Anda di halaman 1dari 18

PROBLEMATIKA WACANA AMANDEMEN

KELIMA UUD 1945 DAN PENGARUHNYA


TERHADAP KONSTITUSI

Kelompok 1
Ketua :
Gian Arlyanno (6051901133)
Anggota :
Gregorius Krisna A. (2015610173)
Elshaan Helmmie K. (2016410046)
Astari Mulia Faza (2016420195)
Abraham Anderson Timotius (6091901195)
Fernando Dharmasaputra (6101801029)
Ranguasaman S.J.G. Rahankoly (6181901043)

Dosen :
Tommy Projo Hartomo, S.T., M.A.P.

UNIVERSITAS KATOLIK PARAHYANGAN


BANDUNG
2019/2020
Daftar Isi
BAB 1 PENDAHULUAN ....................................................................................................... 3
1.1. Latar Belakang ........................................................................................................ 3
1.2. Inti Permasalahan ................................................................................................... 4
1.3. Pokok Pembahasan.................................................................................................. 4
1.4. Tujuan .................................................................................................................... 4
1.5. Sistematika Penulisan .............................................................................................. 5
BAB 2 DASAR TEORI .......................................................................................................... 6
2.1. Konstitusi Indonesia ................................................................................................ 6
2.2. Amandemen ............................................................................................................ 6
2.3. Garis Besar Haluan Negara (GBHN) ........................................................................ 7
BAB 3 PEMBAHASAN KASUS ............................................................................................. 9
3.1. Munculnya Wacana Amandemen UUD 1945 ............................................................ 9
3.2. Pendapat Pro dan Kontra Amandemen UUD .......................................................... 10
3.3. Kepentingan Politik Dibalik Amandemen ............................................................... 12
3.4. Analisis Kasus ....................................................................................................... 13
BAB 4 KESIMPULAN DAN SARAN ................................................................................... 16
4.1. Kesimpulan ........................................................................................................... 16
4.2. Saran .................................................................................................................... 17
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................... 18
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Undang – undang merupakan sumber hukum, semua dokumen yang dikeluarkan oleh
otoritas yang lebih tinggi, yang dibuat dengan mengikuti prosedur tertulis. Hukum
termasuk dalam serangkaian peraturan dan standar dalam suat masyarakat tertentu. Hukum
merupakan hal yang umum untuk semua kegiatan, dimanapun mereka berada dalam hirarki
standar yaitu konstitusi, hukum atau pengertian formal peraturan lainnya. Indonesia
menggunakan Undang – Undang Dasar 1945 sebagai hukum dasar tertulis, yang
merupakan konstitusi pemerintahan negara Republik Indonesia hingga saat ini.
UUD 1945 disahkan sebagai undang – undang dasar negara oleh PPKI pada tanggal 18
Agustus 1945. Pada kurun waktu 1999 – 2002, UUD ’45 telah mengalami 4 (empat) kali
perubahan (amandemen), yang mengubah susunan Lembaga – Lembaga dalam sistem
ketatanegaraan Republik Indonesia. Perubahan tersebut memberikan dampak terhadap
konstitusi yang sudah ada.
Pada masa ini, terdapat wacana mengenai amandemen UUD ’45 yang ke–5 kalinya
yang diusulkan oleh partai politik PDIP yang memiliki beberapa pokok – pokok usul
perubahan terhadap UUD NRI 1945. Perubahan tersebut tentu saja menimbulkan pendapat
pro dan kontra baik dari aparatur negara maupun masyarakat. Hal tersebut juga tentu akan
menghasilkan beberapa perubahan bila amandemen tersebut resmi dilakukan.
Amandemen UUD memang perlu dilakukan, karena amandemen sendiri bertujuan
untuk menyesuaikan undang-undang dengan perkembangan jaman, sehingga undang-
undang yang ada menjadi relevan dengan permasalahan yang terjadi pada masa kini.
Namun, amandemen UUD tidak bisa dilakukan secara sembarangan, karena harus dikaji
secara mendalam agar tidak menyalahi apa yang sudah ada di UUD 1945, serta tidak
mementingkan kepentingan penguasa. Dampak amandemen yang paling besar dirasakan
Bangsa Indonesia adalah pembatasan waktu kekuasaan Presiden menjadi hanya sepuluh
tahun, hal ini disebabkan oleh kasus Presiden Soeharto yang menjabat selama 32 tahun dan
memerintah secara otoriter. Oleh karena itu, amandemen perlu dilakukan agar dasar hukum
yang berlaku di negara tidak disalahgunakan untuk kepentingan suatu kelompok tertentu.
Melalui makalah ini, kami akan membahas dampak dan manfaat dari hasil amandemen
ke–5 UUD ’45 sehingga kami dapat mengambil kesimpulan dan saran terhadap
amandemen tersebut.

