Anda di halaman 1dari 69

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL .

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING .

ii

HALAMAN PENGESAHAN KELULUSAN .

iii

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN ..

iv

HALAMAN MOTO DAN PERSEMBAHAN

KATA PENGANTAR ...

vi

ABSTRAK .

viii

DAFTAR ISI ..

ix

BAB I

BAB II

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ...

B. Rumusan Masalah

C. Tujuan Penelitian ..

D. Kegunaan Penelitian .

E. Penegasan Istilah ..

F. Tinjauan Pustaka ..

G. Metode Peneltian ..

10

H. Sistematika Penulisan ...

14

KAJIAN PUSTAKA
A. Pernikahan Dini Menurut Hukum Islam dan Perundangundangan di Indonesia ..

16

B. Faktor-Faktor Pendodrng Terjadinya Pernikahan Dini

26

C. Dampak Terjadinya Pernikahan Dini ...

30

BAB III

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN


A. Kewenangan

Pengadilan

Agama

Salatiga

Terhadap

Permohonan Dispensasi Nikah .....

34

B. Permohonan Dispensasi Nikah di Pengadilan Agama


Salatiga ....................................

36

C. Daftar Register Dispensasi Nikah di Pengadilan Agama


Salatiga ........................................

38

D. Profil Pasangan Nikah Dini ..

40

E. Gambaran Umum Tentang Pasangan Nikah Dini

49

F. Proses Penetapan Permohonan Dispensasi Nikah di

BAB IV

Pengadilan Agama Salatiga .................................

50

G. Hasil Sidang Permohonan Dispensasi Nikah ...

53

ANALISIS DATA
A. Faktor-faktor yang mendorong pengajuan permohonan
dispensasi nikah di Pengadilan Agama Salatiga ..
B. Pertimbangan

yang

digunakan

oleh

hakim

55

dalam

menetapkan permohonan dispensasi nikah di Pengadilan


Agama Salatiga ........................
BAB V

60

PENUTUP
A Kesimpulan ...

62

B Saran .

63

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1974 tentang
Perkawinan dan Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 tentang
Pelaksanaan Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan
merupakan salah satu produk pembangunan nasional di bidang hukum,
sekaligus memberikan landasan hukum perkawinan yang selama ini menjadi
pegangan dan telah berlaku pada semua golongan dalam masyarakat.
Penjelasan Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan
menyebutkan bahwa sesuai dengan landasan falsafah Pancasila dan Undangundang 1945, Undang-undang ini harus dapat mewujudkan prinsip-prinsip
yang terkandung dalam Pancasila, Undang-undang 1945, dan dapat
menampung segala kenyataan hidup dalam masyarakat yang mengandung
unsur-unsur dan ketentuan-ketentuan Hukum Agama.
Dalam penjelasan pasal 1 sebagai Negara yang berdasarkan Pancasila
di mana Sila Pertama adalah Ketuhanan Yang Maha Esa, maka perkawinan
mempunyai hubungan yang erat sekali dengan unsur agama. Perkawinan
bukan saja mempunyai unsur lahir/ jasmani tetapi juga batin/ rohani. Oleh
karena itu perkawinan bukan hanya sekedar hubungan perdata saja tetapi
mempunyai hubungan yang erat dengan agama, bahkan agama merupakan
dasar bagi adanya perkawinan.

Perkawinan merupakan peristiwa hukum yang sangat penting. Untuk


membuktikan adanya suatu perkawinan maka harus ada bukti secara autentik
yang dikeluarkan oleh suatu instansi yang resmi. Perkawinan tidak dapat
dipisahkan dengan sahnya perkawinan menurut hukum agama. Dengan adanya
pencatatan perkawinan, maka akan terbitlah akta nikah dari Kantor Urusan
Agama (KUA).
Perkawinan didasarkan atas persetujuan kedua calon mempelai.
Perkawinan bertujuan membentuk keluarga yang diliputi rasa saling cinta
mencintai dan rasa kasih sayang antara sesama anggota keluarga yang penuh
ketenangan. Realisasi tujuan mulia ini harus didukung oleh kesiapan fisik dan
kematangan mental dari masing-masing mempelai.
Ajaran Islam secara umum memiliki lima prinsip perlindungan yaitu
perlindungan terhadap agama, jiwa, akal, keturunan, dan harta. Dari kelima
nilai universal Islam itu, satu diantaranya adalah menjaga jalur keturunan
(hifdzu al nasl). Oleh sebab itu, agar jalur nasab tetap terjaga, hubungan seks
yang mendapatkan legalitas agama harus melalui pernikahan. Seandainya
agama tidak mensyariatkan pernikahan, niscaya genelogi (jalur keturunan)
akan semakin kabur (Muhyidin, 2006:35).
Subtansi hukum Islam adalah menciptakan kemaslahatan sosial bagi
manusia pada masa kini dan masa depan. Hukum Islam adalah hukum yang
humanis dan selalu membawa rahmat bagi semesta alam. Begitu juga dengan
hukum negara melalui kebijakan pemerintah sama mengandung unsur
maslahat.

Batas usia perkawinan harus ditetapkan untuk membatasi anak-anak di


bawah umur melakukan pernikahan. Pasalnya, pernikahan dini bisa
menggangu psikologis, terlebih organ reproduksinya belum matang yang
berakibat rentan terinfeksi secara kesehatan. Pernikahan di bawah umur
sebenarnya merugikan anak itu sendiri, seperti risiko tinggi meninggal bagi
ibu yang melahirkan (Mapreare, 1982:47).
Dari sudut pandang kedokteran, pernikahan usia dini mempunyai
dampak negatif baik bagi ibu maupun anak yang dilahirkan nantinya. Ditinjau
dari sisi sosial, pernikahan dini dapat mengurangi harmonisasi keluarga. Hal
ini disebabkan oleh emosi yang masih labil, gejolak darah muda dan cara pikir
yang belum matang (Kampono, 2007:23).
Pernikahan dini akan mengakibatkan pasangan tersebut terbebani
peran sebagai suami-isteri, sehingga risiko stres menjadi lebih tinggi. Setelah
itu, ia akan melakukan perbuatan kriminal dan kekerasaan fisik atau psikis,
yang terkadang merugikan lingkungan sekitarnya. Seringkali pula pasangan
tersebut memilih untuk bercerai, meski pernikahan mereka masih seumur
jagung.
Melihat pernikahan dini dari berbagai aspeknya memang mempunyai
banyak dampak negatif. Oleh karena itu, di dalam pasal 7 ayat (1) Undangundang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan, Perkawinan hanya
diizinkan bila pihak pria mencapai usia 19 (sembilan belas) tahun dan pihak
wanita sudah mencapai usia 16 (enam belas) tahun.

