Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

PERNIKAHAN DAN HARTA PENINGGALAN

“Disusun untuk memenuhi tugas Pendidikan Agama Islam”

Dosen Pengampu : Dr. Syarip Hidayat, M.A., M.Pd.

Anggi Maulana, Lc., M.A.

Oleh :

Muhammad Firman Syahroni (1903443)

Wina Ahyani (1901783)

1B KEWIRAUSAHAAN

PRODI KEWIRAUSAHAAN

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

KAMPUS DAERAH TASIKMALAYA

2019
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur marilah kita panjatkan kepada Alloh SWT yang telah memberikan
segala bentuk nikmat kepada kita semua. Dan atas berkat-Nya Alhamdulillah kita bisa
menyelesaikan tugas makalah ini yang berjudul “Pernikahan dan Harta Peninggalan”.
Sholawat dan salam semoga tetap tercurah limpahkan kepada Rosululloh Muhammad SAW
beserta keluarga. Aamiin.

Di dalam makalah ini penulis menjelaskan mengenai pernikahan dan harta


peninggalan.

Dalam menyelesaikan makalah ini, penulis mendapatkan bantuan dan bimbingan


dari berbagai pihak. Maka dari itu, sudah seharusnya penulis mengucapkan terima kasih
kepada :

1. Bapak Dr. Syarip Hidayat, M.A,. M.Pd. dan bapak Anggi Maulana, Lc, M.A. selaku
dosen pengampu mata kuliah pelajaran Pendidikan Agama Islam.
2. Orang tua yang selalu mendukung dari segi moral dan materi.
3. Seluruh pihak yang tidak bisa penulis rincikan satu per satu dalam menuliskan
makalah ini.
Akhirul kalam, menulis menyadari bahwa makalah ini penuh dengan kekurangan .
oleh karena itu, penulis sangat berharap kritik dan saran konstuktifdemi
penyempurnaan makalah ini. Harapannya semoga makalah ini dapat bermanfaat serta
memenuhi harapan berbagai pihak. Aamiin.

Tasikmalaya, 09 September 2019

Penulis,
DAFTAR ISI
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Untuk memenuhi tugas mata kuliah Pendidikan Agama Islam.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa pengertian, tujuan, dan hikmah menikah ?
2. Apa saja langkah-langkah menuju pernikahan ?
3. Apa yang dimaksud akad dan walimatul ‘ursy?
4. Apa yang dimaksud harta peninggalan?
5. Bagaimana pembagian harta peninggalan?
1.3 Tujuan dan Manfaat
1. Mengetahui pengertian, tujuan, dan hikmah menikah
2. Mengetahui langkah-langkah menuju pernikahan
3. Mengetahui akad dan walimatu ‘ursy
4. Mengetahui apa itu harta peninggalan
5. Mengetahui bagaimana pembagian harta peninggalan
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pernikahan
1. Pengertian, tujuan, hikmah pernikahan
a. Pengertian nikah

Nikah menurut bahasa artinya akad dan mengumpulkan. Adapun menurut istilah
nikah adalah ijab qobul (akad nikah) yang menghalalkan antara laki-laki dan perempuan
dengan akad menikahkan atau mengawinkan. Sedangkan pengertian nikah menurut Undang-
Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara laki-laki
dan perempuan sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang
bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa (Pasal 1 Ayat 1).

b. Tujuan dan hikmah pernikahan


Dalam pandangan Islam, menikah bukan hanya sekedar memenuhi kebutuhan
hidup yang bersifat material, melainkan bernilai ibadah yang tatanannya diatur
berdasarkan norma-norma agama. Tujuan nikah adalah untuk membentuk
keluarga yang sakinah, mawaddah, dan rahmah.

Sakinah merasa cenderung (muyul) kepada pasangan. Sedangkan mawaddah


adalah rasa cinta. Dan rahmah adalah kasih sayang.

Jika diimplementasikan mawaddah wa rahmah ini adalah sikap menjaga,


melindungi, saling membantu, memahami hak dan kewajiban masing-masing. Ada
perumpamaan yang disebutkan dalam Al-quran surat Al-baqoroh ayat 187 mengenai
suami istri, yang berbunyi :

“Mereka adalah pakaian bagimu, dan kamu pun adalah pakaian bagi
mereka” (QS. Al-Baqoroh/2 : 187)

Pakaian adalah penutup aurat. Sedangkan makna aurat adalah sesuatu yang
memalukan. Karena memalukan maka harus ditutup. Dengan demikian seharusnya
pasangan suami istri harus saling menutupi kekurangan dan bersinergi untuk
mempersembahkan yang terbaik.

