Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

KHITBAH

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Fiqh 2

Dosen pengampu : Drs. H. Radino, M.Ag.

Disusun Oleh :

M. Zulfikrullah 22104010009

Muh. Nabil Salim A. 22104010022

Aulia khoirinnisa 22104010036

Bunga Kusuma Rahmawati 22104010044

Kelas B

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UIN SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA

2023
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, alhamdulillahirabbil ‘alamin, puji syukur kami panjatkan kepada


Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya, sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah yang berjudul "KHITBAH". Sholawat serta salam semoga
tercurah kepada Rasulullah SAW, yang kita nanti-nantikan syafaatnya di hari akhir
kelak,

Adapun tujuan dari penyusunan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas mata
kuliah Fiqih 2 di Program Studi Pendidikan Agama Islam, Universitas Islam Negeri
Sunan Kalijaga Yogyakarta.

Dengan keterbatasan ilmu dan pengetahuan yang kami miliki, maka kami
membutuhkan peran serta dari pihak lain dalam proses penyelesaian makalah ini. Oleh
karena itu kami menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada
Bapak Drs. Radino, M.Ag. selaku dosen pengampu mata kuliah Fiqih 2 atas bimbingan
beliau kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik.

Di dalam penulisan makalah ini, kami telah berusaha semaksimal mungkin,


walaupun demikian kami menyadari bahwa makalah ini jauh dari sempurna. Untuk itu
kami akan selalu menerima segala masukan yang ditujukan untuk menyempurnakan
makalah ini. Akhir kata, kami berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kami
pada khususnya dan bagi pembaca pada umumnya.

Yogyakarta, 11 September 2023

Penulis

1
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ....................................................................................................1


DAFTAR ISI ..................................................................................................................2
BAB I ..............................................................................................................................3
PENDAHULUAN ..........................................................................................................3
A. Latar Belakang......................................................................................................3

B. Rumusan Masalah ................................................................................................3

C. Tujuan ....................................................................................................................4

BAB II ............................................................................................................................5
PEMBAHASAN ............................................................................................................5
A. Pengertian Khitbah ..............................................................................................5

B. Melihat Pinangan ..................................................................................................6

C. Meminang Pinangan Orang lain .........................................................................8

D. Meminang Perempuan yang sedang Masa Iddah..............................................9

E. Berkhalwat dengan Tunangan ........................................................................... 11

BAB III .........................................................................................................................14


PENUTUP ....................................................................................................................14
A. Kesimpulan..........................................................................................................14

B. Saran ....................................................................................................................14

DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................................15

2
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Manusia adalah makhluk Tuhan yang dianugerahi rasa cinta, yang dengan
adanya cinta manusia berkeinginan untuk saling berpasangan.

Allah berfirman:

‫ومن كل شيء خلقنا زوجين لعلكم تذكرون‬

“Dan segala sesuatu kami jadikan berjodoh-jodoh, agar kamu sekalian berfikir. ”(Q.S.
Ad-Zariat 49. Untuk menjadikan manusia sebagai pasangan halal adalah dengan jalan
menikah. Di mana pernikahan ini yang nantinya akan mengikat pasangan tersebut untuk
saling mencintai dan mengasihi

Pernikahan adalah salah satu hal yang paling penting dalam kehidupan manusia.
Di berbagai budaya dan agama di seluruh dunia, pernikahan adalah simbol dari ikatan
kasih sayang, komitmen, dan persatuan antara dua individu yang saling mencintai.
Untuk mencapai tahap ini, ada sejumlah proses dan ritus yang harus dijalani, dan salah
satu tahapan awal dalam pernikahan dalam agama Islam adalah "Khitbah."

Khitbah, juga dikenal sebagai lamaran, adalah proses dimana seorang pria secara
resmi menyatakan niatnya untuk menikahi seorang wanita kepada keluarga wanita
tersebut. Ini adalah langkah awal yang penting dalam pernikahan Islam yang menandai
keseriusan pria untuk membentuk ikatan pernikahan. Praktik Khitbah memiliki akar
dalam tradisi Islam yang kaya dan dalam budaya Arab pra-Islam, dan hingga saat ini,
proses ini masih dijalani oleh banyak Muslim di seluruh dunia sebagai langkah penting
dalam perjalanan menuju pernikahan.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana pengertian khitbah dalam pernikahan Islam ?

