Anda di halaman 1dari 13

PERNIKAHAN

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Fiqh MUAMALAH


Dosen pengampu: Dr. Moh. Shofiyul Huda MF, M.Ag.

MAKALAH

Penyusun:
Lailatul Maghfiroh NIM.21107001
KELAS A

PROGRAM STUDI TASAWUF DAN PSIKOTERAPI


FAKULTAS USHULUDDIN DAN DAKWAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) KEDIRI
2022
KATA PENGANTAR

Puji Syukur atas rahmat Allah SWT, berkat rahmat serta karunia-Nya
sehingga kita dapat menyelesaikan makalah dengan judul “PERNIKAHAN” ini
tepat pada waktunya. Shalawat serta salam tetap tercurah kepada junjungan kita
Nabi Agung Muhammad SAW yang telah mengantarkan umat manusia dari
zaman jahiliyah menuju zaman yang terang benderang dan penuh petunjuk.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Dr. Moh. Shofiyul Huda
MF, M.Ag. selaku dosen Fiqh Muamalah yang telah membimbing dan
memberikan masukan-masukan kepada penulis. Terima kasih penulis ucapkan
juga kepada semua pihak yang telah membantu dalam pengerjaan makalah ini.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini banyak terdapat
kekurangan karena keterbatasan penyusun sebagai manusia biasa, untuk itu kritik
dan saran sangat kami harapkan demi kesempurnaan dalam menyelesaikan tugas-
tugas dimasa yang akan datang. Dan akhirnya, penulis berharap semoga makalah
ini dapat memberikan manfaat.

Kediri, 3 September 2022

Penulis
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL.......................................................................................
KATA PENGANTAR ....................................................................................
DAFTAR ISI ...................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN ...............................................................................
A. Latar Belakang .............................................................................................
B. Rumusan Masalah ........................................................................................
C. Tujuan Penulisan..........................................................................................
BAB II PEMBAHASAN ................................................................................
A. Dasar Umum Pernikahan ............................................................................
B. Pelaksanaan Pernikahan...............................................................................
C. Hak dan Kewajiban dalam Kehidupan Keluarga ........................................
BAB III PENUTUP ........................................................................................
A. Kesimpulan ..................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA .....................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Telah diketahui bahwasanya pernikahan merupakan sunatullah.
Dalam surah az zariyat ayat 49 telah disebutkan “ dan segala sesuatu kami
ciptakan secara berpasang;pasangan , supa kamu akan mengiangat akan
kebesaran Allah” bahwasanya makhluk yang bernyawa itu diciptakan
secara berpasangan, baik laki-laki maupun perempuan. Hubungan antar
seorang laki-laki dan perempuan adalah tuntunan yang diciptakan oleh
Allah SWT dan untuk menghalalkan hubungan ini maka disyariatkanlah
akad nikah.
Pernikahan merupakan suatu hal yang sangat penting dalam
kehidupan manusia, dengan adanya pernikahan rumah tangga dapat
ditegakkan dan dibina sesuai dengan syariat agama dan tata kehidupan
masyarakat. Dalam agama samawi, pernikahan mendapatkan tempat yang
sangat terhormat dan sangat terjunjung tinggi tata aturan yang telah
ditetapkan dalam kitab suci. Misalnya Negara Indonesia, masalah
pernikahan merupakan suatu hal yang sangat penting dalam kehidupan
berbangsa dan bernegara, hingga pemerintah Indonesia sejak Proklamasi
Kemerdekaan hingga sekarang menaruh perhatian yang sangat serius
dalam hal pernikahan.

B. Rumusan Masalah
1. Apa saja dasar umum pernikahan?
2. Bagaimana pelaksanaan dalam sebuah pernikahan
3. Apa asaja hak-hak dan kewajiban dalam keluarga

C. Tujuan
1. mengerti apa saja dasar-dasar umum dalam sebuah pernikahan,
2. mengerti bagaimana cara pelaksanaan pernikahan itu seperti apa.
3. mengerti apa saja hak dan kewajiban seorang suami istri dalam
keluarga.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Dasar Umum Pernikahan


1) Pengertian dan Tujuan Pernikahan
Secara bahasa, nikah berarti adh-dhammuwattadaakhul
(bertindih dan memasukkan). Dalam lain kitab, nikah diartikan
dengan adh-dhammu waljam’u (bertindih dan berkumpul. Adapun
secara istilah ilmu Fikih, nikah adalah suatua akad (perjanjian)
yang mengandung kebolehan melakukan hubungan seksual dengan
memakai kata-kata nikah atau tazwij.
Pernikahan menurut ahli hadis dan ahli fikih adalah
perkawinan dalam arti hubungan yang terjalin antara suami dan
istri dengan ikatan hukum islam, dengan memenuhi syarat-syarat
dan rukun-rukun pernikahan, seperti wali, mahar, dua saksi, yang
adil dan dengan disahkan dengan ijab dan qabul.1
Pada prinsipnya, nikah adalah akad untuk menghalalkan
hubungan serta membatasi hak dan kewajiban, tolong menolog
antara laki-laki dan perempuan dimana keduanya bukan muhrim. 2
Menurut undang-undang No. 1 tahun 1974 perkawinan adalah
ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita
sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga yang
bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.3

Ulama dari golongan Hanafiyah mendefenisikan nikah dengan :


Artinya: “Akad yang memiliki kemanfaatan atas sesuatu yang
menyenangkanyang dilakukan dengan sengaja”
Golongan Malikiyah mendefenisikan nikah dengan ungkapan :
Artinya: “Akad yang bertujuan hanya untuk bersenang-senang
denganwanita yang sebelumnya tidak ditentukan maharnya secara
jelasserta tidak ada keharamannya sebagaimana lazimnya
diharamkanoleh Al-qur’an atau oleh ijma”
Golongan Syafi’iyah mendefenisikan nikah dengan ungkapan :
Artinya: “Akad yang mengandung pemilikan untuk melakukan
persetubuhanyang diungkapkan dengan kata-kata ankaha atau
tazwij atau dengankata-kata lain yang semakna dengan keduanya”
Golongan Hanabilah mendefenisikan nikah dengan ungkapan :
Artinya:“Akad yang diucapkan dengan lafaz ankaha atau tazwij
untukmemperoleh manfaat bersenang-senang”

1
Ali Yusuf As-Subki, Fiqh Keluarga”Pedoman Berkeluarga Dalam Islam” (Jakarta: Amzah, 2012), 1.
2
Sudarsono, Pokok-Pokok Hukum Islam (Jakarta: PT Rineka, 1992), 188.
3
Pasal 1 UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.
Dari defenisi yang telah di ungkapkan di atas sering
terdapat kata akad. Dalam hal ini kata akad yang dipergunakan
merupakan pokok pangkalkehidupan suami istri, karena akad
merupakan hal yang mutlak dalampernikahan.
Tujuan dari pernikahan adalah menjalankan perintah Allah
untuk memperoleh keturunan yang sah dalam masyarakat dengan
mendirikan rumah tangga yang damai dan teratur. Selain itu ada
pula yang berpendapat tujuan dari perkawinan bukan hanya untuk
memenuhi kebutuhan jasmani dan rohani manusia tapi sekaligus
untuk membentuk keluarga dan memelihara serta meneruskan
keturunan. Sedangkan menurut Kompilasi Hukum Islam tujuan
perkawinan adalah untuk mewujudkan kehidupan rumah tangga
yang sakinah, mawaddah, dan rahmah.

2) Rukun dan Syarat Pernikahan


Dalam pernikahn mempunyai rukun dan syarat yang harus
dipenuhi. Rukun dan syarat menentukan hukum suatu perbuatan
yang menyangkut sah atau tidaknya perbuatan tersebut. Rukun dan
syarat keduanya adalah hal yang harus diadakan. 4pernikahan tidak
sah apa bila rukun dan syarat tidak ada atau tidak lengkap.
 Rukun Nikah
a) Adanya calon suami dan istri yang melakukan pernikahan.
Orang yang tidak terhalang dan terlarang secara syar’i
untuk menikah. Semisal, si wanita yang akan dinikahi
termasuk oleh yang haram dinikahi oleh lelaki karena
adanya hubungan hubungan penyusuan atau nasab. Atau,
wanita yang hendak dinikah I sedang dimasa iddah dan
selainnya. Penghalang lainnya misal, si lelaki adalah orang
kafir, sedangkan wanita yang akan dinikah I seorang
muslimah.
b) Adanya wali dari pihak calon pengantin perempuan.
Akad nikah akan di anggap sah apabila ada wali, atau
wakilnya yang akan menikahkanya, berdasarkan sabda
Nabi SAW:
“ perempuan mana saja yang menikah tanpa seizin
walinya, maka pernikahanya batal”
c) Adanya dua orang saksi
Pelaksanaan akad nikah akan sah bila dua orang saksi yang
menyaksikan akad nikah tersebut, berdasarkan sabda Nabi
SAW:

4
Rahmat Hakim, Hukum Perkawinan Islam, (Bandung: Pustaka Setia, 2000), h.13
“ Tidak sah nikah kecuali dengan wali dan dua saksi yang
adil”
d) Shighat (ijab qobul) akad nikah.
Yaitu Ijab Qabul yang diucapkan oleh wali atau wakilnya
dari pihak wanita, dan dijawab oleh calon pengantin laki-
laki. Ijab dalam akad nikah seperti halnya ijab dalam
berbagai transaksi lain, yaitu pernyataan yang keluar dari
satu pihak yang mengadakan akad atau transaksi, baik
berupa ucapan, tulisan atau isyarat. Sedangkan Qabul
adalah pernyataan yang datang dari pihak kedua baik
berupa ucapan, tulisan atau isyaratyang mengungkapkan
persetujuan ridhannya.
 Syarat-syarat Nikah.
Syarat pernikahan ialah dasar bagi sahnya pernikahan. Bila
syarat terpenuhi maka pernikahan itu sah dan menimbulkan
adanya segala hak dan kewajiban suami istri.
a) Syarat-syarat Calon Suami
- Beragama islam
- Bukan mahram dari calon istri dan jelas halal nikah
dengan calon istri
- Terang (jelas) bahwa calon suami itu betul laki-laki
- Tidak sedang memiliki istri empat
- Tidak mempunyai istri yang haram dimadu dengan
calon istri
- Calon suami rela (tidak dipaksa) untuk melalukan
pernikahan
- Calon suami kenal pada calon istri serta tau betul calon
istrinya halal baginya
- Tidak sedang melakukan ihram, seperti sabda Nabi
SAW
“ Seseorang yang sedang ber ihram tidak boleh
menikahkan, tidak boleh dinikahkan, dan tidak boleh
mengkhitbah”.
b) Syarat-syarat Calon Istri
- Beragama islam
- Tidak bersuami dan tidak dalam iddah
- Bukan mahram calon suami
- Terang (jelas) bahwa calon istri bukan khuntsa dan
betul-betul perempuan
- Tidah sedang dalam ihram
- Calon istri rela (tidak di paksa) untuk melakukan
perasaan
- Telah memberi izin kepada wali untuk menikahkannya,
seperti sabda Nabi SAW:
“ Tidak boleh seorang janda dinikahkan hingga ia
diajak musyawarah/dimintai pendapat, dan tidak boleh
seorang gadis dinikahkan sampai dimintai izinya”.
B. Pelaksanaan Pernikahan
Dalam masalah pernikahan sesungguhnya islam telah mengatur
sedemikian rupa. Berikut ini ada bebrapa tata cara pelaksanaan
pernikahan:
 Minta Pertimbangan Comment [NS1]:

Bagi seorang lelaki sebelum ia memutuskan untuk


mempersunting seorang wanita untuk menjadi isterinya,
hendaklah ia juga minta pertimbangan dari kerabat dekat
wanita tersebut yang baik agamanya. Mereka hendaknya orang
yang tahu benar tentang hal ihwal wanita yang akan dilamar
oleh lelaki tersebut, agar ia dapat memberikan pertimbangan
dengan jujur dan adil.
 Shalat istikharah
Setelah mendapatkan pertimbangan tentang bagaimana calon
isterinya, hendaknya ia melakukan shalat istikharah sampai
hatinya diberi kemantapan oleh Allah Taala dalam mengambil
keputusan. Hal ini untuk menjauhkan diri dari kemungkinan
terjatuh kepada penderitaan hidup. Insya Allah ia akan
mendapatkan kemudahan dalam menetapkan suatu pilihan.
 Khitbah
Setelah seseorang mendapat kemantapan dalam menentukan
wanita pilihannya, maka hendaklah segera meminangnya. Laki-
laki tersebut harus menghadap orang tua/wali dari wanita
pilihannya itu untuk menyampaikan kehendak hatinya, yaitu
meminta agar ia direstui untuk menikahi anaknya.
 Melihat Wanita yang dipinang
slam adalah agama yang hanif yang mensyariatkan pelamar
untuk melihat wanita yang dilamar dan mensyariatkan wanita
yang dilamar untuk melihat laki-laki yang meminangnya, agar
masing- masing pihak benar-benar mendapatkan kejelasan
tatkala menjatuhkan pilihan pasangan hidupnya
 Aqad Nikah