Pernikahan mengandung hikmah yang sangat besar bagi yang


melaksanakannya, antara lain :

1) Menguatkan Ibadah

Menikah merupakan Ibadah dan separuh dari agama. Bahkan menikah bisa
menjadi sarana menanggenapi sisi keagamaan seseorang.

2) Menjaga Kehormatan Diri


Manusia adalah makhluk yang mulia. Kebutuhan biologis manusia
menuntuk untuk dipenuhi, maka pemenuhan kebutuhan tersebut dapat
disalurkan lewat pernikahan sehingga manusia tetap mulia.

Banyaknya pergaulan bebas, kehamilan di luar pernikahan menjadi bukti


bahwa kecenderungan syahwat ini bersifat alami. Untuk itu harus disalurkan
secara benar dan bermartabat, yaitu pernikahan.

Rasululloh SAW bersabda : “Wahai para pemuda, barang siapa diantara


kalian berkemampuan untuk nikah, maka nikahlah, karena nikah itu lebih ke
menundukkan pandangan, dan lebih membentengi farji (kemaluan). Dan
barang siapa yang tidak mampu maka berpuasalah (shaum), karena shaum itu
dapat membentengi dirinya”.

3) Mendapatkan Keturunan
Salah satu tujuan dari pernikahan adalah mempunyai keturunan.
Rasululloh SAW memuntutkan agar menikahi wanita yang penuh kasih
sayang dan bisa melahirkan banyak keturunan.
Anak adalah investasi akhirat. Dengan memiliki anak yang shalih dan
shalihah bisa memberi kesempatan kepada orang tua untuk mendapatkan
surga di akhirat. Rasululloh SAW bersabda :
“Di hari kiamat nanti orang-orang disuruh masuk ke dalam surga, namun
mereka berkata :Wahai Tuhan kami, kami akan masuk setelah ayah ibu
kami masuk lebih dulu. Kemudian ayah ibu mereka datang. Maka Alloh
berfirman : Kenapa mereka masih belum masuk ke dalam surga, masuklah
kamu semua ke dalam surga. Mereka menjawab : Wahai Tuhan kami,
bagaimana nasib ayah dan ibu kami? Kemudian Alloh menjawab :
Masuklah kamu dan orang tuamu ke dalam surga”. (HR. Imam Ahmad)
4) Menyalurkan Fitrah
Diantara fitrah manusia adalah berpasangan, bahwa laki-laki dan
perempuan diciptakan untuk menjadi pasangan agar saling melengkapi.
Manusia juga memiliki fitrah kebapakan dan keibuan. Laki-laki perlu
menyalurkan fitrah kebapakan dan perempuan perlu menyalurkan fitrah
keibuan dengan jalan yang benar, yaitu menikah dan memiliki keturunan.
Menikah adalah jalan yang terhormat untuk menyalurkan berbagai fitrah
kemanusiaan tersebut.
5) Membentuk Peradaban
Menikah menyebabkan munculnya keteraturan hidup dalam
masyarakat. Muncullah keluarga sebagai basis pendidikan dan penanaman
nilai-nilai kebaikan. Lahirlah keluarga-keluarga sebagai pondasi
kehidupan.
Peradaban yang kuat akan lahir dari keluarga yang kuat. Maka
menikahlah untuk membentuk keluarga yang kuat. Dengan demikian kita
sudah berkontribusi menciptakan lahirnya peradaban yang kuat serta
bermartabat.
2. Langkah-langkah menuju pernikahan
a. Persiapan menuju pernikahan
Nabi Muhammad SAW bersabda :
“Dari Abdulloh bin Mas’ud, ia berkata : Rosululloh bersabda kepada kami :
“Hai kaum muda, apabila diantara kamu kuasa untuk kawin, hendaklah ia
kawin, sebab kawin itu lebih kuasa untuk menjaga mata dan kemaluan; dan
barang siapa tidak kuasa, hendaklah ia berpuasa, sebab puasa itu penjaga
baginya”.