2. Bagaimana cara melihat pinangan ?

3
3. Bagaimana hukum meminang pinangan orang lain ?

4. Bagaimana hukum meminang perempuan yang sedang masa iddah ?

5. Bagiamana hukum berkhalwat dengan tunangan ?

C. Tujuan
1. Mengetahui pengertian khitbah

2. Mengetahui cara melihat pinangan

3. Mengetahui bagaimana hukum meminang pinangan orang lain

4. Mengetahui hukum meminang perempuan yang sedang dalam masa iddah

5. Mengetahui bagaimana hukum berkhalwat dengan tunangan

4
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Khitbah

Khitbah menurut bahasa berasal dari akar kata khathaba, yakhtubu, khatban,
wa khitban artinya adalah pinangan. Menurut istilah syara’ khitbah adalah
permintaan seorang pria kepada seorang wanita agar mau menikah dengannya. Dan
lelaki tersebut datang kepada perempuan dan keluarganya yang bersangkutan untuk
meminta restu kepada keluarga perempuan yang bersangkutan.1

Di dalam ilmu fiqih peminangan disebut dengan khitbah. Peminangan dapat


juga diartikan sebagai pendahulu dari sebuah pernikahan,. Dalam syariat Islam
peminangan dilakukan sebelum adanya ikatan suami istri yang tujuannya adalah saat
pernikahan dilaksanakan pada keinginan dan kesadaran dari kedua belah pihak.2

Meminang dapat diartikan dengan menyatakan permintaan seseorang lelaki


kepada perempuan yang dicintainya atau sebaliknya dengan perantaraan seeorang
yang dipercayai. Meminang dalam agama islam diperbolehkan terhadap gadis
maupun janda yang sudah telah habis masa iddahnya.3

Kata khitbah (pinangan ) dikenal juga dengan istilah lamaran, yaitu upaya
untuk meminta perjodohan dari pihak laki-laki kepada pihak perempuan.
Peminangan dapat dilakukan baik terhadap seorang wanita yang masih perawan
maupun terhadap seorang janda. Janda yang sudah habis masa idahnya boleh
dipinang secara terang-terangan, sedangkan terhadap janda yang belum habis masa
idahnya hanya boleh dipinang secara sindiran.4

1
Ismail, “KHITBAH MENURUT PERSPEKTIF ISLAM,” Al-Hurriyah 10, no. 2 (July 2009): 64.
2
Tihami, dan Sohari Sahrani, Fikih Munakahat, (Jakarta, PT Raja Grafindo Persada, 2010), 24
3
H. Sulaiman Rasjid, Fiqih Islam (Bandung: Sinar Baru Algensindo, 2007), 380.
4
Hamdi, I. (2017). Ta’aruf Dan Khitbah Sebelum Perkawinan. JURIS (Jurnal Ilmiah
Syariah), 16(1), 43-52.

5
Menurut Wahbah az-Zuhaily khitbah adalah pernyataan keinginaan dari
seorang laki laki untuk menikah dengan wanita tertentu, lalu pihak wanita
memberitahukan hal tersebut pada walinya. Pernyataan ini bisa disampaikan
langsung atau melalui keluarga lelaki tersebut. Apabila wanita yang di khitbah atau
keluarganya sepakat, maka pertunangan tersebut dinyatakan sah.5

Sebagian besar ulama mengatakan bahwa peminangan tidak wajib dilaksanakan.


Tetapi pada kenyataanya masih banyak masyarakat yang masih melakukan praktik
peminangan karena sebagian masyarakat beranggapa bahwa di dalam suau
peminangan terdapat pesan moral dan juga sebuah tatakrama dalam masyarakat
guna mewujudkan kehidupan rumah tangga yang sakinah, mawaddah warahmah
dan bahagia dunia dan akhirat.6

Dari penjelasan diatas, khitbah dapat dipahami sebagai maksud


penyampaian kehendak untuk melangsungkan ikatan perkawinan atau penyampaian
kehendak untuk menikahi seseorang perempuan. Dimana pada umumnya, pihak
laki-laki atau melalui perwakilannya menyampaikan maksud tersebut dengan
mendatangi kediaman seorang Wanita.

