pasien ke orang sekitar lebih lama sehingga risiko jumlah
kontak tertular dari 1 pasien mungkin dapat lebih besar (Handayani, 2020).
Peningkatan jumlah pasien yang terinfeksi disebabkan oleh bagaimana
cara virus tersebut menyebar. Melansir dari WHO, virus COVID-19 dapat
menyebar melalui beberapa cara berikut:
1) Melalui Droplet
Droplet adalah cairan atau percikan air yang keluar dari saluran
pernapasan ketika seseorang batuk maupun bersin. Risiko penularan
virus COVID-19 melalui droplet akan meningkat drastis apabila
seseorang tidak mengenakan masker. Namun ternyata, droplet tidak
hanya sebatas cairan yang dikeluarkan ketika bersin atau batuk,
melainkan juga ketika berbicara, bernyanyi, maupun tertawa.
2) Melalui Kontak Fisik
Kontak fisik seperti berjabat tangan adalah salah satu media
penularan COVID-19, karena kita tidak pernah tahu ada berapa banyak

9
kuman, virus, maupun bakteri ditangan kita dan lawan bicara. Makanya,
sebisa mungkin hindari kontak fisik secara langsung.
Kalau kamu bingung, coba untuk mengganti model jabat tangan dengan
gerakan Namaste, yaitu gerakan mengatupkan kedua tangan di dada yang
kerap digunakan saat melakukan olahraga yoga.
3) Melalui Permukaan yang Terkontaminasi
Penularan virus COVID-19 bisa terjadi saat seseorang menyentuh
barang yang mungkin saja sudah terkontaminasi oleh droplet orang lain.
Lalu, virus tersebut berpindah ke hidung, mulut, atau mata dari sentuhan
barang yang terkontaminasi tadi.
Inilah alasan pentingnya kita harus rajin mencuci tangan
menggunakan sabun dan air mengalir setelah melakukan aktivitas
apapun, termasuk menyentuh barang meski hanya sebentar saja.
Jika sedang di perjalanan, alangkah baiknya kamu persiapkan hand
sanitizer dengan kandungan alkohol minimal 60% dan tisu basah khusus
untuk membunuh kuman, bakteri, serta virus di tangan. Jangan lupa
membawa disinfektan untuk membersihkan barang yang kamu bawa, ya!
4) Ruangan dengan Ventilasi Buruk
Ruangan tertutup dengan ventilasi yang kurang baik menjadi
tempat nyaman untuk penyebaran virus. Virus COVID-19 dapat
menyebar secara cepat apabila seseorang terlalu lama berada di dalam
ruangan dengan ventilasi yang buruk. Maka dari itu, bukalah jendela
ruangan dan biarkan udara segar memenuhi ruangan untuk mengurangi
risiko penularan.
5) Tempat Ramai
Menghindari tempat ramai menjadi satu dari sekian banyak upaya
yang bisa dilakukan untuk mengurangi penularan. Tempat yang dipenuhi
oleh orang-orang berisiko tinggi karena dapat memungkinkan terjadinya
sentuhan fisik atau droplet yang beterbangan.
Menjaga jarak minimal 1 meter adalah langkah pencegahan yang
bisa kamu lakukan ketika sedang berada dalam situasi yang ramai.

10
3. pencegahan
Masyarakat memiliki peran penting dalam memutus mata rantai
penularan Covid19 agar tidak menimbulkan sumber penularan baru.
Mengingat cara penularannya berdasarkan droplet infection dari individu ke
individu, maka penularan dapat terjadi baik di rumah, perjalanan, tempat
kerja, tempat ibadah, tempat wisata maupun tempat lain dimana terdapat
orang berinteaksi sosial. Prinsipnya pencegahan dan pengendalian Covid19
di masyarakat dilakukan dengan (Kemenkes RI, 2020):
1) Pencegahan penularan pada individu
Penularan Covid19 terjadi melalui droplet yang mengandung
virus SARSCoV-2 yang masuk ke dalam tubuh melalui hidung, mulut
dan mata, untuk itu pencegahan penularan Covid19 pada individu
dilakukan dengan beberapa tindakan, seperti (Kemenkes RI, 2020):
a) Membersihkan tangan secara teratur dengan cuci tangan pakai
sabun dan air mengalir selama 40-60 detik atau menggunakan
cairan antiseptik berbasis alkohol (handsanitizer) minimal 20 – 30
detik.
b) Hindari menyentuh mata, hidung dan mulut dengan tangan yang
tidak bersih.
c) Menggunakan alat pelindung diri berupa masker yang menutupi
hidung dan mulut jika harus keluar rumah atau berinteraksi
dengan orang lain yang tidak diketahui status kesehatannya (yang
mungkin dapat menularkan Covid19).
d) Menjaga jarak minimal 1 meter dengan orang lain untuk
menghindari terkena droplet dari orang yang yang batuk atau
bersin. Jika tidak memungkin melakukan jaga jarak maka dapat
dilakukan dengan berbagai rekayasa administrasi dan teknis
lainnya.
e) Membatasi diri terhadap interaksi / kontak dengan orang lain
yang tidak diketahui status kesehatannya.

11
f) Saat tiba di rumah setelah bepergian, segera mandi dan berganti
pakaian sebelum kontak dengan anggota keluarga di rumah.
g) Meningkatkan daya tahan tubuh dengan menerapkan pola hidup
bersih dan sehat (PHBS) seperti konsumsi gizi seimbang,
aktivitas fisik minimal 30 menit sehari, istirahat yang cukup
termasuk pemanfaatan kesehatan tradisional.
h) Pemanfaatan kesehatan tradisional, salah satunya dilakukan
dengan melaksanakan asuhan mandiri kesehatan tradisional
melalui pemanfaatan Taman Obat Keluarga (TOGA).
i) Mengelola penyakit penyerta/komorbid agar tetap terkontrol.
j) Mengelola kesehatan jiwa dan psikososial, apabila sakit
menerapkan etika batuk dan bersin. Jika berlanjut segera
berkonsultasi dengan dokter/tenaga kesehatan, dan menerapkan
adaptasi kebiasaan baru dengan melaksanakan protokol kesehatan
dalam setiap aktivitas.
2) Perlindungan kesehatan pada masyarakat
Covid19 merupakan penyakit yang tingkat penularannya cukup
tinggi, sehingga perlu dilakukan upaya perlindungan kesehatan
masyarakat yang dilakukan secara komprehensif. Perlindungan
kesehatan masyarakat bertujuan mencegah terjadinya penularan dalam
skala luas yang dapat menimbulkan beban besar terhadap fasilitas
pelayanan kesehatan. Tingkat penularan Covid19 di masyarakat
dipengaruhi oleh adanya pergerakan orang, interaksi antar manusia dan
berkumpulnya banyak orang, untuk itu perlindungan kesehatan
masyarakat harus dilakukan oleh semua unsur yang ada di masyarakat
baik pemerintah, dunia usaha, aparat penegak hukum serta komponen
masyarakat lainnya. Adapun perlindungan kesehatan masyarakat
dilakukan melalui (Kemenkes RI, 2020):
a) Upaya pencegahan (prevent)
(1) Kegiatan promosi kesehatan (promote) dilakukan melalui
sosialisasi, edukasi, dan penggunaan berbagai media informasi

