PEMBERIAN MAHAR
Disusun oleh:
Muhammad Nyak Imam Nisfi
NIM: 202211028
Dosen pembimbing:
Dr. MUNAWAR KHALIL, MA
Penulis
i
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
KATA PENGANTAR....................................................................................i
DAFTAR ISI...................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN...............................................................................1
A. Latar Belakang Masalah.....................................................................1
B. Rumusan Masalah...............................................................................2
C. Tujuan Penulisan................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN.................................................................................3
A. Pengertian mahar ...............................................................................3
B. Hokum dan dasar hokum .................................................................6
1. Al-Qur’an ...................................................................................6
2. Hadis ...........................................................................................9
C. Macam macam mahar ........................................................................11
D. Hikmah pemberian mahar .................................................................13
BAB III PENUTUP.........................................................................................14
A. Kesimpulan.........................................................................................14
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................15
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Mahar merupakan sesuatu yang penting dalam jalinan pernikahan, mahar
sebagai pemberian calon suami kepada calon istri sebagai kesungguhan dan
cerminan kasih sayang calon suami terhadap calon istrinya yang besar kecilnya
ditetapkan atas persetujuan kedua belah pihak, dengan penuh kerelaan hati oleh
calon suami kepada calon istrinya sebagai tulang punggung keluarga dan rasa
tanggung jawab sebagai seorang suami.
Mahar diberikan oleh calon suami untuk menunjukan kemuliaan akan
pentingnya akad perkawinan dan penetapan mas kawin bukan merupakan sebuah
timbal balik, kewajiban menyerahkan mahar bukan berarti calon istri dengan
pemberian mahar sepenuhnya telah dimiliki suaminya, yang seenaknya suami
memperlakukan istri. Akan tetapi, suami dan istri hanya sama-sama memiliki hak
berkumpul dalam satu atap sebagai suami istri dan dengan adanya akad nikah
mereka terikat berbagai hak dan kewajiban seperti apa yang telah ditetapkan oleh
agama Islam.
Agama Islam telah menetapkan bahwa perempuan memiliki hakhak
tersendiri, seperti hak menerima mahar. Suami tidak berhak sedikitpun menjamah
apalagi menggunakan mahar tersebut, bila ia telah mencampuri istrinya.
Pemberian itu bukan semata-mata sembarangan pemberian, akan tetapi sebagai
tanda awal bagi masa depan keluarga itu sendiri. Mahar hanya diberikan oleh
calon suami kepada calon istri bukan keadaan wanita lainnya atau siapapun yang
dekat dengannya ataupun orang kecuali dengan ridho dan kerelaan si istri.
B. Rumusan masalah
1. Apa pengertian mahar?
2. jelaskan dasar hokum pemberian mahar sesuai alkuran dan hadis
3. Apa sajakah macam macam mahar?
4. Apa hikmah pemberian mahar ?
1
C. Tujuan penulisan
1. Mengetahui Apa pengertian mahar?
2. Mengetahui dasar hokum pemberian mahar sesuai Al-Qur’an dan hadis
3. Mengetahui macam macam mahar?
4. Mengetahui hikmah pemberian mahar ?
2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Mahar
Mahar (( صداقsecara etimologi artinya maskawin. Secara terminologi, mahar
ialah “ Pemberian wajib dari calon suami kepada calon istri sebagai ketulusan hati
calon suami untuk menimbulkan rasa cinta kasih bagi seorang istri kepada calon
suaminya”.1
Mahar adalah harta yang berhak didapatkan oleh seorang istri yang harus
diberikan oleh sang suami; baik karena akad maupun persetubuhan hakiki2
.Dalam kamus Al-Munawwir, kata mahar artinya maskawin3 . Dalam kamus
besar bahasa Indonesia mahar adalah pemberian wajib berupa uang atau barang
dari mempelai laki-laki kepada mempelai perempuan ketika dilangsungkan akad
nikah.4
Pengarang kitab al-‘Inaayah ‘Alaa Haamisyi al-Fathi mendefinisikan mahar
sebagai harta yang harus dikeluarkan oleh suami dalam akad pernikahan sebagai
imbalan persetubuhan, baik dengan penentuan maupun dengan akad. Sedangkan
sebagian mazhab Hanafi mendefinisikannya sebagai sesuatu yang didapatkan
seseorang perempuan akibat akad pernikahan ataupun persetubuhan.5
Mazhab Maliki mendefinisikannya sebagai sesuatu yang diberikan kepada
seorang istri sebagai imbalan persetubuhan dengannya. Mazhab Syafi’i
mendefinisikan sebagai sesuatu yang diwajibkan sebab pernikahan atau
persetubuhan, atau lewatnya kehormatan perempuan dengan tanpa daya, seperti
akibat susuan dan mundurnya para saksi.6
Mazhab Hambali mendefinisikan sebagai pengganti dalam akad pernikahan,
baik mahar ditentukan di dalam akad, atau ditetapkan setelahnya dengan
1
Abdul Rahman Ghozali, Fiqh Munakahat, (Jakarta : Kencana, 2010), Cet. ke-4, Ed. ke- 1, h. 84.