B. Melihat Pinangan

1. Dasar Hukum melihat pinangan

Agar kehidupan di dalam rumah tangga berjalan dengan baik, aman,


sejahtera dan tenteram, sebaiknya calon suami terlebih dahulu melihat perempuan
yang akan dipinangnya sehingga dapat diketahui kecantikan yang bisa dijadikan
salah satu faktor pendorong untuk mempersuntingnya, atau untuk mengetahui
sesuatu yang bisa menjadi penyebab kegagalannya. Sehingga berganti meminang
orang lain.7

Dari Jabir r.a, Rasulullah SAW bersabda:

5
Wahbah az-Zuhaily, al-Fiqhul Islam wa Adillatuhu, (Damaskus: Dar al-Fikr, 1997), juz 9, h.
6492
6
Ahmad Rofiq, Hukum Perdata Islam di Indonesia, (Depok: Rajawali Pers, Cet.3, 2017), 80
7
Sayyid Sabiq, Fiqih Sunnah, terj._(Jakarta: Nada Cipta Raya, 2006), h.503.

6
‫ فإن استطاع أن ينظر إلى ما يدعوه إلى نِكاحها فَ ْليَ ْفعَ ْل‬،‫خطب أحدُكم المرأة‬
َ ‫إذا‬

Artinya: “Apabila salah seorang di antara kamu melamar perempuan,


jika ia bisa memandang bagian tubuhnya yang menarik untuk dinikahi,
hendaknya ia lakukan.” (H.R. Ahmad, Abu Daud)

Kebolehan melihat dalam meminang hanya dikhususkan kepada


wajah dan dua telapak tangan, karena dua anggota tubuh ini diharapkan
dapat mengisyaratkan kepada bagian tubuh lainnya. Hal ini sebagaimana
sesuai dengan firman Allah SWT sebagai berikut:8

َ ‫َو ََل يُ ْبدِينَ ِزينَت َ ُه َّن ِإ ََّل َما‬


‫ظ َه َر مِ ْن َها‬

Artinya: “Dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang


(biasa) nampak dari padanya.” (Q.S. al-Nur : 31)

2. Batasan dalam melihat calon pinangan

Melihat perempuan diperbolehkan karena terpaksa atau kebutuhan,


sebatas keperluan seorang laki-laki melihat perempuan asing ketika hendak
mengkhitbah, transaksi jual-beli, sewa-menyewa, pinjam-meminjam dan lain
sebagainya. Juga sebatas persaksian, belajar mengajar, pengobatan,
membantu orang sakit untuk wudlu dan sebagainya.9 Menurut ulama
Syafi'iyyah, ketika berinteraksi dengan perempuan hanya boleh melihat
wajah saja. Sedangkan ulama, boleh melihat wajah dan telapak tangan. Tidak
boleh melihat lebih dari sekali kecuali memang dibutuhkan untuk
memastikan maka itu boleh.

Hendaknya melihat perempuan dalam keadaan kebutuhan-kebutuhan


tersebut dibarengi dengan keberadaan mahram. Karena keadaan khalwath itu
tidak aman dari terjerumus kepada hal-hal yang dilarang. Dalam keadaan
tersebut, seluruh tubuh perempuan ditutupi kecuali yang dibutuhkan, karena

8
Ulya, M. N., Faidah, N., & Rokim, N. (2022). HADIS TENTANG PEMINANGAN (KAJIAN
PENAFSIRAN HADIS NABI). Al-Bayan: Journal of Hadith Studies, 1(2), 14-26.
9
Wahbah az-Zuhaili, Fiqih Islam Wa Adillatuhu, terj. Abdul Hayyie al-Kattani, jilid 9 (Jakarta:
Gema Insani, 2011), h.32.

