Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH

PENGERTIAN, TUJUAN, DAN HUKUM MENIKAH

Dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah Fiqih Munakahat dan Mawaris

Dosen Pengampu : M. Irfan Syaifuddin, M.H.I.

Disusun oleh :

1. Pratama Ananda Ayu N.F (193111001)


2. Rois Mustaghfirun Nasrullah (193111002)
3. Indriani Qoirunisa (193111003)

Kelompok 1

Kelas PAI 4A

PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS ILMU TARBIYAH

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SURAKARTA

2021
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kita panjatkan kita panjatkan kehadiran Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah
yang berjudul “Pengertian, Tujuan, dan Hukum Menikah”. Sholawat dan salam
semoga senantiasa tercurahkan kepada junjungan besar kita, Nabi Muhammad SAW
yang telah menunjukkan kepada kita semua jalan yang lurus berupa ajaran agama
Islam yang sempurna serta menjadi anugrah terbesar bagi seluruh alam semesta

Penulis sangat bersyukur karena dapat menyelesaikan makalah dari tugas


yang diberikan pada mata kuliah “Fiqih Munakahat dan Mawaris”. Penulis menyadari
bahwa makalah ini tidak lepas dari bimbingan, motivasi, dan bantuan dari berbagai
pihak, untuk itu kami ucapkan terima kasih kepada :

1. Prof. Dr. H. Mudhofir, S.Ag.,M.Pd. selaku rektor IAIN Surakarta

2. Prof. Dr. H. Baidi, M.Pd. selaku Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah

3. Dr. Fauzi Muharom, M.Ag. selaku Wakil Dekan bidang akademik,


kemahasiswaan, dan kerjasama

4. Drs. Suluri, M.Pd. selaku Ketua Program Studi Pendidikan Agama Islam

5. Bapak M. Irfan Syaifuddin, M.H.I. selaku dosen pengampu mata kuliah Fiqih
Munakahat dan Mawaris di Kelas PAI 4A

6. Teman-teman kelompok 1 yang telah bekerjasama dalam penyusunan


makalah

7. Kedua orang tua yang selalu memberikan arahan dan support

8. Semua pihak yang telah membantu dalam proses penyelesaian makalah ini

Demikian yang dapat kami sampaikan, semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi
para pembacanya. Aamiin

Bojonegoro, 26 Februari 2021

Penulis

DAFTAR ISI

ii
HALAMAN JUDUL ...................................................................................... i

KATA PENGANTAR ................................................................................... ii

DAFTAR ISI .................................................................................................. iii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ..................................................................................... 1


B. Rumusan Masalah ................................................................................ 1
C. Tujuan .................................................................................................. 1

BAB II PEMBAHASAN

A. Pengertian Pernikahan ......................................................................... 2


B. Tujuan Pernikahan ............................................................................... 7
C. Hukum-Hukum dalam Pernikahan ...................................................... 11

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan .......................................................................................... 15
B. Saran .................................................................................................... 16

DAFTAR PUSTAKA

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pernikahan merupakan prinsip yang paling dasar kehidupan dalam
pergaulan atau masyarakat yang sempurna. Pernikahan bukan hanya cara yang
sangat mulia untuk mengatur kehidupan keluarga dan garis keturunan, tetapi
juga dapat dilihat sebagai cara untuk memasuki pintu perkenalan antara satu
orang dengan orang lain dan perkenalan itu akan menjadi cara untuk saling
membantu.
Diskusi tentang pernikahan biasanya menjadi perbincangan yang
menarik bagi pembaca, karena dalam realisasi pernikahan itu sendiri
dimasyarakat banyak sekali persoalan yang belum ditentukan atau telah
ditentukan oleh hukum syariat. Akan tetapi, masih banyak komunitas muslim
di Indonesia yang belum memahami hukum pernikahan itu sendiri bahkan
yang sudah menikah.
Maka dari itu penulis akan mengulas dalam makalah ini tentang
pengertian dari pernikahan itu secara luas, tujuan dari pernikahan, dan hukum-
hukum dalam menikah serta contoh-contoh kasus pernikahan yang dihalalkan
maupun diharamkan.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan pernikahan?
2. Apa saja tujuan pernikahan?
3. Bagaimana hukum-hukum dalam pernikahan?
C. Tujuan
1. Mengetahui pengertian pernikahan
2. Mengetahui tujuan dari sebuah pernikahan
3. Mengetahui hukum-hukum dalam pernikahan