1.2. Inti Permasalahan


Wacana mengenai rencana amandemen ke–5 UUD ’45 tentu saja menimbulkan pro dan
kontra dari berbagai pihak aparatur negara. Maka dari itu, kami akan membahas dampak
dan penyebab dari amandemen ke–5 UUD ’45 sehingga kami dapat mengambil kesimpulan
dan saran terhadap wacana amandemen tersebut berdasarkan kasus yang terjadi pada saat
ini.

1.3. Pokok Pembahasan


Pada makalah ini, ada beberapa poin yang akan kami bahas yaitu :
1. Arti dan Fungsi Konstitusi (UUD) dan Amandemen,
2. Amandemen 1 – 4 serta penyebabnya.
3. Dampak Amandemen ke-1 sampai Amandemen ke-4,
4. Manfaat haluan negara jika dikembalikan berdasarkan Wacanan Amandemen ke-5,
5. Permasalahan yang bisa timbul apabila Amandemen dilakukan.
6. Analisis berdasarkan pengamatan kasus.
7. Kesimpulan dan saran.

1.4. Tujuan
Tujuan dari makalah ini adalah :
1. Mengetahui dampak positif dan negatif dari adanya amandemen ke–5 UUD 1945
terhadap berjalannya pemerintahan.
2. Mengambil kesimpulan terhadap dampak amandemen ke–5 UUD 1945.
1.5. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan laporan merupakan penjelasan mengenai isi dari tiap – tiap bab
dalam laporan ini. Laporan Kerja Praktek ini disusun dalam 5 (lima) bab, yaitu:
1. BAB I - Pendahuluan
Menguraikan tentang latar belakang, inti permasalahan, tujuan pembuatan makalah, dan
sistematika penulisan makalah tugas kewarganegaraan.

2. BAB II – Dasar Teori


Menguraikan dasar – dasar teori yang berkaitan pada analisis kasus sehingga dapat
menjadi dasar dalam analisis kasus.

3. BAB III – Pembahasan Kasus


Menguraikan masalah yang berkaitan dengan inti permasalahan dengan mengambil
contoh kasus untuk memperjelas dan memperkuat pernyataan.

4. BAB IV – Kesimpulan dan Saran


Menguraikan tentang kesimpulan dan saran – saran sebagai bagian akhir dari makalah
ini.
BAB 2
DASAR TEORI
2.1. Konstitusi Indonesia
Konstitusi merupakan landasan dalam tatanan suatu negara. Konstitusi adalah keseluruhan
sistem ketatanegaraan suatu negara yang berupa kumpulan peraturan yang membentuk,
mengatur atau memerintah dalam pemerintahan suatu negara (K.C. Wheare). Definisi
lainnya dari konstitusi menurut Lord James Bryce adalah suatu kerangka negara yang
diorganisasikan melalui dan dengan hukum, yang menetapkan lembaga-lembaga yang
tetap, dan yang menetapkan fungsi dan hak dari lembaga tersebut.
Konstitusi memiliki empat fungsi yang berguna dalam menjalankan sistem
ketatanegaraan. Fungsi konstitusi yang pertama adalah sebagai landasan
konstitusionalisme, yang berupa hukum maupun undang-undang. Fungsi kedua adalah
sebagai batasan yang membatasi kekuasaan pemerintah agar tidak bertindak sewenang-
wenang dalam menjalankan kegiatan kenegaraan. Fungsi konstitusi selanjutnya adalah
sebagai rangka dasar hukum yang berlaku. Fungsi keempat dari konstitusi yaitu untuk
menjamin hak asasi warga negara dilindungi.
UUD 1945 merupakan sumber hukum yang menjadi konstitusi Indonesia. Dalam UUD
1945, terdapat landasan dan acuan bagi bangsa Indonesia untuk menjalankan sistem
ketatanegaraan. Dari awal kemerdekaan Indonesia hingga saat ini, UUD 1945 telah melalui
empat kali proses perubahan (amandemen). Amandemen tersebut dilakukan pada tahun
1999, 2000, 2001, dan 2002. Perubahan-perubahan yang terjadi akibat proses amandemen
mengakibatkan perubahan pada sistem ketatanegaraan Indonesia dari masa orde baru ke
masa reformasi.

