Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH

NIKAH

Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Fiqh Dengan Dosen
Pengampu Bapak Abu Bakar, M.Pd

Disusun oleh:

Dimas Wisnu Anggara (1911101345)

Ilham Widitya (1911101346)

Annisa (1911101355)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SAMARINDA
2020
KATA PENGANTAR

Alhamdullilah puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
memberikan taufiq, hidayah serta inayahnya sehingga kami dapat menggerakkan
tangan untuk memenuhi salah satu mata kuliah “Fiqh” yang berupa sebuah tulisan
makalah yang membahas tentang “Nikah”.

Sholawat dan salam kami panjatkan kepada jujungan kita Syaidil Imam Nabi
besar Muhammad SAW yang telah membawa kita dari jaman jahiliah ke jaman
islamiah yang penuh pengetahuan dan dari alam kegelapan kealam yang terang
benderag. Dan saya berharap semoga makalah ini bisa bermanfaat bagi pembacanya
umunya dan penulis khususnya.

Kemudian dengan hati yang lapang kami menerima kritik atau pun saran jika
ada kesalahan dan kekeliruan dalam makalah ini guna untuk melengkapi dan
membenarkan kekliruan tersebut.

Margahayu, 13 Oktober 2020

Penulis

ii
DAFTAR ISI
Halaman

HALAMAN JUDUL i

KATA PENGANTAR ii

DAFTAR ISI iii

BAB I: PENDAHULUAN

A. Latar Belakang 1

B. Rumusan Masalah2

C. Tujuan Penulisan 2

BAB II: PEMBAHASAN

A. Pengertian Pernikahan 3

B. Tujuan Pernikahan 6

C. Hukum Penikahan8

D. Konsep Khitbah 8

E. Macam-macam Pernikahan 8

F. Mahram Nikah 8

G. Akad, Sighat & Syarat-syarat 8

BAB III: PENUTUP

A. Kesimpulan 12

B. Saran 13

DAFTAR PUSTAKA

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Di dalam agama Islam, Allah menganjurkan kita untuk melaksanakan


pernikahan. Pernikahan merupakan sebuah proses dimana seorang perempuan dan
seorang laki-laki menyatukan hubungan mereka dalam ikatan kekeluargaan dengan
tujuan mengatur kehidupan rumah tangga dan keturunan.

Pernikahan dalam islam merupakan sebuah proses yang sakral, mempunyai


adab-adab tertentu dan tidak bisa dilakukan secara asal-asalan. Jika pernikahan tidak
dilaksanakan berdasarkan syariat Islam maka pernikahan tersebut bisa menjadi
perbuatan sebuah zina. Oleh karena itu, kita sebagai umat Islam harus mengetahui
kiat-kiat pernikahan yang sesuai dengan kaidah agama Islam agar pernikahan kita
dinilai ibadah oleh Allah SWT.

1
B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut, maka penulis mengambil rumusan


masalah sebagai berikut, yaitu:

1. Apa pengertian pernikahan ?


2. Apa tujuan pernikahan ?
3. Apa hukum pernikahan ?
4. Bagaimana konsep khitbah ?
5. Bagaimana macam-macam pernikahan ?
6. Apa itu mahram nikah ?
7. Apa itu akad, sighat, dan syarat-syarat ?

C. Tujuan Penulisan

Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk:

1. Untuk mengetahui pengertian pernikahan


2. Untuk mengetahui tujuan pernikahan
3. Untuk mengetahui hukum pernikahan
4. Untuk mengetahui konsep khitbah
5. Untuk mengetahui macam-macam pernikahan
6. Untuk mengetahui mahram nikah
7. Untuk mengetahui akad, sighat, dan syarat-syarat

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Pernikahan

Pernikahan merupakan sunatullah yang umum dan berlaku pada semua


mahluk-Nya, baik pada manusia, hewan, maupun tumbuh-tumbuhan. Ia adalah
suatu cara yang dipilih oleh Allah S.W.T, untuk berkembang biak, dan
melestarikan hidupnya.

Pernikahan berasal dari kata nikah yang menurut bahasa al-jam’u dan al-
dhamu yang artinya kumpul atau mengumpulkan, dan digunakan untuk kata
bersetubuh. Nikah (Zawaj) bisa diartikan dengan aqdu al-tazwij yang artinya akad
nikah dan juga bisa diartikan (wath’u al-zaujah) bermakna menyetubuhi istri.1

Definisi yang lain mengemukakan bahwa nikah berasal dari bahasa arab
”nikahun”yang merupakan masdar atau asal kata dari kata kerja ”nakaha”,
sinonimnya ”tazawwaja” kemudian diterjemahkan kedalam bahasa Indonesia
sebagai”perkawinan”. Menurut istilah ilmu fiqih (terminologi) para fuqaha
mendefinisikan nikah yaitu suatu akad perjanjian yang mengandung kebolehan
melakukan hubungan seksual (persetubuhan) dengan memakai kata-kata (lafaz)
nikah atau tazwij.2

Para ahli fiqih empat mazhab memiliki perbedaan dalam mendefinisikan


nikah atau kawin itu sendiri.