1
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Pernikahan
Istilah nikah berasal dari Bahasa arab, adapula yang mengatakan perkawinan. 1
Sedangkan menurut istilah di Indonesia adalah perkawinan. Pada prinsipnya
perkawinan dan pernikahan hanya berbeda dalam katanya saja.2
Perkawinan adalah sebuah ungkapan tentang akad yang sangat jelas dan
terangkum atas rukun-rukun dan syarat-syarat.3
Para ulama fiqih pengikut mazhab yang empat (Syafi’I, Hanafi, Maliki dan
Hanbali) pada umumnya mereka mendefinisikan perkawinan pada: akad yang
membawa kebolehan (bagi seorang laki-laki untuk berhubungan badan dengan
seorang perempuan) dengan (diawali dalam akad) lafazh nikah, atau kawin, atau
makna, yang serupa dengan kedua kata tersebut.4
Dalam kompilasi hukum islam dijelaskan bahwa perkawinan adalah
pernikahan, yaitu akad yang kuat untuk mentaati perintah allah dan melaksanaknnya
merupakan ibadah. Dari beberapa terminologi yang telah dikemukakan Nampak jelas
sekali terlihat bahwa perkawinan adalah fitrah ilahi. Hal ini disebutkan dalam firman
allah Q.S. Ar-Rum ayat 21, yang artinya “Dan diantara tanda-tanda kekuasaan-Nya
ialah Dia menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu
cenderung dan merasa tentram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih
dan saying. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda
bagi kaum yang berfikir.”
Lafaz nikah mengandung tiga macam pengertian:

1
Kamal Mukhtar, Asas-Asas Hukum Isam Tentang perkawinan, Jakarta: Bulan Bintang, 1974, hlm.79.
2
Sudarsono, Hukum keluarga nasional, Jakarta:Rineka Cipta, 1997, hlm.62.
3
Al-Imam Taqi al-Din Abi Bakr bin Muhammad al-Husaini al-Damsyiqi al-Syafi’I, Kifayah al-Akhyar fi
Halli Ghayat al-Ikhtishar, Semarang : Usaha Keluarga , t.th., Juz 2, hlm.36.
4
Abdurrahman al-Jaziri, al-Fiqh ‘ala Madzahib al Arba’ah, Beirut: Dar al-Fikr, 1986, Jilid IV, hlm.212.

2
Menurut bahasa, nikah adalah al-dhammu atau altadakhul yang artinya berkumpul
atau saling memasuki.5
1. Menurut Ahli Usul, nikah berarti:
a. Menurut aslinya berarti setubuh, dan secara majazi (metaphoric) ialah akad
yang menghalalkan hubungan kelamin antara pria dengan wanita. Ini
pendapat Ahli Usul Hanafiyah.
b. Ahli Usul Syafi’iyah mengatakan, nikah menurut aslinya ialah akad yang
menghalalkan hubungan kelamin antara pria dan wanita. Sedang menurut
arti majazi (metaphoric) ialah bersetubuh.
c. Abu Qasim al-Zayyad, Imam Yahya, Ibnu Hazm dan sebagian ahli usul dari
sahabat Abu Hanifah berpendapat bahwa nikah mengandung kedua arti
sekaligus, yaitu sebagai akad dan setubuh.6
2. Menurut Ahli Fiqh Ada beberapa definisi nikah yang dikemukakan fuqaha,
antara lain sebagai berikut:7
a. Sebagian Hanafiyah berpendapat bahwa nikah adalah:

‫عقد يفيد ملك المتعة قصدا‬


b. Sebagian lagi berpendapat bahwa nikah adalah:

‫ البدن‬U‫عقد يفيد ملك االنتفاع بالبع وسائراجزاء‬


c. Sebagian Syafi’iyah berpendapat bahwa nikah adalah:

‫عقد يتضمن ملك وطئ بلفظ نكاح او تزويج او معناهما‬


d. Sebagiannya lagi berpendapat bahwa nikah adalah:

5
A. W. Munawwir, Kamus Al-Munawwir Arab-Indonesia Terlengkap, cet. Ke-14 (Surabaya: Pustaka
Progressif,1997). Hlm.392.
6
Abu al-‘Ainain Badran, Ahkam Az-Zawaj wa ath-thalaq fi al-Islam, Kairo: Dar al-Ta’lif, 2002. Hlm.18.
7
Abdurrahman al-Jaziri, Kitab al-Fiqh ala al-Mazahib al-Arba’ah (Kairo: Maktabah at-Tijariyah, t.t.),
IV. Hlm.2-3.

3
‫ بلفظ بكاح او تزويج او معناهما‬U‫عقد يتضمن إباحة الوطئ‬
e. Hanabilah berpendapat bahwa:

‫عقد بلفظ نكاح او تزويج على منعة االسشتمتاع‬

Dari definisi nikah yang dikemukakan fuqaha, pada prinsipnya tidak terdapat
perbedaan yang berarti kecuali pada redaksi atau phraseologic saja. Nikah pada
hakikatnya adalah akad yang diatur oleh agama untuk memberikan kepada pria hak
memiliki dan menikmati faraj dan seluruh tubuh wanita itu dan membentuk rumah
tangga. Yang dimaksud hak milik, yang dapat ditemukan hampir di setiap definisi
yang disebutkan fuqaha, ialah milku al-intifa’, yaitu hak milik penggunaan (pemakai)
sesuatu benda, karena itu akad nikah tidak menimbulkan milku ar-raqabah, yaitu
memiliki sesuatu benda, sehingga dapat dialihkan kepada siapapun; juga bukan milku
al-manfa’ah, yaitu hak memiliki kemanfaatan sesuatu benda, yang dalam hal ini
manfaatnya boleh dialihkan kepada orang lain.8
Dari definisi nikah yang dikemukakan fuqaha dapat ditarik kesimpulan:
1. Hak monopoli dalam memiliki kemanfaatan atas istrinya hanya dimiliki oleh
suami, karena selain suaminya haram merasakan kenikmatan itu.
2. Si istri tidak terikat dengan suami, karena ia mempunyai hak untuk dapat
melepaskan diri dari suaminya.
3. Faraj (kemaluan) si istri adalah hak miliknya selaku pemilik raqabah dan
manfa’at, karena jika terjadi kekeliruan dalam wati syubhat, maka wajib atas
suami tersebut membayar misl kepada istri, bukan kepada suami.
4. Suami tidak berkewajiban menyetubuhi istrinya, tetapi si istri berkewajiban
menyerahkan faraj (kemaluannya) sewaktu diminta oleh suaminya. Kewajiban
suami bukanlah tuntutan akad, tetapi hanya berkewajiban memelihara moral istri.
8
A. Basit Badar Mutawally, Muhadarat fi al-Fiqh al-Muqaran (Mesir:Dar al-Salam., 1999.). hlm.120-
137.

4
Jadi kalau si suami sudah membuktikan kepada istrinya dalam persetubuhan yang
pertama kali bahawa ia impoten, maka hal ini dianggap cukup untuk memenuhi
tuntutan istrinya.
Sebagian ulama Syafi’iyah memandang bahwa akad nikah adalah akad ibadah, yaitu
membolehkan suami menyetubuhi istrinya. Jadi bukan akad tamlik bi al-intifa’.
Demikian pula di dalam al-Qur’an dan hadishadis Nabi, perkataan “nikah” pada
umumnya diartikan dengan “perjanjian perikatan”. Firman Allah SWT QS An-Nur 32
dan Al-Baqarah 221:

ُ ‫ فُقَ َر ۤا َء يُ ْغنِ ِه ُم هّٰللا ُ ِم ْن فَضْ لِ ٖ ۗه َوهّٰللا‬U‫صلِ ِح ْينَ ِم ْن ِعبَا ِد ُك ْم َواِ َم ۤا ِٕى ُك ۗ ْم اِ ْن يَّ ُكوْ نُوْ ا‬
ّ ٰ ‫ ااْل َيَامٰ ى ِم ْن ُك ْم َوال‬U‫َواَ ْن ِكحُوا‬
٣٢ – ‫َوا ِس ٌع َعلِ ْي ٌم‬

Artinya : Dan nikahkanlah orang-orang yang masih membujang di antara kamu, dan
juga orang-orang yang layak (menikah) dari hamba-hamba sahayamu yang
laki-laki dan perempuan. Jika mereka miskin, Allah akan memberi
kemampuan kepada mereka dengan karunia-Nya. Dan Allah Mahaluas
(pemberian-Nya), Maha Mengetahui.

‫ت َح ٰتّى يُْؤ ِم َّن ۗ َواَل َ َمةٌ ُّمْؤ ِمنَةٌ خَ ْي ٌر ِّم ْن ُّم ْش ِر َك ٍة َّولَوْ اَ ْع َجبَ ْت ُك ْم ۚ َواَل تُ ْن ِكحُوا‬ ِ ‫َواَل تَ ْن ِكحُوا ْال ُم ْش ِر ٰك‬
ٰۤ
ُ ‫ار ۖ َوهّٰللا‬
ِ َّ‫ك َّولَوْ اَ ْع َجبَ ُك ْم ۗ اُول ِٕىكَ يَ ْد ُعوْ نَ اِلَى الن‬ ٍ ‫ْال ُم ْش ِر ِك ْينَ َح ٰتّى يُْؤ ِمنُوْ ا ۗ َولَ َع ْب ٌد ُّمْؤ ِم ٌن خَ ْي ٌر ِّم ْن ُّم ْش ِر‬
٢٢١ - ࣖ َ‫اس لَ َعلَّهُ ْم يَتَ َذ َّكرُوْ ن‬ ِ َّ‫يَ ْدع ُْٓوا اِلَى ْال َجنَّ ِة َو ْال َم ْغفِ َر ِة بِاِ ْذنِ ٖ ۚه َويُبَيِّنُ ٰا ٰيتِ ٖه لِلن‬
Artinya : Dan janganlah kamu nikahi perempuan musyrik, sebelum mereka beriman.
Sungguh, hamba sahaya perempuan yang beriman lebih baik daripada
perempuan musyrik meskipun dia menarik hatimu. Dan janganlah kamu
nikahkan orang (laki-laki) musyrik (dengan perempuan yang beriman)
sebelum mereka beriman. Sungguh, hamba sahaya laki-laki yang beriman
lebih baik daripada laki-laki musyrik meskipun dia menarik hatimu.
Mereka mengajak ke neraka, sedangkan Allah mengajak ke surga dan

