Anda di halaman 1dari 12

" PERNIKAHAN DALAM ISLAM "

MAKALAH
Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Terstruktur Pada Mata Kuliah
Materi PAI SMA/MA

Disusun Oleh Kelompok 1 :

Bima Adi Kusuma : 2018. 2263


Muhammad Furqan : 2018. 2300
Syaiful Islami : 2018.

Dosen Pengampu:
Martono, S. Pd., M.A.

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM (PAI)


SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM PENGEMBANGAN
ILMU ALQUR’AN(STAI-PIQ)
SUMATERA BARAT
2021 M / 1442 H
2

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Di dalam agama Islam, Allah menganjurkan kita untuk melaksanakan
pernikahan. Pernikahan merupakan sebuah proses dimana seorang perempuan dan
seorang laki-laki menyatukan hubungan mereka dalam ikatan kekeluargaan
dengan tujuan mengatur kehidupan rumah tangga dan keturunan.
Pernikahan dalam islam merupakan sebuah proses yang sakral,
mempunyai adab-adab tertentu dan tidak bisa dilakukan secara asal-asalan. Jika
pernikahan tidak dilaksanakan berdasarkan syariat Islam maka pernikahan
tersebut bisa menjadi perbuatan sebuah zina. Oleh karena itu, kita sebagai umat
Islam harus mengetahui kiat-kiat pernikahan yang sesuai dengan kaidah agama
Islam agar pernikahan kita dinilai ibadah oleh ALLAH Swt.

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan Pernikahan ?
2. Bagaimana hukum Pernikahan ?
3. Apa dalil Pernikahan menurut Al-Qur’an dan Hadits ?
4. Apa Keutamaan Menikah ?
5. Bagaimana rusaknnya Pernikahan ?
3

BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Pernikahan.
Pernikahan merupakan sunatullah yang umum dan berlaku pada
semua mahluk-Nya, baik pada manusia, hewan, maupun tumbuh-
tumbuhan. Ia adalah suatu cara yang dipilih oleh Allah S.W.T, untuk
berkembang biak, dan melestarikan hidupnya.
Pernikahan berasal dari kata nikah yang menurut bahasa al-
jam’u dan al-dhamu yang artinya kumpul atau mengumpulkan, dan
digunakan untuk kata bersetubuh. Nikah (Zawaj) bisa diartikan
dengan aqdu al-tazwij yang artinya akad nikah dan juga bisa diartikan
(wath’u al-zaujah) bermakna menyetubuhi istri.1 Definisi yang lain
mengemukakan bahwa nikah berasal dari bahasa arab ”nikahun”yang
merupakan masdar atau asal kata dari kata kerja ”nakaha”, sinonimnya
”tazawwaja” kemudian diterjemahkan kedalam bahasa Indonesia
sebagai”perkawinan”.
Menurut istilah ilmu fiqih (terminologi) para fuqaha
mendefinisikan nikah yaitu suatu akad perjanjian yang mengandung
kebolehan melakukan hubungan seksual (persetubuhan) dengan memakai
kata-kata (lafaz) nikah atau tazwij.2
Para ahli fiqih empat mazhab memiliki perbedaan dalam
mendefinisikan nikah atau kawin itu sendiri.
1. Golongan Hanafiyah mendefinisikan kawin adalah akad yang dapan
memberikan manfaat bolehnya bersenang-senang (istimta’) dengan
pasangannya.
2. Golongan Syafi’iyah mendefinisikan kawin adalah akad yang mengandung
ketentuan hukum bolehnya wati’ (bersenggama) dengan menggunakan lafaz
nukah, atau tazwij dan lafaz-lafaz semakna dengan keduanya.
3. Golongan Malikiyah mendefinisikan bahwa kawin adalah akad yang
mengandung ketentuan hukum semata-mata untuk
membolehkan wati’(bersenggama), bersenang-senang menikmati apa yang
ada pada diri seorang wanita yang boleh dikawininya (bukan mahram).

1
Tihami,Sohari Sahrani, Fikih Munakahat Kajian Fikih Nikah Lengkap,
(Jakarta: Rajawali Pers), 2014, Cet.4, hlm.6-7
2
Hakim Drs. H. Rahmat, HUKUM PERKAWINAN ISLAM, (Bandung: CV. Pustaka
Setia), 2000, hlm.11-12
4

4. Golongan Hanabilah mendefinisikan kawin adalah akad dengan


menggunakan lafaz nikah atau tazwij guna untuk memperoleh kesenangan
dengan seorang wanita.