1. Golongan Hanafiyah mendefinisikan kawin adalah akad yang


dapan memberikan manfaat bolehnya bersenang-senang (istimta’)
dengan pasangannya.
1
Tihami, Sohari Sahrani, Fikih Munakahat Kajian Fikih Nikah Lengkap, (Jakarta: Rajawali Pers,
2014), Cet.4, h. 6-7.
2
Hakim Drs. H. Rahmat, HUKUM PERKAWINAN ISLAM, (Bandung: CV. Pustaka Setia, 2000), h.
11-12.

3
2. Golongan Syafi’iyah mendefinisikan kawin adalah akad yang
mengandung ketentuan hukum bolehnya wati’ (bersenggama)
dengan menggunakan lafaz nukah, atau tazwij dan lafaz-lafaz
semakna dengan keduanya.
3. Golongan Malikiyah mendefinisikan bahwa kawin adalah akad
yang mengandung ketentuan hukum semata-mata untuk
membolehkan wati’(bersenggama), bersenang-senang menikmati
apa yang ada pada diri seorang wanita yang boleh dikawininya
(bukan mahram).
4. Golongan Hanabilah mendefinisikan kawin adalah akad dengan
menggunakan lafaz nikah atau tazwij guna untuk memperoleh
kesenangan dengan seorang wanita.

Dapat dipahami bahwa menikah dalam rangka pembentukan keluarga bukan


saja untuk pemenuhan kebutuhan naluri insani manusia. Tetapi pembentukan
keluarga merupakan salah satu perintah agama, yang berfungsi untuk menjaga dan
melindungi manusia dari berbagai penyelewengan dalam pemenuhan kebutuhan
seksual.3

B. Tujuan Pernikahan

Pernikahan bukanlah suatu sarana yang bersifat permainan, tetapi memiliki


dimensi yang jauh lebih penting dalam rangka membina rumah tangga yang bahagia
dan sejahtera, dalam hal ini pernikahan memiliki maksud dan tujuan yang sangat
mulia berkenan dengan pembinaan keluarga yang diliputi cinta dan kasih sayang
antara sesama keluarga.4 Sebagaimana firman Allah SWT dalam surat Ar-rum ayat
21:

3
Siti Zulaikha ,Fiqih Munakahat 1, (Yogyakarta: Idea Press Yogyakarta 2015), Cet.1, h. 3.
4
Kamal Mukhtar, Asas-asas Hukum Islam Tentang Perkawinan, (Bulan Bintang : Jakarta, 1987), h.
16.

4
ً‫س ُك ْم أَ ْز َواجًا لِتَ ْس ُكنُوا إِلَيـْهَا َو َج َع َل بـَيـْنَ ُك ْم َم َو َّدة‬
ِ ُ‫ق لَ ُك ْم ِم ْن أَنـْف‬
َ َ‫َو ِم ْن آيَاتِ ِه أَ ْن خَ ل‬
ّ ‫ت لِقَوْ ٍم يـَتـَفَ َّكر‬
‫ُون‬ ِ َ‫َو َرح َمةً إِن‬
ٍ ‫في َذلِكَ آليَا‬

Artinya :

“Dan di antara ayat-ayat-Nya ialah Dia menciptakan untukmu istri-istri dari


jenismu sendiri, supaya kamu merasa nyaman kepadanya, dan dijadikan-Nya di
antaramu mawadah dan rahmah. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar
terdapat tandatanda bagi kaum yang berpikir” (QS. Ar-Rum:21).

Tujuan pernikahan menurut agama Islam ialah untuk memenuhi petunjuk


agama dalam rangka mendirikan keluarga yang harmonis, sejahtera dan bahagia.
Harmonis dalam menggunakan hak dan kewajiban anggota keluarga, dan sejahtera
yang menciptakan ketenangan lahir dan batin disebabkan terpenuhinya keperluan
hidup lahir batinnya.5

Dari sudut pandang sosiologis, pernikahan merupakan sarana fundamental


untuk membangun masyarakat sejahtera berdasarkan prinsip- prinsip humanisme,
tolong menolong, solidaritas dan moral yang luhur. Dilihat dari sudut ekonomi,
pernikahan merupakan sarana fundamental untuk membutuhkan etos kerja dan rasa
tanggung jawab yang kuat terhadap pekerjaan, efektif dan efisiensi. Sedangkan dilihat
dari sudut kedokteran, pernikahan merupakan tahap awal kehidupan seks yang sehat
serta bebas dari penyakit, bebas dari gangguan jiwa dan proses regenerasi yang sehat
dan sejahtera.6

Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa tujuan dari pernikahan


yaitu:

5
Zakiah Dradjat, Ilmu Fiqih, (Yogyakarta: PT. Dana Bakti Wakaf, 1995), h. 38.
6
Ahmad Syauqi al-Fanjari, Nilai-nilai Kesehatan dalam Syari’at Islam, (Jakarta Bumi Aksara, 1996),
h. 139.