2.2. Amandemen
Amandemen adalah proses perubahan suatu dokumen resmi, dalam hal ini undang-undang,
untuk menyempurnakan dan memperbaiki rincian dari undang-undang yang asli.
Amandemen undang-undang perlu dilakukan untuk menyempurnakan ketentuan-ketentuan
dan aturan yang menjadi dasar negara agar tetap relevan sesuai dengan perkembangan
jaman. Penyempurnaan ini disebabkan karena tuntutan jaman yang selalu berkembang dan
berubah, sehingga dapat membuat undang-undang menjadi kurang relevan terhadap
persoalan yang sedang terjadi.
Indonesia telah melalui empat kali proses amandemen undang-undang dasar. Proses
amandemen UUD 1945 disebabkan oleh adanya penyalahgunaan kekuasaan oleh lembaga
legislatif dan eksekutif pada masa orde baru, terdapat beberapa Pasal yang multitafsir,
kurangnya peraturan yang melindungi hak asasi manusia, dan sistem ketatanegaraan yang
mulai melemah jika dilihat dari check and balances nya. Amandemen dilakukan karena
dianggap mampu menyelesaikan permasalahan tersebut.
Proses amandemen UUD 1945 dilakukan pada tahun 1999 hingga tahun 2002, yang
terbagi menjadi empat. Amandemen pertama dilakukan pada tanggal 14-24 Oktober 1999
dalam Sidang Umum MPR. Amandemen pertama menghasilkan perubahan pada 9 Pasal,
yang membahas mengenai pergeseran kekuasaan lembaga eksekutif (presiden dan wakil
presiden) karena dianggap terlalu kuat. Hal ini disebabkan oleh masa pemerintahan
presiden Soeharto yang berkuasa secara otoriter selama 32 tahun, hingga akhirnya dipaksa
untuk turun dari jabatannya.
Amandemen kedua UUD 1945 dilakukan pada tanggal 7-18 Agustus tahun 2000 dalam
rangkaian Rapat Tahunan MPR. Amandemen kedua menghasilkan perubahan pada 5 Bab
dan 25 Pasal yang membahas mengenai DPR dan kewenangannya, sistem pemerintahan
daerah (DPD), hak asasi manusia (HAM), lagu kebangsaan, dan lambang negara. Pada
Sidang Tahunan MPR tanggal 1-9 November tahun 2001 dilakukan amandemen ketiga
UUD 1945.
Amandemen ketiga membahas tentang perubahan kewenangan MPR, kepresidenan,
kekuasaan kehakiman, dan bentuk serta kedaulatan negara. Hasil dari amandemen ketiga
berupa perubahan pada 3 Bab dan 22 Pasal. Karena adanya perubahan kewenangan MPR,
maka terjadi perubahan pada elemen negara, yaitu Garis Besar Haluan Negara (GBHN).
Amandemen keempat dilakukan pada Sidang Tahunan MPR pada tanggal 1-11 Agustus
2002. Amandemen keempat mengubah 2 Bab dan 13 Pasal yang membahas tentang mata
uang, bank sentral, pendidikan dan kebudayaan, perekonomian dan kesejahteraan nasional,
serta DPD dan pergantian presiden.

2.3. Garis Besar Haluan Negara (GBHN)


Garis Besar Haluan Negara (GBHN) merupakan pedoman penyelenggaraan negara dalam
garis besar, sebagai pernyataan kehendak rakyat secara menyeluruh dan terpadu. GBHN
sendiri bertujuan untuk mewujudkan cita-cita bagi segenap rakyat Indonesia. Garis Besar
Haluan Negara dibuat oleh MPR dalam sidang-sidang umum yang dilakukan.
Pada tahun 1998, terjadi gelombang reformasi yang menuntut perubahan dalam sistem
ketatanegaraan. Melalui proses amandemen UUD 1945, GBHN dihapuskan karena adanya
pergeseran kekuasaan pada lembaga eksekutif dan legislatif, dan digantikan oleh Sistem
Perencanaan Pembangunan Nasional yang disahkan dengan UU No. 25 Tahun 2004.
Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional terbagi menjadi dua pokok rencana, yaitu
jangka panjang selama 20 tahun, dan jangka pendek selama 5 tahun.
BAB 3
PEMBAHASAN KASUS