Salah satu prinsip untuk menjamin cita-cita luhur perkawinan dalam


Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan adalah
memperhatikan tentang kesiapan fisik dan kematangan mental dari calon
mempelai. Dengan memiliki kesiapan fisik dan kematangan mental,
diharapkan ke depannya dalam menjalani bahtera rumah tangga selain
menimbulkan rasa tanggung jawab di antara keduanya juga dapat memberikan
keturunan yang baik dan sehat.
Undang-undang Perkawinan memberikan peluang apabila dalam
keadaan yang sangat memaksa, perkawinan di bawah umur dapat dilakukan
dengan mengajukan permohonan dispensasi nikah ke pengadilan agama
setempat dengan surat pengantar dari KUA, sebagaimana yang tercantum
dalam Undang-undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974 pasal 7 ayat (2).
Dispensasi nikah adalah permohonan pengesahan pernikahan yang
dilangsungkan, di mana para calon mempelai atau salah satu calon mempelai
belum mencapai batas usia minimal yaitu batas minimal sebagaimana yang
telah ditetapkan dalam Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang
Perkawinan.
Permohonan dispensasi nikah dari pihak pemohon, berkaitan erat
dengan pengadilan yang memiliki hak untuk menolak atau menerima
permohonan dispensasi nikah apabila alasan yang diajukan tidak didukung
dengan adanya alasan yang kuat. Untuk itu, kebijaksanaan dan kehati-hatian
dari pihak pengadilan sangat berperan dalam menerima permohonan

dispensasi nikah yang sesuai dengan alasan yang kuat sehingga jumlah laju
permohonan dispensasi nikah dapat ditekan.
Selain kebijakan dan kehati-hatian, pertimbangan majelis hakim dalam
menetapkan permohonan dispensasi nikah juga memegang peranan penting.
Menetapkan atau membatalkan permohonan dispensasi nikah pada dasarnya
terletak pada alasan yang kuat dalam permohonan, hasil pemeriksaan dalam
persidangan, dan pertimbangan majelis hakim.
Tidak adanya petunjuk pelaksanaan atau aturan khusus mengenai
pertimbangan hakim dalam memberikan penetapan dispensasi nikah, maka
diantara hakim yang satu dengan hakim yang lain dalam satu pengadilan akan
memiliki pertimbangan yang berbeda-beda dalam menetapkan permohonan
dispensasi nikah, padahal penetapan itu akan menimbulkan akibat hukum baru
yang terkait pada pelaksanaan pernikahan oleh pemohon yang mengajukan
permohonan dispensasi nikah tersebut. Di Pengadilan Agama Salatiga dalam
kurun waktu bulan Januari sampai dengan Nopember 2010 terdaftar 25
permohonan dispensasi nikah.
B. Rumusan Masalah
Bertolak dari latar belakang penelitian di atas, maka dapat dirumuskan
beberapa rumusan masalah sebagai berikut:
1. Apa faktor yang mendorong untuk mengajukan permohonan dispensasi
nikah di Pengadilan Agama Salatiga?
2. Pertimbangan apa saja yang digunakan oleh hakim dalam menetapkan
permohonan dispensasi nikah?

C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah yang telah diuraikan,
penelitian ini mempunyai tujuan yaitu untuk mengetahui faktor-faktor apa saja
yang mendorong untuk mengajukan permohonan dispensasi nikah dan
pertimbangan apa saja yang digunakan oleh hakim dalam menetapkan
permohonan dispensasi nikah.
D. Kegunaan Penelitian
Untuk memberikan hasil penelitian yang berguna secara keseluruhan,
maka penelitian ini sekiranya bermanfaat diantaranya:
1. Teoritis
Dapat memberikan sumbang asih terhadap kemajuan perkembangan
ilmu pengetahuan pada umumnya dan ilmu hukum pada khususnya yang
memiliki kaitan dengan dispensasi nikah sehingga dapat mengungkap
permasalahan-permasalahan yang inherent di dalam proses pembaharuan
hukum.
2. Praktis
a. Bagi masyarakat
Dapat memberikan wawasan dan pemahaman kepada masyarakat
mengenai dispensasi nikah serta akan dapat menunjukkan ke arah
mana sebaiknya hukum di bina berhubung dengan perubahanperubahan masyarakat.
b. Bagi Pengadilan Agama

Dapat memberikan masukan tentang perkembangan aspirasi dan


kebutuhan hukum yang berubah-ubah dalam masyarakat tentang
dispensasi nikah.
c. Bagi STAIN Salatiga
Dapat memberikan masukan kepada akademik tentang masalah
dispensasi nikah yang memiliki banyak polemik dalam masyarakat
sehingga menarik untuk dimasukkan sebagai kurikulum yang nantinya
dapat mengatasi polemik dalam masyarakat serta menunjang
pembaharuan hukum dari hasil penemuan-penemuan di lapangan.
d. Bagi penulis
Dapat menambah ilmu pengetahuan dan pembentukan pola
berpikir

serta

pemenuhan

pra-syarat

dalam

menyelesaikan

pembelajaran ilmu hukum Islam dalam bidang hukum keluarga


(Ahwal Al-Syakhshiyah) pada Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri
(STAIN) Salatiga.
E. Penegasan Istilah
Untuk menghindari kemungkinan terjadinya penafsiran yang berbeda
dengan maksud utama penulis dalam penggunaan kata pada judul, maka perlu
penjelasan beberapa kata pokok yang menjadi inti penelitian.
Adapun yang perlu penulis jelaskan adalah sebagai berikut:
1. Dispensasi adalah pengecualian dari aturan karena adanya pertimbangan
yang khusus (Rasyid, 1990:46).