Dalam konsep kontemporer, antara lain sebagaimana terlihat dalam


Undang-undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, pernikahan
didefinisikan sebagai ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang
wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah
tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.
Sedangkan di dalam Kompilasi Hukum Islam pernikahan adalah akad
yang sangat kuat atau mitsaqan ghalizhah untuk menaati perintah Allah
dan melaksanakannya merupakan ibadah.3
Dapat dipahami bahwa menikah dalam rangka pembentukan
keluarga bukan saja untuk pemenuhan kebutuhan naluri insani manusia.
Tetapi pembentukan keluarga merupakan salah satu perintah agama, yang
berfungsi untuk menjaga dan melindungi manusia dari berbagai
penyelewengan dalam pemenuhan kebutuhan seksual.4
B. Hukum Pernikahan.
Hukum nikah pada dasarnya bisa berubah sesuai dengan keadaan
pelakunya. Ini disebabkan kondisi mukallaf, baik dari segi karakter
manusiaannya maupun dari segi kemampuan hartanya. Hukum nikah tidak
hanya satu yang berlaku bagi seluruh mukallaf. Masing-masing mukallaf
mempunyai hukum tersendiri yang spesifik sesuai dengan kondisinya yang
spesifik pula, baik persyaratan harta, fisik, dan atau akhlak.5
Nikah ditinjau dari segi hukum syar’i ada lima macam. Terkadang
hukum nikah itu wajib, terkadang bisa menjadi sunnah, kadang itu
hukumnya haram, kadang menjadi makruh dan mubah atau hukumnya
boleh menurut syari’at.6 Sebagian ulama membaginya kepada lima
kategori sebagaimana halnya pembagian hukum perbuatan, Sedangkan

3
Nasir, Prof. Dr. M. Ridlwan M.A. dan Aschal, Drs. R. Nasih Lc, Praktik Prostitus
Gigolo Ala Yusuf Al-Qardawi: Tinjauan Hukum Islam Terhadap Fatwa Kawin
Misyar, (Surabaya : Khalista), 2010, hlm.8

4
Siti Zulaikha ,Fiqih Munakahat 1, (Yogyakarta: Idea Press Yogyakarta),
2015, Cet.1, hlm.3
5
Abdul Aziz Muhammad Azzam dan Abdul Wahhab Sayyed Hawwas, Fiqh
Munakahat, terj.Abdul Majid Khon, (Jakarta: AMZAH ), hlm.44
6
Siti Zulaikha ,Fiqih Munakahat 1, (Yogyakarta: Idea Press Yogyakarta),
2015, Cet.1, hlm.8
5

sebagian ulama lainya membagi hukum perkawinan tidaklah demikian,


yaitu :
1. Mazhab Syafi’i mengatakan bahwa hukum asal perkawinan adalah mubah
(boleh).
2. Mazhab Hanafi, Maliki, dan Ahmad Hambali mengatakan bahwa hukum
melangsungkan perkawinan adalah sunat.
3. Dawud Zahiri mengatakan bahwa hukum melangsungkan perkawinan adalah
wajib bagi orang muslim satu kali seumur hidup.7
4. Sedangkan Sayyid Sabiq menyimpulkan lima kategori hukum dari perkawinan
itu, yaitu :
a. Wajib, apabila seseorang sudah mampu kawin, nafsunya mendesak dan
takut terjerumus dalam perzinahan.
b. Sunnah, bagi seseorang yang nafsunya telah mendesak dan mampu untuk
kawin tetapi masih dapat menahan dirinya dari berbuat zina.
c. Haram, apabila seseorang yang tidak mampu memenuhi nafkah batin dan
lahirnya kepada istrinya serta nafsunya tidak mendesak.
d. Makruh, apabila seseorang yang hendak kawin lemah syahwatnya dan
tidak mampu memberi belanja istrinya walaupun tidak merugikan istri.
e. Mubah, jika seseorang tidak terdesak oleh semua alasan yang mewajibkan
dan mengharamkan untuk kawin.
Hukum nikah dapat berubah sesuai dengan kondisi dan situasi dan
akan kembali kepada hukum yang lima (al-ahkamul khasah).8 Menurut
syariat, disunnahkan menikahi wanita yang mempunyai latar belakang
agama yang baik,mampu menjaga diri dan berasal dari keturunan orang
baik-baik.9

C. Dalil Pernikahan.
1. Al-Qur’an.
Anjuran untuk menikah dapat dilihat dalam surat an-Nur ayat 32 :

‫َو َأنِك ُحوا ْاَألَياٰم ى ِم نُك ْم َو الَّصاِلِح يَن ِم ْن ِعَباِد ُك ْم َو ِإَم آِئُك ْۗم ِإن َيُك وُنوا ُفَق َر آَء ُيْغ ِنِهُم ُهللا ِم ن َفْض ِلِۗه َو‬
. ‫ُهللا َو اِس ٌع َع ِليٌم‬