3.1. Munculnya Wacana Amandemen UUD 1945


Wacana amandemen kelima UUD 1945 bukan merupakan hal yang baru bagi
masyarakat, karena hal ini telah muncul sejak masa pemerintahan Presiden Susilo Bambang
Yudhoyono yang disampaikan oleh beberapa tokoh politik. Wacana ini kembali mencuat ke
permukaan pada awal Agustus 2019 karena rekomendasi MPR periode 2014-2019 yang
memberi rekomendasi kepada MPR periode 2019-2024 untuk mengamandemen secara terbatas
UUD 1945. Rekomendasi MPR tersebut muncul karena adanya rekomendasi dari hasil kongres
V partai politik PDIP yang mengingatkan akan adanya agenda MPR untuk mengamandemen
secara terbatas UUD 1945.
Amandemen UUD 1945 dilakukan dengan tujuan untuk mengembalikan fungsi MPR
menjadi lembaga tertinggi negara, dan menghidupkan kembali GBHN sebagai dasar acuan
pembangunan negara. Amandemen ini bertolak belakang dengan hasil amandemen UUD
dalam rangkaian amandemen yang telah dilakukan oleh MPR pada tahun 1999-2002, sehingga
akan menimbulkan perubahan dalam konstitusi negara. Oleh karena itu, amandemen UUD
1945 harus dilakukan secara hati-hati dan dikaji dengan baik.
Wacana amandemen UUD 1945 muncul dengan ide amandemen terbatas terhadap
UUD, namun terdapat beberapa pihak yang menginginkan bahwa amandemen UUD dilakukan
secara menyeluruh dan kembali ke UUD 1945 yang asli, untuk dikaji ulang secara menyeluruh.
Amandemen secara menyeluruh terhadap UUD 1945 dapat memberikan dampak yang lebih
signifikan lagi terhadap sistem ketatanegaraan Indonesia. Hal tersebut mendorong banyak
pihak untuk menyuarakan pendapatnya terhadap wacana amandemen UUD.
Banyak pihak yang memberikan pendapat terhadap wacana amandemen kelima UUD
1945. Terdapat tokoh-tokoh politik di Indonesia yang setuju akan dilakukannya amandemen
UUD, namun tidak sedikit juga yang tidak setuju. Tentu saja kegiatan amandemen UUD harus
dilihat dari berbagai sudut pandang untuk mengetahui dampaknya dalam jangka pendek
maupun jangka panjang, agar tidak membuat masalah baru yang bisa membuat konstitusi
negara semakin melemah.
3.2. Pendapat Pro dan Kontra Amandemen UUD
Wacana amandemen UUD 1945 untuk yang kelima kalinya menimbulkan perpecahan dalam
partai politik pada lembaga-lembaga negara. Ada tokoh yang setuju dengan dilakukannya
amandemen, terdapat juga yang tidak setuju atau belum setuju. Hal ini disebabkan karena
amandemen UUD merupakan hal yang sangat mempengaruhi konstitusi suatu negara, sehingga
tidak bisa dilakukan secara spontan dan tanpa kajian khusus.
Rachmawati Soekarnoputri, Wakil Ketua Umum Partai Gerindra, menjadi salah satu
tokoh yang setuju akan amandemen UUD 1945 dilakukan secara menyeluruh, yaitu kembali
ke naskah aslinya. Menurut Rachmawati, dengan kembali ke UUD 1945, fungsi MPR akan
kembali seperti semula. Rachmawati berpendapat bahwa MPR merupakan sebuah lembaga
yang tidak jelas kriterianya, padahal seharusnya MPR merupakan lembaga tertinggi negara.
Jika MPR dikembalikan fungsinya, maka MPR bisa menetapkan GBHN sebagai acuan
pembangunan negara. Ketua Umum Partai Gerindra, Prabowo Subianto juga mendukung
adanya amandemen menyeluruh pada UUD 1945. Menurut Prabowo, perjuangan partai
Gerindra adalah mengembalikan konstitusi ke versi aslinya.
Try Sutrisno, Wakil Presiden ke-6 Republik Indonesia (1993-1998), juga setuju apabila
UUD 1945 dikaji ulang. Menurutnya, amandemen yang telah dilakukan merupakan hal yang
keliru karena terdapat beberapa hal yang melenceng, sehingga butuh dikaji dan diteliti lagi.
Menurut Try, hasil amandemen UUD merupakan hal yang keliru, "Kalau negara serikat, ada
negara bagian ada dewan perwakilan daerah. Kalau kita enggak ada itu. Yang benar utusan
daerah. Kembali lagi, MPR lembaga tertinggi isinya DPR, Utusan Daerah, Utusan Golongan."1
tegas dia.
Salah satu partai yang setuju terhadap wacana menghidupkan kembali GBHN. Johnny
G. Plate, Sekertaris Jendral Partai Nasdem mengatakan bahwa GBHN diperlukan agar
pembangunan dapat dilakukan secara berkesinambungan. Dengan begitu, penguasa tidak
hanya berfokus untuk mencapai tujuan pribadi yang terbatas dalam masa jabatan 5 tahun.
Pemerintah harus mengikuti arah kebijakan yang telah disusun bersama.
Selain pendapat yang mendukung adanya amandemen UUD 1945, tentu ada juga tokoh
yang tidak setuju terhadap dilakukannya amandemen UUD 1945. Pendapat tidak setuju ini
tidak hanya disampaikan oleh tokoh-tokoh politik di Indonesia, namun juga ahli hukum yang
bukan merupakan aparatur negara.