Istitha’ah (kuasa atau kemampuan) yang dimaksud hadist adalah adanya kesiapan
untuk memasuki jenjang pernikahan. Kesiapan-kesiapan tersebut antara lain :

1) Kesiapan Fisik
Orang yang akan menikah hendaknya mempunyai kesiapan fisik-biologis, karena
salah satu fungsi pernikahan adalah mempunyai keturunan. Kesiapan fisik secara
alamiah dapat dilihat dengan telah dialaminya haid pada perempuan dan mimpi (wet
dream) pada laki-laki.
2) Kesiapan Mental/Psikologis
3) Kesiapan Ekonomis
4) Kesiapan Sosial
5) Kesiapan Agama
b. Menentukan Pilihan Pendamping Hidup

Mengenal calon pasangan merupakan upaya untuk mengenal lebih dekat dan
pertimbangan untuk memilih atau mempertibangkan siapa yang akan menjadi suami atau
istri. Tuntunan Nabi SAW memilih pasangan diungkapkan dalam hadist :

“Perempuan dinikahi karena empat hal, karena cantiknya, hartanya, keturunannya,


dan agamanya. Pilihlah karena agamanya, niscaya engkau mendapat keuntungan”.(HR.
Bukhari dan Muslim)

Pertimbangan agama sangat penting bahkan harus menjadi pertimbangan utama


dalam menentukan calon pasangan. Hal pertama dalam kaitan ini adalah calon pasangan
sama-sama beragama Islam, karena Islam mengharamkan nikah beda agama.

Masa pra nikah dalam islam disebut khitbah (Di Indonesia sering disebut masa
lamaran atau pertunangan). Masa ini diisi dengan ta’aruf, yaitu mengenal lebih jauh tentang
hal ihwal calon pasangan serta mempertimbangkan secara matang sebelum keputusan untuk
menikah.

3. Akad dan Walimatul ‘Ursy


a. Syarat dan Rukun Nikah

Rukun nikah adalah unsur pokok yang harus dipenuhi untuk menjadi sahnya suatu
pernikahan. Rukun nikah adalah sebagai berikut :

1. Calon suami
2. Calon istri
Islam hanya membolehkan laki-laki menikah dengan perempuan,
pernikahan sesama jenis diharamkan apapun alasannya.
3. Wali
Wali yaitu laki-laki yang bertanggung jawab untuk menikahkan calon
pengantin perempuan. Tidaklah sah akad nikah tanpa wali.
Seorang wali harus memilikisyarat-syarat sebagai berikut :
1) Merdeka (mempunyai kebebasan)
2) Berakal
3) Balig
4) Islam

Secara garis besar wali nikah terbagi menjadi 2 macam, yaitu wali
nashab dan wali hakim. Wali nashab adalah wali yang ada hubungan darah
dengan perempuan yang akan dinikahkan. Urutan status orang yang menjadi
wali bagi perempuan, sebagai berikut : ayah kandung, kakek dari ayah,
saudara laki-laki seibu dan seayah, saudara laki-laki seayah, anak laki-laki dari
saudara laki-laki seibu seayah, anak laki-laki dari saudara laki-laki seayah,
saudara laki-laki seibu seayah dari ayah, saudara laki-laki seayah dari ayah,
anak laki-laki dari saudara laki-laki seibu seayah dari ayah, dan anak laki-laki
dari saudara laki-laki seayah dari ayah.

Urutan di atas merupakan urutan prioritas, orang yang lebih dekat


kepada perempuan memiliki hak lebih dulu untuk menikahkan. Jika tidak ada
baru turun ke tingkat selanjutnya.

Adapun wali hakim adalah wali yang diangkat untuk menikahkan


perempuan yang tidak memiliki nashab.