2. Dispensasi nikah adalah pengecualian dari aturan karena adanya


pertimbangan khusus yang diberikan pengadilan agama kepada calon
mempelai yang belum cukup umur untuk melangsungkan perkawinan,
bagi pria berumur kurang dari 19 tahun dan wanita berumur kurang dari 16
tahun.
F. Tinjauan Pustaka
Dispensasi Nikah (Studi Penetapan tentang Permohonan Dispensasi
Nikah di Pengadilan Agama Salatiga Tahun 2010) belum pernah diangkat
menjadi skripsi. Meskipun demikian peneliti menemukan skripsi yang
memiliki tema sama yaitu Dispensasi Kawin Karena Hubungan Luar
Nikah (Studi Penetapan Hakim di Pengadilan Agama Salatiga Tahun 2005)
yang diangkat oleh Sariyanti.
Skripsi Dispensasi Kawin Karena Hubungan Luar Nikah (Studi
Penetapan Hakim di Pengadilan Agama Salatiga Tahun 2005) memiliki fokus
terhadap 4 hal:
1. Konsep batasan usia perkawinan menurut fiqh dan undang-undang
perkawinan,
2. Mekanisme pengajuan dan proses penyelesaian perkara permohonan
dispensasi kawin,
3. Pertimbangan hakim dalam penetapan dispensasi kawin karena hubungan
luar nikah,
4. Penetapan hakim dalam dispensasi kawin karena hubungan luar nikah.

Hasil dari penelitiannya adalah memberikan gambaran tentang


dispensasi nikah di Pengadilan Agama Salatiga yang meliputi:
1. Proses atau mekanisme pengajuan perkara (pendaftaran, pembayaran biaya
perkara hingga mendapatkan nomor perkara)
2. Pertimbangan yang digunakan majelis hakim pada waktu berlangsungnya
persidangan dalam penetapan dispensasi kawin karena hubungan luar
nikah
3. Analisa pertimbangan yang digunakan majelis hakim pada waktu
berlangsungnya persidangan dengan penetapan hakim dalam dispensasi
kawin karena hubungan luar nikah.
Selain skripsi yang memiliki tema sama, peneliti juga menemukan judul
skripsi yang memilki kaitan dengan masalah dispensasi nikah yaitu:
1. Pernikahan Dini (Studi Komparatif Hukum Islam dan Undang-undang
Nomor 1 Tahun 1974) oleh Mutaqin, dengan fokus penelitian tentang
konsep pernikahan dalam Islam, batasan minimum usia pernikahan
menurut hukum Islam dan Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang
Perkawinan, dan hukum pernikahan dini menurut hukum Islam dan
Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan.
2. Pernikahan Dini (Studi Kasus di Kecamatan Ngawen, Kabupaten Klaten
Tahun 2000-2004) oleh Uswatun Hasanah, dengan fokus penelitian
tentang maksud pernikahan dini, faktor terjadinya dan dampaknya
pernikahan dini di Kecamatan Ngawen, Kabupaten Klaten.

3. Perkawinan Di Bawah Umur Dalam Perspektif Hukum Islam (Studi


Analisis terhadap Pasal 7 Undang-undang Perkawinan Nomor 1 Tahun
1974) oleh Siti Dayanti, dengan fokus penelitian tentang maksud
perkawinan dan kedewasaan dalam perspektif hukum Islam, batas usia
perkawinan dalam Undang-undangan Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974,
keterkaitan kedewasaan dengan tujuan perkawinan, dan perkawinan di
bawah umur menurut Undang-undang Perkawinan dan hukum Islam.
Berbeda dengan skripsi-skripsi yang sudah ada, disini peneliti
merumuskan tentang faktor-faktor apa saja yang mendorong untuk
mengajukan permohonan dispensasi nikah dan pertimbangan khusus apa yang
digunakan oleh hakim dalam menetapkan permohonan dispensasi nikah.
G. Metode Penelitian
Untuk memperoleh data yang akurat, penulis menggunakan metode
penelitian yang diantaranya adalah:
1. Pendekatan dan Jenis Penelitian
a. Pendekatan
Penelitian ini mendasarkan pada penelitian hukum normatif
(yuridis normatif). Penelitian hukum normatif (yuridis normatif) ialah
metode penelitian hukum yang dilakukan dengan meneliti bahan
pustaka atau data sekunder. Dalam penelitian ini yang akan dicari
terkait dengan permohonan dispensasi nikah.
b. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif yang secara umum


bersifat deskriptif. Sifat deskriptif ini dimaksudkan untuk mendapatkan
gambaran yang baik, jelas, dan dapat memberikan data secermat
mungkin tentang obyek yang diteliti. Dalam hal ini untuk
menggambarkan semua hal yang berkaitan tentang permohonan
dispensasi nikah di Pengadilan Agama Salatiga
2. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan penulis di Pengadilan Agama Salatiga Jl.
Lingkar Selatan, Jagalan, Cebongan, Argomulyo, Salatiga, 50711. Peneliti
memilih lokasi tersebut karena Pengadilan Agama Salatiga masih
menerima, memproses, dan menetapkan permohonan dispensasi nikah.
Dari bulan Januari sampai dengan Nopember 2010 Pengadilan Agama
Salatiga telah menerima dan menetapkan permohonan dispensasi nikah
sebanyak 25 perkara.
3. Sumber Data
Penelitian ini menggunakan dua sumber data, yaitu:
a.

Informan
Informan adalah orang yang dapat memberikan informasi
tentang situasi dan kondisi latar penelitian (Moleong, 2000:90).
Informan adalah mereka yang mempunyai banyak pengalaman
atau yang berhubungan

tentang masalah yang sedang diteliti.

Informan diharapkan dapat memberikan pandangan mengenai


semua hal yang berkaitan dengan latar penelitian setempat.

Dalam penelitian ini yang menjadi informan adalah Ketua


Pengadilan Agama Salatiga, hakim, panitera, pemohon, keluarga
dan kerabat pemohon.
b. Dokumen
Dokumen ialah data yang mencakup surat-surat resmi,
buku-buku, hasil penelitian yang berbentuk laporan dan
sejenisnya yang meliputi (Moleong, 2000:113):
1) Surat permohonan dispensasi nikah
2) Salinan penetapan dispensasi nikah
3) Buku-buku yang memiliki kaitan dengan penelitian ini
4) Artikel ilmiah
5) Arsip-arsip yang mendukung
4.