1 KOMPAS, Wacana Kembali ke UUD 1945 dan Mengingat Lagi Alasan Perlunya Amandemen.
https://nasional.kompas.com/read/2019/08/13/08015461/wacana- kembali-ke-uud-1945-dan-mengingat-lagi-alasan-perlunya-amandemen?page=all, 13
Agustus 2019. (diakses pada 11 Oktober 2019)
Inas Nasrullah Zubir, seorang anggota MPR dari fraksi Partai Hanura, menyoroti
bahaya kembalinya haluan negara atau dahulu dikenal sebagai Garis-garis Besar Haluan
Negara (GBHN), yang melegitimasi MPR sebagai lembaga tertinggi negara. Dengan MPR
menjadi lembaga tertinggi, akan berbahaya jika pimpinan MPR tidak amanah. Karena tentu
saja kewenangan yang luar biasa dapat berbahaya jika pemimpinnya tidak amanah.
Pendapat yang serupa juga disampaikan oleh Ketua DPP PKS, Mardani Ali Sera. Beliau
berpendapat bahwa amandemen UUD 1945 tidak baik apabila dilakukan pada saat kekuatan
oposisi dan pendukung pemerintah tidak setimpang. Hal ini disebabkan karena jumlah oposisi
yang terlalu sedikit, semenjak partai Gerindra, Demokrat, dan PAN bergabung menjadi partai
koalisi pemerintah. Menurut Mardani, komposisi partai pendukung pemerintah yang terlalu
kuat dapat menimbulkan penyimpangan dalam pelaksanaan amandemen. “Komposisi parpol
pemerintah dan oposisi tidak ideal. Kelompok yang punya kekuatan besar akan tergoda untuk
menggunakan voting, padahal Indonesia didasarkan pada prinsip musyawarah untuk mufakat,”
kata Mardani.2
Zainudin Amali, anggota MPR dari Fraksi Partai Golkar memiliki pendapat yang
serupa. Amali menuturkan, ada perbedaan mendasar antara era ketika GBHN berlaku dan
kondisi saat ini. Perbedaan mendasar tersebut adalah pemilihan presiden yang dulu dilakukan
oleh MPR. Sehingga, lazim saja jika dulu MPR membekali presiden dengan GBHN untuk
menjalankan roda pemerintahan dan pembangunan. Presiden pun harus menyampaikan
pertanggungjawaban kepada MPR. Adapun sekarang, kata Amali, presiden dipilih langsung
oleh rakyat. Presiden juga memiliki visi misinya sendiri yang telah dikampanyekan kepada
publik. Amali menilai perlu ada kajian mendalam terhadap wacana pengaktifan GBHN ini.
Pakar Hukum Tata Negara Refly Harun menilai keberadaan GBHN untuk saat ini tak
lagi relevan. Refly juga mempertanyakan posisi hierarki GBHN dalam sistem hukum di
Indonesia. Secara hierarkis, UUD 1945 berada di posisi teratas diikuti Ketetapan MPR dan
undang-undang. Ketetapan MPR yang diatur dalam UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang
Peraturan Pembentukan Perundang-undangan pun hanya yang sudah ada sejak zaman dulu.
Selain itu, Refly juga berpendapat bahwa dengan menghidupkan kembali GBHN, fokus
kekuasaan hendak digeser kembali ke tangan MPR, dan membentuk oligarki politik. "Kita
memiliki sejarah yang buruk saat MPR menjadi lembaga tertinggi negara. Saat institusi MPR

2 Tirto.id, PKS Tolak Amandemen UUD 1945 Dilakukan saat Kekuatan Oposisi Kecil, https://tirto.id/pks-tolak-amandemen-uud-1945-dilakukan -saat-
kekuatan-oposisi-kecil-egiu. 14 Agustus 2019. (diakses pada 11 Oktober 2019)
disandera penguasa, maka MPR hanyalah alat legitimasi melanggengkan kekuasaan Presiden
secara terus-menerus tanpa pembatasan di zaman Soeharto," tutur Refly.3
Selain pendapat yang telah dituliskan diatas, masih banyak pendapat lain yang
ditujukan pada wacana amandemen kelima UUD 1945. Pendapat yang mendukung
amandemen memiliki fokus agar GBHN dihidupkan kembali sehingga pembangunan nasional
jangka panjang menjadi lebih terarah, dan tidak mengikuti tujuan pribadi penguasa. Selain itu,
tujuan amandemen dilakukan untuk memastikan kedudukan MPR sebagai lembaga negara,
serta ada juga keinginan untuk memulai pengkajian UUD dari awal sehingga amandemen
dilakukan secara menyeluruh kembali ke naskah asli UUD 1945.
Fokus dari pendapat yang menolak adanya amandemen UUD 1945 adalah karena MPR
menjadi mampu mengontrol presiden melalui pelaksanaan GBHN, sehingga kedudukan
presiden melemah dan mampu merusak sistem ketatanegaraan, karena presiden harus kembali
bertanggung jawab kepada MPR. Selain itu, peran Mahkamah Konstitusi akan melemah,
karena UUD kembali ditetapkan oleh MPR. Terdapat pula keresahan apabila amandemen
dilakukan, yaitu akan kembalinya sistem pemerintahan menjadi seperti jaman orde baru, yang
memiliki sejarah buruk di Indonesia.
Hal yang menarik dari pembahasan amandemen ini adalah partai PDIP yang semula
mengingatkan kembali akan rencana amandemen UUD menjadi menolak adanya amandemen
jika dilakukan secara menyeluruh. Partai PDIP menyetujui adanya amandemen UUD secara
terbatas berkaitan dengan GBHN, namun menolak apabila UUD dikembalikan sepenuhnya
menjadi naskah asli, dan kemudian dikaji lagi untuk diperbaiki. Dalam hal ini, PDIP seperti
melihat adanya permasalahan yang akan timbul apabila UUD dikembalikan ke naskah asli
UUD 1945, sehingga PDIP menolak adanya amandemen secara menyeluruh.