7
Djamaan Nur, Fiqih Munakahat, (Semarang : Dimas), 1993,Hlm. 9
8
Rahmat Hakim, HUKUM PERKAWINAN ISLAM, (Bandung : CV. Pustaka Setia), 2000,
hlm.4

9
Siti Zulaikha ,Fiqih Munakahat 1, (Yogyakarta: Idea Press Yogyakarta),
2015, Cet.1, hlm.10
6

Artinya :
“Dan kawinkanlah orang-orang yang sedirian diantara
kamu, dan orang-orang yang layak (berkawin) dari hamba-hamba
sahayamu yang lelaki dan hamba-hamba sahayamu yang
perempuan. Jika mereka miskin Allah akan memampukan mereka
dengan kurnia-Nya. Dan Allah Maha luas (pemberian-Nya) lagi
Maha Mengetahui”. (QS. An-Nur :32).

Munasabah ayatnya dalam ayat ini Allah menganjurkan perkawinan


dengan beberapa fasilitas. Karena perkawinan merupakan jalan yang paling
efektif untuk menjaga kehormatan diri menjauhkan seorang mukmin dari
berbuat zina dan dosa-dosa lainnya. Pernikahan juga sebagai satu-satunya jalan
untuk mendapatkan keturunan yang baik dan membina masyarakat yang ideal.
Oleh karena itu ayat ni juga mengharuskan orang tua untuk menjaga
kehormatan keluarganya dengan cara perkawinan tanpa terbebani dengan
masalah harta atau yang lainnya.
2. Hadits
Hadist Rasulullah juga menjelaskan anjuran untuk menikah Rasulullah
SAW bersabda:
“Nikah itu sunahku,barang siapa yang tidak suka, bukan
golonganku!” (HR.Bukhari,Muslim).
Tafsiran hadist diatas bahwa berkeluarga merupakan salah satu aspek
dari berbagai aspek ibadah. Oleh karena itu,setiap muslim harus mempunyai
kesadaran bahwa dalam pembentukan keluarganya sebagai aplikasi dari
keinginan untuk mengikuti RosulullahSAW.
Kesadaran bahwa menikah merupakan perintah agama dan merupakan
sunah Nabi akan membawa implikasi positif terhadap kelangsungan keluarga
yang dibentuk.10

D. Keutamaan Menikah.
1. Menyempurnakan Separuh dari Ibadah
2. Meningkatkan Ibadah Kepada Allah SWT
3. Menjalani Sunnah Rasul
4. Menjaga Kesucian Diri
5. Menjauhkan dari Perbuatan Zina
6. Menciptakan Ikatan Suci
7. Menyambung Silaturahmi

10
Siti Zulaikha ,Fiqih Munakahat 1, (Yogyakarta: Idea Press Yogyakarta),
2015, cet.1, hlm.3-5
7

8. Menjalin Kerjasama Antar Suami dan Istri


9. Memperoleh Keturunan yang Shalih dan Shalihah
10. Membentengi Akhlak
11. Memenuhi Hak Asasi Manusia
12. Membuka Pintu Rizeki
13. Menegakan Rumah Tangga yang Islami
14. Menghindarkan Diri dari Fitnah
15. Membangun Keluarga Sakinah, Mawadah, dan Warohmah
16. Meneruskan Garis Keturunan
17. Membangun Kehidupan yang Lebih Baik

E. Rusaknnya Pernikahan.
1. Arti Perceraian
Perceraian dalam istilah ahli Figh
disebut “talak” atau “furqah”. Talak berarti membuka ikatan membatalkan
perjanjian, sedangkan “furqah” berarti bercerai (lawan dari berkumpul). Lalu
kedua kata itu dipakai oleh para ahli Figh sebagai satu istilah, yang berarti
perceraian antara suami-isteri.
Perkataan talak dalam istilah ahli Figh mempunyai dua arti, yakni arti
yang umum dan arti yang khusus. Talak dalam arti umum berarti segala macam
bentuk perceraian baik yang dijatuhkan oleh suami, yang ditetapkan oleh
hakim, maupun perceraian yang jatuh dengan sendirinya atau perceraian karena
meninggalnya salah seorang dari suami atau isteri. Talak dalam arti khusus
berarti perceraian yang dijatuhkan oleh pihak suami.
2. Sebab-sebab Putusnya Hubungan Perkawinan
a. Talak
1) Hak Talak
Hukum Islam menentukan bahwa hak talak adalah pada suami
dengan alasan bahwa seorang laki-laki itu pada umumnya lebih
mengutamakan pemikiran dalam mempertimbangkan sesuatu daripada
wanita yang biasanya bertindak atas dasar emosi. Dengan pertimbangan
yang demikian tadi diharapkan kejadian perceraian akan lebih kecil,
kemungkinannya daripada apabila hak talak diberikan kepada isteri. Di
samping alasan ini, ada alas an lain yang memberikan wewenang/hak talak
pada suami, antara lain:
a) Akad nikah dipegang oleh suami. Suamilah yang menerima ijab dari
pihak isteri waktu dilaksanakan akad nikah.
b) Suami wajib membayar mahar kepada isterinya waktu akad nikah dan
dianjurkan membayar uang mu’tah (pemberian sukarela dari suami
kepada isterinya) setelah suami mentalak isterinya.
8