Prosedur Pengumpulan Data


Prosedur pengumpulan data adalah proses untuk menghimpun data
yang diperlukan, relevan serta dapat memberikan gambaran dari aspek
yang akan diteliti baik penelitian pustaka ataupun penelitian lapangan.
Dalam mengumpulkan data, penulis menggunakan metodologi
penelitian lapangan (field research) yaitu penelitian yang dilakukan
dengan terjun langsung secara aktif ke lapangan.
Prosedurnya meliputi:
a. Wawancara
Wawancara adalah tanya jawab secara lisan terhadap
informan dengan berhadapan secara langsung. Wawancara

dilakukan peneliti kepada Ketua Pengadilan Agama Salatiga,


hakim, panitera, pemohon, keluarga dan kerabat pemohon.
b.

Observasi
Kegiatan ini diartikan sebagai pengamatan dan pencatatan
terhadap informasi yang didapat selama melakukan penelitian.
Observasi penelitian ini dilakukan di Kantor Pengadilan Agama
Salatiga baik di luar maupun di dalam proses persidangan.

c. Dokumentasi
Dokumentasi ialah data yang berupa catatan, transkip,
buku, surat kabar, agenda, dan sebagainya. Dokumentasi yang
dilakukan dalam penelitian ini adalah salinan penetapan
dispensasi nikah.
5. Analisis Data

Yang dimaksud dengan analisis data yaitu suatu cara yang dipakai
untuk menganalisa, mempelajari serta mengolah kelompok data tertentu,
sehingga dapat diambil suatu kesimpulan yang kongkret tentang
permasalahan yang diteliti dan dibahas. Dalam penelitian ini penyusun
menggunakan analisa data deduktif yaitu cara memberi alasan dengan
berpikir dan bertolak dari pernyataan yang bersifat umum kemudian
ditarik pada persoalan yang berkaitan dengan penelitian. Metode ini
digunakan dalam rangka mengetahui bagaimana penerapan kaidah-kaidah
normatif dan yuridis dalam perkara dispensasi nikah.

6. Pengecekan Keabsahan Data

Dalam suatu penelitian, keabsahan data mempunyai peranan yang


sangat besar, sehingga untuk mendapatkan data yang valid diperlukan
suatu pengecekan. Keabsahan data dalam penelitian ini menggunakan
teknik triangulasi sumber. Menurut Patton, berarti teknik dengan cara
membandingkan dan mengecek balik suatu informasi yang diperoleh
melalui waktu dan alat yang berbeda dalam metode kualitatif. Untuk
menggunakan teknik triangulasi sumber, dapat ditempuh dengan cara
membandingkan data pada buku dengan buku, buku dengan hasil
wawancara, dan hasil wawancara dengan hasil wawancara.
7. Tahap-tahap Penelitian
Setelah peneliti menentukan tema yang akan diteliti, maka penulis
melakukan penelitian pendahuluan ke Pengadilan Agama Salatiga guna
mendapatkan data awal dengan bertanya kepada hakim sehingga
menghasilkan sebuah catatan-catatan, kemudian mencari permasalahan
yang ada. Data awal dan masalah yang sudah diperoleh kemudian
dilanjutkan dengan proses observasi ke lapangan dan melakukan
wawancara-wawancara kepada informan. Setelah data dan fakta telah
didapatkan langkah selanjutnya adalah proses penyusunan.
H. Sistematika Penulisan
Dalam penelitian ini, sistematika penulisan dapat digambarkan sebagai
berikut:

Bab I, Pendahuluan yang meliputi: latar belakang masalah, rumusan


masalah, tujuan penelitian, kegunaan penelitian, penegasan istilah, tinjauan
pustaka, metode penelitian (pendekatan dan jenis penelitian, lokasi penelitian,
sumber data, prosedur pengumpulan data, analisis data, pengecekan keabsahan
data, tahap-tahap penelitian), dan sistematika penulisan.
Bab II, Kajian Pustaka yang meliputi: pernikahan dini menurut hukum
Islam dan perundang-undangan di Indonesia, faktor-faktor pendorong
terjadinya pernikahan dini, dampak terjadinya pernikahan dini.
Bab III, Hasil Penelitian dan Pembahasan yang meliputi: kewenangan
Pengadilan Agama Salatiga terhadap dispensasi nikah (kewenangan absolut
dan relatif), permohonan dispensasi nikah, daftar register dispensasi nikah,
profil pasangan nikah dini, gambaran umum tentang pasangan nikah dini,
proses penetapan permohonan dispensasi nikah, dan hasil sidang permohonan
dispensasi nikah di Pengadilan Agama Salatiga.
Bab IV, Analisis Data yang meliputi: faktor-faktor yang mendorong
pengajuan permohonan dispensasi nikah di Pengadilan Agama Salatiga dan
pertimbangan-pertimbangan yang digunakan oleh majelis hakim dalam
menetapkan permohonan dispensasi nikah.
Bab V, Penutup yang meliputi: kesimpulan dan saran.