7
memang semuanya itu asalnya adalah haram. Syariat membolehkan
berkenalan dengan perempuan yang dikhitbah dari dua segi saja:

Pertama, dengan cara mengirim seseorang prempuan yang telah


dipercaya oleh laki-laki pengkhitbah untuk melihat perempuan yang akan
dikhitbah. Dan memberitahukan keadaannya.

Kedua, laki-laki yang hendak mengkhitbah melihat secara langsung


perempuan yang akan dikhitbah secara langsung untuk mengetahui
kecantikan dan kelembutan kulitnya. Hal itu dilakukan dengan melihat wajah,
kedua telapak dan perawakannya. Karena wajah menunjukkan kecantikan
dan kedua telapak tangan menunjukkan kelembutan kulit, sedangkan
perawakan menunjukkan tinggi pendeknya tubuh.10

C. Meminang Pinangan Orang lain

Meminang seorang wanita yang masih berada dalam pinangan orang lain
hukumnya haram. Barangsiapa yang meminang seorang wanita, kemudian wanita
tersebut memberikan jawaban yang positif, maka orang lain dilarang untuk
meminang wanita tersebut, sampai ia memberi izin atau telah membatalkan
pinangannya yang pertama. Hal ini sebagaimana ada pada Hadits Rasulullah SAW,.

ْ ِ‫علَى ح‬
َ‫طبَ ِة أَخِ ْي ِه َحتَّى يَ ْن ِك َح أ َ ْو يَتْ ُرك‬ َ ‫الر ُج ُل‬ ُ ‫َوَلَ يَ ْخ‬
َّ ُ‫طب‬

“Dilarang meminang seorang wanita yang berada dalam pinangan seorang laki-
laki sampai ia menikahinya atau meninggalkan pinangannya.” (HR Bukhrai dan
Nasa’i)
Dalam hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Umar disebutkan,
ْ ِ‫علَى خ‬
‫ط َب ِة أَخِ ي ِه َحتَّى َي ْن ِك َح أ َ ْو َيتْ ُرك‬ َ ‫طب أ َ َحدُ ُك ْم‬
ُ ‫َلَ َي ْخ‬
“Dilarang bagimu meminang atas pinangan saudaranya.” (Muttafaq Alaih)

10
Azizah, N. (2016). Prinsip dan batasan melihat calon pinangan perspektif Hizbut Tahrir:
Kajian atas Kitab Nizhâm Al-Ijtimâ ‘î Fî Al-Islâm karya Taqiy al-Dîn al-Nabhani (Doctoral dissertation,
Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim).

8
Beberapa hadits yang telah disebutkan tersebut memiliki satu maksud dan
makna yang sama, hal ini menunjukkan betapa diharamkannya seorang muslim
meminang wanita yang masih berada dalam pinangan saudaranya yang lain. Karena,
hal itu bisa merusak hak peminang pertama dan menimbulkan permusuhan di antara
manusia. Hal itu juga melanggar hak-hak mereka, seandainya sampai terjadi
penolakan kepada peminang pertama, yang menyebabkan diterimanya pinangan
laki-laki kedua. Seandainya laki-laki yang meminang pertama telah meninggalkan
wanita tersebut, maka laki-laki kedua baru boleh diizinkan untuk meminangnya,
sebagaimana pada hadits Rasulullah SAW yang artinya “Sampai ia (laki-laki
pertama yang meminang) mengizinkan atau meninggalkannya.”
Inilah etika dan kehormatan yang diajarkan oleh syariat kepada umat muslim.
Terutama beberapa larangan yang dapat menimbulkan permusuhan satu sama lain.
Tetapi, sekarang ini sebagian orang tidak peduli akan hal itu. Dia tetap
mengajukan lamaran kepada seorang wanita, bahkan dia mengetahui bahwa wanita
tersebut telah dipinang orang lain sebelumnya dan pinangan tersebut disetujui.
Dalam hal itu, maka ia sedang berusaha mengambil hak saudaranya dengan
menggagalkan pinangan yang telah sempurna atau telah diterima. Hal ini ternasuk
larangan yang sangat ditegaskan dalam agama. Bahkan, perilaku ini terdapat dosa
yang besar dan ancaman siksa yang berat.
Sebagai seorang muslim harus senantiasa memperhatikan hal ini dan
menghormati sesama kaum muslimin. Karena sesungguhnya menjaga hak seorang
muslim terhadap saudaranya itu sangat mulia. Maka, janganlah seorang meminang
seorang wanita yang sedaag berada dalam pinangan orang lain.11

D. Meminang Perempuan yang sedang Masa Iddah

Perempuan yang sedang dalam masa iddah termasuk dalam kategori perempuan
yang haram dikhitbah secara terang-terangan. Para ulama ahli fiqih bersepakat bahwa
mengkhitbah secara sharih (jelas) atau berjanji kepada perempuan tersebut untuk
menikahinya, hukumnya haram. Baik iddah tersebut adalah iddah wafat, iddah talak

11
Al-Fauzan,saleh. Al-Mulakhkhasul Fiqhi. (Jakarta:Gema Insani,2006)

9
raj’i, atau iddah talak ba’i. Hal ini sebagaimana sesuai dengan firman Allah SWT,
QS Al-Baqarah: 235 sebagai berikut:

‫ٱَّللُ أَنَّ ُك ْم‬


َّ ‫عل َِم‬ َ ۚ ‫سآءِ أَ ْو أَ ْكنَنت ُ ْم ف ِٓى أَنفُ ِس ُك ْم‬ ْ ِ‫ضتُم بِِۦه مِ ْن خ‬
َ ِ‫طبَ ِة ٱلن‬ ْ ‫ع َّر‬ َ ‫علَ ْي ُك ْم فِي َما‬ َ ‫َو ََل ُجنَا َح‬
ُ‫َاح َحت َّ َٰى يَ ْبلُ َغ ْٱل ِك َٰتَب‬
ِ ‫ع ْقدَة َ ٱلنِك‬ ُ ‫وا‬ ۟ ‫وا قَ ْو اَل َّم ْع ُرو افا ۚ َو ََل تَ ْع ِز ُم‬ ۟ ُ‫َل أَن تَقُول‬ ٓ َّ ‫ستَذْ ُك ُرونَ ُه َّن َو َٰلَكِن ََّل ت ُ َوا ِعدُوه َُّن س ًِّرا ِإ‬ َ
‫ور َحلِي ٌم‬ٌ ُ‫غف‬ َ َّ ‫ٱَّلل َي ْعلَ ُم َما ف ِٓى أَنفُ ِس ُك ْم فَٱحْ ذَ ُروهُ ۚ َوٱ ْعلَ ُم ٓو ۟ا أ َ َّن‬
َ ‫ٱَّلل‬ َ َّ ‫أ َ َجلَ ۥهُ ۚ َوٱ ْعلَ ُم ٓو ۟ا أ َ َّن‬
Artinya :”Dan tidak ada dosa bagimu meminang perempuan-perempuan itu
dengan sindiran atau kamu sembunyikan (keinginanmu) dalam hati. Allah
mengetahui bahwa kamu akan menyebut-nyebut kepada mereka. Tetapi janganlah
kamu membuat perjanjian (untuk menikah) dengan mereka secara rahasia, kecuali
sekedar mengucapkan kata-kata yang baik. Dan janganlah kamu menetapkan akad
nikah, sebelum habis masa idahnya. Ketahuilah bahwa Allah mengetahui apa yang
ada dalam hatimu, maka takutlah kepada-Nya. Dan ketahuilah bahwa Allah Maha
Pengampun, Maha Penyantun.”
Khitbah tashrih (sharih) merupakan ungkapan untuk mengkhitbah secara
terang-terangan. Ungkapan itu dapat berupa,”saya ingin menikahimu”, atau “ jika
iddahmu selesai saya akan menikahimu.” Sebab diharamkannya khitbah tashrih
adalah boleh jadi si wanita yang dikhitbah berbohong bahwa massa iddahnya telah
selesai. Sebab lainnya yakni jika mengkhitbah di masa iddah dapat menyakiti hati
laki-laki yang telah menthalaq si wanita. Sedangkan secara syariat, menyakiti hati
orang lain hukumnya adalah haram.
Selanjutnya, khitbah secara ta’ridh (sindiran) adalah sebuah ucapan yang
dapat memberi pengertian bahwa si lelaki ingin menikah, namun tidak secara jelas.
Termasuk dalam hal memberi hadiah,atau sesuatu yang memiliki kemungkinan ingin
atau tidak untuk menikahi,, seperti perkataan : kamu cantik, betapa banyak lelaki
yang mencintaimu, adakah orang yang dapat menemukan perempuan secantikmu,
dan lain sebagainya.
Jika masa iddah disebabkan adalah karena talak; apabila thalagnya raj’i,
maka menurut kesepakatan para ahli fiqih, khitbah haram dilakukan. Karena lelaki
yang menalaknya masih memiliki hak untuk ruju’ kembali ketika masa iddah.

10
Dengan demikian, mengkhitbah pada saat itu dapat mengganggu haknya, karena
perempuan tersebut masih berstatus istri atau semakna dengan itu.
Apabila thalaqnya ba’in sugra (kecil) ataupun kubra (besar) maka
mengkhitbah perempuan dalam kondisi ini terdapat dua pendapat:
Hanafiah: khitbah haram karena dalam kondisi thalaq ba’in sugra, si lelaki
masih memiliki kesempatan untuk akad nikah ulang sebelum masa iddah selesai,
sebagaimana setelah selesai iddah. Adapun ketika perempuan dalam kondisi thalaq
ba’in kubra, maka khitbah secara ta’ridh dilarang ketika masih dalam masa iddah.
Hal ini bertujuan agar si perempuan tidak berbohong bahwa dirinya telah selesai
masa iddahnya. Juga agar lelaki yang mengkhitbah tidak tertuduh bahwa ia
merupakan sebab keretakan rumah tangga si perempuan.
Jumhur: khitbah boleh karena keumuman firman Allah SWT dalam QS Al-
Baqarah: 235 yang memiliki maksud, kalimat “kecuali sekadar mengucapkan
perkataan yang ma’ruf” artinya jangan kamu mengadakan janji nikah dengan mereka
kecuali dengan cara sindiran. Itu karena kekuasaan lelaki yang menthalaq telah
selesai. Thalaq ba’in dapat memutus ikatan pernikahan. Oleh karenanya,
mengkhitbah secara ta’ridh, bukan bentuk penistaan terhadap hak lelaki yang
menalaq. Dengan demikian, perempuan dalam kondisi ini sama dengan masa iddah
ditinggal wafat suaminya.12

E. Berkhalwat dengan Tunangan

Untuk kebaikan dalam kehidupan berumah tangga, kesejahtaraan dan


kesenangannya, seyogyanya laki-laki melihat dulu perempuan yang akan
dipinangnya, sehingga ia dapat menentukan apakah peminangan itu
diteruskan atau dibatalkan. Dalam agama islam, melihat perempuan yang akan
dipinang itu diperbolehkan selama dalam batas-batas tertentu, berdasarkan
sabda Nabi SAW Yang Artinya :

“Dari mughirah bin Syu’bah, ia pernah meminang seorang perempuan,


lalu Rasulullah SAW bertanya kepadanya: sudahkan kau lihat dia? Ia menjawab:

12
Az-Zuhaili,wahbah.(2011) Fiqih Islam 9. Jakarta: Gema Insani, 26-28

11
Belum. Sabda Nabi: Lihatlah dia lebih dahulu agar nantinya kamu bisa hidup
bersama lebih langgeng. (H.R. Annasa’i,Ibnu Majah, dan Atturmudzi)”13

Namun khitbah atau pertunangan hanya suatu janji yang mengikat antara
laki-laki dan seorang perempuan sebelum melanjutkan ke jenjang perkawinan, maka
tidak diperbolehkan untuk mengikuti aturan terhadap pasangan yang sudah
menikah, karena hubungan keduanya belum dikatakan halal sebagai pasangan suami
istri yang sah menurut agama, seperti pergi bersama, bercanda-tawa dan hal lain
yang mengarah pada perbuatan maksiat. Mengenai pergaulan terhadap pasangan
yang belum melakukan pernikahan, dan mengikat janji dengan petunangan, maka
terdapat aturan-aturan yang dijadikan sebagai tolak ukur pergaulan dengan
perempuan yang telah dipinang.

