Anda di halaman 1dari 32

BAB II

KERANGKA PEMIKIRAN DAN METODE PENELITIAN

2.1 Tinjauan Pustaka


Dalam penelitian ini, penulis mencoba mengambil dari beberapa penelitian
sebelumnya yang mempunyai bahasan penelitian yang kurang lebih relevan
dengan penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti. Selain itu, peneliti berharap
bisa memberikan informasi yang lebih dalam mengenai topik penelitian yang akan
dilakukan.
Rujukan pertama diambil dari tesis yang ditulis oleh Rusliandy mahasiswa
program pascasarjana program studi Magister Perencanaan dan Kebijakan Publik
Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, tahun 2006, dengan judul Studi
Transfer Pemerintah Dalam Era Desentralisasi Di Indonesia: Kasus Dana
Perimbangan. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui kaitan antara
kebijakan ekonomi daerah dengan kondisi makro ekonomi daerah, mengetahui
pengaruh dana perimbangan yang terdiri dari Dana Alokasi Umum, Dana Alokasi
Khusus, Bagi Hasil Pajak, Bagi Hasil Sumber Daya Alam terhadap pertumbuhan
ekonomi, disparitas pendapatan dan permintaan agregat daerah, mengetahui
pengaruh DAK sekarang, DAK bagi rata dan DAK berdasar tingkat kemakmuran
daerah terhadap pertumbuhan ekonomi dan disparitas pendapatan, serta
mengetahui pengaruh PBB menjadi local tax terhadap pertumbuhan ekonomi dan
disparitas pendapatan.
Penelitian ini menggunakan model ekonometrik yang merupakan
penggabungan antara dua blok yaitu blok makro ekonomi dan blok keuangan
daerah dengan model simultan ekonometrik, yang terdiri dari 10 persamaan
perilaku dan 9 persamaan identitas. Sampel data untuk penelitian ini adalah data
26 propinsi, data yang dipakai merupakan data sekunder yang diambil dari
berbagai terbitan dan instansi.
Konsep yang digunakan dalam tesis ini yaitu teori ekonomi mikro, teori
desentralisasi fiskal, dan teori pertumbuhan ekonomi. Konsep yang digunakan
dalam menjelaskan teori desentralisasi fiskal oleh Rusliandy terbagi atas

Universitas Indonesia
Transfer daerah dalam ..., Sasti wisuandini, FISIP UI, 2009
pengertian dan konsep desentralisasi, hubungan pusat dan daerah, sumber
pendapatan daerah, dan sistem transfer dari pusat ke daerah.
Hasil penelitian yang diperoleh adalah bahwa transfer yang dilakukan antara
pemerintah pusat kepada daerah mampu meningkatkan pendapatan daerah
terutama bagi pengalokasian Dana Alokasi Umum (DAU). Sedangkan dana
perimbangan lainnya seperti Dana Alokasi Khusus (DAK), Dana Bagi Hasil
Sumber Daya Alam (DBH SDA), dan Dana Bagi Hasil Pajak (DBHP) hanya
menguntungkan daerah tertentu dan mengakibatkan terjadinya ketidakseimbangan
pendapatan daerah di Indonesia. Alokasi DBHP lebih menguntungkan daerah
metropolitan seperti DKI Jakarta. Alokasi DBH SDA hanya menguntungkan
untuk daerah-daerah penghasil sumber daya alam, seperti Aceh, Riau, dan
Kalimantan Timur. Sementara alokasi DAK hanya menguntungkan untuk daerah
yang melakukan aktivitas kehutanan yang tinggi, karena saat penelitian ini dibuat
DAK masih merupakan Dana Reboisasi.
Selanjutnya rujukan kedua diambil dari tesis yang dibuat oleh Tatot
Hendrasto mahasiswa program pascasarjana program studi Magister Perencanaan
Kebijakan Publik Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, tahun 2003, dengan
judul Pengaruh Dana Bagi Hasil Sumber Daya Alam Minyak Bumi terhadap
Pertumbuhan Ekonomi dan Disparitas Pendapatan Regional Riau. Tujuan
penelitian ini adalah membuat model keuangan daerah Riau yang menekankan
pada pengaruh Dana Bagi Hasil Sumber Daya Alam Minyak Bumi bagi
pertumbuhan daerah, menganalisis peranan faktor-faktor yang mempengaruhi
pertumbuhan dan disparitas pendapatan regional Riau, serta memperkirakan
implikasi kebijakan publik dengan melakukan simulasi kebijakan berdasarkan
Dana Bagi Hasil Sumber Daya Alam (DBH SDA) Minyak Bumi daerah Riau
yang dikombinasi dengan pemberian subsidi pusat melalui Dana Alokasi Umum
(DAU) bagi pertumbuhan dan disparitas pendapatan regional Riau.
Dalam penulisan tesis ini pembahasannya hanya dibatasi kepada pengaruh
Dana Bagi Hasil Sumber Daya Alam (DBH SDA) Minyak Bumi terhadap
pertumbuhan ekonomi daerah dan disparitas pendapatan regional Riau. Pengaruh
ini dapat dilihat dari perubahan yang terjadi pada Dana Bagi Hasil Bukan Pajak
(BHBP). Daerah penelitian dilakukan pada Propinsi Riau dengan menggunakan

Universitas Indonesia
Transfer daerah dalam ..., Sasti wisuandini, FISIP UI, 2009
data sekunder berupa data tahunan masing-masing Kabupaten/Kota se-Riau sejak
tahun 1993 samapi tahun 1999. Dengan demikian penyusunan data tersebut
merupakan bentuk data panel (pooled data), yakni gabungan antara data
antarwaktu (time-series) dan data antar kabupaten/kota (cross-section). Sedangkan
analisis yang dibuat adalah secara ekonometrika cross-section. Analisis
pengolahan data menggunakan metode kuantitatif dengan analisis regresi simultan
yang dikembangkan dari modifikasi Model Keuangan Daerah Indonesia yang
dibuat oleh Anton Hendranata maupun oleh LPEM FE-UI menjadi model analisis
regresi simultan keuangan daerah Riau.
Konsep yang digunakan dalam tesis ini adalah desentralisasi dan otonomi
daerah, hubungan antara keuangan pusat dan daerah, bagi hasil sumber daya alam
minyak bumi bagi perekonomian daerah, serta pertumbuhan dan disparitas
pendapatan regional. Konsep otonomi daerah yang digunakan adalah konsep
otonomi daerah menurut Arsjad bahwa adanya otonomi daerah berarti
melimpahkan beberapa tugas dan kewenangan pusat kepada daerah. Hubungan
keuangan antar pemerintah menurut Suparmoko menunjuk pada hubungan
keuangan antar berbagai tingkatan pemerintahan dalam suatu Negara dalam
kaitannya dengan distribusi pendapatan Negara dan pola pengeluarannya
termasuk kekuasaan dari tingkat pemerintahan yang lebih tinggi terhadap tingkat
pemerintahan yang lebih rendah. Sedangkan konsep bagi hasil sumber daya alam
minyak bumi merupakan jenis penerimaan daerah yang berasal dari pemberian
pemerintah. Penerimaan ini merupakan bagian pendapatan pemerintah pusat yang
diberikan kepada daerah karena sumber pendapatan pemerintah pusat berasal dari
daerah tersebut (Kunarjo).
Hasil penelitian yang diperoleh adalah berdasarkan hasil simulasi kebijakan
yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa DBH SDA Minyak Bumi berpengaruh
positif terhadap tingkat pertumbuhan daerah yang diukur dari Pendapatan
Domestik Regional Bruto (PDRB) dan pendapatan per kapita yang merupakan
tolak ukur disparitas pendapatan regional.

Universitas Indonesia
Transfer daerah dalam ..., Sasti wisuandini, FISIP UI, 2009
Tabel 2.1
Matriks Perbandingan Antar Penelitian

Rusliandy (2006) Tatot Hendrasto (2003)


Pengaruh Dana Bagi Hasil
Sumber Daya Alam Minyak Bumi
Studi Transfer Pemerintah Dalam Era terhadap Pertumbuhan Ekonomi
Judul Desentralisasi Di Indonesia: Kasus dan Disparitas Pendapatan
Penelitian Dana Perimbangan Regional Riau
membuat model keuangan
mengetahui kaitan antara daerah Riau yang
kebijakan ekonomi daerah dengan menekankan pada pengaruh
kondisi makro ekonomi daerah, Dana Bagi Hasil Sumber Daya
mengetahui pengaruh dana Alam Minyak Bumi bagi
perimbangan terhadap pertumbuhan daerah,
pertumbuhan ekonomi, disparitas menganalisis peranan faktor-
pendapatan dan permintaan faktor yang mempengaruhi
Tujuan agregat daerah, pertumbuhan dan disparitas
Penelitian pendapatan regional Riau,
metode kuantitatif dengan analisis
Penelitian ini menggunakan model regresi simultan yang
ekonometrik yang merupakan dikembangkan dari modifikasi
penggabungan antara dua blok yaitu Model Keuangan Daerah
blok makro ekonomi dan blok Indonesia yang dibuat oleh Anton
keuangan daerah dengan model Hendranata maupun oleh LPEM
simultan ekonometrik, yang terdiri dari FE-UI menjadi model analisis
Metode 10 persamaan perilaku dan 9 regresi simultan keuangan daerah
Penelitian persamaan identitas Riau
desentralisasi dan otonomi
daerah, hubungan antara
keuangan pusat dan daerah, bagi
hasil sumber daya alam minyak
Konsep teori ekonomi mikro, teori bumi bagi perekonomian daerah,
yang desentralisasi fiskal, dan teori serta pertumbuhan dan disparitas
digunakan pertumbuhan ekonomi pendapatan regional
transfer yang dilakukan antara
pemerintah pusat kepada daerah
mampu meningkatkan pendapatan
daerah terutama bagi
pengalokasian Dana Alokasi
Umum (DAU).
Sedangkan dana perimbangan
lainnya seperti Dana Alokasi DBH SDA Minyak Bumi
Khusus (DAK), Dana Bagi Hasil berpengaruh positif terhadap
Sumber Daya Alam (DBH SDA), tingkat pertumbuhan daerah yang
dan Dana Bagi Hasil Pajak (DBHP) diukur dari Pendapatan Domestik
hanya menguntungkan daerah Regional Bruto (PDRB) dan
tertentu dan mengakibatkan pendapatan per kapita yang
Hasil terjadinya ketidakseimbangan merupakan tolak ukur disparitas
Penelitian pendapatan daerah di Indonesia. pendapatan regional
Sumber: Hasil Olahan Peneliti
Berbeda dengan kedua penelitian diatas, penelitian ini bertujuan untuk
mendeskripsikan dana bagi hasil kehutanan di Indonesia yang merupakan
instrumen dari transfer pusat ke daerah. Penelitian ini juga menggunakan empat

Universitas Indonesia
Transfer daerah dalam ..., Sasti wisuandini, FISIP UI, 2009
teori yaitu teori desentralisasi, desentralisasi fiskal, intergovernmental transfers,
dan revenue sharing.

2.2 Kerangka Teori


Pada penelitian ini ada beberapa teori yang digunakan, yaitu teori
desentralisasi, teori desentralisasi fiskal intergovernmental transfers, dan teori
revenue sharing. Teori-teori tersebut akan dijelaskan sebagai berikut.

2.2.1 Desentralisasi
Sejak awal kemerdekaan, Indonesia melaksanakan sistem pemerintahan
secara desentralisasi meskipun pelaksanaan desentralisasi tersebut baru terasa
ketika era reformasi. Dimana sistem tersebut merupakan salah satu fungsi utama
dalam suatu Negara yang menganut asas demokrasi. Dalam seminarnya,
Kadjatmiko (2001) mengutip Malcom Wallis bahwa:
more and more governments see decentralization as a way forward, as a
desirable policy. On the other hand, the implementation of that policy has
mostly failed to live up to expectations.
Implementasi desentralisasi menandai proses demokratisasi di daerah mulai
berlangsung. Setidaknya hal tersebut diindikasikan dengan terbentuknya
pemerintahan daerah yang memiliki kewenangan penuh untuk mengatur dan
mengelola pembangunan di daerah, tanpa dihalangi oleh kendala struktural yang
berhubungan dengan kebijakan pemerintah pusat (Chalid, 2005, p.1).
Desentralisasi sebagai suatu sistem yang dipakai dalam bidang pemerintahan
merupakan kebalikan dari sentralisasi. Dalam sistem sentralisasi, kewenangan
pemerintah baik di pusat maupun di daerah, dipusatkan dalam tangan pemerintah
pusat. Pejabat-pejabat di daerah hanya melaksanakan kehendak pemerintah pusat.
Dalam sistem desentralisasi, sebagian kewenangan pemerintah pusat dilimpahkan
kepada pihak lain untuk dilaksanakan. Pelimpahan kewenangan pemerintah
kepada pihak lain untuk dilaksanakan disebut desentralisasi (Sarundajang, 2002,
p.45).

Universitas Indonesia
Transfer daerah dalam ..., Sasti wisuandini, FISIP UI, 2009
Desentralisasi dalam pengertian nyata mengandung arti partisipasi aktif dan
bebas dari masyarakat. Desentralisasi dapat meningkatkan tingkat ketepatan dan
efisiensi karena pemerintah daerah dapat dengan lebih baik menanggapi dan
melayani warga di daerahnya sesuai dengan preferensi dan selera mereka.
Peningkatan derajat desentralisasi di Indonesia kedepan, secara krusial sangat
tergantung pada seberapa besar pemerintah pusat mengendurkan pegangan kepada
pemerintah daerah (Amaresh, 1995).
Ruiter mengemukakan desentralisasi adalah sebagai pengakuan atau
penyerahan wewenang oleh badan-badan umum yang lebih tinggi kepada badan-
badan umum yang lebih rendah untuk secara mandiri dan berdasarkan
pertimbangan kepentingan sendiri mengambil keputusan pengaturan dan
pemerintahan, serta struktur wewenang yang terjadi dari hal itu (Sarundajang,
2002, p.46)
Rondinelli dan Cheema (1983) memberikan pengertian decentralization
dalam arti yang luas, dengan mendefinisikan sebagai berikut :
decentralization is the transfer of planning, decision-making, or
administrative authority from the central government to its field
organizations, local administrative units, semi-autonomous and parastatal
organizations, local government, or nongovernmental
organizations(Sarundajang, 2002, p.47).
Dalam definisi ini, Rondinelli mencoba menguraikan tanggung jawab yang
tercakup di dalam konsep desentralisasi. Adapun tanggung jawab yang diberikan
tercakup dalam konsep desentralisasi adalah kewajiban untuk merencanakan,
mengatur, dan menggali sumber daya beserta mengalokasikannya dari pemerintah
pusat kepada (1) unit kerja departemental atau badan pemerintah pusat yang ada
di daerah; (2) unit yang berada dibawah atau tingkatan pemerintahan yang ada
dibawahnya; (3) lembaga publik yang memiliki kewenangan semi otonom; (4)
lembaga fungsional atau regional yang memiliki otoritas tertentu; atau (5)
lembaga swasta non-pemerintah atau lembaga-lembaga masyarakat lainnya.
Beberapa studi oleh Rondinelli et al. (1984,1989) menempatkan
desentralisasi ke dalam terminologi yang secara lebih spesifik seperti
dekonsentrasi, delegasi, dan devolusi. Terminologi tersebut menjelaskan bahwa

Universitas Indonesia
Transfer daerah dalam ..., Sasti wisuandini, FISIP UI, 2009
terdapat banyak cara untuk merealokasikan kekuasaan melalui sistem politik.
Eksekutif mendelegasikan pembuatan keputusan melalui kementerian adalah
desentralisasi (dekonsentrasi); pemerintah menjual aset negara juga dapat disebut
desentralisasi (delegasi atau privatisasi); pemerintah melakukan transfer dana dan
tanggung jawab kepada pemerintah dibawahnya juga disebut desentralisasi
(delegasi atau devolusi) (Oneill, 2005, p.16-17).
Sementara itu, Koswara mengemukakan bahwa pengertian desentralisasi
pada dasarnya mempunyai makna bahwa melalui proses desentralisasi urusan-
urusan pemerintahan yang semula termasuk wewenang dan tanggung jawab
pemerintah pusat sebagian diserahkan kepada badan/lembaga pemerintah daerah
agar menjadi urusan rumah tangganya sehingga urusan tersebut beralih kepada
dan menjadi wewenang dan tanggung jawab pemerintah daerah. Prakarsa untuk
menentukan prioritas, memilih alternatif, dan mengambil keputusan yang
menyangkut kepentingan daerahnya, baik dalam hal menentukan kebijaksanaan,
perencanaan, maupun pelaksanaan, sepenuhnya diserahkan kepada daerah.
Demikian pula hak yang menyangkut pembiayaan dan perangkat pelaksana, baik
personel maupun alat perlengkapan sepenuhnya menjadi kewenangan dan
tanggung jawab daerah yang bersangkutan (Sarundajang, 2002, p. 48).
Definisi desentralisasi terkait erat dengan terjadinya pembagian kekuasaan
antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Mawhood (1987) mengemukakan
bahwa tujuan utama dari kebijakan desentralisasi adalah sebagai upaya
mewujudkan keseimbangan politik (political aquality), akuntabilitas pemerintah
lokal (local accountability) dan pertanggungjawaban pemerintah lokal (local
responsibility). Ketiga tujuan ini saling berkait satu sama lain (Romadhoni, 2006,
p. 17).
Prasyarat yang harus dipenuhi untuk mencapai tujuan tersebut adalah
pemerintah daerah harus memiliki teritorial kekuasaan yang jelas (legal territorial
of power), memiliki pendapatan asli daerah sendiri (local own income), memiliki
badan perwakilan (local representative body) yang mampu mengontrol eksekutif
daerah, dan adanya kepala daerah yang dipilih sendiri oleh masyarakat daerah
melalui suatu pemilihan yang bebas.
Lebih tegas lagi Mawhood memberikan karakteristik desentralisasi sebagai :

Universitas Indonesia
Transfer daerah dalam ..., Sasti wisuandini, FISIP UI, 2009
A decentralized local body should have : 1) its own budget, 2) a
separate legal existence, 3) authority to allocate substantial resources, 4)
a range of different function, and 5) the decisions being made by
representatives of the local people (Romadhoni, 2006, p. 18).
Dari beberapa definisi yang telah diuraikan diatas, dapat ditarik suatu
kesimpulan bahwa dalam desentralisasi terjadi suatu proses transfer kewenangan
dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah untuk mengurus dan mengatur
rumahtangga sendiri. Kewenangan yang diserahkan kepada daerah tersebut
meliputi kewenangan perencanaan, pengambilan keputusan, serta kewenangan
administratif lainnya yang selama ini berada dimiliki atau dikelola oleh
pemerintah pusat. Jadi, pada hakekatnya konsep desentralisasi mengandung arti
kebebasan untuk mengambil keputusan, baik politik maupun administrasi,
menurut prakarsa sendiri untuk kepentingan masyarakat setempat dengan tetap
menghormati peraturan perundang-undanganan nasional.
Untuk konteks Indonesia definisi yang sesuai untuk kondisi desentralisasi di
Indonesia adalah definisi dari Mawhood. Dimana pemerintah daerah di Indonesia
sudah memiliki teritorial kekuasaan yang jelas (legal territorial of power)
berdasarkan UU tentang pemerintahan daerah, yaitu UU Nomor 22 Tahun 1999
yang kemudian diganti dengan UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah dan UU Nomor 25 Tahun 1999 yang diganti dengan UU Nomor 33 Tahun
2004 Tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah.
Pemerintah daerah juga memiliki pendapatan asli daerah sendiri (local own
income) yang berasal dari pajak daerah, retribusi daerah, laba BUMD, dan
pengelolaan asset daerah. Selain itu pemerintah daerah di Indonesia juga memiliki
badan perwakilan (local representative body) yang mampu mengontrol eksekutif
daerah, yaitu dengan adanya Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) di setiap
daerah otonom. Terakhir dengan adanya kepala daerah yang dipilih sendiri oleh
masyarakat daerah melalui suatu pemilihan yang bebas, yang di Indonesia dikenal
dengan Pemilihan Umum Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah (PILKADA).
Hal tersebut sejalan dengan konsep yang dikemukakan Siddik (2004, p.32),
dimana desentralisasi merupakan sebuah alat untuk mencapai salah satu tujuan
bernegara, khususnya dalam rangka memberikan pelayanan umum yang lebih

Universitas Indonesia
Transfer daerah dalam ..., Sasti wisuandini, FISIP UI, 2009
baik dan menciptakan proses pengambilan keputusan publik yang lebih
demokratis. Desentralisasi dapat diwujudkan dengan pelimpahan kewenangan
kepada tingkat pemerintahan di bawahnya untuk melakukan pembelanjaan,
kewenangan untuk memungut pajak (taxing power), terbentuknya Dewan yang
dipilih oleh rakyat, Kepala Daerah yang dipilih oleh DPRD, dan adanya bantuan
dalam bentuk transfer dari Pemerintah Pusat. \
Beberapa hal yang menjadi alasan perlunya kebijakan desentralisasi menurut
Rondinelli, yaitu:
1) Suatu cara untuk mengatasi berbagai kegawatan keterbatasan
2) Mengatasi prosedur terstruktur ketat suatu perencanaan terpusat.
3) Peningkatan sensitivitas terhadap masalah dan kebutuhan setempat
4) Penetrasi politik dan Administrasi Negara
5) Perwakilan lebih baik
6) Kapasitas dan kemampuan administrasi publik yang lebih baik
7) Pelayanan lapangan dengan efektifitas lebih tinggi di tingkat lokal
8) Meningkatkan koordinasi dengan pimpinan setempat
9) Melembagakan partisipasi masyarakat setempat
10) Menciptakan cara-cara alternatif pengambilan keputusan
11) Administrasi publik yang lebih fleksibel, inovatif, dan kreatif
12) Keanekaragaman fasilitas pelayanan yang lebih baik
13) Stabilitas politik yang lebih baik
Menurut Sarundajang, ada beberapa keuntungan dengan menerapkan sistem
desentralisasi (Sarundajang, 2002, p.62), dapat dikemukakan sebagai berikut:
(1) Mengurangi bertumpuknya pekerjaan di pusat pemerintahan
(2) Dalam menghadapi masalah yang amat mendesak yang membutuhkan
tindakan yang cepat, sehingga daerah tidak perlu menunggu instruksi dari
pemerintah pusat
(3) Dapat mengurangi birokrasi dalam arti yang buruk karena setiap keputusan
dapat segera dilaksanakan
(4) Mengurangi kemungkinan kesewenang-wenangan dari pemerintah pusat
(5) Dalam sistem desentralisasi, dapat diadakan pembedaan (diferensial) dan
pengkhususan (spesialisasi) yang berguna bagi kepentingan tertentu.

Universitas Indonesia
Transfer daerah dalam ..., Sasti wisuandini, FISIP UI, 2009
Khususnya desentralisasi territorial, lebih dapat menyesuaikan diri pada
kebutuhan/keperluan khusus daerah
(6) Dengan adanya desentralisasi territorial, daerah otonom dapat
menciptakan semacam laboratorium dalam hal-hal yang berhubungan
dengan pemerintahan, yang dapat bermanfaat bagi sebuah Negara
(7) Dari segi psikologis, desentralisasi dapat lebih memberikan kewenangan
memutuskan yang lebih besar kepada daerah
(8) Akan memperbaiki kualitas pelayanan karena lebih dekat dengan
masyarakat yang dilayani

2.2.2 Desentralisasi Fiskal


Implikasi langsung dari kewenangan/fungsi yang diserahkan kepada Daerah
adalah kebutuhan dana yang cukup besar. Untuk itu, perlu diatur perimbangan
keuangan (hubungan keuangan) antara Pusat dan Daerah yang dimaksudkan untuk
membiayai tugas yang menjadi tanggung jawabnya.
Hubungan keuangan antara pusat dan daerah di Indonesia berkaitan erat
dengan sistem hubungan pemerintah pusat dan pemerintah daerah dalam kerangka
Negara Kesatuan. Berkaitan dengan hal tersebut Sarundajang mengemukakan
bahwa dalam sistem Negara Kesatuan ditemukan adanya dua cara yang dapat
menghubungkan pemerintah pusat dan pemerintah daerah, yaitu:
a. Sentralisasi, dimana semua urusan, tugas, fungsi dan wewenang
penyelenggaraan pemerintahan ada pada pemerintah pusat yang
pelaksanaannya di daerah dilakukan secara dekonsentrasi.
b. Desentralisasi, dimana urusan, tugas, fungsi, dan wewenang pelaksanaan
pemerintahan diserahkan seluas-luasnya kepada daerah.
Elmi berpendapat bahwa desentralisasi fiskal dapat diartikan sebagai
pelimpahan kewenangan di bidang penerimaan dan pengeluaran keuangan, yang
sebelumnya tersentralisasi (Rusnialdy, 2006, p.19). Sedangkan menurut Oates
desentralisasi fiskal dapat didefinisikan sebagai suatu devolusi atau tanggung
jawab fiskal kepada pemerintah yang lebih rendah dengan tujuan utamanya
bagaimana peran pemerintah akan menjadi lebih baik. Definisi ini sejalan dengan
pengertian yang diberikan oleh Vazquez dan McNab, yang memandang

Universitas Indonesia
Transfer daerah dalam ..., Sasti wisuandini, FISIP UI, 2009
desentralisasi sebagai suatu jalan untuk membelah kekuasaan pusat dengan
memberikan kewenangan fiskalnya kepada pemerintah lebih rendah (Pusporini,
2006, p.14).
Secara umum pengertian desentralisasi fiskal lebih menekankan pada tiga
proses yang berhubungan yaitu devolusi, delegasi, dan dekonsentrasi. Masing-
masing dari itu, menurut Meloche, Vaillaincourt dan Yilmaz (2004) mempunyai
pengertian sebagai berikut:
1) Devolusi (devolution), yaitu pelimpahan wewenang kepada tingkat
pemerintahan yang lebih rendah dalam bidang keuangan atau tugas
pemerintahan, dan pihak pemerintah daerah mendapat discreation yang
tidak dikontrol oleh pemerintah pusat. Dalam hal tertentu dimana
pemerintah daerah belum sepenuhnya mampu melaksanakan tugasnya,
pemerintah pusat akan memberikan supervisi secara tidak langsung atas
pelaksanaan tugas tersebut. Dalam melaksanakan tugasnya, pemerintah
daerah memiliki wilayah administratif yang jelas dan legal dan diberikan
kewenangan sepenuhnya untuk melaksanakan fungsi publik, menggali
sumber-sumber penerimaan serta mengatur penggunaannya, termasuk
meningkatkan pajak daerah.
2) Pendelegasian (delegation or institutional plurarism), yaitu pelimpahan
wewenang untuk tugas tertentu (pelayanan) kepada organisasi yang berada
di luar struktur birokrasi reguler yang dikontrol secara tidak langsung oleh
pemerintah pusat.
3) Dekonsentrasi (deconcentration), yaitu pelimpahan wewenang dari
pemerintah pusat kepada pejabat yang berada dalam garis hirarki dengan
pemerintah pusat di daerah (Meloche et al, 2004).
Desentralisasi fiskal, merupakan salah satu komponen utama dari
desentralisasi. Apabila Pemerintah Daerah melaksanakan fungsinya secara efektif,
dan diberikan kebebasan dalam pengambilan keputusan penyediaan pelayanan di
sektor publik, maka mereka harus didukung sumber-sumber keuangan yang
memadai baik yang berasal dari Pendapatan Asli Daerah (PAD) termasuk
surcharge of taxes, Bagi Hasil Pajak dan Bukan Pajak, Pinjaman, maupun
Subsidi/Bantuan dari Pemerintah Pusat (Siddik, 2004, p.34).

Universitas Indonesia
Transfer daerah dalam ..., Sasti wisuandini, FISIP UI, 2009
Pelaksanaan desentralisasi fiskal akan berjalan dengan baik apabila
didukung faktor-faktor barikut:
Pemerintah Pusat yang mempu melakukan pengawasan dan enforcement;
SDM yang kuat pada Pemda guna menggantikan peran Pemerintah Pusat;
Keseimbangan dan kejelasan dalam pembagian tanggung jawab dan
kewenangan dalam melakukan pungutan pajak dan retribusi daerah.
Beberapa rambu dalam pelaksanaan desentralisasi fiskal, antara lain yang
pertama adalah batas kewajaran dalam menggali Pendapatan Asli Daerah (PAD).
Kewenangan untuk memanfaatkan sumber keuangan sendiri dilakukan dalam
wadah Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang sumber utamanya adalah Pajak
Daerah dan Retribusi Daerah. Walaupun demikian, pendayagunaan potensi
tersebut harus tetap dalam batas-batas kewajaran, tidak membebani masyarakat,
tidak mengorbankan kepentingan umum, dan tidak bertentangan dengan peraturan
perundang-undangan yang lebih tinggi (Kadjatmiko, 2001).
Kedua, aspek transparansi dan pertanggungjawaban dalam pengelolaan
keuangan Daerah. Aspek transparansi merupakan salah satu pilar utama dalam
upaya mewujudkan good corporate governance. Berdasarkan hal tersebut, wujud
transparansi dalam pelaksanaan perimbangan keuangan Pusat dan Daerah akan
dilakukan melalui penyelenggaraan suatu sistem informasi keuangan Daerah yang
menyajikan data secara terbuka dan dapat diketahui secara luas oleh masyarakat
(Kadjatmiko, 2001).

2.2.3 Intergovernmental Transfers


Era desentralisasi yang terjadi di negara-negara berkembang menghasilkan
hubungan yang terjadi antara pemerintah pusat dan pemerintahan dibawahnya.
Berdasarkan kebutuhan pemerintah dalam penyelenggaraan wilayahnya,
pemerintah pusat bertanggung jawab melakukan pembiayaan bagi pembangunan
daerah melalui transfer ke daerah.
Transfer antarpemerintah merupakan fenomena umum yang terjadi di semua
negara terlepas dari sistem pemerintahannya dan bahkan menjadi ciri yang paling
menonjol dari hubungan keuangan antara pusat dan daerah. Pada prinsipnya,
tujuan utama implementasi transfer adalah mengurangi ketidakseimbangan fiskal

Universitas Indonesia
Transfer daerah dalam ..., Sasti wisuandini, FISIP UI, 2009
baik secara horizontal maupun secara vertikal. Sungguhpun demikian, alokasi
transfer di negara-negara sedang berkembang pada umumnya lebih banyak
didasarkan pada aspek belanja tetapi kurang memperhatikan kemampuan
pengumpulan pajak lokal. Akibatnya, dari tahun ke tahun pemerintah daerah
selalu menuntut transfer yang lebih besar lagi dari pusat, bukannya
mengeksplorasi basis pajak lokal secara lebih optimal (Kuncoro, tanpa tahun, p.
2).
Davey menegaskan hubungan keuangan pusat dan daerah, pada prinsipnya
lebih menyangkut persoalan tentang pembagian kekuasaan. Terutama hak
mengambil keputusan mengenai anggaran, yaitu bagaimana memperoleh dan
membelanjakannya. Tujuannya adalah mencapai adanya kesesuaian dengan
peranan yang dimainkan oleh pemerintah daerah (Devas, 1989, p.179). Davey
(1989) mengidentifikasikan 2 bentuk utama peranan Pemda yang masing-masing
membutuhkan dukungan format kebijakan keuangan yang berbeda. Kedua
peranan dan format kebijakan keuangan yang sesuai dengan masing-masing
peranan tersebut yakni sebagai berikut:
Pertama, pandangan yang menekankan peranan pemerintah sebagai
ungkapan kemauan dan indentitas masyarakat setempat. Pemerintah daerah
merupakan wadah bagi penduduk setempat untuk mengemukakan keinginan
mereka dan untuk menyelenggarakan urusan setempat sesuai dengan
keinginan dan prioritas mereka. Adapun peralatan keuangan yang
dibutuhkan mencakup: (1) kekuasaan untuk menghimpun sendiri pajak yang
dapat banyak menghasilkan pemasukan dan menentukan sendiri tarif pajak;
(2) bagi hasil pajak nasional antara pemerintah pusat dan daerah; dan (3)
Bantuan umum dari pemerintah pusat tanpa pengendalian oleh pemerintah
pusat atas penggunaannya.
Kedua, pandangan yang menekankan peranan pemerintah daerah sebagai
lembaga yang menyelenggarakan layanan-layanan tertentu untuk daerah dan
sebagai alat yang tepat untuk menebus biaya memberikan layanan yang
bermanfaat untuk daerah. Sedangkan peralatan keuangan yang sesuai untuk
peran ini adalah peralatan yang tidak menuntut wewenang tersendiri bagi
pemerintah daerah untuk mengambil keputusan di bidang keuangan.

Universitas Indonesia
Transfer daerah dalam ..., Sasti wisuandini, FISIP UI, 2009
Peralatan semacam ini mencakup: (1) Wewenang mengenakan pajak atau
pungutan tetapi tanpa hak menetapkan tarif pajak atau pungutan; (2)
Bantuan untuk layanan atau program tertentu; dan (3) Bantuan untuk
menyamakan jumlah atau mengimbangi kekurangan, berdasarkan perkiraan
yang dibuat pusat dan bukan berdasarkan perkiraan kebutuhan setempat
(Devas, 1989, p.180-181).
Penegasan tersebut, pada intinya menekankan pentingnya keseimbangan
antara beban urusan yang menjadi tanggungjawab pemda dan kewenangan
finansialnya. Semakin luas urusan yang menjadi tanggungjawab pemda, semakin
besar pula kewenangan financial yang dibutuhkannya (Mindarti, tanpa tahun, p.7).
Intergovernmental transfers merupakan dasar pembiayaan bagi kebanyakan
negara yang sedang berkembang. Transfer merupakan kompromi pemerintah
pusat untuk dapat memegang kontrol dalam sistem keuangan negara. Namun
secara umum transfer merujuk kepada beberapa macam instrumen pembiayaan
publik seperti: hibah, bagi hasil pajak, dan subsidi. Beberapa jenis transfer
tersebut bersifat sentralistis dan yang lain bersifat desentralistis.(Siddik, 2007, p.
373)
Pengertian intergovernmental fiscal transfers (transfer antar tingkat
pemerintahan) menurut Jun Ma adalah:
Intergovernmental fiscal transfer is a kind of transition of fiscal revenues
between the central government and a local government, or between an
upper-level government and lower-level government. International
experiences indicate that the intergovernmental fiscal transfer sistem
impacts the equity and the efficiency of the whole fiscal sistem in many
areas.(Jun et al, 2005, p. 2)
Menurut World Bank, intergovernmental fiscal transfer merupakan sumber
penerimaan utama bagi pemerintah daerah (subnational government) di negara-
negara berkembang. Fungsi utama transfer adalah menjaga efisiensi dan
kesetaraan lokal fiskal dan penyediaan layanan kesehatan pemerintah sub-
nasional.(Jun et al. 2005, p. 12)
Intergovernmental Transfer telah lama menjadi skema yang utama dari
perimbangan dana di banyak negara. Baik buruknya hasil transfer bergantung

Universitas Indonesia
Transfer daerah dalam ..., Sasti wisuandini, FISIP UI, 2009
pada insentif yang terdapat pada sistem transfer. Hal-hal yang perlu diperhatikan
dalam intergovernmental transfer adalah efeknya terhadap hasil kebijakan seperti
efisiensi alokasi, redistribusi, dan stabilitas makroekonomi. Aspek terpenting dari
intergovernmental transfer bukanlah pada siapa yang menyerahkan atau siapa
yang menerima, tetapi pengaruhnya terhadap tujuan kebijakan. Karena tujuan dan
kondisi masing-masing negara yang berbeda, tidak ada pola transfer yang sama
dan berlaku umum untuk semua negara. (Sirait, 2008).
Berbagai literatur ekonomi publik dan keuangan negara menyebutkan
beberapa alasan perlunya dilakukan transfer dana dari pusat ke daerah (Siddik,
2004, p.131-133), yaitu:
1) Untuk mengatasi persoalan ketimpangan fiskal vertikal.
Di banyak negara, pemerintah pusat menguasai sebagian besar sumber-
sumber penerimaan (pajak) utama negara yang bersangkutan. Jadi,
pemerintah daerah hanya menguasai sebagian kecil sumber-sumber
penerimaan negara, atau hanya berwenang untuk memungut pajak-pajak
yang besar penerimaannya relatif kurang signifikan. Kekurangan sumber
penerimaan daerah relatif terhadap kewajibannya ini akan menyebabkan
dibutuhkannya transfer dana dari pemerintah pusat.
2) Untuk mengatasi persoalan ketimpangan fiskal horizontal.
Kenyataan empirik di berbagai negara menunjukkan bahwa kapasitas atau
kemampuan daerah untuk menghimpun pendapatan sangat bervariasi,
tergantung kepada kondisi daerah bersangkutan yang memiliki kekayaan
sumber daya alam atau tidak, ataupun daerah dengan intensitas kegiatan
ekonomi yang tinggi atau rendah. Ini semua berimplikasi kepada besar
tidaknya basis pajak di daerah-daerah bersangkutan.
Di sisi lain, daerah-daerah juga sangat bervariasi dilihat dari kebutuhan
belanja untuk pelaksanaan berbagai fungsi dan pelayanan publik. Ada
daerah-daerah dengan penduduk miskin, penduduk lanjut usia, dan anak-
anak serta remaja, yang tinggi proporsinya. Ada pula daerah-daerah yang
berbentuk kepulauan luas, dimana sarana-prasarana transportasi dan
infrastruktur lainnya masih belum memadai. Sementara di lain pihak ada
daerah-daerah dengan jumlah penduduk yang tidak terlalu besar namun

Universitas Indonesia
Transfer daerah dalam ..., Sasti wisuandini, FISIP UI, 2009
sarana dan prasaranya sudah lengkap. Ini mencerminkan tinggi-rendahnya
kebutuhan fiskal (fiscal needs) dari daerah-daerah bersangkutan.
Membandingkan kebutuhan fiskal ini dengan kapasitas fiskal (fiscal
capacity) tersebut diatas, maka dapat dihitung kesenjangan (gap) dari
masing-masing daerah, yang seyogianya ditutupi lewat transfer dari
pemerintah pusat.
3) Adanya kewajiban untuk menjaga tercapainya standar pelayanan minimum
di setiap daerah.
Daerah-daerah dengan sumber daya yang sedikit memerlukan bantuan
(subsidi) agar dapat mencapai standar pelayanan minimum itu. Jika
dikaitkan dengan postulat Musgrave (1983) yang menyatakan bahwa peran
redistributif (pemerataan) dari sektor publik akan lebih efektif dan cocok
jika dijalankan oleh pemerintah pusat, maka penerapan standar pelayanan
minimum di setiap daerah pun akan lebih bisa dijamin pelaksanaannya
oleh pemerintah pusat.
4) Untuk mengatasi persoalan yang timbul dari menyebar atau melimpahnya
efek pelayanan publik (inter-jurisdictional spill-over effects).
Beberapa jenis pelayanan publik di satu wilayah memiliki efek
menyebar (atau eksternalitas) ke wilayah-wilayah lainnya. Sebagai misal:
pendidikan tinggi (universitas), pemadam kebakaran, jalan raya
penghubung antar daerah, sistem pengendali polusi (udara dan air), dan
rumah sakit daerah. Namun tanpa adanya manfaat (dalam bentuk
pendapatan) yang berarti dari proyek-proyek serupa diatas, biasanya
pemerintah daerah enggan untuk berinvestasi disini. Oleh karena itu,
pemerintah pusat perlu untuk memberikan semacam insentif atau
pelayanan-pelayanan publik demikian dapat terpenuhi di daerah.
5) Untuk stabilisasi
Alasan terakhir dari perlunya dana transfer yang jarang dikemukakan
adalah untuk mencapai tujuan stabilisasi dari pemerintah pusat. Transfer
dana dapat ditingkatkan oleh pemerintah ketika aktivitas perekonomian
sedang lesu. Di saat lain, bisa saja dana transfer ke daerah dikurangi
manakala perekonomian booming. Transfer untuk dana-dana

Universitas Indonesia
Transfer daerah dalam ..., Sasti wisuandini, FISIP UI, 2009
pembangunan (capital grants) adalah merupakan instrumen yang cocok
untuk tujuan ini. Namun kecermatan dalam mengkalkulasi sangat
diperlukan agar tindakan menaikkan/menurunkan dana transfer itu tidak
berakibat merusak atau bertentangan dengan alasan-alasan sebelumnya
diatas.
Bahl dan Linn (1992) menyebutkan bahwa dalam desain transfer antar
pemerintahan perlu mengacu pada beberapa karakteristik umum, yaitu:
Transfer ditentukan secara terbuka dan obyektif dan idealnya ditentukan
berdasarkan formula. Sistem transfer dapat ditentukan oleh pemerintah
pusat saja oleh badan setengah independen atau oleh komite khusus.
Pemerintah daerah yang relatif stabil penganggarannya dari tahun ke tahun
dan cukup fleksibel sehingga mendorong terjadinya stabilisasi dalam
pembangunan. Untuk mencapai hal tersebut terdapat satu sistem yaitu
transfer sebagai proporsi tetap dalam penerimaan daerah.
Adanya formula yang transparan, yang didasarkan pada factor yang kredibel
dan mudah. Formula yang terlalu rumit akan mempengaruhi apakah suatu
Negara dapat dianggap layak atau kredibel karena hal tersebut sering
memunculkan banyak masalah persengketaan yang didasai oleh hal-hal
yang mendasar seperti jumlah penduduk.
Jika hal-hal diatas diterapkan oleh suatu Negara, maka dapat dipastikan
bahwa hal tersebut menunjukkan efektifitas pengelolaan Negara dapat
tercapai.(Shah & Broadway, 2008)
Transfer fiskal antar pemerintahan sudah tentu mempunyai tujuan selain
untuk menutupi kesenjangan fiskal. Secara prinsip tujuan umum dari transfer dana
pemerintah pusat adalah untuk:
a) Meniadakan atau meminimumkan ketimpangan fiskal vertikal.
Sejarah dan pengalaman internasional secara simultan memberikan
paparan yang kuat sekali bahwa perbedaan elastisitas penerimaan dan
pengeluaran atas penyerahan fungsi-fungsi tersebut pada berbagai jenjang
pemerintahan dalam setiap kasus akan segera mengarah pada munculnya
kembali permasalahan ketidkaseimbangan vertikal, walau untuk daerah
terkaya sekalipun.

Universitas Indonesia
Transfer daerah dalam ..., Sasti wisuandini, FISIP UI, 2009
b) Meniadakan atau meminimumkan ketimpangan fiscal horizontal.
c) Transfer dapat dirancang untuk menyeimbangkan upaya penggalian
penerimaan atau tingkat-tingkat pengeluaran, atau hasil-hasil dalam bentuk
pelayanan-pelayanan yang disediakan.
d) Menginternalisasikan sebagian atau seluruh limpahan manfaat (atau biaya)
kepada daerah yang menerima limpahan atau menimbulkan biaya tersebut.
e) Selain beberapa hal di atas, kerap pula dikemukakan bahwa pertimbangan
pemberian transfer pusat adalah dalam rangka menjamin tetap baiknya
kinerja fiscal pemerintah daerah. Artinya transfer ini dimaksudkan agar
pemerintah daerah terdorong untuk secara intensif menggali sumber-
sumber penerimaannya (sesuai dengan kriteria yang berlaku), sehingga
hasil yang diperoleh menyamai (bahkan melebihi) kapasitasnya.
Dengan kata lain, transfer disini dimaksudkan sebagai sarana edukasi
bagi pemerintah daerah. Pemerintah daerah akan mendapat transfer jika
upayanya dalam menggali sumber-sumber penerimaan yang menjadi
kewenangannya sama atau melebihi kapasitasnya. Sementara daerah tidak
akan mendapat transfer apabila upayanya menghasilkan penerimaan yang
lebih rendah dari kapasitas fiskalnya. (Siddik, 2004)
Menurut World Bank (Shah & Broadway, 2008) pada dasarnya jenis-jenis
transfer dapat dikelompokkan kedalan dua kategori besar yakni transfer tanpa
syarat (unconditional transfer, general purpose grant, block grant) dan transfer
dengan syarat (conditional grant, categorical grant, specific purpose grant). Ciri
dari unconditional transfer adalah daerah atau lokal memiliki keleluasaan penuh
dalam mengelola dan mengalokasi dana yang ditransfer dari pusat. Dan tujuan
dari transfer ini adalah horizontal equalization transfer. Sedangkan ciri dari
conditional grant adalah transfer yang syarat dan ketentuannya telah ditentukan
oleh pemerintah pusat dan seringkali tujuan dari transfer ini dianggap penting oleh
pemerintah pusat dan akan tetapi bisa saja dianggap tidak penting oleh pemerintah
daerah. Conditional Grant ini dapat dikelompokkan kedalam dua jenis, yakni :
(1) Matching Grants
Matching grant adalah transfer yang diberikan oleh pemerintah pusat
untuk menutup sebagian atau seluruh kekurangan pembiayaan suatu jenis

Universitas Indonesia
Transfer daerah dalam ..., Sasti wisuandini, FISIP UI, 2009
urusan atau program tertentu. Tujuan mengatasi eksternalitas akibat
pelayanan publik disuatu daerah dapat diselesaikan dengan matching
grant.
(2) Non-matching Grants
Non matching grant adalah transfer dari pusat untuk menambah dana
penyelenggaraan sustu jenis urusan atau program tertentu tanpa
mempertimbangkan bahwa pemerintah daerah sendiri telah atau akan
mengalokasikan sumber dananya dengan jumlah besar atau kecil.
Menurut Siddik (2007, p.377) jenis transfer antar pemerintahan di Indonesia
dapat digolongkan menjadi tiga jenis yaitu revenue sharing (Dana Bagi Hasil),
general purpose grant (Dana Alokasi Umum), dan specific purpose grant (Dana
Alokasi Khusus). Lebih lanjut lagi Siddik mengemukakan bahwa terdapat enam
(6) tujuan utama transfer antar pemerintahan di Indonesia, yaitu:
1) Untuk mengatasi kesenjangan fiskal secara vertikal di antar tingkat
pemerintahan (DAU, dana bagi hasil);
2) Menyamakan kapasitas fiskal pemerintah daerah dalam memberikan
layanan kepada masyarakat (DAU);
3) Mendorong pengeluaran daerah pada prioritas pembangunan nasional
(DAK);
4) Mempromosikan pencapaian standar minimum bagi infrastruktur yang ada
(DAK);
5) Sebagai kompensasi untuk biaya yang melampaui batas di daerah-daerah
utama (DAK);
6) Merangsang tanggung jawab daerah (DAK));
7) Merangsang mobilisasi pendapatan (Dana Bagi Hasil, DAU, DAK).
Pada dasarnya, intergovernmental transfer dilaksanakan dibeberapa negara
dapat dibedakan atas bagi hasil pendapatan atau penerimaan (revenue sharing)
dan bantuan (grants) yang pada intinya harus memenuhi beberapa criteria design
transfer (Siddik, 2004, p.133-135), yakni:
a) Otonomi
Merupakan prinsip yang mendasari desentralisasi fiskal, apakah suatu
Negara itu berbentuk federal maupun kesatuan. Intinya adalah bahwa

Universitas Indonesia
Transfer daerah dalam ..., Sasti wisuandini, FISIP UI, 2009
pemerintah daerah harus memiliki independensi dan fleksibilitas dalam
menentukan prioritas-prioritas mereka. Tidak boleh ada pembatasan yang
sedemikian ketat sehingga sebagian besar keputusan di daerah harus
mengikuti atau mengacu kepada ketentuan pusat. Pajak-pajak dimana
daerah bisa ikut memungut diatas tingkat yang ditetapkan pusat
(piggyback), bagi hasil (revenue sharing) berlandaskan formula, ataupun
transfer yang bersifat umum (block grant) adalah sumber-sumber
penerimaan daerah yang konsisten dengan tujuan tersebut.
b) Penerimaan yang Memadai (Revenue Adequacy)
Pemerintah daerah semestinya memiliki pendapatan (termasuk transfer)
yang cukup untuk menjalankan segala kewajiban atau fungsi yang menjadi
tanggung jawab daerah.
c) Keadilan (Equity)
Besarnya dana transfer dari pusat ke daerah seharusnya berhubungan
positif dengan kebutuhan fiskal daerah dan, sebaliknya, bertolak belakang
dengan besarnya kapasitas fiskal daerah yang bersangkutan.
d) Transparan dan Stabil
Formula transfer harus terbuka sehingga dapat diakses oleh masyarakat.
Hal yang lebih penting lagi adalah adalah bahwa setiap daerah dapat
memperkirakan berapa penerimaan totalnya (termasuk transfer), sehingga
memudahkan penyusunan anggaran. Formula tersebut seharusnya dipakai
untuk jangka menengah (misalnya 3-5 tahun), agar perencanaan jangka
menengah dan panjang dapat dilakukan oleh daerah.
e) Sederhana (Simplicity)
Alokasi dana kepada pemerintah daerah semestinya didasarkan pada
faktor-faktor obyektif dimana unit-unit individual tidak memiliki kontrol
atau tidak dapat mempengaruhinya. Disamping itu juga formula yang
dipakai seharusnya relatif mudah untuk dipahami.
f) Insentif
Desain dari transfer ini harus sedemikan sehingga memberikan semacam
insentif bagi daerah dengan manajemen fiskal yang baik, dan sebaliknya
menangkal praktir-praktik yang tidak efisien. Dengan demikian, tidak

Universitas Indonesia
Transfer daerah dalam ..., Sasti wisuandini, FISIP UI, 2009
perlu ada transfer khusus/spesifik untuk membiayai defisit anggaran
pemerintah daerah, atau ada semacam kontrol terhadap belanja daerah.

2.2.4 Revenue Sharing


Dalam pelaksanaan desentralisasi fiskal di Indonesia terdapat beberapa
komponen transfer yang dilakukan oleh pemerintah pusat kepada daerah, salah
satunya yaitu dana bagi hasil. Menurut Robert D Reischauer (Wayner, 1990)
revenue sharing atau dana bagi hasil merupakan:
revenue sharing can be described as an unconditional grant; in not
contrast to conditional or categorical grants, revenue sharing is not
designated to be spent on particular activities but rather is available to
support a range of activities. Nonetheless, revenue sharing has string or
conditions attached, although the strings are much more subtle than those
associated with matching grants.
Revenue Sharing dapat dideskripsikan sebagai bantuan tak bersyarat dalam
kondisi tidak atau tanpa syarat hibah/bantuan. Revenue Sharing tidak ditujukan
untuk kegiatan belanja secara khusus melainkan untuk mendukung berbagai
macam kegiatan.
Menurut Thomas J. Courchene (Courchene, 2004) revenue sharing dapat
didefinisikan sebagai:
one or more levels of government having access to a specific share of
revenues collected by another level of government;
Revenue sharing seringkali menjadi pengganti atas transfer antarpemerintah,
yang ditentukan oleh pendapatan yang dibagi oleh Negara atau propinsi
berdasarkan kriteria tertentu yang bisa berbentuk diskresi (Courchene, 2004). Hal
tersebut dikatakan Davey sebagai bentuk kewenangan pemerintah daerah atas
jaminan dari pemerintah pusat, dimana dana tersebut berasal dari porsi
penerimaan sumber daya yang dilakukan oleh pemerintah pusat secara khusus
(Susiyati, 1990).
Di beberapa kasus, kumpulan pajak yang dibagihasilkan, dan bahkan
penetapan pajak, dapat didelegasikan kepada pemerintah daerah sehingga
kewenangan pemerintah daerah mendapatkan insentif langsung dari pengumpulan

Universitas Indonesia
Transfer daerah dalam ..., Sasti wisuandini, FISIP UI, 2009
pajak tersebut. Berikut ini adalah perlunya revenue sharing dalam suatu negara
yang diringkas oleh Heller-Pechmen Plan (Susiyati, 1990, p.27) :
- Untuk menguatkan efisiensi dan kemandirian pemerintah daerah, dimana
pada waktu yang sama melakukan kerjasama antar pemerintah
(intergovernmental cooperation).
- Untuk mengurangi secara cepat tekanan fiskal pada keuangan daerah dan
membuat penerimaan daerah lebih elastis dengan hubungan pertumbuhan
ekonomi
- Untuk meningkatkan kenaikan secara keseluruhan federal, negara, dan
perpajakan daerah.
- Untuk mengurangi ketidakmerataan ekonomi dan kesenjangan fiskal.
- Untuk menstimulasi pendapatan pajak daerah, terutama ketika pembagian
berdasarkan pada dasar penurunan dan membantu kewenangan daerah
dalam mengumpulkan pajak.
- Untuk menegaskan tanggung jawab pemerintah daerah
Kemudian World Bank (Shah & Broadway, 2007, p. 322) mendefinisikan
revenue sharing sebagai:
Revenue sharing is an arrangement in which the revenue from a given tax
base accrues to both the central and subnational governments. It ensures
subnational governments a specified source of revenues to carry out their
functions while attempting to provide greater harmony in levying taxes. In
other words, revenue sharing is an attempt to enhance net welfare gains by
ensuring greater fiscal autonomy on the one hand and by minimizing the
welfare loss from tax disharmony on the other.
Lebih lanjut lagi Bob Searle (Searle, 2004) dalam papernya
mengemukakan bahwa revenue sharing adalah suatu mekanisme yang efektif
dalam mengatasi ketimpangan fiskal secara vertikal (vertical fiscal imbalance)
melalui transfer dari satu tingkat pemerintahan kepada tingkatan pemerintahan
yang lain. Pembagian keuangan tersebut dapat bermacam-macam tetapi selalu
dapat dilihat sebagai pemerataan dengan mengalokasikan sumber pendapatan
diantara level pemerintahan. Revenue sharing (dana bagi hasil) menurut Searle
dapat berupa:

Universitas Indonesia
Transfer daerah dalam ..., Sasti wisuandini, FISIP UI, 2009
1) Pemerintahan dengan lebih dari 1 level pemerintahan membagihasilkan
penerimaan pajak pokok;
2) Pemerintahan dengan lebih dari 1 level pemerintahan melakukan kerjasama
dalam menggunakan penerimaan pajak yang sama untuk menaikkan
elemen yang saling mendukung dari pajak yang sama;
3) Pemerintahan dengan lebih dari 1 level pemerintahan menggunakan
penerimaan pajak pokok untuk menaikkan pendapatan yang berasal dari
pajak yang berbeda.
Pengidentifikasian penerimaan negara (revenue) yang akan dibagihasilkan
merupakan hal yang penting karena terdapat hubungan antara penerimaan tersebut
dengan kebijakan-kebijakan pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan sebagai
kesatuan bangsa. Dalam membagihasilkan penerimaan, pemerintah memiliki
alasan-alasan serta masalah sehingga dana bagi hasil menjadi penting dalam
pengelolaan negara yang terdiri atas antara tingkat pemerintahan dan antar
pemerintah daerah. Diantara tingkat pemerintahan, penanganan vertical fiscal
imbalance biasanya menjadi alasan untuk membagihasilkan penerimaan, dan
tanpa tergantung dengan apa yang akan menjadi kebijakan terbaik (yang biasanya
dilihat sebagai isu politik). Hasilnya, presentase penerimaan yang diterima oleh
setiap level pemerintahan kemungkinan besar akan diputuskan dalam lingkungan
politik daripada dalam sebuah lingkungan ekonomi. Yang lebih kompleks adalah
dimana terdapat satu tingkat pemerintah daerah yang menerima uang. Dalam
keadaan seperti itu, tidak hanya terjadi kompetisi antara pemerintah daerah dan
pemerintah pusat, tetapi juga antar pemerintahan daerah. Akan menjadi lebih baik
jika ada sebuah pengukuran terhadap tingkat beban fiskal yang dipikirkan oleh
tiap tingkat pemerintahan itu sendiri dan pembagian dari total pendapatan sektor
publik yang menjadi dasar tersebut (Searle, 2004).
Diantara pemerintah daerah, penerimaan yang dibagihasilkan dalam
yurisdiksi di tingkatan pemerintahan mungkin merupakan persoalan yang paling
rumit dari semuanya. Yang ekstrim adalah distribusi pada yurisdiksi penerima
berdasar pada kemana pendapatan dibayarkan atau dikumpulkan awal mulanya.
Inilah yang sering diperdebatkan oleh pemerintah daerah, tapi ini bukan masalah
sekarang ini. Tergantung pada sumber pendapatan, mungkin terdapat perbedaan

Universitas Indonesia
Transfer daerah dalam ..., Sasti wisuandini, FISIP UI, 2009
antara kearah mana aktivitas pajak dijalankan, dimana tempat tinggal si pembayar,
dan dimana pajak tersebut dibayar (Searle, 2004).
Hal yang ekstrim lainnya adalah sebuah penyatuan penerimaaan yang akan
dibagi dan beberapa prinsip umum yang diterapkan pada distribusinya antara
pemerintahan daerah. Jika dasar pendistribusian sama dengan kapasitas fiskal,
contohnya, ini akan menjadi cara terbaik untuk mengatasi kedua masalah vertical
fiscal imbalance dan horizontal fiscal equalisation. Bagaimanapun juga, sebuah
keputusan untuk menerapkan prinsip-prinsip horizontal fiscal equalisation dalam
rangka membagi penerimaan seringkali sangat sulit dicapai karena pertimbangan-
pertimbangan politik dan argumen terhadap sumber (origin). Semakin besar
luas yang mana lokasi-lokasi individu dapat melihat diri mereka sendiri sebagai
lokasi sumber penerimaan, maka semakin sulit untuk menyatukan dana-dana
dan mendistribusikannya pada prinsip umum (Searle, 2004).
Terdapat sejumlah kelemahan dari revenue sharing dan tax sharing
(Susiyati, 1990, 28): pertama, pemerintah daerah tidak memiliki kewenangan
untuk merubah jumlah pajak yang dibagihasilkan untuk perubahan kecil keuangan
dalam pengeluaran daerah; kedua, kondisi yang kurang baik menyebabkan alokasi
kepada pemerintah daerah tidak efisien; ketiga, selalu ada kesulitan dalam
penyampaian distribusi antar daerah secara jujur.
Disamping kelemahan-kelemahan tersebut, revenue sharing memiliki
keuntungan yang baik dalam memperbaiki keseimbangan distribusi sumber daya
dan pengalokasian pertanggungjawaban dalam kewenangan daerah, sehingga
pemerintah dapat membuat keputusan.

2.2.4.1 Natural Resource Revenue (Penerimaan Sumber Daya Alam)


Seperti halnya revenue sharing, penanganan penerimaan sumber daya alam
memiliki pengaruh besar pada vertical fiscal imbalance (Searle, 2004). Definisi
sumber daya alam dalam hal ini adalah segala sesuatu yang berasal dari alam dan
memiliki nilai dalam pasar. Sumber daya alam terbagi atas sumber daya dapat
diperbaharui dan sumber daya tidak dapat diperbaharui. Sumber daya alam yang
dapat diperbaharui yaitu kehutanan, perikanan, dan tenaga air. Sumber-sumber ini
dapat dipandang sebagai sumber yang dapat didaur ulang. Sumber-sumber ini

Universitas Indonesia
Transfer daerah dalam ..., Sasti wisuandini, FISIP UI, 2009
dapat digunakan secara permanen jika dikelola dengan baik tidak terdapat
perubahan lingkungan secara radikal. Dengan begitu, sumber yang dapat didaur
ulang tidak memerlukan biaya seperti halnya kegiatan industri dan pengenaan
pajak, kecuali biaya untuk pengembangan dan pengelolaan sumber daya alam itu
sendiri.
Sumber daya alam tidak dapat diperbaharui merupakan suatu sumber daya
yang persediaannya dapat habis, contohnya yaitu barang tambang, minyak bumi,
dan gas. Kegiatan ekonomi mengambil keuntungan dari penggunaan sumber
tersebut hingga tidak ada nilai yang tersisa kemudian dipindahkan ke tempat yang
lain.
Terdapat beberapa aspek yang perlu diperhatikan dalam pengelolaan sumber
daya alam. Pertama, jenis sumber daya alam yang dikelola sehingga pemerintah
dapat mengeluarkan regulasi yang terkait dengan perbaikan lingkungan dan sistem
penerimaan oleh negara atas sumber daya alam yang dikelola. Kedua, pengaruh
ketersediaan infrastruktur dan pemeliharaannya bagi perusahaan pengelola SDA
dan masyarakat. Infrastruktur tersebut dapat secara permanen (seperti rel kereta
tambang) dan sementara (seperti penampungan air). Ketiga, kepemilikan sumber
daya alam yang dieksploitasi perlu dijelaskan secara tegas untuk mengetahui
secara jelas sistem serta jumlah penerimaan yang diperoleh. Keempat, pengaruh
eksploitasi sumber daya alam terhadap lingkungan. Dan kelima, kejelasan
pemasaran hasil sumber daya alam di pasar domestik dan pasar internasional oleh
perusahaan penting dilakukan untuk melihat seberapa besar penerimaan yang
didapat.
Lebih lanjut Searle (Searle, 2004, p.19) menjelaskan alasan-alasan
pemerintah meningkatkan penerimaan dari sumber daya alam, yaitu untuk
menutup biaya publik, menambahkan penerimaan negara secara umum, dan
membiayai kegiatan tertentu. Penerimaan yang diterima oleh negara harus
dialokasikan kepada pemerintah daerah jika proses pengelolaan sumber daya alam
tersebut mengharuskan pemerintah daerah melakukan pengeluaran atas
eksternalitas yang ditimbulkan oleh eksploitasi sumber daya alam tersebut.
Pengalokasian penerimaan atas sumber daya alam dilakukan berdasarkan sumber
penerimaan di daerah (by origin). Namun pada dasarnya mekanisme dilakukannya

Universitas Indonesia
Transfer daerah dalam ..., Sasti wisuandini, FISIP UI, 2009
revenue sharing seharusnya diresmikan dalam sebuah peraturan hukum yang
memberikan hak dan obligasi yang sama antara semua pihak.

2.2.4.2 Forest Revenue Sharing (Dana Bagi Hasil Kehutanan)


Dana Bagi Hasil Kehutanan merupakan salah satu jenis dana yang ditransfer
oleh pemerintah pusat ke daerah. Dalam pelaksanaan dana bagi hasil tersebut
pemerintah perlu melihat bagaimana mekanisme penerimaan atas sumber daya
hutan. Menurut Gray (2002), mekanisme penerimaan atas hasil hutan yang dianut
suatu negara harus melalui mekanisme yang memenuhi tujuan kebijakan hutan,
kondisi hutan, serta kebutuhan penerimaan Negara. Mekanisme penerimaan
tersebut harus dipilih berdasarkan ciri atau identitas Negara serta dapat
melengkapi aspek lain sehingga bisa diadakan kerjasama.
Secara umum, menurut World Bank (2008, p.185-186) penerimaan atas hasil
hutan yang dilaksanakan oleh negara tidak baik dan harus dihindari. Namun,
dalam beberapa keadaan tertentu dapat dibenarkan. Pertama adalah dimana
masyarakat lokal tentu saja memiliki hak atas sebagian sumber daya tersebut.
Yang kedua adalah kebutuhan akan layanan bagi kelangsungan hutan sehingga
diperlukan adanya biaya administrasi.
Dalam kasus tersebut, pelaksanaan forest revenue sharing harus berdasarkan
penilaian yang objektif dari jumlah penghasilan yang diterima dan yang akan
dibagikan. Sedikit bukti yang menunjukkan bahwa forest revenue sharing akan
meningkatkan perlindungan hutan oleh masyarakat setempat. Dalam situasi di
mana konflik dengan masyarakat lokal adalah masalah, mungkin lebih baik untuk
menyelesaikan menyerahkan tanggung jawab atas pengelolaan hutan (termasuk
pengumpulan pendapatan atas hasil hutan) kepada masyarakat setempat. Dalam
kasus tersebut, maka peran pemerintah menjadi pengawas dan pembuat kebijakan,
tugasnya hanya untuk memastikan mengenai sistem yang harus digunakan dalam
pengumpulan pendapatan dan administrasi yang diikuti. Untuk melaksanakan
forest revenue sharing pemerintah pusat harus mempertimbangkan pemerintahan
daerah dan kemampuan masyarakat lokal atau menurunkan tingkat pemerintah
untuk menerapkan sistem seperti itu.

Universitas Indonesia
Transfer daerah dalam ..., Sasti wisuandini, FISIP UI, 2009
2.3 Metode Penelitian
2.3.1 Pendekatan Penelitian
Pendekatan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah
pendekatan kualitatif. Pengertian penelitian kualitatif sebagai penelitian yang
menghasilkan data deskriptif mengenai kata-kata lisan maupun tertulis, dan
tingkah laku yang dapat diamati dari orang-orang yang diteliti.
Menurut Neuman (2006, p.88), pendekatan kualitatif adalah analisis
sistematis tentang fenomena sosial melalui pengamatan mendetail atas masyarakat
dalam kondisi alaminya dengan tujuan memahami dan menginterpretasi
bagaimana masyarakat menciptakan dan menjaga lingkungan sosial mereka.
Moleong (2007, p.6) mendefinisikan pendekatan kualitatif sebagai metode
penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami
oleh subjek penelitian misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan, dan lain-
lain, secara holistik dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa,
pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan metode
alamiah.

2.3.2 Jenis Penelitian


Berdasarkan tujuannya, penelitian ini merupakan jenis penelitian deskriptif.
Penelitian deskriptif menurut Prasetyo dan Jannah (2005, p. 42) dilakukan untuk
memberikan gambaran yang lebih detail mengenai suatu gejala atau fenomena.
Hasil akhir penelitian biasanya berupa tipologi atau pola-pola mengenai fenomena
yang sedang dibahas. Peneliti berupaya untuk menyajikan gambaran yang detail
mengenai transfer daerah serta salah satu instrumen transfer daerah yaitu dana
bagi hasil kehutanan. Dalam hal ini, peneliti akan menyajikan mekanisme
pelaksanaan program antara lain dengan menggali informasi mengenai kesesuaian
pelaksanaan transfer ke daerah dengan teori yang ada.
Berdasarkan manfaat, penelitian ini termasuk dalam jenis penelitian murni.
Penelitian dilakukan untuk kepuasan peneliti dan menambah pengetahuan
khususnya terkait dengan konsep desentralisasi fiskal. Berdasarkan waktunya,
penelitian ini termasuk dalam jenis penelitian cross sectional. Menurut Prasetyo
dan Jannah (2005, p. 45), penelitian cross sectional adalah penelitian yang

Universitas Indonesia
Transfer daerah dalam ..., Sasti wisuandini, FISIP UI, 2009
dilakukan dalam waktu tertentu dan tidak akan dilakukan penelitian lain di waktu
yang berbeda untuk diperbandingkan. Dengan demikian, penelitian ini tidak
dimaksudkan untuk dilanjutkan di lain waktu.

2.3.3 Metode dan Strategi Penelitian


Teknik pengumpulan data adalah teknik penelitian untuk mencari dan
menentukan informasi yang sesuai dengan topik penelitian. Tujuannya adalah
untuk mendapatkan atau mengumpulkan informasi yang dapat menjelaskan
permasalahan penelitian secara obyektif (Malo dan Trisnoningtas, 2003, p. 201).
Irawan (2006, p. 65) menyatakan bahwa metode penelitian adalah cara ilmiah
untuk meneliti. Disini, peneliti merupakan instrumen utama penelitian untuk
mengumpulkan data serta dalam proses analisisnya.
Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif. Analisis data
kualitatif menurut Bogdan & Biklen (Moleong, 2007, p. 248) adalah upaya yang
dilakukan dengan jalan bekerja dengan data, mengorganisasikan data, memilah-
milahnya menjadi satuan yang dapat dikelola, mensintesiskannya, mencari dan
menemukan pola, menemukan apa yang penting dan apa yang dipelajari, dan
memutuskan apa yang dapat diceriterakan kepada orang lain. Dalam penelitian
kualitatif, metode yang dapat digunakan seperti pengamatan, wawancara, dan
penelaahan dokumen. Dalam penelitian ini, peneliti mengumpulkan data yang
terdiri atas data primer dan data sekunder.
Data Primer
Data primer yaitu data yang didapat dari sumber pertama baik dari individu
atau perorangan seperti hasil wawancara atau hasil pengisian kuesioner yang
biasa dilakukan di dalam penelitian. (Supramono dan Sugiarto, 1993, p. 99).
Data primer yang akan diolah dalam penelitian ini yaitu penelitian lapangan
dengan teknik wawancara mendalam. Peneliti melakukan wawancara
terhadap beberapa narasumber yang telah ditentukan. Teknik wawancara
yang dilakukan adalah wawancara berfokus, yaitu wawancara tidak
berstruktur yang tetap terpusat kepada pokok permasalahan
(Koentjaraningrat, 1991, p. 139). Terlebih dahulu, peneliti mempersiapkan
pedoman wawancara berupa pertanyaan-pertanyaan yang akan diajukan

Universitas Indonesia
Transfer daerah dalam ..., Sasti wisuandini, FISIP UI, 2009
kepada informan yang terkait dengan tema penelitian ini. Untuk mendapatkan
pemahaman baru dan mendalam, peneliti dapat melakukan probing
berdasarkan jawaban-jawaban yang telah diberikan oleh informan. Dalam
proses wawancara, peneliti diperbolehkan merekam hasil dari wawancara
seperti yang direkomendasi oleh Cresswell (2002, p.152).

Data Sekunder
Data sekunder adalah data primer yang telah diolah lebih lanjut dan disajkan,
baik oleh pihak pengumpul data primer atau orang lain, misalnya dalam
bentuk tabel-tabel atau diagram-diagram. (Supramono dan Sugiarto, 1993, p.
16). Peneliti melakukan studi literatur untuk memperoleh data sekunder yang
dapat digunakan untuk mendukung data primer yang telah diperoleh dari
studi lapangan. Studi literatur dilakukan dengan melakukan studi terhadap
bahan-bahan kepustakaan seperti buku, koran, internet, penelitian sejenis
sebelumnya, serta peraturan dan dokumen-dokumen instansi yang berkaitan
dengan tema penelitian ini.

2.3.4 Teknik Analisis Data


Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan teknik analisis data The
Illustrative Method. Neuman (2006, p.469) menyebutkan teknik analisis yang
disebut dengan The Illustrative Method, yang berarti a method of qualitative
data analysis in which a researcher takes the theoretical concepts and treats them
as empty boxes to be filled with specific empirical examples and descriptions.
Peneliti memilih teknik ini karena dalam melakukan penelitian, peneliti hanya
memiliki kerangka konseptual yang selanjutnya akan diisi dengan hasil penelitian
di lapangan.

2.3.5 Informan
Dalam menentukan informan, peneliti menggunakan teknik purposive
sampling. Informan dipilih berdasarkan keterlibatan dan pengetahuannya terkait
dengan Dana Bagi Hasil Sumber Daya Alam Kehutanan. Untuk memenuhi
keterwakilan dan kelengkapan informasi mengenai pelaksanaan program, maka

Universitas Indonesia
Transfer daerah dalam ..., Sasti wisuandini, FISIP UI, 2009
peneliti mengambil perwakilan dari masing-masing pihak yang terlibat. Sebagai
informan dalam penelitian ini adalah:
Pemerintah Pusat :
- Bpk. Marwan, Kasubdit Bagi Hasil, Direktur Fasilitasi Dana
Perimbangan, Dirjen Bina Administrasi Keuangan Daerah
- Bpk. Wahyu Prihantoro, Kasi DBH SDA III, Dir. Dana
Perimbangan, Dirjen Perimbangan Keuangan, Departemen
Keuangan RI
- Bpk. Samsul Huda, Kasubdit Penerimaan Negara Bukan Pajak, Dir
Bina Iuran Kehutanan dan PHH, Dirjen Bina Produk kehutanan,
Departemen Kehutanan
Pemerintah dan Masyarakat Daerah:
- Dian Anggraini, Manajer Keuangan Daerah APEKSI (Asosiasi
Pemerintah Kota Seluruh Indonesia)
Akademisi:
- Bpk. Dr. Machfud Siddik, pakar keuangan daerah, mantan Direktur
Jenderal Perimbangan Keuangan, Departemen Keuangan RI.

2.3.6 Proses Penelitian


Secara umum, Denzin dan Lincoln mendeskripsikan proses penelitian
kualitatif ke dalam tujuh tahap, yaitu acknowledge social self (peneliti
memosisikan diri dalam masalah), adopt perspective (mengadopsi
pandangan/konsep tertentu mengenai masalah), design study (membuat rancangan
penelitian), collect data (mengumpulkan data), analyze data (analisis data) dan
interpret data (interpretasi data) yang dapat dilakukan bergantian dan berulang-
ulang, dan inform others (melaporkan hasil penelitian) (Neuman, 2006, p. 15).
Dalam penelitian ini, dengan menyesuaikan pembahasan mengenai Dana Bagi
Hasil Sumber Daya Alam Kehutanan, peneliti melakukan penelitian pada tahap
collect data, analyze data, dan interpret data.
Dalam tahap collect data, peneliti melakukan pengumpulan informasi
dengan melakukan magang di instansi terkait yaitu Departemen Keuangan.
Pengumpulan data tersebut dilakukan dengan penelusuran data terkait, wawancara

Universitas Indonesia
Transfer daerah dalam ..., Sasti wisuandini, FISIP UI, 2009
mendalam dengan instansi yang berhubungan dengan Departemen Keuangan
(seperti Departemen Kehutanan dan Departemen Dalam Negeri), wawancara
mendalam dengan pemerintah daerah (diwakili oleh APEKSI) dan didukung
dengan data sekunder seperti peraturan perundang-undangan yang berlaku dan
bahan sosialisasi dana transfer dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah.
Selanjutnya dalam tahap analyze data dan interpret data, peneliti
melakukan analisis secara mendalam dari informasi dan data-data yang didapat
peneliti terkait dengan alokasi Dana Bagi Hasil Sumber Daya Alam Kehutanan
kepada pemerintah daerah. Serta melakukan wawancara mendalam kepada
akademisi yaitu Dr. Machfud Siddik sebagai pakar keuangan daerah dan mantan
Dirjen Perimbangan Keuangan, Departemen keuangan RI. Hasil analyze data dan
interpret data ini mendorong peneliti membuat suatu kesimpulan penelitian.

2.3.7 Penentuan Site Penelitian


Site penelitian atau lokasi penelitian dilakukan di Departemen Keuangan,
Departemen Kehutanan, Departemen Dalam Negeri, Asosiasi Pemerintah Kota
Seluruh Indonesia (APEKSI). Alasan memilih lokasi tersebut adalah ketiga
departemen tersebut merupakan departemen teknis yang berfungsi melaksanakan
transfer Dana Bagi Hasil Kehutanan dari Pemerintah Pusat ke Pemerintah Daerah.
Hal ini terjadi karena terjadi pembagian kewenangan antar departemen, dimana
Departemen Kehutanan berwenang untuk memungut penerimaan atas hasil hutan
dan menentukan daerah penghasil, Departemen Keuangan berwenang untuk
membagikan dana transfer DBH Kehutanan ke Pemerintah Daerah melalui proses
rekonsiliasi, dan Departemen Dalam Negeri berwenang untuk melakukan
pengarahan atas sumber penerimaan daerah tersebut dalam pembuatan APBD dan
melakukan koordinasi dengan Departemen Kehutanan dan Departemen
Keuangan.
Sementara itu, pemerintah daerah yang diwakili oleh APEKSI dijadikan
sebagai informan dalam penelitian ini. Karena pemerintah daerah selaku penerima
dana transfer pusat berperan penting dalam keberhasilan implementasi Dana Bagi
Hasil Sumber Daya Alam Kehutanan. Yang terkait dengan penetapan daerah
penghasil, penyaluran dana transfer, pertanggungjawaban penggunaan dana

Universitas Indonesia
Transfer daerah dalam ..., Sasti wisuandini, FISIP UI, 2009
transfer, serta sejauh mana alokasi dana transfer oleh pusat dapat diterima oleh
pemerintah daerah.

2.3.8 Keterbatasan Penelitian


Dalam penelitian ini, ada beberapa hal yang menjadi keterbatasan dalam
penelitian. Pertama, peneliti kesulitan memperoleh informan yang berasal dari
pemerintah daerah khususnya yang mendapatkan DBH SDA Kehutanan dengan
jumlah besar seperti kabupaten di Provinsi Riau dan Provinsi Kalimantan Tengah.
Kesulitan ini juga dialami oleh peneliti dalam melakukan wawancara mendalam
kepada Asosiasi Pemerintah Kabupaten Seluruh Indonesia (APKASI) karena
adanya penolakan dari instansi tersebut. Sehingga data mengenai implementasi
DBH SDA Kehutanan di daerah khususnya pemerintah kabupaten menjadi
terbatas. Kedua, adanya informan yang tidak mengetahui secara rinci pelaksanaan
DBH SDA Kehutanan dan masih tertutup dalam memberikan jawaban-jawaban
yang terkait dengan pertanyaan peneliti.
Keterbatasan ini adalah merupakan hal yang wajar dalam melakukan
penelitian. Namun begitu, penelitian ini diharapkan masih bisa memberikan
informasi terkait dengan pelaksanaan Dana Bagi Hasil Sumber Daya Alam
Kehutanan dalam rangka pelaksanaan desentralisasi fiskal di Indonesia.

Universitas Indonesia
Transfer daerah dalam ..., Sasti wisuandini, FISIP UI, 2009

Anda mungkin juga menyukai