BAB II KAJIAN
PUSTAKA
A. Pernikahan Dini Menurut Hukum Islam dan Perundang-undangan di
Indonesia
1. Pernikahan Dini Menurut Hukum Islam
Menikah dini pada hakikatnya adalah menikah juga, hanya saja
dilakukan oleh mereka yang masih muda usianya.
Nikah dini adalah satu fenomena yang sudah lama muncul dan
menjadi pembicaraan publik terutama kalangan muda-mudi yang
merupakan pelaku utamanya. Banyak alasan dalam memutuskan langkah
yang cukup sakral ini, mulai dari tuntutan orang tua, menghindari
perbuatan menyimpang, hingga alasan-alasan ekstrim karena terlanjur
kecelakaan (Abdurahman, 1997:66).
a. Hukum Asal Nikah
Menikah hukum awalnya adalah sunnah (mandub), sesuai
firman Allah SWT:


Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak)
perempuan yang yatim (bilamana kamu mengawininya), maka
kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi: dua, tiga atau
empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka

(kawinilah) seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki. yang


demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya.
(QS. An Nisaa: 3)
Ayat tersebut menjelaskan bahwa Allah SWT, memerintahkan
kepada manusia melangsungkan pernikahan dengan berbagai pilihan
sehingga tuntutan tersebut tidak bersifat keharusan, karena adanya
kebolehan untuk memilih antara kawin dengan beberapa isteri. Namun,
hukum sunnah ini suatu ketika dapat berubah menjadi hukum lain,
bergantung kondisi orang yang ingin melaksanakan nikah tersebut.
Hukum menikah meliputi (Abidin, 1999:47):
1) Wajib
Laki-laki atau perempuan yang tidak dapat menjaga
kesucian diri dan akhlaknya, kecuali dengan menikah. Menjaga
kesucian diri dan akhlak adalah kewajiban setiap muslim. Hal ini
sesuai dengan kaidah syara: Bila suatu kewajiban tidak sempurna
kecuali dengan sesuatu, maka sesuatu itu menjadi wajib untuk
dipenuhi.
2) Sunnah
Laki-laki yang punya niat dan mampu atau perempuan yang
sudah punya niat dan bersedia patuh pada suami atau perempuan
yang belum punya niat tetapi membutuhkan perlindungan dan
nafkah dari suami.
3) Mubah

Laki-laki yang mempunyai niat tetapi belum mampu


mendirikan rumah tangga atau laki-laki yang belum punya niat
tetapi secara materi mampu atau perempuan yang belum punya niat
untuk menikah.
4) Makruh
Laki-laki yang belum punya niat dan belum mampu
mendirikan rumah tangga atau perempuan yang sudah punya niat
tetapi ragu-ragu melaksanakannya.
5) Haram
Laki-laki atau perempuan yang menikah dengan tujuan
untuk merusak atau menyakiti hati, fisik, dan agama isteri atau
suami. Kaidah syara telah merumuskan masalah ini, bahwa:
Segala perantaraan yang membawa kepada yang haram,
hukumnya menjadi haram.
b. Tujuan dan Keutamaan Menikah
Tujuan dan keutamaan menikah meliputi (Ghazaly, 2003:95):
1) Melaksanakan perintah Allah dan Rasul-Nya karena nikah adalah
satu sunnah yang dianjurkan Rasulullah SAW dan sudah
sepatutnya kita melaksanakannya.

Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mukmin dan tidak (pula)
bagi perempuan yang mukmin, apabila Allah dan Rasul-Nya telah

menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang


lain) tentang urusan mereka. dan barang siapa mendurhakai Allah
dan Rasul-Nya maka sungguhlah dia telah sesat, sesat yang
nyata. (QS. Al Ahzab:36)
2) Menjaga mata, menentramkan jiwa, memelihara nafsu seksualitas,
membina kasih sayang, dan menjaga kehormatan dan memelihara
kepribadian.

Dan diantara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah dia menciptakan


untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung
dan merasa tentram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa
kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benarbenar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir.
(QS. Ar Ruum21)
3) Menikah adalah salah satu cara menyempurnakan agama. Allah
akan memberikan separuhnya bagi mereka yang menikah.
4) Melaksanakan dan membina kualitas-kualitas keturunan yang
shalih dan shalihah.
5) Melaksanakan

pembangunan

materiil

dan

spiritual

dalam

kehidupan keluarga.
c. Rukun dan Syarat Sah Nikah
Menurut syarat Islam, setiap perbuatan hukum harus
memenuhi dua unsur yaitu rukun dan syarat. Rukun adalah unsur
pokok dalam setiap perbuatan hukum. Syarat adalah unsur pelengkap
dalam setiap perbuatan hukum. Apabila kedua unsur tersebut tidak
dipenuhi, maka perbuatan itu dianggap tidak sah menurut hukum.

Demikian pula untuk sahnya suatu pernikahan harus dipenuhi rukun


dan syaratnya (Soemiyati, 1997:77).
1) Rukun Nikah
a) Calon mempelai laki-laki dan perempuan
b) Wali dari calon mempelai perempuan
c) Dua orang saksi (laki-laki)
d) Ijab dari wali atau wakilnya dari calon mempelai perempuan
e) Qabul dari calon mempelai laki-laki atau wakilnya
2) Syarat Sah Nikah
a) Calon mempelai laki-laki
i. beragama Islam
ii. tidak dalam paksaan
iii. terang laki-lakinya (tidak banci)
iv. tidak punya empat/ lebih isteri
v. tidak dalam ibadah ihram haji/ umroh
vi. bukan mahram calon isteri
vii. yakin bahwa calon isteri halal untuk dinikahi
viii. cakap hukum dan layak berumah tangga
ix. tidak ada halangan pernikahan
b) Calon mempelai perempuan
i. beragama Islam
ii. terang orangnya
iii. perempuan normal (bukan bencong/ lesbian)

iv. bukan mahram calon suami


v. mengizinkan wali untuk menikahkannya
vi. tidak dalam masa iddah
vii. tidak sedang bersuami
viii. belum pernah dilian oleh calon suami
ix. tidak dalam ibadah ihram haji/ umroh
c) Wali mempelai perempuan
i. baligh
ii. berakal
iii. tidak dipaksa
iv. terang laki-lakinya
v. adil (bukan fasik)
vi. tidak sedang dalam ihram haji/ umroh
vii.