Agama Islam mengajarkan bahwa berkhalwat dan menyendiri di tempat yang


sepi dengan pasangan yang bukan mahram hukumya haram. Agama Islam juga tidak
memberi kebebasan atas perbuatan terhadap perempuan yang dipinang selain hanya
melihat. Hal tersebut karena berdua-duaan dengan pasangan dapat menimbulkan
perbuatan yang melanggar norma agama.14

Rasulullah SAW telah bersabda untuk memastikan keharamannya :

‫ سمعت النبى صلى علیھ وسلم یخطب یقول ال یخلون رجل بامراة اال ومعھا ذو مھرم‬: ‫عن ابن عباس یقول‬
‫وال تسافر المراة اال مع ذى محرم فقام رجل فقال یا رسول هللا ان امراتى خرجت حاجة وانى اكتتبت فى‬
( ‫غزوة كذا وكذا قال انطلق فحج مع امراتك ) رواه مسلم‬

Artinya: "Dari Ibnu Abbas r.a katanya dia mendengar Nabi SAW berkhutbah,
sabdanya : " Seorang laki-laki tidak boleh berada di tempat sunyi dengan seorang
perempuan, melainkan harus disertai muhrim. Begitu pula seorang perempuan tidak
boleh berjalan sendirian, melainkan harus bersama-sama muhrim." Tiba-tiba berdiri
seorang laki-laki, lalu dia bertanya : "Isteriku hendak menunaikan ibadah haji,
sedangkan aku ditugaskan pergi berperang ke sana dan ke situ ; bagaimana itu ya

13
Prof. Dr. Abdul Rahman Ghozali, M.A., Fiqh Munakaht, (Jakarta: Prenadamedia
Group,2003.)
14
Abd Rahman Ghazaly, Fiqh Munakahat, (Jakarta: Prenada Media Group,2003), 83

12
Rasulullah?" Jawab Rasulullah SAW. " Pergilah kamu haji bersama isterimu!15"
(H.R Muslim)

Dalil diatas jelas menggambarkan, sekiranya Islam mengharamkan zina


misalnya, maka apa saja yang dapat membawa kepada perbuatan itu, adalah
diharamkan. Justru itu pula, maka apa saja yang dapat membuka pintu fitnah baik
oleh laki-laki atau perempuan, serta mendorong orang untuk berbuat yang keji atau
paling tidak mendekatkan perbuatan yang keji itu, atau yang memberikan jalan-jalan
untuk berbuat yang keji, maka Islam melarangnya demi untuk menutup jalan berbuat
haram dan menjaga daripada perbuatan yang merusak.16

Dr. Wahbah Azzuhaili menjelaskan: bahwa khitbah bukanlah perkawinan,


tetapi khitbah itu adalah sekedar perjanjian akan menikahi seorang
perempuan. Khitbah tidak sama dengan perkawinan disisi hukumnya. Adapun
berkhalwat dengan seorang perempuan atau menggaulinya dengan secara infirad
dilarang oleh syariat islam, kecuali didampingi oleh mahramnya. Rasulullah
SAW melarang berkhalwat, duduk bersama dengan tunangan (calon istri), kecuali
bersama mahramnya seperti ayahnya, saudaranya, dan pamannya.

15
Muslim, Shahih Muslim, Jilid II (Beirut: Darul Kutub Al-Alamiyah, 2004) hlm. 978
16
Yusuf Qardhawi, Halal Wa Haram , Penterjemah H. Mu’ammal Hamidy, (Surabaya :PT Bina
Ilmu, 2007 ), Edisi Revisi, hlm. 233

13
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan

Dalam makalah ini, kita telah menjelajahi konsep khitbah dalam konteks
pernikahan dalam Islam dan budaya yang lebih luas. Khitbah, atau lamaran, adalah
tahap awal penting yang menandai keseriusan seorang pria dalam membentuk ikatan
pernikahan. Dalam proses khitbah, calon pengantin pria secara resmi menyatakan
niatnya untuk menikahi calon pengantin wanita kepada keluarga perempuan tersebut.

Khitbah bukan hanya sekadar formalitas, tetapi juga mencerminkan nilai-nilai


sosial, budaya, dan agama dalam masyarakat Muslim. Ini adalah momen penting
dalam membangun fondasi sebuah keluarga yang bahagia dan stabil. Dalam praktik
khitbah, kita telah melihat bagaimana proses melihat pinangan, meminang pinangan
orang lain, meminang perempuan yang sedang masa iddah, dan berkhalwat dengan
tunangan di dalam makalah ini.

khitbah adalah bagian penting dari pernikahan dalam Islam yang


mencerminkan nilai-nilai agama dan budaya. Memahami konsep ini secara
mendalam adalah langkah penting dalam menjaga kelestarian tradisi pernikahan
Muslim dan melihat bagaimana tradisi ini terus beradaptasi dengan perubahan
zaman. Dengan pemahaman yang lebih baik tentang khitbah, kita dapat lebih
menghargai kekayaan budaya dan nilai-nilai yang terkandung dalam pernikahan
dalam agama Islam.

B. Saran

Kami berharap dengan dibuatnya makalah ini pembaca dapat mengetahui


dan memahami tentang khitbah. Meskipun kami menginginkan kesempurnaan
dalam penyusunan makalah ini, akan tetapi pada kenyataannya masih banyak
kekurangan yang perlu kami perbaiki. Hal ini dikarenakan masih minimnya
pengetahuan kami. Oleh karena itu kritik dan saran yang membangun dari para
pembaca sangat diharapkan sebagai bahan evaluasi untuk ke depannya.

14
DAFTAR PUSTAKA

Al-Fauzan,saleh. (2006) Al-Mulakhkhasul Fiqhi. Jakarta:Gema Insani.

Azizah, N. (2016). Prinsip dan batasan melihat calon pinangan perspektif Hizbut
Tahrir: Kajian atas Kitab Nizhâm Al-Ijtimâ ‘î Fî Al-Islâm karya Taqiy al-Dîn al-
Nabhani (Doctoral dissertation, Universitas Islam Negeri Maulana Malik
Ibrahim).
Az-Zuhaili,wahbah.(2011) Fiqih Islam 9. Jakarta: Gema Insani.

Az-Zuhaily, Wahbah al-Fiqhul Islam wa Adillatuhu, Juz 9, Damaskus: Dar alFikr, 1997

Ghazaly, Abd Rahman. Fiqh Munakahat. Jakarta:Prenada Media Group, 2003.

H. Sulaiman Rasjid. Fiqih Islam. Bandung: Sinar Baru Algensindo, 2007.

Hamdi, I. (2017). Ta’aruf Dan Khitbah Sebelum Perkawinan. JURIS (Jurnal Ilmiah
Syariah),

Ismail. “KHITBAH MENURUT PERSPEKTIF ISLAM.” Al-Hurriyah 10, no. 2 (July


2009).

Muslim, Shahih Muslim, Beirut, (Darul Kutub Al-Alamiyah, 2004)

Qardhawi, Yusuf Halal Wa Haram, Terjemahan (Surabaya PT Bina Ilmu, 2007 )


Rofiq, Ahmad. Hukum Perdata Islam di Indonesia. Depok: Rajawali Pers. Cet.3, 2017.

Sahrani, Drs. Sohari dan Prof. Dr. H.M.A. Tihami, M.A.,M.M. Fikih Munakahat.
Jakarta, PT Raja Grafindo Persada, 2010.

Sayyid Sabiq, Fiqih Sunnah, terj._(Jakarta: Nada Cipta Raya, 2006),


Ulya, M. N., Faidah, N., & Rokim, N. (2022). HADIS TENTANG PEMINANGAN
(KAJIAN PENAFSIRAN HADIS NABI). Al-Bayan: Journal of Hadith
Studies,
Wahbah az-Zuhaili, Fiqih Islam Wa Adillatuhu, terj. Abdul Hayyie al-Kattani, jilid 9
(Jakarta: Gema Insani, 2011).

15

Anda mungkin juga menyukai