5
1) Memperoleh keturunan yang sah dan akan melangsungkan keturunan
serta memperkembangkan suku-suku bangsa.
2) Menghalalkan hubungan kelamin antara suami istri untuk memenuhi
tuntutan hajat tabiat kemanusiaan.
3) Memenuhi panggilan agama, memelihara diri dari kejahatan dan
kerusakan.
4) Membentuk dan mengatur rumah tangga yang menjadi basis pertama
dari masyarakat yang besar atas dasar kasih sayang.
5) Menumbuhkan kesanggupan berusaha mencari rezeki penghidupan
yang halal, dan memperbesar tanggung jawab.

C. Hukum Pernikahan

Hukum nikah pada dasarnya bisa berubah sesuai dengan keadaan


pelakunya. Ini disebabkan kondisi mukallaf, baik dari segi karakter manusiaannya
maupun dari segi kemampuan hartanya. Hukum nikah tidak hanya satu yang
berlaku bagi seluruh mukallaf. Masing-masing mukallaf mempunyai hukum
tersendiri yang spesifik sesuai dengan kondisinya yang spesifik pula, baik
persyaratan harta, fisik, dan atau akhlak.7 Nikah ditinjau dari segi hukum syar’i
ada lima macam. Terkadang hukum nikah itu wajib, terkadang bisa menjadi
sunnah, kadang itu hukumnya haram, kadang menjadi makruh dan mubah atau
hukumnya boleh menurut syari’at.8 Sedangkan sebagian ulama lainya membagi
hukum perkawinan tidaklah demikian, yaitu :

a) Mazhab Syafi’i mengatakan bahwa hukum asal perkawinan adalah mubah


(boleh).
b) Mazhab Hanafi, Maliki, dan Ahmad Hambali mengatakan bahwa hukum
melangsungkan perkawinan adalah sunat.
7
Abdul Aziz Muhammad Azzam dan Abdul Wahhab Sayyed Hawwas, Fiqh Munakahat, terj.Abdul
Majid Khon, (Jakarta: AMZAH, 2011 ), h.44
8
Siti Zulaikha ,Fiqih Munakahat 1, (Yogyakarta: Idea Press Yogyakarta, 2015), Cet.1, h. 8.

6
c) Dawud Zahiri mengatakan bahwa hukum melangsungkan perkawinan
adalah wajib bagi orang muslim satu kali seumur hidup.
d) Sedangkan Sayyid Sabiq menyimpulkan lima kategori hukum dari
perkawinan itu, yaitu :
1) Wajib, apabila seseorang sudah mampu kawin, nafsunya mendesak
dan takut terjerumus dalam perzinahan.
2) Sunnah, bagi seseorang yang nafsunya telah mendesak dan mampu
untuk kawin tetapi masih dapat menahan dirinya dari berbuat zina.
3) Haram, apabila seseorang yang tidak mampu memenuhi nafkah
batin dan lahirnya kepada istrinya serta nafsunya tidak mendesak.
4) Makruh, apabila seseorang yang hendak kawin lemah syahwatnya
dan tidak mampu memberi belanja istrinya walaupun tidak
merugikan istri.
5) Mubah, jika seseorang tidak terdesak oleh semua alasan yang
mewajibkan dan mengharamkan untuk kawin.

Hukum nikah dapat berubah sesuai dengan kondisi dan situasi dan akan
kembali kepada hukum yang lima (al-ahkamul khamsah).9 Menurut syariat,
disunnahkan menikahi wanita yang mempunyai latar belakang agama yang
baik,mampu menjaga diri dan berasal dari keturunan orang baik-baik.10

9
Rahmat Hakim, Hukum Perkawinan Islam, (Bandung : CV. Pustaka Setia 2000), h. 4.
10
Siti Zulaikha ,Fiqih Munakahat 1, (Yogyakarta: Idea Press Yogyakarta 2015), Cet.1, h. 10.

7
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

B. Saran

Mungkin inilah yang diwacanakan pada penulisan makalah ini meskipun


penulisan ini jauh dari sempurna. Masih banyak kesalahan dari penulisan makalah ini,
karena kami manusia yang adalah tempat salah dan dosa. Kami juga butuh saran/

8
kritikan dari kalian semua, agar bisa menjadi motivasi untuk masa depan yang lebih
baik dari pada masa sebelumnya. Kami juga mengucapkakn terima kasih atas dosen
pembimbing mata kuliah Fiqh yaitu Bapak Abu Bakar, M.Pd. yang telah memberi
kami tugas membuat makalah ini demi kebaikan diri kami sendiri dan untuk orang
lain.

9
DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai