Anda di halaman 1dari 13

PELAKSANAAN OTONOMI KHUSUS PADA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA (STUDI

KASUS : PERAN KELEMBAGAAN OTONOMI KHUSUS DALAM MEMPERTAHANKAN


NILAI-NILAI KEBUDAYAAN DI PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

Untuk Memenuhi Tugas Ujian Tengah Semester

Kelas D

OLEH:

KELOMPOK 5

Raditya Erlangga 195010100111237 (41)

Wahyu Firmansyah Maarif 195010101111007 (42)

Philip Ray Wilson Silitonga 195010101111011 (43)

Syofina Dwi Putri Aritonang 195010101111017 (44)

Jauhar Asyaraf Afandi 195010101111028 (45)

Yuvise Carela Pamungkas 195010101111037 (46)

Muhammad Reza Magistra 195010101111067 (47)

Ken Andarini 195010101111069 (48)

Renata Dian Firmandani 195010101111072 (49)

Mikha Erza Natalia S 195010101111074 (50)

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN

UNIVERSITAS BRAWIJAYA

FAKULTAS HUKUM

MALANG

2020
PELAKSANAAN OTONOMI KHUSUS PADA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA
(STUDI KASUS : PERAN KELEMBAGAAN OTONOMI KHUSUS DALAM
MEMPERTAHANKAN NILAI-NILAI KEBUDAYAAN DI PROVINSI DAERAH
ISTIMEWA YOGYAKARTA

ABSTRAK

Perkembangan otonomi khusus sendiri tercatat sejak zaman Belanda, yang pada waktu itu disebut sebagai
Zelfbestuurende Landschappen, kemudian berlanjut di penjajahan Jepang yang disebut sebagai Koti/Kooti. Otonomi
khusus berkembang secara dinamis melewati proklamasi kemerdekaan bangsa Indonesia, reformasi 1998 dan sampai
pada pasca reformasi 1998. Perkembangan otonomi khusus tidak bisa dilepaskan dari dinamika politik, serta tarik ulur
kepentingan antara pusat dan daerah. Otonomi khusus diberikan oleh pemerintah kepada beberapa daerah di Indonesia
salah satunya ialah Daerah Istimewa/daerah khusus Yogyakarta yang merupakan provinsi tertua kedua di Indonesia
setelah provinsi Jawa Timur. Pemerintah menetapkan kawasan khusus untuk menjalankan fungsi pemerintahan yang
bersifat khusus yaitu D.I Yogyakarta dengan Undang-Undang No. 13 Tahun 2012 tentang Keistimewaan D.I
Yogyakarta. Daerah Istimewa Yogyakarta mempunyai kewenangan dalam mempertahankan nilai-nilai budaya maka
dibutuhkannya lembaga yang mampu menjaga kearifan budaya tersebut. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui
peran kelembagaan otonomi khusus di Daerah Istimewa Yogyakarta dalam menjaga kearifan lokalnya. Penelitian ini
menggunakan yuridis normatif. Dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat mengetahui peran kelembagaan
otonomi khusus dalam mempertahankan nilai-nilai kebudayaan di Provinsi DIY.

Kata kunci: Daerah Istimewa Yogyakarta, Nilai-Nilai Kebudayaan, Otonomi Khusus, Peran Lembaga Otonomi
Khusus.

The development of special autonomy itself was recorded since the Dutch era, which at that time was referred to as
Zelfbestuurende Landschappen, then continued in the Japanese colonization known as Koti/Kooti. Special autonomy
developed dynamically through the proclamation of independence of the Indonesian nation, the 1998 reformation,
and until the post-reform 1998. The development of special autonomy cannot be released from the political dynamics,
as well as the tug of interest between the center and the region. Special autonomy is granted by the government to
several regions in Indonesia, one of which is the Special Region / Special Region of Yogyakarta which is the second
oldest province in Indonesia after east Java province. The government designates a special area to carry out special
government functions namely D.I. Yogyakarta with Law No.13, 2012 on The Special Region of Yogyakarta.
Yogyakarta Special Region has the authority to maintain cultural values, so it is necessary for institutions that can
maintain the wisdom of the culture. This research was conducted to find out the institutional role of special autonomy
in the Special Region of Yogyakarta in maintaining its local wisdom. This study uses normative juridical. This research
is expected to know the role of institutional autonomy specifically in maintaining cultural values in DIY Province.