12
untuk memberikan pengertian dan pemahaman bagi semua
orang, serta keteladanan dari pimpinan, tokoh masyarakat, dan
melalui media mainstream.
(2) Kegiatan perlindungan (protect) antara lain dilakukan melalui
penyediaan sarana cuci tangan pakai sabun yang mudah
diakses dan memenuhi standar atau penyediaan handsanitizer,
upaya penapisan kesehatan orang yang akan masuk ke tempat
dan fasilitas umum, pengaturan jaga jarak, disinfeksi terhadap
permukaan, ruangan, dan peralatan secara berkala, serta
penegakkan kedisplinan pada perilaku masyarakat yang
berisiko dalam penularan dan tertularnya Covid19 seperti
berkerumun, tidak menggunakan masker, merokok di tempat
dan fasilitas umum dan lain sebagainya.
b) Upaya penemuan kasus (detect)
(1) Deteksi dini untuk mengantisipasi penyebaran Covid19 dapat
dilakukan semua unsur dan kelompok masyarakat melalui
koordinasi dengan dinas kesehatan setempat atau fasilitas
pelayanan kesehatan.
(2) Melakukan pemantauan kondisi kesehatan (gejala demam,
batuk, pilek, nyeri tenggorokan, dan/atau sesak nafas) terhadap
semua orang yang berada di lokasi kegiatan tertentu seperti
tempat kerja, tempat dan fasilitas umum atau kegiatan lainnya.
(3) Unsur penanganan secara cepat dan efektif (respond)
Melakukan penanganan untuk mencegah terjadinya
penyebaran yang lebih luas, antara lain berkoordinasi dengan
dinas kesehatan setempat atau fasyankes untuk melakukan
pelacakan kontak erat, pemeriksaan laboratorium serta
penanganan lain sesuai kebutuhan. Penanganan kesehatan
masyarakat terkait respond adanya kasus Covid19
meliputi:Pembatasan Fisik dan Pembatasan Sosial Pembatasan

13
fisik harus diterapkan oleh setiap individu (Kemenkes RI,
2020).
Pembatasan fisik merupakan kegiatan jaga jarak fisik (physical distancing)
antar individu yang dilakukan dengan cara dilarang berdekatan atau kontak fisik
dengan orang mengatur jaga jarak minimal 1 meter, tidak bersalaman, tidak
berpelukan dan berciuman, hindari penggunaan transportasi publik (seperti kereta,
bus, dan angkot) yang tidak perlu, sebisa mungkin hindari jam sibuk ketika
berpergian, bekerja dari rumah (Work from Home), jika memungkinkan dan
kantor memberlakukan ini. Dilarang berkumpul massal di kerumunan dan
fasilitas umum, hindari bepergian ke luar kota/luar negeri termasuk ke tempat-
tempat wisata, hindari berkumpul teman dan keluarga, termasuk berkunjung/
bersilaturahmi/ mengunjungi orang sakit/melahirkan tatap muka dan menunda
kegiatan bersama, hubungi mereka dengan telepon, internet, dan media social,
gunakan telepon atau layanan online untuk menghubungi dokter atau fasilitas
lainnya, jika anda sakit, dilarang mengunjungi orang tua/lanjut usia.
Jika anda tinggal satu rumah dengan mereka, maka hindari interaksi
langsung dengan mereka dan pakai masker kain meski di dalam rumah, untuk
sementara waktu, anak sebaiknya bermain bersama keluarganya sendiri untuk
sementara waktu, dapat melaksanakan ibadah di rumah (Kemenkes RI, 2020).
Selain penerapan tersebut, pemerintah mencanangkan gerakan pencegahan
Covid 19 yang diberi nama Gerakan 5M. Gerakan ini terdiri dari (Kemenkes RI,
2020) :
(1) Menggunakan masker
(2) Mencuci tangan
(3) Menjaga jarak
(4) Menjauhi kerumunan
(5) Mengurangi mobilitas