tidak ada halangan atas perwaliannya

viii. punya hak atas perwaliannya


d) Saksi-saksi
i. beragama islam
ii. laki-laki
iii. baligh
iv. berakal
v. adil
vi. mendengar (tidak tuli)
vii. melihat (tidak buta)

viii. bisa bercakap-cakap


ix. tidak pelupa
x. menjaga harga diri
xi. mengerti maksud dari akad nikah
xii. hadir langsung pada acara akad nikah
xiii. tidak merangkap menjadi wali
e) Akad Nikah
i. ada ijab (penyerahan wali)
ii. ada qabul (penerimaan calon suami)
iii. ijab memakai kata nikah atau sinonim yang setara
iv. ijab dan qabul jelas, saling berkaitan, satu majelis, tidak
dalam ihram haji/ umroh
d. Hukum Pernikahan Dini
Menikah dini bila diartikan ialah menikah dalam usia masih
muda atau remaja. Hukum pernikahan dini menurut syariat adalah
sunnah (mandub) sesuai hukum awal pernikahan.
Pemuda yang sudah memenuhi syarat-syarat kesiapan untuk
melangsungkan pernikahan hendaknya segera untuk menikah, hal ini
untuk menjaga diri untuk menghindari hal-hal yang dilarang oleh
agama maupun negara.
Syarat kesiapan nikah dalam tinjauan ilmu fiqh ada 3 hal
(Tanjung, 2005:71):
1) Kesiapan ilmu

Kesiapan ilmu adalah kesiapan pemahaman hukum-hukum


fiqh yang berkaitan dengan urusan pernikahan, baik hukum
sebelum menikah seperti hukum melamar (khitbah), pada saat
nikah seperti syarat dan rukun akad nikah, maupun sesudah nikah
seperti hukum nafkah, talak, dan ruju (Said, 1996:65).
Syarat pertama ini didasarkan pada prinsip bahwa fardhu
ain hukumnya bagi seorang muslim mengetahui hukum-hukum
perbuatan yang sehari-hari dilakukannya atau yang akan segera
dilaksanakannya.
2) Kesiapan materi atau harta
Yang dimaksud harta disini ada dua macam, yaitu harta
sebagai mas kawin (mahar) dan harta sebagai nafkah.
a) Harta sebagai mas kawin (mahar), sebagaimana dalam QS. An
Nisaa ayat 4:


Berikanlah mas kawin (mahar) kepada wanita (yang kamu
nikahi) sebagai pemberian dengan penuh kerelaan. Kemudian
jika mereka menyerahkan kepada kamu sebagian dari mas
kawin itu dengan senang hati, maka makanlah (ambillah)
pemberian itu (sebagai makanan) yang sedap lagi baik
akibatnya. (QS. An Nisaa: 4)
b) Harta sebagai nafkah suami kepada isterinya untuk memenuhi
kebutuhan pokok atau primer bagi isteri yang berupa sandang,

pangan, dan papan sebagaimana dalam QS. Al Baqarah ayat


233 dan Ath Thalaaq ayat 6:

Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua


tahun penuh, yaitu bagi yang ingin menyempurnakan
penyusuan dan kewajiban ayah memberi makan dan pakaian
kepada para ibu dengan cara ma'ruf. Seseorang tidak dibebani
melainkan menurut kadar kesanggupannya. Janganlah seorang
ibu menderita kesengsaraan karena anaknya dan seorang ayah
karena anaknya, dan warispun berkewajiban demikian. Apabila
keduanya ingin menyapih (sebelum dua tahun) dengan kerelaan
keduanya dan permusyawaratan, maka tidak ada dosa atas
keduanya. dan jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang
lain, maka tidak ada dosa bagimu apabila kamu memberikan
pembayaran menurut yang patut. Bertakwalah kamu kepada
Allah dan ketahuilah bahwa Allah Maha Melihat apa yang
kamu kerjakan. (QS. Al Baqarah:233)


Tempatkanlah mereka (para isteri) di mana kamu bertempat
tinggal menurut kemampuanmu dan janganlah kamu

menyusahkan mereka untuk menyempitkan (hati) mereka, dan


jika mereka (isteri-isteri yang sudah ditalaq) itu sedang hamil,
maka berikanlah kepada mereka nafkahnya hingga mereka
bersalin, kemudian jika mereka menyusukan (anak-anak) mu
untukmu, maka berikanlah kepada mereka upahnya, dan
musyawarahkanlah diantara kamu (segala sesuatu) dengan
baik. Dan jika kamu menemui kesulitan, maka perempuan lain
boleh menyusukan (anak itu) untuknya. (QS. Ath Thalaaq:6)
3) Kesiapan fisik atau kesehatan
Khususnya laki-laki, yaitu maksudnya mampu menjalani
tugasnya sebagai laki-laki, tidak impoten. Kesiapan menikah ini
berlaku umum baik untuk yang menikah dini maupun yang tidak
dini.
2.

Pernikahan Dini Menurut Perundang-undangan di Indonesia


Pernikahan

dini

memang

menimbulkan

perdebatan

para

agamawan, psikolog, kalangan medis, sosiolog sampai pemerintah. Para


ulama menilai pernikahan dini tidak menjadi masalah asalkan kedua pihak
sudah mencapai usia baligh.
Menurut undang-undang perkawinan, seorang pria boleh menikah
kalau sudah mencapai usia minimal 19 tahun sementara pihak wanita
minimal 16 tahun. Sebelum mencapai batas usia yang telah ditentukan
berarti undang-undang melarang untuk melaksanakan ikatan pernikahan.
Kebijakan yang diatur negara ini sudah melewati banyak pertimbangan
sebelum disahkan. Secara fisik dan psikologis, usia-usia itu adalah batas
minimal seseorang bisa memikul sebuah tanggung jawab yang lebih besar.
Pertimbangan

yang

digunakan

di

dalam

undang-undang

perkawinan tidak terlepas dari pendapat-pendapat dari para ahli yang

memiliki kaitan dengan masalah keberlangsungan pernikahan dini. Para


sosiolog menilai pernikahan dini itu bertentangan dengan hukum tata
negara yang mengatur soal perkawinan. Para psikolog juga menilai jiwa
remaja berusia pra-17 tahun masih labil dan belum matang (Kartono,
1996:103).
Sementara pertimbangan dari sisi medis, pernikahan dini bisa
merugikan pihak perempuan. Kondisi rahim perempuan usia dini masih
belum cukup kuat untuk melahirkan anak. Sementara menurut sosiolog,
pernikahan dini bisa memicu konflik keluarga. Ini disebabkan usia
pasangan suami isteri yang masih labil, belum matang secara pikiran, dan
penuh emosi (Rachmaliansari, 2005).
Dalam praktiknya, banyak ditemui praktik pernikahan dini di
pedesaan dan kondisi mereka baik-baik saja. Para sosiolog berpendapat itu
karena masalah kultur yang tertanam kuat dalam masyarakat desa, dan
belum tentu terjadi pada masyarakat perkotaan yang punya kultur berbeda.
Dari uraian di atas, jelas bahwa pernikahan dini yang diatur dalam
undang-undang perkawinan lebih banyak mudharat daripada manfaatnya
sehingga undang-undang perkawinan melarang terjadinya pernikahan
dalam usia dini. Orang tua perlu disadarkan untuk tidak mengizinkan
menikahkan anaknya dalam usia dini dan harus memahamai peraturan
perundang-undangan untuk melindungi masa depan anaknya.
B. Faktor-Faktor Pendorong Terjadinya Pernikahan Dini

