Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH

BANTUAN HUKUM

Tentang

PEMBERIAN BANTUAN HUKUM

KELOMPOK 7

Bima Mairada Putra : 1913010074

Salsabila Quratulaini : 1913010075

Lathifa Salsabila : 1913010096

Iqbal Ashidqi : 2013010052

DOSEN PEMBIMBING

ERIK SEPRIA, S.H.I., M.H

PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA

FAKULTAS SYARIAH

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI IMAM BONJOL PADANG

1442H/2021M
KATA PENGANTAR

‫بسم هللا الرحمن الرحيم‬

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan nikmat serta hidayah-Nya
terutama nikmat kesempatan dan kesehatan sehingga kami dapat menyelesaikan makalah
mata kuliah “Bantuan Hukum”. Kemudian shalawat beserta salam kita hadiahkan kepada
nabi junjungan alam yakninya Nabi besarkita Muhammad SAW yang telah memberikan
pedoman hidup yakni al-Qur’an dan Sunnah untuk keselamatan umat di dunia.

Makalah ini merupakan salah satu tugas mata kuliah Bantuan Hukum di program studi
Hukum Keluarga Fakultas Syari’ah pada Universitas Islam Negeri Imam Bonjol Padang.
Selanjutnya kami mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada Bapak Erik
Sepria, S.H.I., M.H selaku dosen pembimbing mata kuliah Bantuan Hukum dan kepada
segenap pihak yang telah memberikan bimbingan serta arahan selama penulisan makalah
ini.

Akhirnya kami menyadari bahwa banyak terdapat kekurangan-kekurangan dalam


penulisan makalah ini, maka dari itu kami mengharapkan kritik dan saran yang konstruktif
dari para pembaca demi kesempurnaan makalah ini.

Padang, 30 Oktober 2021

Kelompok 7

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................................ i

DAFTAR ISI ..................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ................................................................................. 1

B. Rumusan Masalah .................................................................. ...... 1

C. Tujuan Makalah ..................................................................................... 1

BAB II PEMBAHASAN

A. Tanggung Jawab Pemberian Bant uan Hukum ............................... 2

B. Tata Cara Pemberian Bantuan Hukum ................... ........................ 6

C. Hak dan Kewajiban Penerima Bantuan Hukum .................................. 8

D. Pendanaan Pelaksanaan Bantuan Hukum Bagi Masyarakat Tidak Mampu ... 10

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan ..................................................... ....................... 12

B. Saran .............................................................................................. 13

DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB II
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Bantuan hukum merupakan salah satu hal wajib yang harus dilakukan oleh setiap
negara di dunia ini kepada rakyatnya terutama pada negara Indonesia sebagai negara
hukum. Bantuan hukum merupakan jawaban atas permasalahan hukum yang dihadapi
setiap warga negara, khususnya rakyat tidak mampu/kalangan tidak mampu.
Bantuan hukum sebagaimana dimuat dalam Undang-Undang No.16 Tahun 2011
tentang Bantuan Hukum adalah jasa hukum yang diberikan oleh Pemberi Bantuan
Hukum secara cuma-cuma kepada Penerima Bantuan Hukum. Penerima Bantuan
Hukum sendiri adalah orang atau kelompok orang tidak mampu. Jaminan atas hak
bantuan hukum merupakan implementasi dari prinsip persamaan dihadapan hukum
(equality before the law) sebagaimana amanat konstitusi dalam Pasal 28D ayat (1) dan
Pasal 28H ayat (2) UUD 1945. Negara terutama pemerintah sebagai penyelenggaran
negara memiliki tanggung jawab dalam pemenuhan hak atas bantuan hukum sebagai
hak konstitusional warga negara.
B. Rumusan Masalah
1. Apakah tanggung jawab pemberi bantuan hukum?
2. Bagaimanakah tata cara pemberian bantuan hukum?

3. Apa hak dan kewajiban penerima bantuan hukum?


4. Bagaimana pendanaan pelaksanaan bantuan hukum bagi masyarakat tidak
mampu?

C. Tujuan Makalah
1. Untuk mengetahui tanggung jawab pemberi bantuan hukum.
2. Untuk mengetahui tata cara pemberian bantuan hukum.
3. Untuk mengetahui hak dan kewajiban penerima bantuan hukum.
4. Untuk mengetahui pendanaan pelaksanaan bantuan hukum bagi masyarakat tidak
mampu.

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Tanggung Jawab Pemberian Bantuan Hukum


Pemberian bantuan hukum merupakan sarana penunjang bagi penegakan hukum pada
umumnya dan usaha perlindungan hak-hak asasi manusia dari tindakan sewenang-wenang
aparat penegak hukum. Aparat penegak hukum merupakan bagian komponen struktur
hukum, sehingga betapapun sempurnanya substansi hukum tanpa penegakan hukum, maka
tidak ada manfaatnya dalam mewujudkan tujuan sistem peradilan. Substansi bantuan
hukum di Indonesia menjadi pertanyaan paling mendasar, yaitu apakah bantuan hukum itu
bersifat wajib ataukah baru diwajibkan setelah beberapa syarat tertentu dipenuhi. Bantuan
hukum adalah instrumen penting dalam Sistem Peradilan karena merupakan bagian dari
perlindungan HAM, khususnya terhadap hak atas kebebasan dan hak atas jiwa-raga
tersangka/terdakwa.
Bantuan hukum memiliki kedudukan yang cukup penting dalam setiap sistem
peradilan pidana, perdata, dan tata usaha negara tidak terkecuali di Negara Indonesia.
Secara umum dapat dikatakan bahwa bantuan hukum mempunyai tujuan yang terarah pada
bermacam-macam kategori sosial di dalam masyarakat, yaitu: (1) Menjamin dan
memenuhi hak bagi Penerima Bantuan Hukum untuk mendapatkan akses keadilan; (2)
Mewujudkan hak konstitusional segala warga negara sesuai dengan prinsip persamaan
kedudukan di dalam hukum; (3) Menjamin kepastian penyelenggaraan Bantuan Hukum
dilaksanakan secara merata di seluruh wilayah Negara Republik Indonesia; dan (4)
Mewujudkan peradilan yang efektif, efisien, dan dapat dipertanggungjawabkan.
Pemberian bantuan hukum merupakan kewajiban negara dan negara yang menentukan
syarat-syarat bagi pemberi dan penerima bantuan hukum. Cara negara memberikan
bantuan hukum adalah dengan menyediakan dana kepada pemberi bantuan hukum.
Advokat yang memberikan bantuan hukum merupakan pelaksanaan bantuan hukum oleh
negara yang diatur dalam UU Bantuan Hukum. Pemberian bantuan hukum oleh negara
terdapat dalam dasar falsafah HAM di Indonesia yaitu UUD 1945 yang menjamin
tegaknya negara hukum Indonesia sebagaimana diisyaratkan dalam penjelasan dan dalam
Batang Tubuh UUD 1945.

2
Pemberian bantuan hukum dapat diberikan kepada semua orang tanpa membedakan
status sosial seseorang. Hal tersebut adalah sebagaimana yang ada pada negara hukum
(rechtsstaat) di mana negara mengakui dan melindungi hak asasi manusia setiap individu.
Pengakuan negara terhadap hak individu ini tersirat di dalam persamaan kedudukan di
hadapan hukum bagi semua orang. Pasal 28 D ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945
berbunyi, “Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian
hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum”. Oleh karenanya, setiap
individu dijamin oleh undang-undanguntuk memperoleh bantuan hukum.
Pemberian bantuan hukum dilakukan oleh lembaga bantuan hukum atau organisasi
kemasyarakatan yang memberi layanan bantuan hukum, yang meliputi menjalankan kuasa,
mendampingi, mewakili, membela, dan/atau melakukan tindakan hukum lain untuk
kepentingan hukum penerima bantuan hukum. Dalam pelaksanaannya, selanjutnya
pemberi bantuan hukum diberikan hak melakukan rekrutmen terhadap Advokat, Paralegal,
Akademisi, dan Mahasiswa Fakultas Hukum.
Didalam Pasal 10 UU no. 16 tahun 2011 tentang Bantuan Hukum, disebutkan
tanggungjawab dari pemberi bantuan hukum yang berkewajiban untuk:
1. Melaporkan kepada Menteri tentang program Bantuan Hukum;
2. Melaporkan setiap penggunaan anggaran negara yang digunakan untuk pemberian
Bantuan Hukum berdasarkan Undang-Undang ini;
3. Menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan Bantuan Hukum bagi advokat, paralegal,
dosen, mahasiswa fakultas hukum yang direkrut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9
huruf a;
4. Menjaga kerahasiaan data, informasi, dan/atau keterangan yang diperoleh dari Penerima
Bantuan Hukum berkaitan dengan perkara yang sedang ditangani, kecuali ditentukan lain
oleh undang-undang; dan
5. Memberikan Bantuan Hukum kepada Penerima Bantuan Hukum berdasarkan syarat dan
tata cara yang ditentukan dalam Undang-Undang ini sampai perkaranya selesai, kecuali
ada alasan yang sah secara hukum.

UU Bantuan Hukum memberikan suatu konsep baru terhadap pemberian bantuan


hukum, yaitu bahwa pemberian bantuan hukum selain bertujuan untuk menjamin dan

3
memenuhi hak bagi orang atau kelompok miskin untuk mendapatkan akses keadilan juga
mewujudkan kepastian penyelenggaraan bantuan hukum dapat dilangsanakan secara
merata dan mewujudkan peradilan yang efektif, efisien dan dapat dipertanggungjawabkan.
Konkretisasi konsep tersebut diimplementasikan dalam berbagai bentuk antara lain
pemberian bantuan hukum kepada orang atau kelompok miskin yang menghadapi masalah
hukum baik perdata, pidana maupun usaha tata negara, baik litigasi maupun nonlitigasi,
dan juga menyelenggarakan penyuluhan hukum, konsultasi hukum dan program kegiatan
lain yang berkaitan dengan penyelenggaraan bantuan hukum, yaitu investigasi kasus,
pendokumentasian hukum, penelitian hukum, mediasi, negosiasi dan pemberdayaan
masyarakat.
UU Bantuan Hukum berbeda dengan pemberian bantuan hukum secara cuma-cuma
sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat.
UU Bantuan Hukum mengatur mengenai pemberian bantuan hukum yang diberikan oleh
negara kepada orang atau kelompok orang miskin, sedangkan pemberian bantuan hukum
secara cuma-cuma oleh advokat merupakan bentuk pengabdian yang diwajibkan oleh
Undang-Undang kepada para advokat untuk klien yang tidak mampu. Adapun cara negara
memberikan bantuan hukum tersebut dengan menyediakan dana kepada pemberi bantuan
hukum, yaitu lembaga bantuan hukum, organisasi kemasyarakatan, perguruan tinggi, dan
lain-lain yang ditentukan oleh Undang-Undang. Oleh karena pemberian bantuan hukum
adalah kewajiban negara maka negara dapat menentukan pula syarat-syarat bagi pemberi
dan penerima bantuan hukum, termasuk advokat sebagai pemberi bantuan hukum menurut
UU Bantuan Hukum. Apabila advokat memberikan bantuan hukum sebagaimana diuraikan
terakhir ini maka pemberian bantuan hukum tersebut merupakan pelaksanaan bantuan
hukum oleh negara yang diatur dalam UU Bantuan Hukum, bukan merupakan pengabdian
advokat dengan memberikan bantuan hukum secara cuma-cuma sebagaimana diatur dalam
UU Advokat.1
Adapun tugas dan tanggung jawab yang diemban advokat dan harus diperhatikan
dalam menangani suatu perkara adalah sebagai berikut:2

1
Ajie Ramdan, Bantuan Hukum Sebagai Kewajiban Negara Untuk Memenuhi Hak Konstitusional Fakir Miskin, Jurnal
Konstitusi Vol. 11 No 02 , 2014 hlm. 242-243
2
Arto, Mukti, Mencari Keadilan (Kritik Solusi terhadap Praktik Peradilan Perdata di Indonesia), (Yogyakatrta: Pustaka
Pelajar, 2001), hlm. 133-134

4
1) Menjunjung tinggi kode etik profesinya;
2) Membimbing dan melindungi kliennya dari petaka duniawi dan ukhrawi agar dapat
menemukan kebenaran dan keadilan yang memuaskan semua pihak, sesuai dengan nilai-
nilai hukum, moral dan agama;
3) Membantu terciptanya proses peradilan yang sederhana, cepat dan biaya ringan, serta
tercapainya penyelesaian perkara secara final;
4) Menghormati lembaga peradilan dan proses peradilan sesuai dengan norma hukum,
agama, dan moral;
5) Melindungi kliennya dari kedzaliman pihak lain dan melindunginya pula dari berbuat
dzalim kepada pihak lain;
6) Memegang teguh amanah yang diberikan kliennya dengan penuhtanggungjawab baik
terhadap kliennya, diri sendiri, hukum dan moral,maupun terhadap Tuhan Yang Maha Esa;
7) Memberikan laporan dan penjelasan secara periodik kepada kliennya mengenai tugas
yang dipercayakan padanya;
8) Menghindarkan diri dari berbagai bentuk pemerasan terselubung terhadap kliennya;
9) Bersikap simpatik dan turut merasakan apa yang diderita oleh kliennya bahkan
mengutamakan kepentingan kliennya daripada kepentingan pribadinya;
10) Antara kuasa hukum atau advokat dengan kliennya haruslah terjalin hubungan saling
percaya dan dapat dipercaya sehingga tidak saling merugikan dan dirugikan;
11) Melaksanakan tugas profesi sebagai pemberi jasa hukum bertindak jujur, adil, dan
bertanggung jawab berdasarkan hukum dan keadilan;
12) Advokat juga berkewajiban memberikan bantuan hukum secara cuma-cuma bagi klien
yang tidak mampu, hal ini sesuai dengan Putusan Mahkamah Agung No. 5/KMA/1972
tentang golongan yang wajib memberikan bantuan hukum.

Selain itu, tanggung jawab pemberi bantuan hukum juga tercantum pada Pasal 3 ayat
(2) Permenkumham 4 Tahun 2021 tentang Standar Layanan Bantuan Hukum dalam rangka
penerapan Starla Bankum, diantara kewajiban pemberi bantuan hukum adalah,
1. Memberikan Pelatihan Starla Bankum kepada Pelaksana Bantuan Hukum;
2. Assessment kondisi kerentanan dan kebutuhan hukum Penerima Bantuan Hukum terkait
permasalahan yang dihadapi;

5
3. Menjalankan layanan Bantuan Hukum sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan;
4. Memberikan informasi dan layanan Bantuan Hukum yang mudah diakses;
5. Tidak melakukan penelantaran kepada Penerima Bantuan Hukum di tengah proses
pemberian layanan Bantuan Hukum;
6. Tidak melakukan perbuatan yang mengurangi integritas pemberian layanan Bantuan
Hukum;
7. Membuat sarana penunjang penerapan Starla Bankum yang meliputi:
a. Stopela Bankum; dan
b. Informasi layanan Bantuan Hukum (poster, banner, infografis, brosur, buku saku, dan
sejenisnya), dan
8. Menyelesaikan pengaduan terhadap layanan bantuan hukum yang dilakukan oleh
pelaksana bantuan hukum.

B. Tata Cara Pemberian Bantuan Hukum

Pemberian bantuan hukum dilakukan oleh pemberi bantuan hukum yang dapat berupa
lembaga atau organisasi kemasyarakatan yang memberi layanan bantuan hukum
berdasarkan Undang-Undang.
Pemberian hukum dapat dilakukan dalam lingkup litigasi maupun non litigasi. Dalam
lingkup litigasi, pemberi bantuan hukum dapat meliputi kegiatan:
1. Pendampingan dan/atau menjalankan kuasa yang dimulai dari tingkat penyidikan, dan
penuntutan;
2. pendampingan dan/atau menjalankan kuasa dalam proses pemeriksaan di persidangan;
atau
3. Pendampingan dan/atau menjalankan kuasa terhadap penerima bantuan hukum di
Pengadilan Tata Usaha Negara.

Pemberian bantuan hukum secara litigasi dilakukan oleh advokat yang berstatus
sebagai pengurus pemberi bantuan hukum dan/atau advokat yang direkrut oleh pemberi
bantuan hukum.

6
Jika jumlah advokat yang terhimpun dalam wadah pemberi bantuan hukum tidak
memadai dengan banyaknya jumlah penerima bantuan hukum, pemberi bantuan hukum
dapat merekrut paralegal, dosen dan mahasiswa fakultas hukum.
Sementara itu, dalam pemberian bantuan hukum secara non litigasi dapat meliputi
kegiatan:
1. Penyuluhan hukum;
2. Konsultasi hukum;
3. Investigasi perkara, baik secara elektronik maupun nonelektronik;
4. Penelitian hukum;
5. Mediasi;
6. Negosiasi;
7. Pemberdayaan masyarakat;
8. Pendampingan di luar pengadilan; dan/atau
9. Drafting dokumen hukum.

Pemberian bantuan hukum secara non litigasi dapat dilakukan oleh advokat, paralegal,
dosen, dan mahasiswa fakultas hukum dalam lingkup pemberi bantuan hukum yang telah
lulus verifikasi dan akreditasi.
Baik pemberian bantuan hukum secara litigasi maupun non litigasi, proses tersebut
dilakukan hingga masalah hukumnya selesai dan/atau perkaranya telah mempunyai
kekuatan hukum tetap, selama penerima bantuan hukum tersebut tidak mencabut surat
kuasa khusus.
Hal ini diatur dalam ketentuan Pasal 16 Peraturan Pemerintah No. 42 Tahun 2013
tentang Syarat dan Tata Cara Pemberian Bantuan Hukum dan Penyaluran Dana Bantuan
Hukum.

C. Hak dan Kewajiban Penerima Bantuan Hukum

Penerima Bantuan Hukum adalah orang atau kelompok orang miskin yang tidak dapat
memenuhi hak dasar secara layak dan mandiri yang menghadapi masalah hukum.
Sedangkan dalam SEMA No. 10 Tahun 2010 tentang Pedoman Pemberian Bantuan
Hukum, Pasal 27 dinyatakan bahwa yang berhak mendapatkan jasa dari Pos Bantuan

7
Hukum adalah orang yang tidak mampu membayar jasa advokat terutama perempuan dan
anak-anak serta penyandang disabilitas, sesuai peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
Bantuan hukum tersebut meliputi menjalankan kuasa, mendampingi, mewakili,
membela, dan/atau melakukan tindakan hukum lain untuk kepentingan hukum Penerima
Bantuan Hukum, yang bertujuan untuk :
1. Menjamin dan memenuhi hak bagi Penerima Bantuan Hukum untuk mendapatkan akses
keadilan.
2. Mewujudkan hak konstitusional semuaa warga Negara sesuai dengan prinsip persamaan
kedudukan didalam hukum.
3. Menjamin kepastian penyelenggaraan Bantuan Hukum dilaksanakan secara merata di
seluruh wilayah Negara Indonesia.
4. Mewujudkan peradilan yang efektif, efisien, dan dapat dipertanggungjawabkan.

Penerima Bantuan Hukum berhak :


1. Mendapatkan Bantuan Hukum hingga masalah hukumnya selesai dan/atau perkaranya
telah mempunyai kekuatan hukum tetap, selama Penerima Bantuan Hukum yang
bersangkutan tidak mencabut surat kuasa.
2. Mendapatkan Bantuan Hukum sesuai dengan Standar Bantuan hukum dan/atau Kode
Etik Advokat.
3. Mendapatkan informasi dan dokumen yang berkaitan dengan pelaksanaan pemberian
Bantuan Hukum sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Penerima Bantuan Hukum wajib :


1. Menyampaikan bukti, informasi, dan/atau keterangan perkara secara benar kepada
Pemberi Bantuan Hukum.
2. Membantu kelancaran pemberian Bantuan Hukum.

Adapun dalam Pasal 4 ayat (1) Permenkumham 4 tahun 2021 tentang Standar Layanan
Bantuan Hukum, menyebut bahwa dalam rangka penerapan Starla Bankum, Penerima
Bantuan Hukum memiliki hak:

8
1. Mendapatkan informasi dan penjelasan baik lisan maupun tertulis tentang tata cara
pemberian bantuan hukum, Starla Bankum, proses hukum yang dihadapi, perkembangan
perkara, hak sebagai Penerima Bantuan Hukum serta bentuk layanan dan alur layanan yang
diterima;
2. Mendapatkan layanan Bantuan Hukum sejak permohonannya diterima hingga perkara
selesai dan/atau berkekuatan hukum tetap sesuai Starla Bankum, kode etik advokat,
kompetensi Pelaksana Bantuan Hukum dan nilai organisasi sepanjang tidak bertentangan
dengan asas pemberian Bantuan Hukum;
3. Mendapatkan perlindungan atas privasi dan kerahasiaan data, informasi, dan/atau
keterangan yang diperoleh dari Penerima Bantuan Hukum berkaitan dengan perkara yang
sedang ditangani, kecuali ditentukan lain oleh undang-undang;
4. Dilibatkan, didengar dan dimintakan persetujuannya atas setiap langkah hukum yang
diambil dalam setiap proses perkara yang dihadapi;
5. Melakukan penilaian atas layanan Bantuan Hukum yang diterima; dan
6. Melakukan pengaduan terhadap layanan Bantuan Hukum yang dilakukan oleh
Pelaksana Bantuan Hukum.

Tentang Kewajiban Penerima Bantuan Hukum, Pasal 4 ayat (2) Permenkumham 4


tahun 2021 tentang Standar Layanan Bantuan Hukum, menyebut bahwa dalam rangka
penerapan Starla Bankum, Penerima Bantuan Hukum memiliki kewajiban:
1. Bersikap kooperatif dan komunikatif dalam membantu penanganan perkara;
2. Mengikuti peraturan dan tata tertib yang ditentukan oleh Pemberi Bantuan Hukum; dan
3. Memberikan data, informasi, keterangan, dan salinan dokumen dengan jujur dan
selengkapnya terkait dengan permasalahan hukum yang dihadapi.

D. Pendanaan Pelaksanaan Bantuan Hukum Bagi Masyarakat Tidak Mampu


Bantuan hukum merupakan suatu media yang dapat digunakan oleh semua orang
dalam rangka menuntut haknya atas adanya perlakuan yang tidak sesuai dengan kaedah
hukum yang berlaku. Hal ini didasari oleh arti pentingnya perlindungan hukum bagi setiap
insan manusia sebagai subyek hukum guna menjamin adanya penegakan hukum. Bantuan

9
hukum itu bersifat membela masyarakat terlepas dari latar belakang, etnisitas, asal usul,
keturunan, warna kulit, ideologi, keyakinan politik, kaya miskin, agama, dan kelompok
orang yang dibelanya.
Namun pada kenyataannya masih banyak masyarakat yang tidak mampu untuk
membayar jasa penasihat hukum dalam mendampingi perkaranya. Meskipun ia
mempunyai fakta dan bukti yang dapat dipergunakan untuk meringankan atau
menunjukkan kebenarannya dalam perkara itu, sehingga perkara mereka pun tidak sampai
ke pengadilan. Padahal bantuan hukum merupakan hak orang miskin yang dapat diperoleh
tanpa bayar (probono publico).
Adanya ketidakmampuan masyarakat secara finansial untuk menuntut haknya sesuai
dengan prosedur hukum, menuntut untuk diadakannya suatu kebijaksanaan sehingga dapat
mengajukan suatu perkara perdata dengan tidak terbentur oleh biaya, khususnya dalam
berperkara perdata, oleh karena itu diperlukan suatu prosedur untuk mengajukan perkara
secara cuma-cuma / tidak perlu membayar panjer perkara (prodeo). Sehingga bagi pihak
yang kurang mampu, dapat mengajukan gugatan secara cuma-cuma yang disebut dengan
berperkara secara prodeo. Hal tersebut sesuai dengan asas trilogi peradilan yaitu peradilan
cepat, sederhana dan murah. 31 Frans Hendra Winarta mengemukakan bahwa seringkali
pihak yang miskin karena tidak tahu hak-haknya sebagai tergugat, diperlakukan tidak adil
atau dihambat haknya untuk didampingi advokat. Hal ini tentu saja sangat merugikan pihak
yang menuntut hak nya dan yang nantinya di proses di pengadilan.
Untuk menghalangi terjadinya hal tersebut, dibutuhkan suatu lembaga atau organisasi
hukum yang memperjuangkan keadilan dan penegakan hukum seperti Lembaga Bantuan
Hukum (LBH) yang mendampingi klien atau pihak yang dirugikan hak nya, dengan catatan
klien atau pihak yang akan didampingi perkaranya lemah secara ekonomi atau financial.
Hal ini diatur juga di dalam Pasal 1 ayat (1) dan (2) UndangUndang Nomor 16 Tahun 2011
tentang Bantuan Hukum yang menyatakan bahwa Bantuan Hukum adalah jasa hukum
yang diberikan oleh Pemberi Bantuan Hukum secara cuma-cuma kepada Penerima
Bantuan Hukum dan Penerima Bantuan Hukum tersebut adalah orang atau kelompok
orang miskin. Peranan lembaga bantuan hukum dalam memberikan bantuan hukum secara

3 Sudikno Mertokusumo, Hukum Acara Perdata Edisi kelima (Yogyakarta: Liberty, 1998), hal 16.

10
cuma-cuma dalam proses perkara perdata bagi orang yang tidak mampu / golongan lemah
adalah sangat penting. Seorang penasihat hukum dalam menjalankan profesinya harus
selalu berdasarkan pada suatu kebenaran, keadilan, dan kemanusiaan guna mewujudkan
suatu pemerataan dalam bidang hukum yaitu kesamaan kedudukan dan kesempatan untuk
persamaan dihadapan hukum. Hal tersebut secara tegas dinyatakan dalam Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 Pasal 27 ayat (1), yang berbunyi: “Segala
warga negara bersamaan kedudukan nya dalam hukum dan pemerintahan serta wajib
menjunjung hukum dan pemerintah itu dengan tidak ada kecualinya”. Persamaan di
hadapan hukum tersebut dapat terealisasi dan dapat dinikmati oleh masyarakat apabila ada
kesempatan yang sama untuk mendapatkan keadilan. Persamaan dihadapan hukum harus
diiringi pula dengan berbagai kemudahan untuk mendapatkan keadilan, termasuk
didalamnya pemenuhan hak atas bantuan hukum. Pemberian bantuan hukum juga dapat
diberikan oleh Advokat sebagaimana diatur juga pada Pasal 1 ayat (3) Peraturan
Pemerintah Nomor 83 Tahun 2008 tentang Persyaratan dan Tata Cara Pemberian Bantuan
Hukum Secara Cuma - Cuma, yang berbunyi : “Bantuan Hukum Secara Cuma - Cuma
adalah jasa hukum yang diberikan Advokat tanpa menerima pembayaran honorarium
meliputi pemberian konsultasi hukum, menjalankan kuasa, mewakili, mendampingi,
membela, dan melakukan tindakan hukum lain untuk kepentingan pencari keadilan yang
tidak mampu”. Dan aturan diatas dipertegas dengan adanya Undang-Undang Nomor 18
Tahun 2003 tentang Advokat yang menyebutkan bahwa Advokat wajib memberi bantuan
hukum secara cuma - cuma kepada pencari keadilan yang tidak mampu. Sementara itu
fakir miskin merupakan tanggung jawab negara yang diatur dalam Pasal 34
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, yang berbunyi : “Fakir
miskin dan anak-anak yang terlantar dipelihara oleh negara”.

11
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pemberian bantuan hukum dilakukan oleh pemberi bantuan hukum yang dapat berupa
lembaga atau organisasi kemasyarakatan yang memberi layanan bantuan hukum
berdasarkan Undang-Undang. Tanggung jawab dari pemberi bantuan hukum diantaranya
adalah, 1) Melaporkan kepada Menteri tentang program Bantuan Hukum; 2) Melaporkan
setiap penggunaan anggaran negara yang digunakan untuk pemberian Bantuan Hukum
berdasarkan Undang-Undang ini; 3) Menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan Bantuan
Hukum bagi advokat, paralegal, dosen, mahasiswa fakultas hukum yang direkrut
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf a; 4) Menjaga kerahasiaan data, informasi,
dan/atau keterangan yang diperoleh dari Penerima Bantuan Hukum berkaitan dengan
perkara yang sedang ditangani, kecuali ditentukan lain oleh undang-undang; dan 5)
Memberikan Bantuan Hukum kepada Penerima Bantuan Hukum berdasarkan syarat dan
tata cara yang ditentukan dalam Undang-Undang ini sampai perkaranya selesai, kecuali
ada alasan yang sah secara hukum.
Tata Cara dari pemberian bantuan hukum diantaranya adalah 1) Pendampingan
dan/atau menjalankan kuasa yang dimulai dari tingkat penyidikan, dan penuntutan; 2)
Pendampingan dan/atau menjalankan kuasa dalam proses pemeriksaan di persidangan;
atau; 3) Pendampingan dan/atau menjalankan kuasa terhadap penerima bantuan hukum di
Pengadilan Tata Usaha Negara.
Sedangkan hak dan kewajiban dari penerima bantuan hukum adalah mendapatkan
Bantuan Hukum hingga masalah hukumnya selesai dan/atau perkaranya telah mempunyai
kekuatan hukum tetap, selama Penerima Bantuan Hukum yang bersangkutan tidak
mencabut surat kuasa, mendapatkan Bantuan Hukum sesuai dengan Standar Bantuan
hukum dan/atau Kode Etik Advokat, mendapatkan informasi dan dokumen yang berkaitan
dengan pelaksanaan pemberian Bantuan Hukum sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan, menyampaikan bukti, informasi, dan/atau keterangan perkara secara
benar kepada Pemberi Bantuan Hukum, dan membantu kelancaran pemberian Bantuan
Hukum.

12
B. Saran

Semoga dengan adanya makalah ini, kita sama-sama dapat lebih memahami
tentang pemberian bantuan hukum. Dan dengan itu sekiranya para pembaca dapat
memaklumi kesalahan yang terdapat dalam makalah ini, karena makalah ini masih jauh
dari kesempurnaan, sehingga pembaca dapat memberikan kritikan dan saran yang
membangun tentang makalah ini kepada penulis. Terimakasih.

13
DAFTAR PUSTAKA

Arto, Mukti. 2001. Mencari Keadilan (Kritik Solusi terhadap Praktik Peradilan Perdata
di Indonesia). Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Herning Setyowati, Nurul Muchiningtias. Peran Advokat Dalam Memberikan Bantuan


Hukum kepada Masyarakat dalam Perspektif Hak Asasi Manusia. Fakultas Hukum
Universitas Negeri Semarang. Lex Scientia Law Review, Volume 2 No. 2, 2018.

Ajie, Ramdan. Bantuan Hukum Sebagai Kewajiban Negara Untuk Memenuhi Hak
Konstitusional Fakir Miskin. Jurnal Konstitusi, Volume 11 No 02 , 2014.

Afif Khalid, Dadin Eka Saputra. Tinjauan Yuridis Tentang Paralegal Dalam Pemberian
Bantuan Hukum. Al’Adl, Volume X Nomor 1, 2019.

Sudikno Mertokusumo. 1998. Hukum Acara Perdata Edisi Kelima. Yogyakarta: Liberty.

14

Anda mungkin juga menyukai