14
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Peran media massa ataupun komunikasi massa memiliki letak yang strategis
dalam menangani berbagai persoalan yang timbul dalam kehidupan manusia.
Pemanfaatan media massa yang baik, semakin membuka peluang dalam hal
penyelesaian permasalahan yang timbul. Bahkan, permasalahan-permasalahan
tersebut bukan sekedar masalah sederhana, melainkan permasalahan yang timbul
dan melibatkan orang banyak seperti pendemi COVID-19 ini. Untuk itu,
diperlukan jalinan komunikasi dan pemanfaatan media massa guna memberikan
edukasi secara berkesinambungan terhadap masyarakat luas. Pendekatan
konstruksi sosial Berger dan Lukamann, signifikansi media komunikasi dalam
melakukan konstruksi sosial dalam era pandemik menemukan implikasinya.
Media dengan segala dampak yang dihasilkan dalam wilayah kognitif, dapat
mempengaruhi realitas objektif di sekitarnya, sehingga perubahan perilaku yang
diharapkan yang terkandung dalam pesan melalui komunikasi media dapat
berlangsung sebagaimana yang diharapkan.
Perubahan sikap ini yang diharapkan untuk menciptakan keadaan sosial yang
lebih adaptif dengan keadaan pandemik yang menuntut keadaan social baru.
Meskipun demikian, penelitian ini masih sebatas membahas persoalan peran
komunikasi massa dalam menanggapi pandemi Covid19, dengan membahas
seputar media massa dan kontruksi sosial yang berpotensi mengalami perubahan
akibat dampak dari persoalan global yang ditimbulkan oleh COVID-19 ini. Guna
mengembangkan pengetahuan, dapat dikaji lebih detail peranan media massa
dalam menanggapi pandemic COVID-19, bisa dikaji dalam sisi edukasi,
komunikasi, tatanan sosial dan bahasanbahasan lainnya yang berkaitan dengan
dampak COVID-19.

15
B. Saran
Saran dari kajian ini antara lain media massa cukup memberikan peran sentral
dalam membentuk opini publik, karena itu diharapkan media massa dapat
membangun image positif dalam penanggulangan informasi covid 19 melalui
pemberitaan-pemberitaan yang lebih konstruktif; Dalam penyebar luasan
informasi penanggulangan covid 19 ke pelosok maka dibutuhkan pendekatan
konstruksional yang bisa mempengaruhi pemahaman masyarakat akan pentingnya
upaya untuk memutus mata rantai penyebarluasan pandemi covid 19 melalui
perubahan perilaku hidup masyarakat di tengah pandemic covid 19; dan
Perubahan kondisi sosial masyarakat saat ini menuntut peran media massa yang
cukup besar untuk selalu memberikan informasi yang konstruksional sehingga
masyarakat dapat membentuk tatanan sosial yang lebih baik di era pandemic
covid 19 saat ini.

16
DAFTAR PUSTAKA
Ernawati. 2017. Teori Komunikasi Massa: Suatu Pengantar (A. Dharma & A.
Ram (trans).
Kudrajat, 2016. Komunikasi Massa Suatu Pengantar. Bandung:PT
RemajaRosdakarya Offset.
Kurnia, 2020. “Pakar epidemi covid-19 di RI tak akan selesai dalam waktu
dekat.” Kompas, accesed 20 Mei 2020. “Kompas”.
Rasyid, 2018. Komunikasi dan Media dalam Penyebaran Informasi Terhadap
Khalayak, PT. Rosdakarya.
Soemarjo, 2016. Pendekatan dan Metode Penyebarluasan Informasi pada
Masyarakat, Jakarta. PT. Mandar Maju.
Tjakradinata, 2016. “Pengaruh Komunikasi Massa terhadap Khalayak.”
SIMBOLIKA, Vol. 4 (1) April (2018) ISSN 2442- 9198X (Print), ISSN
2442-9996 (Online) Yanita, 2018. Teori komunikasi massa Suatu
pengantar. Jakarta: Erlangga, 1987.
https://nasional.kompas.com/read/2020/05/06/16103241/pakarepidemi-covid-19-
di-ri-takakan-selesai-dalam-waktu-dekat.

17

Anda mungkin juga menyukai