4. Dua orang saksi


Untuk saksi hendaknya dipilih orang yang memiliki pengetahuan
tentang hukum pernikahan sehingga apabila dibutuhkan mereka dapat
memberikan kesaksian dengan benar sesuai aturan tentang pernikahan.
Rasululloh SAW bersabda :
“ Suatu pernikahan tidak sah kecuali dengan wali dan dua orang saksi
yang adil” (HR. Ahmad)
5. Ijab Qabul (ucapan penyerahan dan penerimaan)
Mengucapkan ijab qobul disyaratkan untuk diucapkan dengan jelas,
lancar, dan tidak terhalang dengan kata-kata lain. Ketika wali selesai
mengucapkan ijab, calon suami segera menjawabnya dengan kata-kata
qobul. Ungkapan ijab qobul adalah ;
Wali : Saya nikahkan engkau dengan putri saya yang bernama (anu)
dengan mas kawin sekian dibayar kontan
Calon suami : Saya terima nikah dan kawinnya putri bapak yang bernama
dengan mas kawin sekian kontan.
Masing-masing rukun itu mempunyai syarat-syarat yang harus
dilengkapi demi sahnya pernikahan itu.
b. Prinsip dan adab Walimatu ‘ursy
Menurut bahasa walimah berarti pesta, atau resepsi. Walimah dalam
islam ada beberapa macam diantaranya walimah nikah (walimatu ‘ursy),
waimah khitan, walimah waliyah atau aqiqah, walimah safar (perjalanan).
Walimah bina (selesai membangun), dan masih banyak lagi.
Walimatu ‘Ursy atau pesta pernikahan adalah pesta yang
diselenggarakan setelah akad nikah dengan menghidangkan jamuan kepada
para undangan sebagai pernyataan rasa syukur atas nikmat dan karunia yang
telah diterima.
Bagi orang yang melaksanakan pernikahan disunatkan untuk
mengumumkan walimatu ‘ursy. Nabi SAW bersabda pada saat pernikahan
Abdurrahman bin Auf :
“Semoga Alloh memberkatimu, adakanlah walimah meskipun dengan
seekor kambing”. (HR. Bukhari Muslim)
Anjuran merayakan hari pernikahan bukan dilakukan secara pora atau
sejenisnya, tetapi yang paling penting dari isi pesan Nabi SAW tersebut agar
pernikahan diketahui umum, sehingga perempuan yang dinikahkan diketahui
statusnya oleh masyarakat. Dengan demikian orang yang baru menikah dapat
terhindar dari fitnah.
Berbeda dengan hukum menyelenggarakan walimah yang berhukum
sunat, menghadiri walimah itu hukumnya wajib bagi orang yang diundang.
Berdasarkan hadist Nabi SAW :
“Jika salah seorang diantaramu diundang untuk menghadiri pesta hendaklah ia
menghadirinya”(Muttafaq ‘alaih)
4. Hak dan tanggung jawab suami istri

Setelah pernikahan terjadi, maka suami istri memiliki hak dan tanggung jawab
masinh-masing. Suami bertanggung jawab menjadi pemimpin keluarga. Firman
Alloh: “Kaum laki-laki (suami) adalah pemimpin bagi kaum wanita(istri)” (QS. An-
Nisa/4:34)

Sebagai pemimpin, suami bertanggung jawab terhadap istrinya. Ia wajib


memberikan nafkah kepada istrinya. Istri berkewajiban menta’ati suaminya,
memberikan pelayanan, dan menjaga harta yang dihasilkan suami.

B. Pembagian Harta Peninggalan


1. Ilmu Mawarist
a. Pengertian
Harta peninggalan adalah harta yang ditinggal seseorang yang meninggal. Ahli
waris adalah orang-orang yang berhak menerima pusaka atau bagian dari harta
warisan.
Ilmu tentang pembagian harta peninggalan setelah seseorang meninggal dunia
disebut Ilmu Mawarist atau Ilmu Faraidh.
Ditinjau dari sebab-sebab seseorang menjadi ahli waris sababiyah dan ahli
waris nasabiyah.ahli waris sababiyah adalah orang yang berhak menerima bagian
harta peninggalan atau harta warisan karena terjadinya hubungan perkawinan
dengan orang yang meninggal yaitu suami atau istri.
Sedangkan ahli waris nasabiyah adalah orang yang berhak menerima harta
peninggalan atau harta warisan karna ada hubungan nashab dan pertalian darah
atau keturunan dengan orang yang meninggal. Ahli waris nasabiyah
dikelompokkan menjadi 3, yaitu ushul almayit, furu’al mayit, dan al-hawasyis.
Yang dimaksud ushul almayit adalah bapak-ibu, kakek-nenek, dan seterusnya
sampai atas. Sedangkan yang dimaksud furu’al mayyit adalah anak-cucu dan
seterusnya sampai ke bawah. Adapun yang dimaksud al-hawasyis adalah saudara
paman bibi serta anak-anak mereka.
Dari segi jenis kelamin ahli waris dibagi menjadi dua yaitu laki-laki dan
perempuan. Yang termasuk ahli waris laki-laki adalah :
1. Suami
2. Anak laki-laki
3. Cucu laki-laki
4. Bapak
5. Kakek (bapak dari bapak) sampai ke atas selama tidak berselang dengan
perempuan (ibu dari bapak atau ibu dari kakek)
6. Saudara laki-laki kandung
7. Saudara laki-laki seayah
8. Saudara laki-laki seibu
9. Anak laki-laki saudara laki-laki sekandung
10. Anak laki-laki saudara laki-laki seayah
11. Paman sekandung dengan bapak
12. Paman seayah dengan bapak
13. Anak laki-laki paman sekandung dengan bapak
14. Anak laki-laki paman seayah dengan bapak
15. Orang laki-laki yang memerdekakan
Jika semua ahli waris di atas ada maka yag mendapatkan bagian harta
warisan adalah : 1) Suami, 2) Anak laki-laki, dan 3) Bapak. Sedangkan
yang lainnya terhalang (mahjub).

Adapun ahli waris perempuan adalah :

1. Istri
2. Anak perempuan sampai ke bawah selama masih tetap pada garis laki-laki
3. Cucu perempuan dari anak laki-laki sampai ke atas selama masih dalam
garis laki-laki
4. Ibu
5. Nenek (ibu dari ibu sampai ke atas selama tidak terselang dengan garis
laki-laki)
6. Nenek (ibu dari bapak)
7. Saudara perempuan kandung
8. Saudara perempuan seayah
9. Saudara perempuan seibu
10. Orang perempuan yang memerdekakan

Jika seluruh ahli waris perempuan ini ada semuanya ada maka yang
mendapat bagian harta warisan adalah 1) Istri, 2) anak perempuan, 3) cucu
perempuan dari anak laki-laki, 4) ibu, 5) saudara perempuan kandung.
Sedangkan yang lainnya terhalang.

Selanjutnya jika seluruh ahli waris tersebut ada maka yang berhak
menerima harta peninggalan adalah :

1) Suami atau istri


2) Bapak
3) Ibu
4) Anak laki-laki dan anak perempuan
b. Tujuan Ilmu Mawarist
Tujuan ilmu mawarist adalah untuk membagi harta pusaka (warisan) sesuai
dengan nash(Al-Quran dan Al-Hadist).
c. Sumber Hukum
Sumber hukum ilmu mawarist adalah dari Al-Quran dan Al-Hadist.
d. Hukum Mempelajari Ilmu Mawarist
Hukum mempelajari ilmu mawarist atau faraidh adalah fardhu kipayah. Kita
umat islam wajib mengetahui tentang ketentuan-ketentuan yang ditetapkan oleh
Alloh dalam hal yang berkaitan dengan ilmu faraidh atau mawarist. Nabi SAW
bersabda:
“Pelajarilah faraidh dan ajaekanlah dia kepada manusia karena dia adalah separoh
ilmu dan dia adalah sesuatu yang akan dicabut pertama kali dari umatku”.
(HR.Ibnu Majah dan Daru Qutni)
2. Prinsip Kewarisan dalam Islam
1) Prinsip ijbari
2) Prinsip individual
3) Prinsip bilateral
3. Ketetapan Alloh dalam Pembagian Warisan
Pengaturan pembagian warisan dengan ketentuan Alloh terangkum dalam hukum
waris.
1) Bagian suami
Suami yang ditinggal mati mendapat bagian harta peninggalan istrinya yaitu
sebagai berikut :
a) Setengah dari harta peninggalan, jika istrinya itu tidak meninggalakan
anak dari dirinya atau suami-suami sebelumnya.
b) Seperempat dari harta peninggalan, jika istrinya itu meninggalkan anak
dari dirinya maupun dari suami-suami sebelumnya.
2) Bagian Istri
Istri yang ditinggal suaminya memperoleh bagian dari harta peninggalan
suaminya sebagai berikut :
a) Seperempat dari harta peninggalan, jika suaminya iu tidak meninggalkan
anak, baik dari dirinya, istri-istrinya yang lain, atau mantan-mantan
istrinya.
b) Seperdelapan dari harta peninggalan, jika suamiya itu meninggalkan anak,
baik dari dirinya, istri-istrinya yang lain, atau mantan-mantan istrinya.
3) Anak laki-laki
Anak laki-laki tidak termasuk ahli waris yang sudah ditentukan kadarnya
(ashabul furudl), ia menerima sisa (‘ashabah) dari ashabul furudl.
Rincian harta waris bagi anak laki-laki adalah sebagai berikut :
a) Jika si mati hanya meninggalkan seorang atau beberapa orang anak laki-
laki, maka anak laki-laki mewarisi seluruh harta.
b) Jika si mati meninggalkan seorang atau beberapa orang anak laki-laki dan
meninggalkan ahli waris ashabul furudl, anak laki-laki mendapatkan sisa
(‘ashabah) setelah diambil oleh ashabul furudlnya.
c) Jika si mati meninggalkan anak laki-laki, anak perempuan, dan ashabul
furudl, maka seluruh harta setelah diambil oleh ashabul furudl dibagi dua,
dengan ketentuan anak laki-laki dua kali bagian anak perempuan.
4) Anak Perempuan
Anak perempuan, baik yang meninggal itu ibunya atau ayahnya, maka bagian
dari harta pusaka adalah :
a) Setengah, jika ia hanya seorang diri; tidak bersama dengan saudara laki-
laki.
b) Dua pertiga, jika anak perempuan tersebut terdiri dari dua orang atau lebih
dan tidak bersama dengan anak laki-laki.
5) Ibu
Bagian ibu ada 3 macam, yaitu :
a) Seperenam, dengan ketentuan bila ia mewarisi bersama-sama dengan
far’ul waris bagi si mati, baik seorang atau lebih, laki-laki maupun
perempuan. Ia bersama dengan saudara-saudara si mati baik sekandung,
seibu maupun seayah, atau campuran seibu dan seayah, baik laki-laki
maupun perempuan.
b) Sepertiga, dengan ketentuan tidak bersama-sama dengan far’ul waris bagi
si mati atau dua orang atau lebih saudari-saudari si mati. Ia sendiri yang
mewarisi dengan ayah si mati tanpa salah seorang suami-istri si mati.
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Pernikahan atau perkawinan ialah akad yang menghalalkan pergaulan dan
membatasi hak dan kewajiban antara seorang laki-laki dan seorang perempuan yang
bukan mahram. Perkawinan dianggap sah bila terpenuhi syarat dan rukunnya.