2
Wahbah Az-Zuhaili, Fiqh Islam Wa Adillatuhu, ahli bahasa oleh Abdul Hayyie al- Kattani,dkk,
(Jakarta : Gema Insani, 2011), Cet. 1. h. 230.
3
Lihat dalam kosim. 2019 Fikih munakahat 1. Achmad Warson Munawwir, Kamus Al-Munawwir
Arab-Indonesia Terlengkap, (Surabaya : Pustaka Progresif, 1997), h. 1363.
4
Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa, (Jakarta : PT
Gramedia Pustaka Utama, 2008), Cet. ke-1, Edisisi ke-4, h. 856.
5
Wahbah Az-Zuhaili, Op. Cit. h. 230.
6
Ibid. h.230
3
keridhaan kedua bela pihak atau hakim. Atau pengganti dalam kondisi
pernikahan, seperti persetubuhan yang memiliki syubhat, dan persetubuhan secara
paksa.
Mahar adalah Pemberian seorang suami kepada istrinya pada waktu
berlangsungnya akad atau sebab akad sebagai pemberian wajib. Mahar juga
didefinisikan sesuatu yang diserahkan oleh calon suami kepada calon istri dalam
rangka akad perkawinan antara keduanya, sebagai lambang kecintaan calon suami
terhadap calon istri serta kesediaan calon istri untuk menjadi istrinya.
Mahar ini memiliki sepuluh nama, yaitu : mahar, shidaaq, atau shadaqah,
nihlah, ajr, faridhah, hibaa’, ‘uqr, ‘alaa’iq, thaul.
Mahar dalam istilah arab disebut ash-shadaaq yang berasal dari kata ash-
shidq, untuk menunjukkan ungkapan perasaan betapa kuatnya cinta (keinginan)
sang suami terhadap istri. Kata ini mempunyai delapan nama yang yang
terangkum dalam syair berikut :
صداق و مهر و حنلة و فریضة حباء و اجر و عقر عالئق و طول و نكاح
“Mahar itu mempunyai delapan nama, yakni : shadaaq, mahr, nihlah,
faridhah, hiba’, ajr, ‘uqr, dan ‘alaiq dan thaul dan nikah”.7
Imam Syafi’i mengatakan bahwa mahar adalah sesuatu yang wajib diberikan
oleh seorang laki-laki kepada perempuan untuk dapat menguasai seluruh anggota
badannya.
Dalam kitab Fiqih Lima Mazhab mahar didefinisikan satu di antara hak istri
yang didasarkan atas kitabullah, Sunnah Rasul dan ijma’ kaum Muslimin. 8 Kata
mahar dalam al-Qur’an di antaranya menggunakan kata saduqah, yaitu dalam
surah An-Nisa’ (4) 4,
7
Muhammad bin Ismail Al-Amir Ash-Shan’ani, Subul As-Salam Syarah Bulughul Maram, ahli
bahasa oleh Muhammad isnan, Ali Fauzan, Darwis, (Jakarta : Darus Sunnah Press, 2012), Cet. ke-
7, h.706.
8
Muhammad Jawad Mughniyah, Fiqih Lima Mazhab ahli bahasa oleh Maskur A.B, Afif
Muhammad, Idrus Al-Kaff, (Jakarta : PT Lentera Basritama, 2000), h.364.
4
Istilah mahar digunakan dalam hadits ‘Aisyah yang diriwayatkan oleh Imam
yang empat kecuali al-Nasai yaitu :
ى َع ْن/ لَْی َما َن بْ ِن ُمو َس/ ریْ ٍج َع ْن ُس/َ /ا ابْ ُن ُج// ََأخ َبَرن ْ دثَنَا حُمَ َّم ُد بْ ُن َكثِ ٍری/َّ /َح
ْ ْفیَا ُن/ ا ُس// ََأخ َبَرن
ر ٍَأة/َ ام/ْ ا//َلَّ َم َأمُّی/ه َو َس/ِ /لَّى اهللَُّ َعلَْی/صَ َِّول اهلل ُ /ال َر ُس/َ /َت ق ِئ
ْ َال//َةَ ق/ر َو َة َع ْن َعا َش/ْ /ُي َع ْن عِّ ه ِر/ْ الز
ُّ
ا// َ ا مِب// َالْ َم ْه ُر هَل// َا ف// َل هِب/ ٍ ِإ ِ ِ ِ نَ َكح ِ ِإ
َ / ْن َد َخ/ /َرات ف/َّ /ث َم َ َِل ثَالٌ ا بَاط//اح َه ُ ا فَن َك//ت بغَرْیِ ْذن َم َوال َیه ْ َ
9
الس ْلطَا ُن َويِل ُّ َم ْن الَ َويِل َّ هَل ا
ُّ َاجُروا ف َأص َ ِ ِإ
َ اب مْن َها فَ ْن تَ َش َ
“Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Katsir, telah mengabarkan
kepada kami Sufyan, telah mengabarkan kepada kami Ibnu Juraij, dari Sulaiman
bin Musa dari Az Zuhri dari Urwah, dari Aisyah, ia berkata; Rasulullah
shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Setiap wanita yang menikah tanpa seizin
walinya, maka pernikahannya adalah batal." Beliau mengucapkannya sebanyak
tiga kali. Apabila ia telah mencampurinya maka baginya mahar karena apa yang
ia peroleh darinya, kemudian apabila mereka berselisih maka penguasa adalah
wali bagi orang yang tidak memiliki wali”.
Menurut KHI pasal 1 ayat 4, mahar adalah pemberian dari calon mempelai
pria kepada calon mempelai wanita, baik berbentuk barang, uang atau jasa yang
tidak bertentangan dengan hukum Islam.10
Walau bagaimanapun mahar tidaklah termasuk di antara rukunrukun nikah
atau syarat sahnya sesuatu pernikahan. Sekiranya pasangan bersetuju bernikah
tanpa menentukan jumlah mahar, pernikahan tersebut tetap sah tetapi suami
diwajibkan membayar mahar misil (yang sepadan). Ini berdasarkan satu kisah
yang berlaku pada zaman Rasulullah s.a.w. di mana seorang perempuan telah
menikah tanpa disebutkan maharnya. Tidak lama kemudian suaminya meninggal
dunia sebelum sempat bersama dengannya (melakukan persetubuhan) lalu
Rasulullah mengeluarkan hukum supaya perempuan tersebut diberikan mahar
misil untuknya.11
9
Kementrian Agama RI / Surat An-Nisa Ayat 4
10
Hikmatullah. Fiqh Munakahat Pernikahan Dalam Islam. (Jakarta Timur. Edu Pustaka. 2021) cet.
1. H. 50
11
Ibid. h. 50
5
B. Hukum dan Dasar hokum memberikan mahar
Dasar hukumnya adalah wajib atas orang laki-laki bukannya perempuan.
Dalil-dalil wajibnya mahar adalah sebagai berikut ini :
1. Al-Qur’an
Di dalam Al-Qur’an dijelaskan yaitu firman Allah SWT dalam surah an-
Nisa’ (4) : 4,
ص ُد ٰقتِ ِه َّن حِن ْلَةً ۗ فَاِ ْن ِطنْب َ لَ ُك ْم َع ْن َش ْي ٍء ِّمْنهُ َن ْف ًسا فَ ُكلُ ْوهُ َهنِْيۤـًٔا َّم ِريْۤـًٔا َ الن/َواٰتُوا
َ َِّساۤء
Dan berikanlah maskawin (mahar) kepada perempuan (yang kamu
nikahi) sebagai pemberian yang penuh kerelaan. Kemudian, jika mereka
menyerahkan kepada kamu sebagian dari (maskawin) itu dengan senang
hati, maka terimalah dan nikmatilah pemberian itu dengan senang hati.