c) Suami wajib memberi nafkah isterinya pada masa iddah apabila ia


mentalaknya.
d) Perintah-perintah mentalak dalam Al-Quran dan Hadist banyak
ditujukan pada suami.
2) Syarat-syarat menjatuhkan Talak
Seperti kita ketahui bahwa talak pada dasarnya adalah sesuatu yang
tidak diperbolehkan/dibenarkan, maka untuk sahnya harus memenuhi
syarat-syarat tertentu. Syarat-syarat itu ada pada suami, isteri, dan sighat
talak.
a) Syarat-syarat seorang suami yang sah menjatuhkan talak ialah:
· Berakal sehat
· Telah baliqh
· Tidak karena paksaan
b) Syarat-syarat seorang isteri supaya sah ditalak suaminya ialah:
 Isteri telah terikat denagn perkawinan yang sah dengan suaminya.
Apabila akad-nikahnya diragukan kesahannya, maka isteri itu
tidak dapat ditalak oleh suaminya.
 Isteri harus dalam keadaan suci yang belum dicampuri oleh
suaminya dalam waktu suci itu.
 Isteri yang sedang hamil.
c) Syarat-syarat pada sighat talak
Sighat talak ialah perkataan/ucapan yang diucapkan oleh suami
atau wakilnya di waktu ia menjatuhkan talak pada isterinya. Sighat
talak ini ada yang diucapkan langsung, seperti “saya jatuhkan talak
saya satu kepadamu”. Adapula yang diucapkan secara sindiran
(kinayah), seperti “kembalilah ko orangtuamu” atau “engkau telah aku
lepaskan daripadaku”. Ini dinyatakan sah apabila:
· Ucapan suami itu disertai niat menjatuhkan talak pada isterinya.
· Suami mengatakan kepada Hakim bahwa maksud ucapannya itu
untuk menyatakan talak kepada isterinya. Apabila ucapannya itu tidak
bermaksud untuk menjatuhkan talak kepda isterinya maka sighat talak
yang demikian tadi tidak sah hukumnya.
3. Macam-macam Talak
a. Talak raj’i adalah talak, di mana suami boileh merujuk isterinya pada
waktu iddah. Talak raj’i ialah talak satu atau talak dua yang tidak
disertai uang ‘iwald dari pihak isteri.
b. Talak ba’in, ialah talak satu atau talak dua yang disertai uang ‘iwald
dari pihak isteri, talak ba’in sperti ini disebut talak ba’in kecil. Pada
talak ba’in kecil suami tidak boleh merujuk kembali isterinya dala masa
iddah. Kalau si suami hendak mengambil bekas isterinya kembali harus
9