5
ampunan dengan izin-Nya. (Allah) menerangkan ayat-ayat-Nya kepada
manusia agar mereka mengambil pelajaran.
Dalam surat al-Nisa’ ayat 21 Allah swt. Menyatakan bahwa nikah itu
bukanlah suatu perjanjian yang biasa saja, tetapi adalah suatu perjanjian yang kuat.
ْ َ‫ْض َّوا‬
٢١ - ‫خَذنَ ِم ْن ُك ْم ِّم ْيثَاقًا َغلِ ْيظًا‬ ٍ ‫ض ُك ْم اِلى بَع‬ ٰ ‫د اَ ْف‬Uْ َ‫ْف تَْأ ُخ ُذوْ نَهٗ َوق‬
ٰ ُ ‫ضى بَ ْع‬ Uَ ‫َو َكي‬
Artinya : Dan bagaimana kamu akan mengambilnya kembali, padahal kamu telah
bergaul satu sama lain (sebagai suami-istri). Dan mereka (istri-istrimu)
telah mengambil perjanjian yang kuat (ikatan pernikahan) dari kamu.
Perkataan “nikah” di dalam ayat al-Qur’an surat Al-Baqarah 230 ada yang bermakna
“setubuh”, ayat itu ialah:

َ ‫ َغ ْي َر ٗه ۗ فَاِ ْن طَلَّقَهَا فَاَل ُجن‬U‫فَاِ ْن طَلَّقَهَا فَاَل ت َِحلُّ لَهٗ ِم ۢ ْن بَ ْع ُد َح ٰتّى تَ ْن ِك َح َزوْ ًجا‬
‫َاح َعلَ ْي ِه َمٓا اَ ْن يَّت ََرا َج َعٓا اِ ْن‬
٢٣٠ – َ‫ظَنَّٓا اَ ْن يُّقِ ْي َما ُح ُدوْ َد هّٰللا ِ ۗ َوتِ ْلكَ ُح ُدوْ ُد هّٰللا ِ يُبَيِّنُهَا لِقَوْ ٍم يَّ ْعلَ ُموْ ن‬
Artinya : Kemudian jika dia menceraikannya (setelah talak yang kedua), maka
perempuan itu tidak halal lagi baginya sebelum dia menikah dengan
suami yang lain. Kemudian jika suami yang lain itu menceraikannya,
maka tidak ada dosa bagi keduanya (suami pertama dan bekas istri) untuk
menikah kembali jika keduanya berpendapat akan dapat menjalankan
hukum-hukum Allah. Itulah ketentuan-ketentuan Allah yang diterangkan-
Nya kepada orang-orang yang berpengetahuan.
Ayat di atas menerangkan masalah mekanisme ruju’ bagi suami yang telah
mentalak tiga istrinya. Jika istri telah ditalak tiga maka suami dapat meruju’nya
kembali dengan syarat mantan istrinya tersebut telah menikah lagi dengan orang lain,
dan ini bermakna telah
disetubuhi oleh orang lain, lalu diceraikan oleh orang yang telah menikahinya
tersebut.9

9
M. Quraisy Shihab, Wawasan al-Qur’an Tafsir Maudhu’I atas Pelbagai Persoalan Umat, (Bandung:
Mizan, 2000). Hlm.463-464.

6
Di Indonesia terdapat hukum positif yang mengatur tentang pernikahan, yaitu
Undang-undang No.1 Tahun1974 yang menyebutkan bahwa : Pernikahan ialah
ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri
dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal
berdasarkan ketuhanan Yang Maha Esa. Definisi di atas bila dirinci akan ditemukan :
1. Pernikahan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita
sebagai suami istri.
2. Ikatan lahir batin itu ditujukan untuk membentuk keluarga (rumah tangga) yang
bahagia dan sejahtera.
3. Dasar ikatan lahir batin dan tujuan bahagia yang kekal itu berdasarkan pada
Ketuhanan Yang Maha Esa.
Hakikat pernikahan yang digambarkan dalam UU No.1 Tahun 1974 itu sejalan
dengan hakikat pernikahan dalam Islam, karena keduanya tidak hanya melihat dari
segi ikatan kontrak lahirnya saja, tetapi sekaligus ikatan pertautan kebatinan antara
suami istri yang ditujukan untuk membina keluarga yang kekal dan bahagia, sesuai
dengan kehendak Tuhan Yang Maha Esa. Kedua bentuk hukum (hukum positif
Indonesia dan hukum Islam) tersebut berbeda dengan hukum Barat-Amerika, yang
memandang pernikahan hanya merupakan bentuk persetujuan dan kontrak
pernikahan. Tetapi mereka mempunyai kesamaan dalam hal pernikahan tersebut
terdiri dari tiga pihak, yaitu calon istri, calon suami dan Negara (government).10
B. Tujuan Pernikahan
Tujuan pernikahan ialah sebuah perintah Allah SWT sebagai upaya
memperbanyak keturunan yang sah dalam masyarakat, dengan membangun rumah
tangga yang aman, teratur, dan damai. Zakiyah Darajat mengemukakan lima tujuan
dalam pernikahan yaitu:

1. Memperoleh dan membuat keturunan

10
A.P. Gragtu L.L.B., You and The Law (New York: Hole Reinhart and Winston, Inc., t.t.). hlm.139.

7
2. Memenuhi hajat manusia dalam memenuhi syahwatnya dan menyalurkan kasih
sayang.
3. Sebuah panggilan agama, memelihara diri dan menjaga dari kerusakan.
4. Menumbuhkan kesungguhan dalam rasa tanggung jawab menerima kewajiban dan
hak, serta berniat untuk mencari kekayaan yang halal.
5. Membina rumah tangga dalam masyarakat yang tenteram di dasari kasih sayang
dan cinta.11
Pernikahan juga adalah sebuah makna dan jiwa dari kehidupan berkeluarga meliputi:
a. Membina cinta kasih sayang yang penuh romantika dan kedamaian. Firman Allah
SWT.:

‫اسٌ لَّه َُّن ۗ َعلِ َم هّٰللا ُ اَنَّ ُك ْم‬UUَ‫ث اِ ٰلى نِ َس ۤا ِٕى ُك ْم ۗ هُ َّن لِبَاسٌ لَّ ُك ْم َواَ ْنتُ ْم لِب‬
ُ َ‫اُ ِح َّل لَ ُك ْم لَ ْيلَةَ الصِّ يَ ِام ال َّرف‬
ُ ‫َب هّٰللا‬َ ‫ا َكت‬UU‫وْ ا َم‬UU‫رُوْ هُ َّن َوا ْبتَ ُغ‬U‫اش‬ ِ َ‫َاب َعلَ ْي ُك ْم َو َعفَا َع ْن ُك ْم ۚ فَ ْالٰٔـنَ ب‬
َ ‫ُك ْنتُ ْم ت َْختَانُوْ نَ اَ ْنفُ َس ُك ْم فَت‬
‫ ۖ ِر ثُ َّم‬U ْ‫ َو ِد ِمنَ ْالفَج‬U ‫ ِط ااْل َ ْس‬U‫لَ ُك ْم ۗ َو ُكلُوْ ا َوا ْش َربُوْ ا َح ٰتّى يَتَبَيَّنَ لَ ُك ُم ْالخَ ْيطُ ااْل َ ْبيَضُ ِمنَ ْال َخ ْي‬
‫ ُدوْ ُد هّٰللا ِ فَاَل‬U‫ك ُح‬ َ U‫ ِج ِد ۗ تِ ْل‬U‫اَتِ ُّموا الصِّ يَا َم اِلَى الَّي ۚ ِْل َواَل تُبَا ِشرُوْ هُ َّن َواَ ْنتُ ْم عَا ِكفُوْ ۙنَ فِى ْال َم ٰس‬
‫هّٰللا‬ َ ِ‫تَ ْق َربُوْ ه َۗا َك ٰذل‬
ِ َّ‫ك يُبَي ُِّن ُ ٰا ٰيتِ ٖه لِلن‬
َ‫اس لَ َعلَّهُ ْم يَتَّقُوْ ن‬

Artinya : “Dihalalkan bagimu pada malam hari puasa bercampur dengan istrimu.
Mereka adalah pakaian bagimu, dan kamu adalah pakaian bagi mereka.
Allah mengetahui bahwa kamu tidak dapat menahan dirimu sendiri, tetapi
Dia menerima tobatmu dan memaafkan kamu. Maka sekarang campurilah
mereka dan carilah apa yang telah ditetapkan Allah bagimu. Makan dan
minumlah hingga jelas bagimu (perbedaan) antara benang putih dan
benang hitam, yaitu fajar. Kemudian sempurnakanlah puasa sampai
(datang) malam. Tetapi jangan kamu campuri mereka, ketika kamu
beriktikaf dalam masjid. Itulah ketentuan Allah, maka janganlah kamu

11
Zakiyah darajat dkk. ilmu, 64; lihat juga H.M.A. Tihami & Sohari Syahrani, Fikih, 15-16

8
mendekatinya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepada
manusia, agar mereka bertakwa.” 12

b. Understanding dan toleransi yang tulus ikhlas yang di letakkan atas nilai-nilai
kebenaran, keadilan, dan demokrasi. Dalam kaitan tersebut Allah SWT
berfirman:

U‫ ْم‬U‫ ُك‬Uَ‫ ن‬U‫ ْي‬Uَ‫ ب‬U‫ل‬Uَ UU‫ َع‬U‫ج‬Uَ U‫و‬Uَ U‫ ا‬UUUَ‫ ه‬U‫ ْي‬Uَ‫ ِإ ل‬U‫ا‬U‫و‬Uُ‫ ن‬U‫ ُك‬U‫ ْس‬Uَ‫ ت‬Uِ‫ ل‬U‫ ا‬U‫ ًج‬U‫ ا‬U‫و‬Uَ U‫ز‬Uْ ‫ َأ‬U‫ ْم‬U‫ ُك‬U‫س‬Uِ Uُ‫ ف‬U‫ َأ ْن‬U‫ن‬Uْ U‫ ِم‬U‫ ْم‬U‫ ُك‬Uَ‫ ل‬U‫ق‬َ Uَ‫ ل‬U‫ َخ‬U‫ن‬Uْ ‫ َأ‬U‫ ِه‬Uِ‫ت‬U‫ ا‬Uَ‫ي‬U‫ آ‬U‫ن‬Uْ U‫ ِم‬U‫َو‬
U‫ َن‬U‫ و‬U‫ ُر‬U‫ َّك‬Uَ‫ ف‬Uَ‫ ت‬Uَ‫ ي‬U‫م‬Uٍ U‫و‬Uْ Uَ‫ ق‬Uِ‫ ل‬U‫ت‬
ٍ U‫ ا‬Uَ‫ آَل ي‬U‫ك‬ َ Uِ‫ ل‬U‫ٰ َذ‬U U‫ ي‬Uِ‫ ف‬U‫ ِإ َّن‬Uۚ Uً‫ ة‬U‫ َم‬U‫ح‬Uْ U‫ر‬Uَ U‫و‬Uَ Uً‫ ة‬U‫ َّد‬U‫ َو‬U‫َم‬
Artinya : “Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu
isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa
tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang.
Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda
bagi kaum yang berfikir.”13

Menurut ayat di atas, keluarga dalam Islam tercipta dalam keterkaitan antara
ketentraman (sakinah), penuh rasa cinta (mawaddah) dan kasih sayang (rahmah).
Yang terdiri dari adanya suami yang jujur, tulus, penuh kasih sayang, dan ramah, istri
yang patuh,lemah lembut,berperasaan halus,dan setia, ayah yang penuh kasih sayang
dan ramah, putra-putri yang taat dan patuh serta kerabat yang saling menciptakan
kerukunan dan mempererat tali silaturahmi dan tolong menolong bisa tercapai apabila
saling mengetahui kewajiban dan hak.14

Di dalam Islam menyarankan pernikahan agar terwujudnya keluarga yang


besar, mampu mengatur kehidupan di bumi, dan dapat merasakan manfaat yang telah
di berikan oleh Allah. Rasulullah SAW, menganjurkan nikah bagi mereka yang telah
mencapai syarat fisik dan materi untuk melakukan pernikahan, karena pernikahan
12
Q.S, Al-Baqarah,(1),187
13
Q.s, Al-Rum,(30),21
14
Huzaimah Tahido Yanggo, Masail Fiqhiyah, Kajian Hukum Islam Kontemporer (Bandung:
Angkasa,2005),134; H.M.A Timahi dan Sohari Sahrani,Fikih,17

9
mempunyai manfaat untuk menjaga agar tidak terjerumus dan melanggar perintah
Allah, yaitu melakukan zina yang sangat di murkai oleh Allah.

Seseorang yang menikah seharusnya jangan hanya memiliki tujuan untuk


menunaikan syahwatnya semata, di lihat dari kebanyakan manusia pada saat ini.
Tetapi seharusnya dia menikah karena memiliki tujuan-tujuan di antara lainnya:

1. Melakukan anjuran Nabi Muhammad Shalallahu alaihi wa sallam


sebagaimana di dalam sabdanya:
"Wahai Sekalian para pemuda! Siapa di antara kalian yang telah mampu
untuk menikah maka hendaknya ia menikah....."
2. Untuk memperbanyak keturunan umat Islam, karena Nabi Muhammad
Shalallahu alaihi wa sallam bersabda:
"Menikahlah kalian dengan wanita yang penyayang lagi subur, karena (pada
hari kiamat nanti) aku membanggakan banyaknya jumlah kalian di hadapan
umat-umat yang lain."
3. Bertujuan untuk memelihara kemaluan suami dan istri, menjaga pandangan
dari lawan jenis yang bukan muhrimnya. Karena Allah Subhanahuwa Ta'ala
memerintahkan:
"Katakanlah (ya Muhammad) kepada laki-laki yang beriman: 'hendaklah
mereka menahan sebagian pandangan mata mereka dan memelihara kemaluan
mereka, yang demikian itu lebih suci bagi mereka. Sesungguhnya Allah Maha
mengetahui apa yang mereka perbuat.' Dan katakanlah kepada wanita-wanita
yang beriman: hendaklah mereka menahan sebagian pandangan mata mereka
dan memelihara kemaluan mereka...'." (An-Nur:30-31)15
C. Hukum Menikah

Substansi hukum Islam adalah menciptakan kemaslahatan sosial bagi manusia


baik dimasa sekarang maupun dimasa yang akan datang. Hukum islam bersifat luas
15
Wahyu Wibisana, “Pernikahan dalam Islam” Jurnal Pendidikan Agama Islam-Ta'lim Vol.14 No.2-
2016, hlm.191.

10
dan luwes, humanis, dan selalu membawa rahmat bagi seluruh manusia di alam ini.
Termasuk dalam hal pemikiran tentang ayat-ayat dan hadist-hadist nabi yang
mengupas masalah pernikahan, karena pada prinsipnya semua perbuatan orang
muslim yang sudah akil baligh tidak bisa terlepas dari hukum syara’.16

Dasar hukum perkawinan Islam tertuang dalam Q.S. an-Nur ayat 32 yang berbunyi :
‫هّٰللا‬ ‫هّٰللا‬
ْ َ‫صلِ ِحيْنَ ِمنْ ِعبَا ِد ُك ْم َواِ َم ۤا ِٕى ُك ۗ ْم اِنْ يَّ ُك ْونُ ْوا فُقَ َر ۤا َء يُ ْغنِ ِه ُم ُ ِمنْ ف‬
ُ ‫ضلِ ٖ ۗه َو‬ ّ ٰ ‫َواَ ْن ِك ُحوا ااْل َيَامٰ ى ِم ْن ُك ْم َوال‬

٣٢ – ‫س ٌع َعلِ ْي ٌم‬
ِ ‫َوا‬

Artinya : dan kawinlah orang-orang yang sendirian diantara kamu, dan orang-orang
yang layak (berkawin) dari hamba-hamba sahayamu yang perempuan jika
mereka miskin, maka Allah akan memampukan mereka dengan karunia-
Nya dan Allah Maha luas lagi Maha Mengetahui

Hadis Nabi

Artinya :Wahai para pemuda, barang siapa diantara kalian yang mampu maka
nikahlah, karena sesungguhnya itu dapat menundukkan pandangan dan
memelihara kemaluan, maka barangsiapa tidak mampu maka hendaknya
dia berpuasa, karena sesungguhnya itu benteng baginya.

Kesimpulan dari kedua dalil diatas adalah bagi pemuda-pemudi yang telah memiliki
kemampuan dan kecakapan dianjurkan untuk segera menikah agar tidak terjerumus
kedalam suatu kemaksiatan.17

Terkait dengan hukum menikah, terdapat beberapa hukum taklifi yang


diklasifikasikan menurut situasi dan kondisi orang yang hendak melakukan suatu
pernikahan diantaranya :

16
Dwi Rifiani. Pernikahan Dini dalam Prespektif Hukum Islam. Jurnal Syariah dan Hukum, Vol.3 No.2,
Desember 2011. hlm:130
17
M. Idris. Hukum Menikahi Kakak/Adik Ipar. Jurnal Al-‘Adl. Vol.9 No.1, Januari 2016. hlm:117

11
1. Hukum menikah menjadi wajib yaitu bagi orang yang sudah mampu menikah
dan nafsunya sudah mendesak untuk melakukan persetubuhan yang
dikhawatirkan akan terjerumus dalam praktek perzinahan.
2. Hukum menikah menjadi haram yaitu bagi orang yang tidak mampu
memenuhi kebutuhan nafkah secara lahir maupun batin kepada calon istrinya,
sedangkan nafsunya belum mendesak.
3. Hukum menikah menjadi sunnah yaitu bagi orang yang nafsunya telah
mendesak dan mempunyai kemampuan untuk menikah tetapi ia masih dapat
menahan diri dari perbuatan haram.
4. Hukum menikah menjadi makruh yaitu bagi orang yang lemah syahwatnya
dan tidak mampu mencukupi kebutuhan istrinya.
5. Hukum menikah menjadi mubah yaitu bagi orang yang tidak terdesak oleh
alasan-alasan yang mengharamkan untuk menikah.18

Adapun jenis-jenis pernikahan yang diharamkan dalam hukum Islam (pernikahan ini
sering terjadi pada masa jahiliyah) adalah sebagai berikut :

1. Pernikahan sehari yaitu pernikahan yang hanya berlangsung dalam satu hari
2. Pernikahan istibda’ yaitu suami menyuruh istri digauli lelaki lain dan
suaminya tidak akan menyentuhnya. Bila istrinya tersebut hamil dan lelaki
lainya suka maka suami aslinya memperbolehkan lelaki tersebut menikahi
istrinya.
3. Pernikahan warisan yaitu anak lelaki mendapat warisan dari bapaknya untuk
menikahi ibu kandungnya sendiri setelah bapaknya meninggal.
4. Pernikahan paceklik yaitu suami menyuruh istrinya menikah lagi dengan
orang kaya agar mendapat uang dan makanan. Setelah kaya, si perempuan itu
boleh kembali ke suaminya.

18
Wahyu Wibisana. Pernikahan dalam Islam. Jurnal Pendidikan Agama Islam-Ta’lim, Vol.14
No.2,2016. hlm: 189

12
5. Pernikahan tukar guling yaitu suami istri mengadakan saling tukar pasangan.19

Selanjutnya, penulis akan mengulas mengenai hukum pernikahan yang terjadi dalam
sebuah kasus yang mungkin pernah kita jumpai dilingkungan sekitar diantaranya :

1. Hukum Menikahi Kakak/Adik Ipar


Hukum menikahi kakak/adik ipar atau mantan suami/istri kakak/adiknya
adalah halal apabila hubungan suami istri diantara mereka sudah tidak
berlangsung lagi baik karena cerai atau karena meninggal maka mantan isteri
kakak/adik menjadi wanita yang halal untuk dinikahi.20
2. Hukum Pernikahan Dini
Pernikahan dini hukum asalnya diperbolehkan menurut syariat Islam, tetapi
tidak berarti mutlak diperbolehkan karena terdapat berbagai kondisi yang
menunjukkan bahwa lebih baik tidak menikah pada usia dini. Ada beberapa
ketentuan yang perlu diperhatikan dalam sebuah pernikahan dini agar tidak
mengakibatkan efek negatif bahwa pernikahan dini selalu berkonotasi tidak
baik. Yang pertama yaitu perempuan harus sudah siap secara fisik. Kedua,
perempuan sudah matang secara mental dan terdidik untuk memenuhi
tanggung jawab. Ketiga, antara laki-laki dan perempuanya sebaiknya tidak
terpaut jauh usianya.21

19
M. Idris. Hukum Menikahi Kakak/Adik Ipar. Jurnal Al-‘Adl, Vol.9 No.1, Januari 2016. hlm: 122
20
Ibid
21
Dwi Rifiani. Pernikahan Dini dalam Prespektif Hukum Islam. Jurnal Syariah dan Hukum, Vol.3 No.2,
Desember 2011. hlm:131

13
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Pernikahan merupakan akad yang membawa kebolehan (bagi seorang
laki-laki untuk berhubungan badan dengan seorang perempuan) dengan
(diawali dalam akad) lafazh nikah, atau kawin, atau makna, yang serupa
dengan kedua kata tersebut. Seseorang menikah pasti memiliki sebuah tujuan,
diantaranya yaitu memperoleh dan membuat keturunan, memenuhi hajat
manusia dalam memenuhi syahwatnya dan menyalurkan kasih sayang, sebuah
panggilan agama, memelihara diri dan menjaga dari kerusakan,
menumbuhkan kesungguhan dalam rasa tanggung jawab menerima kewajiban

14
dan hak, serta berniat untuk mencari kekayaan yang halal, serta membina
rumah tangga dalam masyarakat yang tenteram di dasari kasih sayang dan
cinta.
Sebuah pernikahan berlangsung tidak secara asal-asalan melainkan
seseorang yang hendak menikah harus memenuhi syarat dan memperhatikan
hukum yang berlaku tentang hukum menikah diantaranya yaitu wajib, sunnah,
mubah, makruh, dan haram. Seseorang dapat dikatakan wajib menikah jika
orang tersebut sudah mampu dan memiliki nafsu yang tidak dapat ditahan,
seseorang dikatakan sunnah menikah jika orang tersebut mampu untuk
menikah namun masih dapat menahan nafsunya, seseorang dikatakan haram
menikah jika orang tersebut tidak mampu untuk menikah serta tidak memiliki
nafsu yang mendesak, menikah dikatakan mubah bagi orang yang tidak
terdesak oleh alasan-alasan yang mengharamkan untuk menikah, dan menikah
dikatakan makruh bagi orang yang lemah syahwatnya dan tidak mampu
mencukupi kebutuhan istrinya.

B. Saran
Penulis berharap makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembacanya
sehingga pembaca dapat mengetahui sejarah pengertian, tujuan, dan hukum-
hukum dalam menikah. Selanjutnya penulis menyadari bahwa dalam
penulisan makalah ini masih terdapat kekurangan yang semestinya diperbaiki,
untuk itu kami mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun.

15
DAFTAR PUSTAKA

Abi Bakr, Al-Imam Taqi al-Din. Kifayah Al-Akhyar Halli Ghayat al-Ikhtisar.
(Semarang : Usaha Keluarga)

Al-Jaziri, Abdurrahman. 1986. Al-Fiqh ‘ala Madzahib Al-arba’ah. (Beirut : Dar al-
Fikr)

Badran, Abu al-‘Ainain. 2002. Ahkam az-Zawaj wa ath-thalaq fi al-Islam. (Kairo :


Dar al-Ta’lif)

Dwi Rifiani. 2011. Pernikahan Dini dalam Prespektif Hukum Islam. Jurnal Syariah
dan Hukum, Vol. 3 No. 2

Mukhtar, Kamal. 1974. Asas-Asas Hukum Islam tentang Perkawinan. (Jakarta :


Bulan Bintang)

16
Munawwir, A.W. 1997. Kamus Al-Munawwir Arab-Indonesia. (Surabaya : Pustaka
Progresif)

Mutawally, A. Basit Badar. 1999. Muhadarat fi al-Fiqh al-Muqaran. (Mesir : Dar al-
Salam)

M. Idris. 2016. Hukum Menikahi Kakak/Adik Ipar. Jurnal Al-‘Adl. Vol. 9 No. 1

Shihab, M. Quraisy. 2000. Wawasan al-Qur’an Tafsir Maudhu’I atas Pelbagai


Persoalan Umat. (Bandung : Mizan)

Wahyu Wibisana. 2016. Pernikahan dalam Islam. Jurnal Pendidikan Agama Islam-
Ta’lim. Vol. 14 No. 2

Yanggo, Huzaimah Tahido. 2005. Masail Fiqhiyah Kajian Hukum Islam


Kontemporer. (Bandung : Angkasa)

17

Anda mungkin juga menyukai