Ayat di atas menyebutkan “Mahar” dengan istilah “shadaq” yang
dimaknakan sebagai pemberian yang penuh keikhlasan.
Ayat ini mewajibkan atas seorang muslim agar memberikan mahar
kepada wanita yang akan dipersunting menjadi istrinya.12 Dilihat dari
asbabun nuzul surat An-Nisa’ ayat 4 di atas bahwa dalam Tafsir Jalalain
terdapat penjelasan sebagai berikut :
Diketengahkan oleh Ibnu Hatim dari Abu Salih katanya : “Dulu jika
seorang laki-laki mengawinkan putrinya, diambil maskawinnya tanpa
memberikan kepadanya”. Maka, Allah melarang mereka berbuat yang
demikian, sehingga menurunkan surat An-Nisa’ ayat 4 ini.13
Pembicaraan dalam ayat di atas diarahkan kepada para suami. Artinya:
“dan berikanlah kepada wanita-wanita yang telah kalian ikat dengan mahar
suatu pemberian, sebagai lambang kasih sayang yang mendasari hubungan
kalian berdua. Pemberian tersebut sebagai tanda cinta dan eratnya hubungan,
di samping jalinan yang seharusnya meliputi rumah tangga yang kalian
bangun15 . Selanjutnya ayat 4 dari surat An-Nisa’ ini diperkuat lagi dengan
surat An-Nisa’ (4) : 24,
12
Abdur Rahman I. Doi, Perkawinan Dalam Syariat Islam, (Jakarta : PT Rineka Cipta, 1992), Cet.
Ke-1, h. 66.
13
Imam Jalaluddin al-Mahalli dan Imam Jalaluddin as-Suyuti, Tafsir Jalalain, (Kairo : Dar al-Fikr, tt),
h. 71.
6
ه َعلَْي ُك ْم ۚ َواُ ِح َّل لَ ُك ْم َّما/ِ /ّٰب ال ٰل ِ ِِ ِ ن/ والْمحص
َ انُ ُك ْم ۚ كت// َت اَمْي ْ ا َملَ َك//اۤء ااَّل َم/ ٰت م َن النِّ َس ُ َ ُْ َ
تَ ْمَت ْعتُ ْم بِه ِمْن ُه َّن/ ا ا ْس//افِ ِحنْي َ ۗ فَ َم/ /ر ُم َس/َ /نِنْي َ َغْي/ /ص
ِ ْ بِاَموالِ ُكم حُّم/وا// ُوراۤء ٰذلِ ُكم اَ ْن َتبَتغ
ْ َْ ْ ْ ْ َ ََ
ۗ ِة اِ َّن/ض ِ ِۢ ِ
َ ْد الْ َف ِري//ْيتُ ْم بِه م ْن َب ْع/ضَ ا َتَرا/م/َ اح َعلَْي ُك ْم فْي/ َ ْو َر ُه َّن فَ ِري/ْ ج/ُ ُاٰ ُت ْو ُه َّن ا/َف
َ /َةً ۗ َواَل ُجن/ض
ال ٰلّهَ َكا َن َعلِْي ًما َح ِكْي ًما
“Dan (diharamkan juga kamu mengawini) wanita yang bersuami,
kecuali budak-budak yang kamu miliki (Allah Telah menetapkan hukum itu)
sebagai ketetapan-Nya atas kamu. dan dihalalkan bagi kamu selain yang
demikian (yaitu) mencari isteri-isteri dengan hartamu untuk dikawini bukan
untuk berzina. Maka isteri-isteri yang Telah kamu nikmati (campuri) di
antara mereka, berikanlah kepada mereka maharnya (dengan sempurna),
sebagai suatu kewajiban; dan tiadalah Mengapa bagi kamu terhadap sesuatu
yang kamu Telah saling merelakannya, sesudah menentukan mahar itu.
Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana”.
ِ فَانْ ِكحوه َّن بِاِ ْذ ِن اَهلِ ِه َّن واُٰتوه َّن اُجوره َّن بِالْمعرو
ف ْ ُْ َ ُ َ ْ ُ ُ ْ َ ْ ُ ُْ
karena itu nikahilah mereka dengan izin tuannya dan berilah mereka
maskawin yang pantas
Dalam ayat di atas digunakan istilah ajrun atau ujurahun. Istilah tersebut
yang makna asalnya upah, dalam konteks ayat itu bermakna mahar atau
maskawin bagi hamba sahaya perempuan yang hendak dinikahi, yang di
samping harus atas izin tuannya, juga harus dibayar maharnya. Dengan
semikian, dalam konteks hak atas mahar, tidak ada perbedaan antara
perempuan hamba sahaya dan perempuan tersebut dapat pula dipahami
bahwa dari sisi kesetaraan gender, Islam telah melakukannya secara adil,
terutama dalam upaya membebaskan kaum perempuan dari ketertindasan
7
sosial budaya. Demikian pula, dalam srurat An-Nisa ayat 20-21, Allah SWT
berfirman:
ۗ هُ َشْيـًٔا// ُذ ْوا ِمْن/ارا فَاَل تَْأ ُخ/ً /َد ُىه َّن قِْنط/ٰ ح/ْ ِج َّواَٰتْيتُ ْم ا ِ ِ
ٍ ۙ ا َن َز ْو/ك/َ تْب َد َال َز ْو ٍج َّم/َوا ْن اََر ْدمُّتُ ا ْس
ٍ ض ُك ْم اِىٰل َب ْع
خ ْذ َن/َ َض َّوا ِ
َ و َكْي،اَتَْأ ُخ ُذ ْونَه بُ ْهتَانًا َّوامْثًا ُّمبِْينًا
ُ ف تَْأ ُخ ُذ ْونَه َوقَ ْد اَفْضٰى َب ْع
ب ِ /دةُ النِّ َك/َ /ده عُ ْق/ِ / َوا الَّ ِذ ْي بِي/َ / و َن اَْو َي ْع ُف/ْ / تُ ْم آِاَّل اَ ْن يَّ ْع ُف/ /ض
ُ ر/َ /اح ۗ َواَ ْن َت ْع ُف ْٓوا اَْق/ ْ َفَر
ِ ضل بينَ ُكم ۗ اِ َّن ال ٰلّه مِب َا َتعملُو َن ب ِ
صْيٌر َ ْ َْ َ ْ َْ َ ْ ل َّلت ْق ٰو ۗى َواَل َتْن َس ُوا الْ َف
“Jika kamu menceraikan isteri-isterimu sebelum kamu bercampur dengan
mereka, Padahal Sesungguhnya kamu sudah menentukan maharnya, Maka
bayarlah seperdua dari mahar yang telah kamu tentukan itu, kecuali jika
isteri-isterimu itu mema’afkan atau dima’afkan oleh orang yang memegang
ikatan nikah, dan pema’afan kamu itu lebih dekat kepada takwa. dan
janganlah kamu melupakan keutamaan di antara kamu. Sesungguhnya
Allah Maha melihat segala apa yang kamu kerjakan.”
Demikian pula, surah An-Nisa ayat 34 yang menyebutkan sebagai
berikut:
8
ِم ْن/وا/ْ /ٓا اَْن َف ُق/َض َّومِب
ٍ ُه ْم َع ٰلى َب ْع/ض ٰ /ا فَض// اِۤء مِب/و َن علَى النِّس//ال َق َّوام/
َ هُ َب ْع/ّ/َّل الل
َ َ َ َ ْ ُ ُ ج/َ اَ ِّلر
ۗ اَْم َواهِلِ ْم
Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah
telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain
(wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari
harta mereka.”
Ayat-ayat Al-Qur’an yang telah dikemukakan di atas merupakan dalil
kepada perempuan yang hendak dinikahinya dengan ikhlas agar hak
perempuan sejak awal telah ditegakkan.