dengan perkawinan baru yaitu dengan melaksanakan akad-nikah. Di


samping talak ba’in kecil, ada talak ba’in besar, ialah talak yang ketiga
dari talak-talak yang telah dijatuhkan oleh suami. Talak ba’in besar ini
mengakibatkan si suami tidak boleh merujuk atau mengawini kembali
isterinya baik dalam masa ‘iddah maupun sesudah masa ‘iddah habis.
Seorang suami yang mentalak ba’in besar isterinya boleh mengawini
isterinya kembali kalau telah memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
1) Isteri telah kawin dengan laki-laki lain.
2) Isteri telah dicampuri oleh suaminya yang baru.
3) Isteri telah dicerai oleh suaminya yang baru.
4) Talah habis masa ‘iddahnya.
c. Talak sunni, ialah talak yang dijatuhkan mengikuti ketentuan Al-Quran
dan Sunnah Rasul. Yang termasuk talak sunni ialah talak yang
dijatuhkan pada waktu isteri dalam keadaan suci dan belum dicampuri
dan talak yang dijatuhkan pada saat isteri sedang hamil. Sepakat para
ahli Fiqh, hukumnya talak suami dalah halal.
d. Talak bid’i, ialah talak yang dijatuhkan dengan tidak mengikuti
ketentuan Al-Quran maupun Sunnah Rasul. Hukumnya talak bid’i dalah
haram. Yang termasuk talak bid’i ialah:
1) Talak yang dijatuhkan pada isteri yang sedang haid atau datang
bulan.
2) Talak yang dijatuhkan pada isteri yang dalam keadaan suci tetapi
telah dicampuri.
3) Talak yang dijatuhkan dua sekaligus, tiga sekaligus atau mentalak
isterinya untuk selama-lamanya.
b. Khuluk
Talak khuluk atau talak tebus ialah bentuk perceraian atas persetujuan
suami-isteri dengan jatuhnya talak satu dari suami kepada isteri dengan tebusan
harta atau uang dari pihak isteri dengan tebusan harta atau uang dari pihak
isteri yang menginginkan cerai dengan khuluk itu.
Adanya kemungkinan bercerai dengan jalan khuluk ini ialah untuk
mengimbangi hak talak yang ada pada suami. Dengan khuluk ini si isteri dapat
mengambil inisiatif untuk memutuskan hubungan perkawinan dengan cara
penebusan. Penebusan atau pengganti yang diberikan isteri pada suaminya
disebut juga dengan kata “iwald”.
Syarat sahnya khuluk ialah:
a. Perceraian dengan khuluk itu harus dilaksanakan dengan kerelaan dan
persetujuan suami-isteri.
b. Besar kecilnya uang tebusan harus ditentukan dengan persetujuan bersama
antara suami-isteri.
10

Apabila tidak terdapat persetujuan antara keduanya mengenai jumlah


uang penebus, Hakim Pengadilan Agama dapat menentukan jumlah uang
tebusan itu.
Khuluk dapat dijatuhkan sewaktu-waktu, tidak usah menanti isteri
dalam keadaan suci dan belum dicampuri, hal ini disebabkan karena khuluk itu
terjadi atas kehendak isteri sendiri.
11

BAB III
11

PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Pengertian Pernikahan.

Pernikahan merupakan sunatullah yang umum dan berlaku pada semua


mahluk-Nya, baik pada manusia, hewan, maupun tumbuh-tumbuhan. Ia adalah
suatu cara yang dipilih oleh Allah S.W.T, untuk berkembang biak, dan
melestarikan hidupnya.

2. Hukum Pernikahan

Hukum nikah pada dasarnya bisa berubah sesuai dengan keadaan pelakunya. Ini
disebabkan kondisi mukallaf, baik dari segi karakter manusiaannya maupun dari
segi kemampuan hartanya. Hukum nikah tidak hanya satu yang berlaku bagi
seluruh mukallaf. Masing-masing mukallaf mempunyai hukum tersendiri yang
spesifik sesuai dengan kondisinya yang spesifik pula, baik persyaratan harta, fisik,
dan atau akhlak

3. DalilPernikahan
a. Al-Qur’an
b. Hadits

11
https://ardychandra.wordpress.com/2008/09/06/putusnya-perkawinan-berdasarkan-
hukum-islam/
12

DAFTAR PUSTAKA

Abdul Aziz Muhammad Azzam dan Abdul Wahhab Sayyed Hawwas, Fiqh

Munakahat, terj.Abdul Majid Khon

Djamaan Nur, Fiqih Munakahat, (Semarang : Dimas), 1993

Hakim Drs. H. Rahmat, HUKUM PERKAWINAN ISLAM, (Bandung: CV. Pustaka

Setia), 2000,

https://ardychandra.wordpress.com/2008/09/06/putusnya-perkawinan-

berdasarkan-hukum-islam/

Nasir, Prof. Dr. M. Ridlwan M.A. dan Aschal, Drs. R. Nasih Lc, Praktik Prostitus

Gigolo Ala Yusuf Al-Qardawi: Tinjauan Hukum Islam Terhadap Fatwa Kawin

Misyar, (Surabaya : Khalista), 2010

Rahmat Hakim, HUKUM PERKAWINAN ISLAM, (Bandung : CV. Pustaka Setia),

2000

Siti Zulaikha ,Fiqih Munakahat 1, (Yogyakarta: Idea Press Yogyakarta),

2015, Cet.1

Tihami,Sohari Sahrani, Fikih Munakahat Kajian Fikih Nikah Lengkap,

(Jakarta: Rajawali Pers), 2014, Cet.4,

Anda mungkin juga menyukai