Tujuan pernikahan yang sejati dalam islam adalah pembinaan akhlak manusia
dan memanusiakan manusia sehingga hubungan yang terjadi antara dua gender yang
berbeda dapat membangun kehidupan baru secara sosial dan cultural.

Hubungan dalam bangunan tersebut adalah kehidupan rumah tangga dan


terbentuknya generasi keturunan manusia yang memberikan kemaslahatan bagi masa
depan masyarakat dan negara.

Adapun hikmah dari pernikahan yaitu :

a. Pernikahan dapat menciptakan kasih sayang dan ketentraman


b. Pernikahan dapat melahirkan keturunan yang baik
c. Pernikahan dapat memelihara ketinggian martabat seorang wanita
d. Pernikahan dapat menjauhkan perzinaan.

Harta peninggalan adalah harta yang ditinggal seseorang yang meninggal


dunia. Apabila seseorang meninggal dunia, tetapkan dulu harta peninggalannya, yaitu
harta milik mutlak si mayat dari hasil usahanya setelah dibagi dengan pasangannya
(istri atau suami yang masih hidup) atau harta waris dari leluhurnya.

3.2 Saran
Semoga dengan adanya pembahasan ini bisa bermanfaat untuk semua orang.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan hanyalah manusia biasa yang luput dari
salah dan lupa, oleh sebab itu penulis sadar bahwa makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan. Untuk itu penulis sangat harapkan kritik dan saran yang membangun
dari semua pihak terutama dari dosen yang bersangkutan, agar kedepannya dapat
membuat yang lebih baik.
DAFTAR PUSTAKA

Prof. Dr. H. Abd. Majid, M.A. 2017. Pendidikan Agama Islam Bandung: Departemen
Pendidikan Umum Fakultas Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial Universitas Pendidikan
Indonesia.

TEAM GURU BINA PAI MADRASAH ALIYAH 2018. Modul Hikmah Membina
Kreaifitas dan Prestasi.

Sumber Internet

http://khinzhue18.blogspot.com/2014/12/makalah-pernikahan-dan-hukum-waris.html?m=1

Anda mungkin juga menyukai