3.3. Kepentingan Politik Dibalik Amandemen


Dibalik munculnya pendapat pro dan kontra terhadap wacana amandemen UUD 1945,
terdapat keresahan pihak-pihak yang menganggap bahwa terdapat beberapa kepentingan
politik dan conflict-of-interest yang berada dibalik rencana amandemen undang-undang.
Wacana amandemen yang kembali dimunculkan secara mendadak menjelang akhir periode
jabatan pemerintah 2014-2019 menimbulkan adanya pertanyaan akan apa yang sebenarnya

3 Detik, Panas! Ini Pro-Kontra Amandemen UUD 1945, https://news.detik.com/berita/d-3920907/panas-ini-pro-kontra-amendemen-uud-1945. 16 Maret 2018.
(diakses tanggal 13 Oktober 2019)
menjadi tujuan dari proses amandemen itu sendiri. Hal ini juga didukung akan pergeseran
partai yang awalnya oposisi menjadi partai koalisi pemerintah.
Pada awalnya, wacana amandemen UUD yang muncul bertujuan untuk melakukan
amandemen UUD secara terbatas yang hanya terkait dengan menghidupkan kembali GBHN
sebagai acuan pembangunan negara, namun seiring berjalannya waktu, terdapat beberapa
tokoh yang memilih untuk melakukan amandemen UUD secara menyeluruh. Amandemen
yang dilakukan secara menyeluruh tidak menutup kemungkinan akan terjadinya supremasi
MPR seperti pada jaman orde baru, dan bisa menimbulkan adanya penyalahgunaan kekuasaan
kembali. Jika hasil amandemen nantinya merubah kembali UUD 1945 menjadi naskah asli
sebelum diamandemen, maka posisi MPR akan menjadi lembaga tertinggi negara yang mampu
memilih dan menaikkan presiden, sehingga pemegang kekuasaan tertinggi bukanlah rakyat,
melainkan di tangan penguasa. Selain itu, terdapat juga pemikiran bahwa dengan
mengembalikan posisi MPR menjadi lembaga tertinggi negara, maka partai politik pengusung
ketua MPR bisa diuntungkan, karena dapat mengontrol pemerintahan sesuai dengan kehendak
partainya.
Amandemen UUD secara menyeluruh akan menyebabkan adanya celah politik yang
bisa dimanfaatkan oleh pemerintah. Pada saat proses pengkajian, undang-undang akan
dikembalikan lagi menjadi UUD 1945, yang sudah kurang relevan untuk digunakan pada masa
sekarang, sehingga menjadi rentan untuk disalah gunakan. Penyalahgunaan ini mampu
membawa permasalahan yang lebih serius pada konstitusi negara, karena proses amandemen
UUD bukanlah hal yang mudah dilakukan.

