NIKAH
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Fiqh Dengan Dosen
Pengampu Bapak Abu Bakar, M.Pd
Disusun oleh:
Annisa (1911101355)
Alhamdullilah puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
memberikan taufiq, hidayah serta inayahnya sehingga kami dapat menggerakkan
tangan untuk memenuhi salah satu mata kuliah “Fiqh” yang berupa sebuah tulisan
makalah yang membahas tentang “Nikah”.
Sholawat dan salam kami panjatkan kepada jujungan kita Syaidil Imam Nabi
besar Muhammad SAW yang telah membawa kita dari jaman jahiliah ke jaman
islamiah yang penuh pengetahuan dan dari alam kegelapan kealam yang terang
benderag. Dan saya berharap semoga makalah ini bisa bermanfaat bagi pembacanya
umunya dan penulis khususnya.
Kemudian dengan hati yang lapang kami menerima kritik atau pun saran jika
ada kesalahan dan kekeliruan dalam makalah ini guna untuk melengkapi dan
membenarkan kekliruan tersebut.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL i
KATA PENGANTAR ii
BAB I: PENDAHULUAN
A. Latar Belakang 1
B. Rumusan Masalah2
C. Tujuan Penulisan 2
A. Pengertian Pernikahan 3
B. Tujuan Pernikahan 6
C. Hukum Penikahan8
D. Konsep Khitbah 8
E. Macam-macam Pernikahan 8
F. Mahram Nikah 8
A. Kesimpulan 12
B. Saran 13
DAFTAR PUSTAKA
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
1
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Penulisan
2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Pernikahan
Pernikahan berasal dari kata nikah yang menurut bahasa al-jam’u dan al-
dhamu yang artinya kumpul atau mengumpulkan, dan digunakan untuk kata
bersetubuh. Nikah (Zawaj) bisa diartikan dengan aqdu al-tazwij yang artinya akad
nikah dan juga bisa diartikan (wath’u al-zaujah) bermakna menyetubuhi istri.1
Definisi yang lain mengemukakan bahwa nikah berasal dari bahasa arab
”nikahun”yang merupakan masdar atau asal kata dari kata kerja ”nakaha”,
sinonimnya ”tazawwaja” kemudian diterjemahkan kedalam bahasa Indonesia
sebagai”perkawinan”. Menurut istilah ilmu fiqih (terminologi) para fuqaha
mendefinisikan nikah yaitu suatu akad perjanjian yang mengandung kebolehan
melakukan hubungan seksual (persetubuhan) dengan memakai kata-kata (lafaz)
nikah atau tazwij.2
3
2. Golongan Syafi’iyah mendefinisikan kawin adalah akad yang
mengandung ketentuan hukum bolehnya wati’ (bersenggama)
dengan menggunakan lafaz nukah, atau tazwij dan lafaz-lafaz
semakna dengan keduanya.
3. Golongan Malikiyah mendefinisikan bahwa kawin adalah akad
yang mengandung ketentuan hukum semata-mata untuk
membolehkan wati’(bersenggama), bersenang-senang menikmati
apa yang ada pada diri seorang wanita yang boleh dikawininya
(bukan mahram).
4. Golongan Hanabilah mendefinisikan kawin adalah akad dengan
menggunakan lafaz nikah atau tazwij guna untuk memperoleh
kesenangan dengan seorang wanita.
B. Tujuan Pernikahan
3
Siti Zulaikha ,Fiqih Munakahat 1, (Yogyakarta: Idea Press Yogyakarta 2015), Cet.1, h. 3.
4
Kamal Mukhtar, Asas-asas Hukum Islam Tentang Perkawinan, (Bulan Bintang : Jakarta, 1987), h.
16.
4
ًس ُك ْم أَ ْز َواجًا لِتَ ْس ُكنُوا إِلَيـْهَا َو َج َع َل بـَيـْنَ ُك ْم َم َو َّدة
ِ ُق لَ ُك ْم ِم ْن أَنـْف
َ ََو ِم ْن آيَاتِ ِه أَ ْن خَ ل
ّ ت لِقَوْ ٍم يـَتـَفَ َّكر
ُون ِ ََو َرح َمةً إِن
ٍ في َذلِكَ آليَا
Artinya :
5
Zakiah Dradjat, Ilmu Fiqih, (Yogyakarta: PT. Dana Bakti Wakaf, 1995), h. 38.
6
Ahmad Syauqi al-Fanjari, Nilai-nilai Kesehatan dalam Syari’at Islam, (Jakarta Bumi Aksara, 1996),
h. 139.
5
1) Memperoleh keturunan yang sah dan akan melangsungkan keturunan
serta memperkembangkan suku-suku bangsa.
2) Menghalalkan hubungan kelamin antara suami istri untuk memenuhi
tuntutan hajat tabiat kemanusiaan.
3) Memenuhi panggilan agama, memelihara diri dari kejahatan dan
kerusakan.
4) Membentuk dan mengatur rumah tangga yang menjadi basis pertama
dari masyarakat yang besar atas dasar kasih sayang.
5) Menumbuhkan kesanggupan berusaha mencari rezeki penghidupan
yang halal, dan memperbesar tanggung jawab.
C. Hukum Pernikahan
6
c) Dawud Zahiri mengatakan bahwa hukum melangsungkan perkawinan
adalah wajib bagi orang muslim satu kali seumur hidup.
d) Sedangkan Sayyid Sabiq menyimpulkan lima kategori hukum dari
perkawinan itu, yaitu :
1) Wajib, apabila seseorang sudah mampu kawin, nafsunya mendesak
dan takut terjerumus dalam perzinahan.
2) Sunnah, bagi seseorang yang nafsunya telah mendesak dan mampu
untuk kawin tetapi masih dapat menahan dirinya dari berbuat zina.
3) Haram, apabila seseorang yang tidak mampu memenuhi nafkah
batin dan lahirnya kepada istrinya serta nafsunya tidak mendesak.
4) Makruh, apabila seseorang yang hendak kawin lemah syahwatnya
dan tidak mampu memberi belanja istrinya walaupun tidak
merugikan istri.
5) Mubah, jika seseorang tidak terdesak oleh semua alasan yang
mewajibkan dan mengharamkan untuk kawin.
Hukum nikah dapat berubah sesuai dengan kondisi dan situasi dan akan
kembali kepada hukum yang lima (al-ahkamul khamsah).9 Menurut syariat,
disunnahkan menikahi wanita yang mempunyai latar belakang agama yang
baik,mampu menjaga diri dan berasal dari keturunan orang baik-baik.10
9
Rahmat Hakim, Hukum Perkawinan Islam, (Bandung : CV. Pustaka Setia 2000), h. 4.
10
Siti Zulaikha ,Fiqih Munakahat 1, (Yogyakarta: Idea Press Yogyakarta 2015), Cet.1, h. 10.
7
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
8
kritikan dari kalian semua, agar bisa menjadi motivasi untuk masa depan yang lebih
baik dari pada masa sebelumnya. Kami juga mengucapkakn terima kasih atas dosen
pembimbing mata kuliah Fiqh yaitu Bapak Abu Bakar, M.Pd. yang telah memberi
kami tugas membuat makalah ini demi kebaikan diri kami sendiri dan untuk orang
lain.
9
DAFTAR PUSTAKA