C. Hak dan Kewajiban dalam Kehidupan Keluarga


Perkawinan merupakan ikatan antara laki-laki dan perempuan
untuk menempuh kehidupan rumah tangga. Setelah melakukan
perjanjian yang dilakukan melalui sebuah akad, kedua pihak telah
terikat dan sejak itu mereka memiliki hak dan kewajiban yang
sebelumnya belum mereka miliki.5 Maksud dari hak disini adalah apa-
apa yang diterima oleh seseorang dari orang lain, sedangkan kewajiban
adalah apa yang harus dilakukan seseorang untuk orang lain.
Setelah pernikahan dilaksanakan, kedua belah pihak suami istri
harus memahami hak dan kewajiban mereka masing-masing. Dengan
menjalankan kewajiban masing-masing maka akan terwujud sebuah
ketentraman dan ketenangan hati sehingga sempurna kebahagiaan
hidup rumah tangga. 6
Menurut Sayyid Sabiq ada tiga bentuk hak dan kewajiban, yaitu:
1) Hak Istri atas Suami
Ada dua hak istri atas suami, yaitu hak finansial dan non finansial.
 Hak finansial
a. Mahar
Mahar menurut syara’ adalah sesuatu yang wajib sebab
nikah atau becampur atau keluputan yang dilakukan secara
paksa seperti menyusui dan ralat para saksi. Mahar dari
suami untuk istri termasuk dalam keadilan dan keagungan
hukum islam. Seperti firman Allah SWT, dalam surah An-
Nisa’ ayat 4:
‫سب ََء ََآتُُا‬ َ َ‫ن َۚ وِحْ لَة‬
َ ِّ‫صدُقَبتِ ٍِهَ الى‬ ََ ‫ه لَ ُك َْم طِ ْب‬
َْ ِ‫ه فَإ‬ َ ُ ًَ ‫ٌَىِيئب َف ُكلُُ َي ُ وَفْسب مِ ْى‬
َْ ‫ش ْيءَ َع‬
‫َم ِريئب‬
Artinya: “Berikanlah maskawin (mahar) kepada wanita
(yang kamu nikahi) sebagai pemberian dengan penuh
kerelaan. Kemudian jika mereka menyerahkan kepada
kamu sebagian dari maskawin itu dengan senang hati,
maka makanlah (ambillah) pemberian itu (sebagai
makanan) yang sedap lagi baik akibatnya.”(QS> An- Nisa’
:4)
Ayat diatas ditunjukkan pada suami seperti yang
dikatan oleh Ibnu Abas, ibnu Zaid, dan Ibnu Juraij.
Perintah yang terdapat pada ayat ini wajib dilaksanakan
karena tidak ada bukti (qorinah) yang memalingkan dari
makna tersebut. Mahar wajib atas suami tergadap istri.
b. Nafkah
Maksud nafkah disini adalah penyediaan kebutuhab istri.
Nafkah hanya diwajibkan atas suami karena tuntutan akad
nikah dan karena keberlangsungan bersenang-senang
sebagaimana istri wajib taat terhadap suaminya, selalu
5
Beni Ahmad Sacbani, Fiqh Munakahat 2, (Bandung :CV Pustaka Setia, 2010), 11.
6
Abdul Rahman Ghozali, Fiqh Munakahat, (Jakarta: Kencana, 2014), 155.
menyertainya, mengatur rumah tangga, mengurus dan
mendidik anak-anaknya.
Dalil diwajibkanya nafkah, terdapat dalam firman Allah
berikut:
َُ‫ض ْعهََ ََ ْال َُا ِلدَات‬
ِ ْ‫ه أَ َْ ََلدٌَُهَ يُر‬
َِ ‫ْه َح ُْلَ ْي‬
َِ ‫ه َۚ َكبمِ لَي‬ َْ َ‫ضب َع َةَ يُتِمَ أ‬
َْ ‫ن أَ َرا َد َ ِل َم‬ َ ‫َۚ الر‬
‫ِب ْبل َم ْع ُرَفَِ ََ ِكس َُْت ُ ٍُهَ ِر ْزقُ ٍُهَ لَ ًَ ُ ْال َم ُْلُُ َِد ََ َعلَى‬
Artinya: “Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya
selama dua tahun penuh, yaitu bagi yang ingin
menyempurnakan penyusuan. Dan kewajiban ayah
memberi makan dan pakaian kepada para ibu dengan cara
ma'ruf.” (QS. Al-Baqarah :233)
Surat diatas mewajibkanya nafkah secara sempurna bagi
wanita ber-iddah, lebih wajib lagi bagi istri yang tidak
ditalak.
 Hak Nonfinansial
Selain hak finansial terdapat juga hak nonfinansial atau yang
bukan bersifat kebendaan. Dan inilah yang disebut dengan
nafkah batin. Berikut adalah hak-hak istri yang berupa
nonfinansial:
a. Bentuk-bentuk Nafkah batin
- Mempergauli Istri dengan baik
Kewajiban pertama seorang suami terhadap istrinya
adalah memuliakan dan mempergaulinya dengan baik,
menyediakan yang dapat ia sediakan untuk istrinya agar
dapat mengikat hatinya,memperhatikannya dan tetap
sabar apabila ada yang tidak berkenan dihatinya.
- Menjaga Istri
Selain kewajiban mempergauli istri, suami juga
mempunyai kewajiban menjaga martabat dan
kehormatan istrinya, mencegah istri jangan sampai hina,
jangan sampai istrinya berkata jelek.
Rasulullah bersabda “ Cemburu ada yang disukai
Allah dan ada yang dimurkai Allah. Adapun cemburu
yang disukai Allah yaitu cemburu karena ada
kecurigaan, sedangkan cemburu yang dimurkai oleh
Allah ialah cemburu tanpa adanya sebab yang
mencurigakan”. (HR. ahmad Abu Daun dan An-Nasa’i)
- Mencampuri Istri
Tentang nafkah batin tentu harus tau apa yang
dimaksud dengannya. Nafkah batin merupakan
pemenyhan kebutuhan terutama biologis dan psikologis,
seperti cinta, kasih sayang, pengertian, perlindunagn
dan sebagainya, yang konkret berupa persetubuhan
(sexsual intercouse). Sehingga dalam keseharian yang
disebut nafkah batin justru hubungan sex.7

7
Samsul Bahri, Mimbar Hukum, No.52, Nafkah Batin dan kompensasi materialnya, 24
BAB III

KESIMPULAN

Nikah menjadi wajib atas orang yang sudah mampu dan ia khawatir terjerumus
padaperbuatan zina. Sebab zina haram hukumnya, demikian pula hal yang bisa
mengantarkannya kepadaperzinaan serta hal-hal yang menjadi pendahulu
perzinaan (misalnya; pacaran, pent.). Maka,barangsiapa yang merasa
mengkhawatirkan dirinya terjerumus pada perbuatan zina ini, maka iawajib
sekuat mungkin mengendalikan nafsunya. Manakala ia tidak mampu
mengendalikan nafsunya,kecuali dengan jalan nikah, maka ia wajib
melaksanakannya. Dan tujuan perkawinan adalah untuk mewujudkan kehidupan
rumah tangga yang sakinah, mawaddah, dan rahmah.
DAFTAR PUSTAKA

Abdul Rahman Ghozali, Fiqh Munakahat, (Jakarta: Kencana, 2014), 155.

Ali Yusuf As-Subki, Fiqh Keluarga”Pedoman Berkeluarga Dalam Islam” (Jakarta:


Amzah, 2012), 1.

Beni Ahmad Sacbani, Fiqh Munakahat 2, (Bandung :CV Pustaka Setia, 2010), 11.

Rahmat Hakim, Hukum Perkawinan Islam, (Bandung: Pustaka Setia, 2000), h.13

Samsul Bahri, Mimbar Hukum, No.52, Nafkah Batin dan kompensasi


materialnya, 24

Sudarsono, Pokok-Pokok Hukum Islam (Jakarta: PT Rineka, 1992), 188.

Anda mungkin juga menyukai