Keywords: Special Region of Yogyakarta, Cultural Values, Special Autonomy, Role of Special Autonomy Institutions
LATAR BELAKANG
Perkembangan otonomi khusus sudah dimulai sejak zaman kolonial Belanda, yang waktu
itu disebut sebagai Zelfbestuurende Landschappen, berlanjut kepada penjajahan Jepang yang
disebut sebagai Koti/Kooti. Otonomi khusus berkembang secara dinamis melewati proklamasi
kemerdekaan bangsa Indonesia, reformasi 1998 sampai dengan pasca reformasi 1998.1

Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta merupakan salah satu provinsi dengan otonomi
khusus. Otonomi khusus tersebut telah diberikan semenjak zaman awal kemerdekaan 2 hingga saat
ini. Terutama saat Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menandatangani Undang-undang Nomor
13 Tahun 2012 tentang Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta 3. Daerah Istimewa
Yogyakarta sendiri mendapat status otonomi khusus atas dasar sejarah dan asal-usul dari Daerah
Istimewa Yogyakarta itu sendiri. 4

Pelaksanaan otonomi khusus di wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta didasarkan pada


aspek nilai-nilai kebudayaan dan kesejarahan. Keistimewaan yang diberikan kepada Daerah
Istimewa Yogyakarta meliputi; keistimewaan tata cara pengisian jabatan, kedudukan, tugas dan
wewenang Gubernur & Wakil Gubernur; kelembagaan Pemerintah Provinsi Daerah Istimewa
Yogyakarta; kebudayaan; pertanahan; dan tata ruang. 5

Keistimewaan yang telah didapat oleh Daerah Istimewa Yogyakarta tersebut menjadi dasar
argumentasi bahwa lembaga dalam pemerintahan memiliki fungsi tambahan untuk menjaga
kearifan budaya yang ada. 6 Jika diartikan secara luas, maka otonomi khusus yang diberikan kepada
Daerah Istimewa Yogyakarta bersifat melengkapi satu sama lain. Walaupun jika dilihat dari
proporsi danais, Daerah Istimewa Yogyakarta diberi titik fokus utama kepada aspek kebudayaan
yang telah menjadi ikon dari Daerah Istimewa Yogyakarta. 7 Hal tersebut menjadi dasar bagi
penulis untuk melakukan analisis kritis mengenai pelaksanaan otonomi khusus. Titik fokus analisis
kritis tersebut diutamakan pada peran kelembagaan dalam melaksanakan dan menjaga mandat dari
otonomi khusus yang ada di Daerah Istimewa Yogyakarta.

1
Widodo, M. F. Sidiq, Riana S, dan Arif Z. 2014. Ratio Legis Pembentukan Daerah Khusus Dalam
Kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia, Malang, Fakultas Hukum Universitas Brawijaya, hlm 4.
2
Jaweng, Robert Endi. (2013). Keistimewaan Yogyakarta : Babak Baru Yang Menyisakan Sejumlah
Catatan. Jurnal Ilmu Pemerintahan. p. 106.
3
Republika.com. (2013). Presiden Sudah Tandatangani UU Keistimewaan DIY.
https://republika.co.id/berita/m9xbg3/presiden-sudah-tandatangani-uu-keistimewaan-diy. Diakses pada tanggal 02
November 2020.
4
Annafie, K., & Nurmandi, A. (2016). Kelembagaan Otonomi Khusus (Otsus) Dalam Mempertahankan
Nilai-nilai Kebudayaan di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Jurnal Ilmu Pemerintahan & Kebijakan Publik.
p.305.
5
Ibid, p. 305
6
Ibid. p.304
7
Ibid. p. 307
METODE PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan yuridis normatif, yaitu menganalisa bahan hukum sekunder
sebagai perangkat peraturan pada peraturan perundang-undangan yang mengatur terkait dengan
permasalahan dalam penelitian ini. Sehingga, penelitian ini dapat dipahami sebagai penelitian
kepustakaan, yaitu penelitian terhadap data sekunder (Soekanto & Mamudji, 1985 : 15).

PEMBAHASAN
1). Konsep Otonomi Khusus Dalam Bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia
Otonomi Khusus merupakan salah satu bagian dari asas desentralisasi, yaitu asas
desentralisasi asimetris (asymmetric decentralization).8 Otonomi khusus mulai dikenal
dalam sistem pemerintahan Indonesia pada era reformasi. Sebelumnya, otonomi khusus
hanya dikenal dengan istilah daerah khusus dan daerah istimewa. Di Indonesia otonomi
khusus secara resmi menjadi bagian dari sistem penyelenggaraan negara melalui
Perubahan Kedua UUD 1945.9 Pengertian otonomi khusus dapat ditemui pada penjelasan
Pasal 1 bagian (b) UU No.21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua,
yang menyatakan :

“Otonomi Khusus adalah kewenangan khusus yang diakui dan diberikan kepada
Provinsi Papua untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat
menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi dan hak-hak dasar masyarakat
Papua”10
Sehingga dapat disimpulkan bahwa Otonomi khusus adalah kewenangan khusus
yang diberikan kepada daerah ‘tertentu’ untuk mengatur dan mengurus kepentingan
masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri tetapi sesuai dengan hak dan aspirasi
masyarakat di daerah tersebut. Kewenangan ini diberikan agar daerah ‘tertentu’ dapat
menata daerah dan bagian dari daerah tersebut agar lebih baik lagi di bidang tertentu sesuai
dengan aspirasi daerahnya.
Sejarah perkembangan otonomi khusus di Indonesia terbagi menjadi beberapa orde,
yaitu Pertama , pada otsus Pada Rezim Orde Lama (1945-1965). Pada era rezim ini
menerapkan demokrasi terpimpin untuk membentuk pola pembangunan pemerintah
daerah. Berawal pada masa Undang-undang 1945, kemudian masuk pada masa ketika
bentuk Negara Indonesia yang awalnya Negara kesatuan berubah menjadi Negara Serikat
dimana daerah-daerah saat itu berubah menjadi Negara bagian. Setelah itu masuk pada
masa UUDS 1950 sebagai transisi dari RIS kembali ke NKRI. Pada masa ini terbit UU

8
Malayahati, Otonomi Khusus dalam Sistem Pemerintahan Indonesia, hlm 21.
9
Muchamad Ali Safa’at, Problem Otonomi Khusus Papua, nitro PDF professional, hlm 1.
10
Undang-undang nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua.
No.1/1957 yang berkat UU ini mulai muncul konsep daerah dengan otonomi khusus11 Pada
rezim ini diakhiri rezim orde lama kembali pada UUD 1945. Kedua, otsus pada Rezim
Orde Baru (1966-1998). Era ini merupakan era kepemimpinan terlama begitupun dengan
UU pemerintah daerahnya yang bertahan puluhan tahun. Konsep sentralitas yang
diharapkan bisa menaungi pemerintah daerah ternyata gagal dan menyebabkan
pertumpahan darah. Akhirnya dengan berakhirnya orde baru, perlahan perubahan
mengenai pemerintah daerah yang memiliki keistimewahan diberikan kepada daerah yang
bersangkutan. Ketiga, otsus pada Rezim Reformasi 1999. Masa reformasi ini mencoba
untuk memperbaiki kekurangan rezim sebelumnya yaitu dimulai dengan terbentuknya UU
No. 22/ 1999 tentang Pemerintahan Daerah yang mengatur mengenai daerah istimewa pada
pasal 122. Pasal ini mengatur keistimewahan Daerah Istimewa Yogyakarta dan Daerah
Istimewa Aceh yang perbedaannya diatur pada pertimbangan asal usul daerah tersebut.
Terdapat beberapa landasan konstitusional pada penerapan otsus di Indonesia,
diantaranya adalah, pertama Konstitusi RIS. Dalam konstitusi ini RIS muncul istilah
daerah swapraja sebagai ganti zelfbesturende landschappen. Pada dasarnya daerah
istimewa dan daerah swapraja tidak memiliki perbedaan arti yang signifikan karena masih
masih merujuk pada daerah zelfbesturende landschappen pada masa hindia belanda.
Pengaturan daerah swapraja dalam konstitusi RIS diatur dalam Pasal 64-67. Kedua, UUDS
1950. Setelah berlakunya UUDS 1950, landasan konstitusional pemerintah daerah serta
daerah istimewa diatur dalam Pasal 131-133. Dalam UUDS 1950 secara eksplisit memberi
landasan konstitusional mengenai daerah yang memiliki otonomi khusus dengan sebutan
daerah swapraja. Ketiga, UUD 1945. Dalam Bab VI pasal 18 UUD 1945 mengakui
keberadaan “zelfbesturende landschappen”12 sebagai suatu daerah karena hak asal-usul
dalam daerah yang bersifat istimewa. Namum tidak ada penjelasan lebih lanjut daerah
mana saja yang berstatus khusus tersebut. Keempat, UUD 1945 sesudah amandemen.
Setelah UUD 1945 diamandemen, pengaturan mengenai otonomi khusus didaerah
dijelaskan lebih rinci yaitu dalam Pasal 18B. Negara mengakui satuan-satuan pemerintah
daerah yang bersifat khusus atau bersifat istimewa yang diatur undang-undang.

2). Dasar Penerapan Desentralisasi Asimetris atau Otonomi Khusus di Negara


Kesatuan Indonesia
Dalam penelitian yang dilakukan oleh Jurusan Politik dan Pemerintahan Fisipol
UGM (JPP-UGM 2010) menunjukkan sekurangnya terdapat lima alasan kenapa
desentralisasi asimetris/Otonomi Khusus harus dilaksanakan di Indonesia. 13
1. Alasan konflik dan tuntutan separatisme.

11
Widodo, M. F. Sidiq, Riana S, dan Arif Z. 2014. Ratio Legis Pembentukan Daerah Khusus Dalam
Kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia, Malang, Fakultas Hukum Universitas Brawijaya.
12
Undang-undang Nomor 22 Tahun 1948 Tentang Penetapan Aturan-Aturan Pokok Mengenai Pemerintahan
Sendiri di Daerah-Daerah yang Berhak Mengatur dan Mengurus Rumah Tangganya Sendiri.
13
Bayu Dardias Kurniadi, “Desentralisasi Asimetris di Indonesia”, Makalah disampaikan pada Seminar di
LAN Jatinangor tanggal 26 November 2012. hlm. 8-9.
Sebagaimana yang kita ketahui, salah satu alasan diberikannya otonomi
khusus kepada tiga provinsi yaitu Provinsi Aceh, Provinsi Papua dan Provinsi
Papua barat disebabkan oleh konflik antara daerah tersebut dengan pemerintah atas
berbagai hal. Yang kemudian, adanya otonomi khusus ini dijadikan sebagai bentuk
pemenuhan tuntutan pihak separatisme guna menjadi dasar kesetiaan mereka atas
NKRI.
2. Alasan ibukota Negara.
Alasan ini hanya berlaku kepada Provinsi DKI, dimana DKI yang
wilayahnya memiliki keterjangkauan dengan infrastruktur terbaik, bentuk otsus
diwujudkan dengan ditiadakannya pemilukada untuk Bupati/Walikota dan tidak
ada DPRD Kabupaten/Kota yang ditunjuk oleh Gubernur.
3. Alasan sejarah dan budaya.
DIY mendapatkan otonomi khusus tentunya tidak luput dari sejarahnya di
masa revolusi dan perebutan kemerdekaan. Perlakuan ini terlihat dari penetapan
Gubernur dan Wakil Gubernur di DIY yang dilakukan oleh DPRD. Gubernur DIY
adalah Sultan yang bertahta dan Wakil Gubernur DIY adalah Pakualam yang
bertahta. Penentuan Sultan dan Pakualam diserahkan kepada institusi keraton. Lalu
pemimpin ini dilarang terafiliasi dengan partai politik apapun.
4. Alasan Perbatasan.
Wilayah perbatasan tentunya perlu mendapatkan otonomi khusus
mengingat perannya sebagai batas teritorial, maka dalam wilayah tersebut perlu
mendapatkan perlakuan khusus dibanding wilayah lainnya. Namun, detail otonomi
khusus wilayah perbatasan perlu dikaji lebih lanjut
5. Pusat pengembangan ekonomi.
Hal ini dikarenakan Provinsi yang memiliki peluang ekonomi secara
geografis perlu dijadikan daerah ekonomi khusus supaya bisa dikembangkan agar
mempunyai daya saing ekonomi yang tinggi

3). Pelaksanaan Otonomi Khusus Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta


Dengan ditetapkanya Yogyakarta sebagai daerah keistimewaan sesuai dengan UU
No.13 Tahun 2012 pemerintah harus membuat Perdais (Peraturan Daerah Istimewa)
sebagai bentuk pelaksanaan UU No. 13 Tahun 2012 terlebih dahulu. Karena aspek hukum
merupakan dasar dari pelaksanaan keistimewaan apa saja yang akan dibuat oleh
Yogyakarta sebagai daerah keistimewaan. Berikut beberapa pelaksanaan otonomi khusus
dari UU No. 13 tahun 2012 dan Perdais DIY Pertama, Pelaksanaan Regulasi tentang
Kepala Derah dan Wakil Kepala Daerah Istimewa Yogyakarta (Perdais No. 1 Tahun 2013
jo No. 1 Tahun 2015) Di daerah Istimewa Yogyakarta bakal calon dan penetapan kepala
dan wakil daerah berbeda dengan calon dan penetapan yang ada di daerah dengan otonomi
biasa. Dalam pelaksanaanya calon dan penetapan wakil daerah adalah Sultan Hamengku
Buwono untuk Kepala Daerah dan Adipati Paku Alam untuk wakil Kepala Daerah yang
keduanya diangkat oleh DPRD DIY. Jadi mengenai calon dan kepala juga wakil daerah
sudah pasti siapa saja yang berhak menjabat dan dalam menjabat mempunyai kurung
waktu 5 tahun. Kedua, Kelembagaan Istimewa di Yogyakarta berdasar karena Otonomi
Khusus (Perdais No. 3 Tahun 2015) pada 2015 ada kelembagaan tambahan sebagai
pelaksanaan otonomi khusus dan dengan dikeluarkan Perdais No 3 tahun 2015 membuat
beberapa kelembagaan istimewa ini lahir. Yaitu ada perangkat istimewa yang terdiri dari
: Badan kebudayaan, badan pertanahan dan tata ruang dan Sekretariat Komisi
Pertimbangan. Membahas mengenai Sekretariat Komisi Pertimbangan tugasnya adalah
sebagai pembantu kepala daerah dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya dan
menata ulang kelembagaan daerah14. Ketiga, Kebudayaan dan kelembagaanya (Perdais
No. 1 Tahun 2013) ada beberapa nilai sesuai dengan nilai keratonan.Yang membuat
tatanan DIY berbeda adalah adanya Desa/kelurahan budaya yang dibentuk oleh dinas
kebudayaan sesuai dengan regulasi Peraturan Gubernur No 36 tahun 2014.
Desa/Kelurahan Budaya ini masuk program kelembagaan otonomi khusus di bidang
kebudayaan, adapun kelembagaan lainya adalah pamong budaya, perawatan dan
pengembangan cagar budaya dan budaya,dsb15 serta rencana pemerintah daerah dalam
Heritage City. Keempat, Dalam bidang pertanahan di DIY memiliki 2 jenis hak milik
tanah ada yang dinamakan Sultan ground dalam Regulasi Nomor 13 tahun 2012 pasal 32
ayat (1) dan (2) hak milih tanah masyarakat. Sultan ground dan paku alam ground,
Merupakan tanah hak milik kasultanan dan paku alam16. Namun dalam pelaksanaanya
tanah milik sultan dan paku alam jika ingin digunakan oleh kebutuhan pemerintah pusat
hanya sebtasa ijin saya dengan sultan dan paku alam tanpa adanya hal yang bersifat seperti
pembayaran dan denda. Kelima, Tata ruang di DIY , menurut UU no 13 Tahun 2012
untuk keistimewaan sediri terletak pada tanah yang menjadi hak milik keraton dan paku
alam tata ruangnya menjadi wewenang keraton dan paku alam yang tata ruang tesebut
sesuai dengan nilai-nilai keratonan dan paku alam nilai nilai tata ruang ini bedasar nilai
filosofis mengenai tata ruang yang pelaksanaanya menghasilkan rencana kawasan
strategis yaitu metropolitan yogyakarta, poros utara-selatan (Tempel-parang tritis) dsb17

4). Analisis Kritis Peran Keberadaan Kelembagaan Otonomi Khusus dalam Rangka
Mempertahankan Nilai-nilai Kebudayaan di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.

14
Sukirno dan Kucahyono. (2015). Penerapan Desentralisasi Asimetris dalam Penyelengaraan Urusan
Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta sebagai Basis Otonomi bagi Terwujudnya Kesejahteraan
Rakyat. Cakrawala Hukum Vol XI No 1, 141.
15
khotman Anafie, Ahmad. (2016). "Kelembagaan Otonomi Khusus dalam Mempertahankan Nilai -
Nilai Kebudayaan di Provisi Daerah Istimewa Yogyakarta". Journal of Governance and Public Policy.(Juni 2016)
hlm 330.
16
Hasim, R. A." Politik Hukum Pengaturan Sultan Ground dalam UU No 13 Tahun 2013 tentang
Keistimewaan Yogyakarta dan Hukum Tanah Nasional". Arena Hukum Volume 9 Nomor 2,(Agustus 2016)
Hlm 222.
17
Sukirno dan kucahyono. Op.cit. hlm.147.
Dalam UU No.32 tahun 2004 pasal 1 ayat 5 bahwa pengertian otonomi daerah
adalah hak, wewenang dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus
sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan
peraturan perundang-undangan. Selain otonomi daerah yang memiliki daerah otonom,
pemerintah Indonesia juga menetapkan kawasan khusus atau yang biasanya diatur dengan
otonomi khusus dan perundang-undangannya sendiri. Daerah tersebut antara lain Provinsi
Aceh, Provinsi Papua, DKI Jakarta, dan D.I Yogyakarta.
Dalam UU No. 13 tahun 2012 tentang keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta
meliputi, 1) tata cara pengisian jabatan, kedudukan, tugas, dan wewenang Gubernur dan
Wakil Gubernur, 2) kelembagaan pemerintah daerah, 3) kebudayaan, 4) pertanahan dan
tata ruang. Dalam menjalankan tugas otonomi khusus ini pemerintah memerlukan sebuah
lembaga khusus untuk menangani urusan otonomi khusus ini salah satunya di Daerah
Istimewa Yogyakarta. Fungsi lembaga ini adalah untuk menyediakan keadaan yang teratur
dalam kehidupan masyarakat. Dalam teorinya lembaga ini memiliki peran regulatif,
normatif, dan kognitif budaya 18. Regulatif memiliki arti bahwa peraturan yang digunakan
dalam suatu lembaga yang terdiri dari kekuatan, sanksi, dan kebijakan-kebijakan yang
dibuat oleh lembaga. Normatif memiliki arti bahwa norma digunakan sebagai pedoman
dasar bagi kebijakan-kebijakan yang akan dibuat oleh lembaga. Sedangkan, kognitif
budaya memiliki arti bahwa sebuah pemikiran atau pengetahuan tentang budaya dalam
lembaga.
Dalam Pergub No. 5 tahun 2014 tentang tugas dan fungsi satuan kerja perangkat
daerah dalam penyelenggaraan urusan keistimewaan, fungsi dari dinas kebudayaan dalam
melaksanakan urusan keistimewaan bidang kebudayaan adalah sebagai berikut,
1)Penyiapan bahan perumusan kebijakan peraturan perundang-undangan di bidang
kebudayaan, 2)Pengkajian, pemantauan, dan evaluasi peraturan perundang-undangan di
bidang kebudayaan. 3)Perumusan kebijakan konservasi warisan budaya, 4)Memfasilitasi
penyelenggaraan kebijakan spesifik dalam perlindungan, pengembangan, dan pemanfaatan
budaya, 5)Pengembangan kebudayaan melalui media, 6)Perlindungan dan pengembangan
budaya hidup sehat, 7)Pelestarian kebudayaan melalui promosi dan kerjasama budaya,
8)Pengembangan dan pelestarian nilai-nilai budaya, 9)Penyelenggaraan perlindungan,
pengembangan, dan pemanfaatan budaya, 10)Monitoring dan evaluasi perlindungan,
pengembangan, dan pemanfaatan kebudayaan, 11)Pelestarian dokumen/arsip dan bahan
pustaka sebagai warisan budaya19

18
Sani Safitri. 2016. “Sejarah Perkembangan Otonomi Daerah di Indonesia”. Jurnal Criksetra. Volume 5.
Nomor 9 : halaman 79. Diakses dari ejournal.unsri.ac.id.
19
Khotman Annafie dan Achmad Nurmandi. 2016. “Kelembagaan Otonomi Khusus (Otsus) Dalam
Mempertahankan Nilai-Nilai Kebudayaan di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta”. Jurnal Ilmu
Pemerintahan&Kebijakan Publik. Volume 3. Nomor 2 : halaman 304. Diakses dari journal.umy.ac.id.
Nilai kebudayaan yang dimaksud dalam otonomi khusus Daerah Istimewa
Yogyakarta ini terdapat dalam Peraturan Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 1 tahun
2013 tentang kewenangan dalam urusan keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta
meliputi,Tata nilai religio spiritual, yaitu nilai dalam masyarakat yang mengatur
hubungan manusia dengan Tuhan Yang Maha Esa. Tata nilai moral, yaitu Nilai dalam
menjaga kebaikan, keindahan, dan kelestarian dunia harus dimulai dari diri manusia
sendiri. Tata nilai kemasyarakatan, yaitu Nilai bahwa masyarakat dipahami sebagai
suatu keluarga yang dilandasi dengan kasih sayang dan selalu menjaga kerukunan. Tata
nilai adat dan tradisi yaitu, Memiliki arti bahwa sesuatu yang dikenal, diketahui, dan
diulang-ulang sehingga menjadi kebiasaan dalam masyarakat. Tata nilai pendidikan dan
pengetahuan, yaitu Sebuah proses pembudayaan manusia yang bertujuan untuk
menumbuhkan, mengelola, dan meningkatkan kualitas kecerdasan kehidupannya. Tata
nilai teknologi yang merupakan praktik yang dilakukan oleh manusia untuk
mempermudah dalam memenuhi kebutuhan secara lebih efektif dan efisien. Tata nilai
penataan ruang dan arsitektur yaitu, pemilihan lokasi topografis keraton, penentuan
wujud dan penamaan bangunan hingga detail ornamen dan pewarnaan, tata letak dan tata
rakit bangunan, penentuan dan penamaan ruang terbuka, pembuatan dan penamaan jalan,
bahkan hingga penentuan jenis dan nama tanaman. Hal itu dilakukan dengan mengandung
sebuah filosofis yang melambangkan nilai perjalanan hidup manusia dan hubungan
manusia dengan sesama manusia, dan manusia dengan alam. Tata nilai mata pencaharian
yaitu, niilai bahwa dalam hidup manusia harus bersungguh-sungguh dan berusaha keras
secara terus-menerus. Tata nilai kesenian yaitu, ekspresi manusia dalam menjalani dan
memaknai kehidupan dengan berbagai cara dan sarana yang terdapat dalam diri manusia
sendiri, hasil ciptaannya, ataupun yang telah disediakan oleh alam. Tata nilai Bahasa,
seperti Bahasa jawa yang digunakan dalam kehidupan sehari-hari di D.I Yogyakarta yang
menunjukkan dan mengatur hubungan antar manusia secara strata usia, strata sosial,
hubungan kekerabatan, maupun konteks komunikasinya. Tata nilai benda cagar budaya
dan kawasan cagar budaya yaitu, wujud fisik kebudayaan (material) sebagai hasil dari
kemampuan cipta, karsa, dan rasa masyarakat. Tata nilai kepemimpinan dan
pemerintahan, bahwa seorang pemimpin dituntut memiliki kelebihan dibanding yang
dipimpin baik dalam hal pengetahuan, keberanian, maupun kearifan. Tata nilai kejuangan
dan kebangsaan, karena D.I Yogyakarta merupakan salah satu komponen yang amat
penting dalam sejarah RI. Tata nilai semangat ke Yogyakartaan, yaitu dalam
mengaktualisasikan nilai luhur dan dalam rangka meraih cita-cita mulia yakni menjaga
kebenaran, kebaikan, keindahan, dan kelestarian dunia.

KESIMPULAN
Pada dasarnya pemerintah pusat membentuk daerah-daerah adalah untuk mempercepat
pelayanan publik demi terwujudnya Kesejahteraan Rakyat. dalam pelaksanaannya terdapat
kewenangan dari pusat kepada daerah untuk mengurus rumah tangganya sendiri yang bisa disebut
dengan otonomi daerah di samping itu pemerintah menetapkan daerah otonomi khusus terhadap
daerah-daerah khusus seperti Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta, Daerah Istimewa
Yogyakarta, Provinsi Aceh, Provinsi Papua. Otonomi Khusus adalah kewenangan khusus yang
diakui dan diberikan kepada daerah khusus, untuk mengatur dan mengurus kepentingan
masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi dan hak-hak dasar masyarakat.
Yang dimaksud kewenangan istimewa adalah tata cara pengisian jabatan, kedudukan, tugas, dan
wewenang Gubernur dan Wakil Gubernur, kelembagaan Pemerintah Daerah, kebudayaan,
pertanahan, dan tata ruang. Dalam penerapanya tentu terdapat perubahan perubahan yang terjadi
tiap periode kepemimpinan sampai saat ini. Pada penulisan ini, penulis berfokus dalam
membahas hal hal terkait dengan “Pelaksaan Otonomi Khusus pada Daerah Istimewa Yogyakarta
(Studi kasus: Peran Kelembagaan Otonomi Khusus Dalam Mempertahankan Nilai-Nilai
Kebudayaan di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.” Sebagaimana yang diatur dalam Undang-
Undang Nomor 13 tahun 2013 tentang Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta. Yang
memberikan kekhususan bagi pemerintah DIY dalam menjalankan otsusnya. Otsus yang di
berikan kepada DIY itu sendiri bertujuan untuk meningkatkan perihal kebudayaan dan taraf hidup
masyarakat. Hal ini berkaitan dengan Peran kelembagaan otsus yang memikiki wewenang untuk
menjalankan fungsi pemerintahan yang bersifat khusus yang mana hal inilah yang menjadi pokok
bahasan dalam penulisan kami. Perwujudan dari wewenang kelembagaan yang bertujuan untuk
menaikan kebuadayaan yogyakarta di regulasikan dalam bentuk perda yang berkaitan dengan
kebudayaan, evaluasi otsus bidang kebudayaan yang di buat dengan mengeluarkan perda tentang
pelestarian budaya mengingat kembali bahwa DIY merupakan daerah yang pemerintahanya
berbasis kultural.

SARAN

Berdasarkan penjelasan yang telah dipaparkan penulis sebelumnya terkait “Pelaksanaan


Otonomi Khusus pada Daerah Istimewa Yogyakarta (Studi kasus : Peran Kelembagaan Otonomi
Khusus Dalam Mempertahankan Nilai-Nilai Kebudayaan di Provinsi Daerah Istimewa
Yogyakarta.”) Maka saran yang dapat penulis berikan adalah, Pertama 80% walaupun pemerintah
DIY telah memasukkan nilai budaya dalam pemerintah namun tiadanya sanksi membuat nilai
budaya tidak dapat dilakukan dengan maksimal maka seharunya diterapkan saksi yang jelas dalam
tiap kebijakan yang di ambil terkhusus untuk peraturan yang sifatnya anjuran seharunya lebih
diperjelas keberlakukannya. Kedua, dalam pelaksanaanya supaya lembaga Otsus bidang
kebudayaan dapat memenuhi kewajiban dan tuganya maka dibutuhkan SDM yang
bertanggungjawab dalam menjalankan setiap program yang telah disusun. Ketiga, Walaupun
sudah memiliki program dan kewajiban telah ditentukan tetapi secara normatif kebijakan yang ada
sulit untuk terealisasi karena tidak semua regulasi memuat sanksi yang tegas. Maka seharunya
lebih efektif jika di terapkan saksi yang jelas dalam pelaksanaanya.
DAFTAR PUSTAKA
Widodo, M. F. Sidiq, Riana S, dan Arif Z. 2014. Ratio Legis Pembentukan Daerah Khusus
Dalam Kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia, Malang, Fakultas Hukum Universitas
Brawijaya.

Jaweng, Robert Endi. (2013). Keistimewaan Yogyakarta : Babak Baru Yang Menyisakan
Sejumlah Catatan. Jurnal Ilmu Pemerintahan. p. 106

Republika.com. (2013). Presiden Sudah Tandatangani UU Keistimewaan DIY.


https://republika.co.id/berita/m9xbg3/presiden-sudah-tandatangani-uu-keistimewaan-diy.
Diakses pada tanggal 02 November 2020

Annafie, K., & Nurmandi, A. (2016). Kelembagaan Otonomi Khusus (Otsus) Dalam
Mempertahankan Nilai-nilai Kebudayaan di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Jurnal Ilmu
Pemerintahan & Kebijakan Publik. p.305

Malayahati, Otonomi Khusus dalam Sistem Pemerintahan Indonesia, hlm 21

Muchamad Ali Safa’at, Problem Otonomi Khusus Papua, nitro PDF professional, hlm 1.

Undang-undang nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua.

Undang-undang Nomor 22 Tahun 1948 Tentang Penetapan Aturan-Aturan Pokok Mengenai


Pemerintahan Sendiri di Daerah-Daerah yang Berhak Mengatur dan Mengurus Rumah Tangganya
Sendiri.

Bayu Dardias Kurniadi, “Desentralisasi Asimetris di Indonesia”, Makalah disampaikan pada


Seminar di LAN Jatinangor tanggal 26 November 2012. hlm. 8-9.

Sukirno dan Kucahyono. (2015). Penerapan Desentralisasi Asimetris dalam Penyelengaraan


Urusan Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta sebagai Basis Otonomi bagi
Terwujudnya Kesejahteraan Rakyat. Cakrawala Hukum Vol XI No 1, 141.

khotman Anafie, Ahmad. (2016). "Kelembagaan Otonomi Khusus dalam Mempertahankan


Nilai - Nilai Kebudayaan di Provisi Daerah Istimewa Yogyakarta". Journal of Governance
and Public Policy.(Juni 2016), hlm 330.

Hasim, R. A." Politik Hukum Pengaturan Sultan Ground dalam UU No 13 Tahun 2013
tentang Keistimewaan Yogyakarta dan Hukum Tanah Nasional". Arena Hukum Volume 9
Nomor 2,(Agustus 2016) Hlm 222.
Sani Safitri. 2016. “Sejarah Perkembangan Otonomi Daerah di Indonesia”. Jurnal Criksetra.
Volume 5. Nomor 9 : halaman 79. Diakses dari ejournal.unsri.ac.id.

Khotman Annafie dan Achmad Nurmandi. 2016. “Kelembagaan Otonomi Khusus (Otsus) Dalam
Mempertahankan Nilai-Nilai Kebudayaan di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta”. Jurnal
Ilmu Pemerintahan&Kebijakan Publik. Volume 3. Nomor 2 : halaman 304. Diakses dari
journal.umy.ac.id.
Tabel Pembagian Pengerjaan Tugas Kelompok 5
UTS (Rabu, 4 November 2020)

Absen Nama Anggota Bagian Yang dikerjakan


41). Raditya Erlangga Abstrak
42). Wahyu Latar belakang
Firmansyah
Maarif
43). Philip Ray Wilson Metode Penelitian
Silitonga
44). Syofina Dwi Putri Pengertian otonomi khusus (Dalam Penjelasan Konsep
Aritonang Otonomi Khusus dalam Bingkai NKRI) + Penyusunan
Kepenulisan Jurnal.
45). Jauhar Asyraf Sejarah perkembangan otsus (Dalam Penjelasan
Afandi Konsep Otonomi Khusus dalam Bingkai NKRI)
46). Yuvise Carela Landasan Konstitusional Otsus (Dalam Penjelasan
Pamungkas Konsep Otonomi Khusus dalam Bingkai NKRI)
47). Muhammad Reza Dasar Penerapan Desentralisasi Asimetris atau Otonomi
Magistra Khusus di Negara Kesatuan Republik Indonesia
48). Ken Andarini Pelaksanan otsus pada DIY
49). Renata Dian Analisis kritis peran kelembagaan otsus dalam
Firmadani mempertahankan nilai dan budaya di DIY
50). Mikha Ezra Kesimpulan dan saran
Natalia S

Anda mungkin juga menyukai