2. Hadis
Dasar hukum kedua adalah hadis, sebagaimana hadis yang diriwayatkan
oleh Ibnu Majjah, yang dikutip oleh Rahmat Hakim14
ك ِم ْن الْ ُق ْرآن
َ ال فـََق ْد َز َّو ْجتُ َك َها مبِا َم َع
َ َال َك َذا َو َك َذا ق ِ ك ِمن الْ ُقر
َ َآن ق ْ ْ َ َما َم َع
14
Hikmatullah. Fiqh Munakahat Pernikahan Dalam Islam…H. 53
9
“Telah menceritakan kepada kami amru bin aun telah menceritakan kepada
kami Hammad dari Abu Hazim dari Sahl bin Sa'd ia berkata; Seorang wanita
mendatangi Nabi shallallahu 'alaihi wasallam dan berkata bahwasanya, ia
telah menyerahkan dirinya untuk Allah dan Rasul-Nya shallallahu 'alaihi
wasallam. Maka beliau bersabda: "Aku tidak berhasrat terhadap wanita itu."
Tiba-tiba seorang laki-laki berkata, "Nikahkanlah aku dengannya." Beliau
bersabda: "Berikanlah mahar (berupa) pakaian padanya." Laki-laki itu
berkata, "Aku tidak punya." Beliau pun bersabda kembali, "Berikanlah
meskipun hanya berupa cincin besi." Ternyata ia pun tak punya. Kemudian
beliau bertanya, "Apakah kamu memiliki hafalan Al Qur`an?" laki-laki itu
menjawab, "Ya, surat ini dan ini." Maka beliau bersabda: "Aku telah
menikahkanmu dengan wanita itu, dengan mahar hafalan Al Qur`anmu."
(HR. Bukhari)15
Demikian juga tidak ada keterangan dari Nabi Saw. bahwa beliau
meninggalkan mahar pada suatu pernikahan. Andaikata mahar tidak wajib
tentu Nabi Saw pernah meninggalkannya walaupun sekali dalam hidupnya
yang menunjukkan tidak wajib. Akan tetapi, beliau tidak pernah
meninggalkannya, hal ini menunjukkan kewajibannya.10Ibnu Abbas
mengisahkan: “Ketika Ali ibn Abi Thalib menikahi Fathimah, Rasulullah
SAW bersabda kepadanya, “Berilah ia sesuatu (mahar)”, Ali menjawab: “Aku
tidak memiliki apa-apa”, Rasulullah SAW bertanya: “Mana baju besimu?”,
Ali menjawab: Ada padaku”, maka Rasulullah SAW bersabda: “Berikan itu
kepadanya”. (HR. Abu Dawud dan Nasa’i.)16
15
Imam Abi Abdillah Muhammad bin Ismail Al-Bukhari, Shahih Al-Bukhari, (Riyadh : Baitul
Afkar Ad-Dauliyah lin nisyri, 1998), h.998
16
Rusdaya Basri. Fiqh Munakahat 4 Mazhab Dan Kebijakan Pemerintah.( Sulawesi Selatan. CV.
Kaaffah Learning Center. 2019). Cet. 1. H.88
10
Berdasarkan ayat-ayat di atas dan perintah Nabi untuk memberikan
mahar itu, maka ulama sepakat menetapkan hukum wajibnya memberi mahar
kepada isteri.Tidak ditemukan dalam literature ulama yang menempatkannya
sebagai rukun. Mereka sepakat menempatkannya sebagai syarat sah bagi
suatu pernikahan, dalam arti pernikahan yang tidak pakai mahar adalah tidak
sah. Bahkan ulama Zhahiriyah sebagaimana dikutip Amir Syarifuddin bahwa
bila dalam keadaan akad nikah dipersyaratkan tidak pakai mahar, maka
pernikahan tersebut dapat dibatalkan.17Meskipun demikian mahar tidak mesti
disebutkan dan diserahkan ketika akad nikah itu berlangsung.
11
(sepadan) dengan mahar yang pernah diterima oleh keluarga terdekat, agak
jauh dari tetangga sekitarnya, dengan memerhatikan status sosial, kecantikan
dan sebagainya.
Pembarian Mahar mitsli terjadi dalam keadaan sebagai berikut.
a. Apabila tidak disebutkan kadar mahar dan besarnya ketika
berlangsung akad nikah, kemudian suami telah bercampur dengan
istri, atau meninggal sebelum bercampur.
b. Jika mahar musamma belum dibayar sedangkan suami telah
bercampur dengan istri dan ternyata nikahnya tidak sah19
Mahar mistil menurut batasan Hafiyyah adalah bahwa mahar mistil
adalah mahar seorang perempuan disamakan dengan mahar istrinya pada
waktu akad dari jalur bapaknya bukan dari jalur istri, jika tidak adak dari jalur
golongan saudara perempuan, bibi, anak perempuan paman, maka disamakan
dengan sifat yang disukai adat daerah pada masanya, yaitu kecantikan,
harta, umur, akal dan agama, karena shadaqah (mahar) terdapat perbedaan
disebabkan perbedaan daerah dan perbedaan dengan kecantikan, harta, umur,
akal dan agama, maka bertambahnya mahar karena bertambahnya kecan
tikan, harta, umur, akal dan agama maka harus sama diantara kedua susuai
dengan sifat ini, jika kondisi demikian wajib bagi perempuannya mahar
mistil, jika tidak terdapat kesamaan dari keluarga bapanya, maka
mempertimbangkan kesamaan dari keluarga bapaknya dalam status sosial,
jika tidak ditemukan maka ucapan mahar untuk istri dengan sumpahnya
karena untuk menolak tambahan dari yang telah diminta oleh istrinya. Dan
disyaratkan untuk menetapkan mahar mistil adalah mengkabarkan kepada dua
orang laki-laki dan dua orang perempuan dan lafad kesaksian, apabila tidak
ditemukan saksi -saksi yang adil, maka ucapan suami dengan sumpahnya.20
Hanabilah memberikan batasan tentang mahar mistil bahwa yang
muktbar tentang mahar mistil ini adalah disamakan dengan seluruh keluarga
baik melalui jalur bapak maupun jalur ibu.21
19
Rusdaya Basri. Fiqh Munakahat 4 Mazhab Dan Kebijakan Pemerintah…H.95
20
Kosim. Fiqh Munakahat I.(depok. PT. Rajagrafindo persada.2019). cet. 1. H. 77
21
Ibid.77
12
Sedangkan yang populer di kalangan madzab Syafi,iyah adalah bahwa
mahar mistil adalah mahar disamakan dengan jalur perempuan
ashabahMadzab malikiyah mahar mistil adalah mahar yang disamakan
dengan mahar keluarga istri terdekat dalam suatu kondisi, dalam hal
kebangsawanannya, hartanya kecantikannya, seperti saudari kandung atau
seayah bukan saudari seibu.
22
https://repository.uin-suska.ac.id/7420/4/BAB%20III.pdf
13
kepada calon istrinya, baik dalam bentuk benda maupun jasa (memerdekakan,
mengajar, dan lain sebagainya).
Agama tidak menetapkan jumlah minimum dan begitu pula jumlah
maksimum dari maskawin. Hal ini disebabkan oleh perbedaan tingkatan
kemampuan manusia dalam memberikannya. Orang yang kaya mempunyai
kemampuan untuk memberi maskawin yang lebih besar jumlahnya kepada calon
istrinya. Sebaliknya, orang yang miskin ada yang hampir tidak mampu
memberinya.
Mahar boleh dilaksanakan dan diberikan dengan kontan atau utang, apakah
mau dibayar kontan sebagian dan utang sebagian. Kalau memang demikian, maka
disunahkan membayar sebagian.
14
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Rahman Ghozali, Fiqh Munakahat, (Jakarta : Kencana, 2010), Cet. ke-4,
Ed. ke- 1
https://repository.uin-suska.ac.id/7420/4/BAB%20III.pdf.
Muhammad Jawad Mughniyah, Fiqih Lima Mazhab ahli bahasa oleh Maskur
A.B, Afif Muhammad, Idrus Al-Kaff, (Jakarta : PT Lentera Basritama,
2000)
Wahbah Az-Zuhaili, Fiqh Islam Wa Adillatuhu, ahli bahasa oleh Abdul Hayyie
al- Kattani,dkk, (Jakarta : Gema Insani, 2011), Cet. 1
15