3.4. Analisis Kasus


Kasus pro-kontra yang terjadi akibat wacana amandemen UUD harus dicermati secara
mendalam agar dapat dijadikan acuan dalam proses amandemen UUD. Amandemen UUD
harus dilakukan dengan penuh kajian, tidak bisa hanya melihat dari salah satu sisi saja. Apabila
amandemen dilakukan tanpa kajian mendalam, maka bisa jadi akan menimbulkan masalah di
kemudian hari.
Amandemen terbatas dimaksudkan untuk menghidupkan kembali GBHN. Apabila
GBHN dihidupkan kembali, maka sistem pembangunan negara akan mengacu pada satu acuan
jangka panjang yang telah disepakati bersama, sehingga siapapun pemimpin negara harus
mematuhi acuan yang telah dibuat, terlepas dari visi misi pemimpin tersebut. Hal ini akan
menyebabkan pembangunan menjadi lebih terstruktur, dan tidak berubah-ubah apabila terjadi
perubahan kepemimpinan. Namun, setelah amandemen UUD pada masa awal reformasi, telah
dibuat UU no. 25 tahun 2004 yang mengatur tentang Sistem Perencanaan Pembangunan
Nasional, yang terbagi kedalam jangka panjang selama 20 tahun, dan jangka pendek selama 5
tahun. Permasalahan GBHN sebenarnya bisa saja diselesaikan dengan memperbaiki undang-
undang tersebut.
Apabila GBHN dihidupkan kembali, maka secara tidak langsung fungsi MPR bisa
kembali seperti semula, yaitu menetapkan GBHN. Dengan fungsi tersebut, MPR kembali
menjadi lembaga tertinggi negara, dan presiden harus bertanggung jawab kepada MPR, dan
MPR mampu memberhentikan presiden apabila kinerjanya tidak baik. Hal ini secara tidak
langsung menyimpulkan bahwa kekuasaan tertinggi bukan lagi berada di tangan rakyat, namun
pada MPR, dan bisa disalahgunakan oleh pemerintah. Sistem seperti ini telah terjadi dalam
sejarah pada masa pemerintahan Presiden Soeharto. Karena penyalahgunaan kekuasaan ini,
lahirlah masa reformasi. Dari kasus ini juga dapat dibuktikan bahwa amandemen UUD dapat
mengubah konstitusi negara, yang memberikan dampak besar dalam sistem ketatanegaraan.
Pembahasan selanjutnya mengenai amandemen adalah berkaitan dengan wacana
amandemen terbatas dan amandemen menyeluruh untuk kembali ke naskah asli UUD 1945.
Amandemen terbatas yang memiliki fokus hanya untuk menghidupkan kembali GBHN tentu
tidak akan memiliki dampak sebesar amandemen menyeluruh. Dilaksanakannya amandemen
secara menyeluruh memiliki resiko yang sangat besar bagi sistem ketatanegaraan yang telah
dijalankan Indonesia saat ini. Bisa jadi hal ini yang menyebabkan partai PDIP kembali
meninjau ulang suaranya untuk mengamandemen UUD. Proses pengkajian ulang UUD
membuat adanya rentang waktu yang bisa menjadi celah untuk menyalahgunakan peraturan.
Hal ini bisa menjadi bumerang yang dapat menyebabkan Indonesia kembali menjadi seperti
masa orde baru. Pergeseran kekuasaan ini bisa membuat MPR menjadi lembaga yang mampu
memilih presiden, sehingga rakyat kehilangan haknya untuk memilih pemimpin, dan
pemerintahan kembali menjadi parlementer. Hal ini bisa menyebabkan MPR menjadi lembaga
untuk memperlanggeng kekuasaan pemerintah dalam permainan politik.
Posisi partai oposisi yang terlampau sedikit juga perlu dipertimbangkan. Ketika jumlah
oposisi sedikit, maka sistem pemerintahan cenderung dijalankan oleh satu pihak saja. Partai
oposisi tidak bisa berbuat terlalu banyak hal karena tidak memiliki suara yang cukup untuk
menyuarakan pendapat. Pada MPR sendiri, idealnya proporsi antara partai pendukung
pemerintah dan oposisi adalah 60:40. Namun, pada kenyataannya sekarang hanya PKS yang
menjadi partai oposisi dengan jumlah hanya kurang lebih 9% dari seluruh anggota MPR,
sehingga akan sangat mudah bagi pemerintah untuk menentukan suara karena tidak ada yang
menjadi oposisi. Jika partai oposisi dikalahkan, maka demokrasi akan hancur dan pemerintah
akan menjadi satu suara, sehingga bisa kembali menjadi otoriter. Oleh karena itu, dilakukannya
amandemen pada posisi partai oposisi yang sedikit sangat beresiko untuk dilakukan.
Amandemen UUD 1945 memang memiliki banyak pertimbangan yang harus
dipikirkan secara matang, namun dibalik itu, terdapat pula tujuan yang baik. Amandemen
dilakukan agar UUD yang digunakan tetap relevan dengan keadaan pada masa sekarang ini,
karena dunia selalu berkembang dan dibutuhkan adanya perubahan untuk menyempurnakan
dasar hukum dan konstitusi negara. Selain itu, apabila amandemen terbatas dilakukan dengan
baik, dan hanya membahas mengenai GBHN saja, bisa jadi pembangunan Indonesia menjadi
lebih terarah dan dapat dilaksanakan dengan baik oleh seluruh pemimpin.
BAB 4
KESIMPULAN DAN SARAN

4.1. Kesimpulan
Kasus pro – kontra akibat amandemen UUD yang ke – 5 harus dapat dicermati lebih dalam.
Amandemen UUD pun harus dapat dilakukan dengan kajian penuh dan tidak hanya dilihat
dari 1 sudut pandang saja sehingga amandemen UUD tidak menimbulkan masalah di
kemudian hari.
Kembali hidupnya GBHN mengakibatkan sistem pembangunan negara mengacu pada
satu acuan jangka Panjang yang telah disepakati bersama, sehingga setiap pemimpin
nantinya harus mematuhi aturan tersebut. Akibatnya, pembangunan lebih terstruktur dan
tidak berubah – ubah seperti yang terjadi pada era – era pemerintahan sebelumnya.
Permasalahan GBHN dapat diselesaikan dengan memperbaiki UU no. 25 tahun 2004 yang
mengatur tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional.
Resiko bila GBHN kembali adalah, MPR berfungsi seperti pada semula, yaitu
menetapkan GBHN tersebut. Maka, MPR menjadi Lembaga tertinggi negara dan presiden
harus bertanggun jawab pada MPR. Bila presiden tidak mempertanggung jawabkan hal
tersebut, maka MPR berhak memberhentikan presiden. Maka dari itu, kekuasaan tertinggi
bukan lagi di tangan rakyat melainkan pemerintah.
Amandemen terbatas hanya memiliki focus untuk mengembalikan GBHN tidak
memiliki dampak yang besar bila dibandingkan dengan amandemen menyeluruh. Bila
amandemen menyeluruh dilaksanakan, dampaknya akan sangat besar bagi sistem
ketetanegaraan Indonesia saat ini. Proses pengkajian ulang UUD tentu memiliki rentang
waktu, dalam rentang waktu tersebut bisa menghasilkan celah untuk menyalahgunakan
peraturan. Akibatnya, Indonesia memiliki kemungkinan besar kembali ke masa orde baru.
Proposisi antara partai pendungkung dan oposisi pada MPR, idealnya adalah 60 : 40,
namun PKS sebagai partai oposisi hanya berjumlah kurang dari 9% dari seluruh anggota
MPR, sehingga pemerintah akan sangat mudah menentukan suara karena tidak ada yang
menjadi oposisi. Akibatnya, demokrasi bisa hancur dan pemerintahan hanya berdasarkan 1
pendapat saja dan bisa menjadi otoriter.
Amandemen UUD 1945 harus dipikirkan secara matang, namun setiap keputusan pasti
ada tujuan baik. Bila yang dilakukan hanya amandemen terbatas, yang fokus pada GBHN
saja, pembangunan di Indonesia lebih terarah dan dapat dilaksanakan dengan baik oleh
pemimpin – pemimpin selanjutnya.

4.2.Saran
Kasus pro-kontra yang terjadi akibat wacana amandemen UUD harus dicermati secara
mendalam agar dapat dijadikan acuan dalam proses amandemen UUD. Pro kontra yang terjadi
jangan sampai menimbulkan perpecahan yang berdampak terhadap kepentingan publik ,
Amandemen UUD harus dilakukan dengan penuh kajian, tidak bisa hanya melihat dari salah
satu sisi saja. Proses pembentukan amandemen harus dikawal dengan baik agar terhindar dari
politic of interest. Sosialisasi kebijakan atau peraturan yang akan ditetapkan alangkah lebih
baik bila disampaikan kepada setiap stakeholder atau golongan masyarakat karena UUD
berlaku untuk setiap warga negara tanpa terkecuali.
DAFTAR PUSTAKA
https://salamadian.com/pengertian-amandemen-uud-1945/

https://nasional.kompas.com/read/2019/08/13/08015461/wacana-kembali-ke-uud-1945-dan-
mengingat-lagi-alasan-perlunya-amandemen?page=all

http://ditjenpp.kemenkumham.go.id/htn-dan-puu/2971-hak-konstitusional-warga-negara.html

https://nasional.kompas.com/read/2016/11/03/17403881/amandemen.ke-
5.uud.1945.dari.usulan.wacana.ke.tindakan?page=all

https://tirto.id/rencana-amandemen-uud-1945-untuk-kepentingan-apa-dan-siapa-egm8

https://www.liputan6.com/news/read/2166795/10-usulan-dpd-ri-untuk-amandemen-ke-5-uud-
1945

https://mkri.id/index.php?page=web.Berita&id=11277

https://news.detik.com/berita/d-3920907/panas-ini-pro-kontra-amendemen-uud-1945

https://www.kompasiana.com/www.anisjasmerah.blogspot.com/552c954e6ea834d7758b456
f/fakta-sejarah-yang-ditutuptutupi-soekarno-uud-1945-merupakan-uud-kilat-bag-1

https://tirto.id/pro-kontra-rencana-amandemen-uud-1945-hidupkan-kembali-gbhn-efZm

http://hukum.unsrat.ac.id/uu/uud_am1_4.htm

https://www.voaindonesia.com/a/peta-koalisi-membuat-wacana-amendemen-
berbahaya/5044749.html

https://tirto.id/pks-tolak-amandemen-uud-1945-dilakukan-saat-kekuatan-oposisi-kecil-egiu

https://nasional.kompas.com/read/2019/08/12/09120341/sikap-politik-pdi-p-amandemen-
terbatas-uud-1945-hingga-ambang-batas-parlemen?page=all
https://dosenppkn.com/gbhn/

Versi Asli UUD 1945 Dibandingan dengan Amandemen Keempat 2002 - Grafis Tempo.co
Surya Paloh: Kalau Tak Ada Lagi yang Oposisi, Demokrasi Selesai, Negara Jadi Otoriter
Amandemen Menyeluruh UUD 1945 Dituding Kepentingan Elite Khas Orba - Tirto.ID
Wacana Amandemen (Terbatas) Konstitusi
Panasnya Wacana Amendemen UUD 1945 dan Kembalinya GBHN | Katadata News

Anda mungkin juga menyukai