Pernikahan dini merupakan fenomena sosial yang sering terjadi


khususnya di Indonesia. Fenomena pernikahan dini bila diibaratkan seperti
fenomena gunung es, sedikit di permukaan atau terekspos dan sangat marak di
dasar atau di tengah masyarakat luas.
Dalih utama yang digunakan untuk memuluskan jalan melakukan
pernikahan dini adalah mengikuti sunnah Nabi Muhammad SAW. Namun,
dalih seperti ini bisa jadi bermasalah karena masih terdapat banyak
pertentangan dikalangan umat muslim tentang ke-shahih-an informasi
mengenai pernikahan dini yang dilakukan Nabi Muhammad SAW dengan
Aisah, r. a. (Hamdini, 2002:87).
Selain itu, peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia
dengan sangat jelas menentang terjadinya pernikahan dini. Jadi, tidak ada
alasan bagi pihak-pihak tertentu untuk melegalkan tindakan mereka yang
berkaitan dengan pernikahan dini.
Pemerintah harus berkomitmen serius dalam menegakkan hukum yang
berlaku terkait pernikahan dini sehingga pihak-pihak yang ingin melakukan
pernikahan dini berpikir dua kali terlebih dahulu sebelum melakukannya.
Selain itu, pemerintah harus semakin giat mensosialisasikan undang-undang
terkait pernikahan dini beserta sanksi-sanksi bila melakukan pelanggaran dan
menjelaskan risiko-risiko terburuk yang bisa terjadi akibat pernikahan dini
kepada masyarakat.

Faktor-faktor yang mendorong terjadinya pernikahan dini dalam


masyarakat terbagi menjadi dua, yaitu faktor pendorong dalam kehidupan
masyarakat tradisional dan kehidupan masyarakat modern..
1. Faktor dalam kehidupan masyarakat tradisioanal (Yanggo, 1996:87)
a. Menurut RT. Akhmad Jayadiningrat
1) keinginan untuk segera mendapatkan tambahan anggota keluarga
2) tidak adanya pengertian mengenai akibat buruk tentang pernikahan
dini, baik bagi mempelai itu sendiri maupun keturunannya
3) sifat kolot yang tidak mau menyimpang dari kultur yang sudah
tertanam dalam masyarakat
b. Menurut Hollean dan Suryono
1) masalah ekonomi keluarga
2) orang tua dari gadis meminta masyarakat (keluarga laki-laki)
apabila mau mengawinkan anak gadisnya
3) bahwa dengan adanya perkawinan anak-anak tersebut, maka dalam
keluarga gadis akan berkurang satu jiwa yang menjadi tanggung
jawab (makan, pakaian, pendidikan dan sebagainya)
2. Faktor dalam kehidupan masyarakat modern (Ghazaly, 2003:45):
a. Ekonomi
Perkawinan usia dini terjadi karena keadaan keluarga yang hidup
di bawah garis kemiskinan, untuk meringankan beban orang tuanya,
maka anak wanitanya dikawinkan dengan orang yang dianggap
mampu.

b. Pendidikan
Rendahnya tingkat pendidikan maupun pengetahuan orang tua
dan masyarakat menyebabkan adanya kecenderungan mengawinkan
anaknya yang masih di bawah umur.
c. Orang tua
Orang tua khawatir kena aib karena anak perempuannya
berpacaran dengan laki-laki yang sangat erat dan dekat sehingga segera
mengawinkan anaknya.
d. Media massa
Gencarnya ekspose seks di media massa menyebabkan remaja
modern kian permisif terhadap seks.
e. Adat atau kultur
Perkawinan usia dini terjadi karena orang tuanya takut anak
perempuannya dikatakan perawan tua sehingga segera dikawinkan.
f. Perubahan bentuk fisik
Kedewasaan seseorang yang dinilai dari perubahan-perubahan
fisik, misalnya menstruasi bagi anak perempuan dan mimpi basah bagi
anak laki-laki, diikuti dengan perubahan terhadap organ-organ
reproduksi dianggap sudah layak untuk segera menikah (Hurlock,
1991:82).
g. Kenakalan remaja (pergaulan bebas)
Kurangnya kasih sayang dan perngawasan orang tua dalam
keseharian anak menjadikan anak salah dalam memilih teman bermain.

h. Menutupi aib keluarga


Keluarga tidak mau malu atas aib yang telah dilakukan oleh
anggota keluarganya terlebih anak perempuannya yang hamil sebelum
menikah atau anak laki-laki yang menghamili pacarnya yang masih
usia sekolah (Yusuf, 2006:56)..
i. Menyelamatkan status anak pasca kelahiran
Pernikahan dini adalah solusi yang diambil oleh keluarga dan
masyarakat untuk menyelamatkan status anak agar tidak disebut anak
haram dan mendapatkan pengakuan atas ayah kandung (Yusuf,
2006:56).
j. Sanksi pidana
Tidak adanya sanksi pidana terhadap pelanggaran undangundang perkawinan, menyebabkan pihak-pihak yang memaksa
melakukan pernikahan di usia dini tidak dapat ditangani secara pidana
(Yusuf, 2006:77).
C. Dampak Terjadinya Pernikahan Dini
Berbagai dampak terjadinya pernikahan dini dapat dikemukakan
sebagai berikut:
1. Dampak terhadap hukum (Suara Merdeka, 2 Oktober 2010:9)
Adanya pelanggaran terhadap 3 undang-undang:
a. Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan

Pasal 7 (1), perkawinan hanya diizinkan jika pihak pria sudah


mencapai umur 19 tahun dan pihak wanita sudah mencapai umur 16
tahun.
Pasal 6 (2), untuk melangsungkan perkawinan seseorang yang
belum mencapai umur 21 tahun harus mendapat izin dari kedua orang
tua
b. Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan
Anak
Pasal 26 (1), orang tua berkewajiban dan bertanggung jawab
untuk:
1) mengasuh, memelihara, mendidik, dan melindungi anak
2) menumbuh kembangkan anak sesuai dengan kemampuan, bakat,
dan minatnya dan;
3) mencegah terjadinya perkawinan pada usia anak-anak
c. Undang-undang Nomor 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan
Tindak Pidana Perdagangan Orang (PTPPO)
Tujuan undang-undang tersebut melindungi anak agar anak
tetap memperoleh haknya untuk hidup, tumbuh, dan berkembang serta
terlindungi dari perbuatan kekerasan, eksploitasi, dan diskriminasi.
2. Dampak biologis
Dampak yang ditimbulkan dari sisi biologis (Kampono, 2007:69):
a. Ibu
1) banyak menderita anemia selagi hamil dan melahirkan

2) salah satu penyebab angka kematian ibu dan bayi akibat


pernikahan dini
3) mengalami

masa

reproduksi

lebih

panjang,

sehingga

memungkinkan banyak peluang besar untuk melahirkan


4) secara medis, usia bagus untuk

hamil adalah usia 25-35 tahun,

maka bila usia kurang meski secara fisik telah menstruasi dan bisa
dibuahi, bukan berarti siap untuk hamil dan melahirkan serta
mempunyai kematangan mental untuk melakukan reproduksi
5) menghentikan kesempatan mengecap pendidikan yang lebih tinggi,
berinteraksi dengan lingkungan teman sebaya, maka tidak
memperoleh kesempatan pengetahuan dan wawasan yang lebih
luas, sehingga berimplikasi terhadap kurangnya informasi dan
sempitnya mendapatkan kesempatan kerja
b. Anak
1) bayi lahir dengan berat rendah dan premature
2) salah satu penyebab angka kematian ibu dan bayi akibat
pernikahan dini
3) kurang kecerdasannya, karena ibu belum bisa memberikan
stimulasi mental pada anaknya. Hal ini disebabkan karena ibu yang
masih remaja belum mempunyai kesiapan mental untuk menjadi
ibu
3. Dampak psikologis

Secara psikis anak juga belum siap dan mengerti tentang hubungan
seks sehingga akan menimbulkan trauma psikis berkepanjangan dalam
jiwa anak yang sulit disembuhkan. Anak akan murung dan menyesali
hidupnya yang dia sendiri tidak mengerti atas putusan hidupnya.
Selain itu, ikatan perkawinan akan menghilangkan hak anak untuk
memperoleh pendidikan, hak bermain, dan menikmati waktu luangnya
serta hak-hak lainnya yang melekat dalam diri anak serta mudah terjadinya
tindakan kekerasan dalam rumah tangga karena tingkat berpikir yang
belum matang pada pasangan muda (Suara Merdeka, 16 Mei 2002:12).
4. Dampak sosial
Fenomena sosial ini berkaitan dengan faktor sosial budaya dalam
masyarakat patriarki yang bias gender, yang menempatkan perempuan
pada posisi yang rendah dan hanya dianggap pelengkap seks laki-laki saja.
Hal ini sangat bertentangan dengan ajaran agama apapun termasuk agama
Islam yang sangat menghormati perempuan.
5. Dampak perilaku seksual menyimpang
Adanya perilaku seksual yang menyimpang yaitu perilaku yang
gemar berhubungan dengan anak-anak yang dikenal dengan istilah
pedofilia. Perbuatan ini jelas merupakan tindakan illegal (menggunakan
seks anak), namun dikemas dengan perkawinan seakan-akan menjadi
legal.

BAB III
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Kewenangan

Pengadilan

Agama

Salatiga Terhadap

Permohonan

Dispensasi Nikah
1. Kewenangan Absolut
Kewenangan absolut/ mutlak adalah wewenang pengadilan untuk
mengadili suatu perkara sesuai dengan pembagian kekuasaan antar
lingkungan peradilan.
Dalam hal ini Pengadilan Agama Salatiga memiliki kewenangan
dalam bidang perkawinan yang tertuang dalam:
a. Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989 Pasal 49 Tentang Peradilan
Agama
1) Pengadilan Agama bertugas dan berwenang memeriksa, memutus,
dan menyelesaikan perkara-perkara di tingkat pertama antara
orang-orang yang beragama Islam dibidang:
a) perkawinan;
b) kewarisan, wasiat, dan hibah yang dilakukan berdasarkan
hukum Islam
c) wakaf dan shadaqah
(2) Bidang perkawinan sebagaimana yang dimaksud dalam ayat (1)
huruf a ialah hal-hal yang diatur dalam atau berdasarkan undangundang mengenai perkawinan yang berlaku.

Penjelasan atas Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989 Pasal 49 ayat


(2):
Yang dimaksud dengan bidang perkawinan yang diatur dalam
Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan antara
lain adalah:
1. izin beristeri lebih dari seorang;
2. izin melangsungkan perkawinan bagi orang yang belum berusia
21 (dua puluh satu) tahun, dalam hal orang tua atau wali
keluarga dalam garis lurus ada perbedaan pendapat;
3. dispensasi kawin;
b. Undang-undang Nomor 3 Tahun 2006 Pasal 49 Tentang
Perubahan Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989 Pasal 49
Tentang Peradilan Agama
Pengadilan Agama bertugas dan berwenang memeriksa,
memutus, dan menyelesaikan perkara di tingkat pertama antara orangorang yang beragama Islam dibidang:
a) Perkawinan
Penjelasan atas Undang-undang Nomor 3 Tahun 2006 Tentang
Perubahan Undang-undang Nomor 7 Tahun Pasal 49 huruf a.
Yang dimaksud dengan Perkawinan adalah hal-hal yang
diatur

dalam

atau

berdasarkan

undang-undang

perkawinan yang berlaku yang menurut syariah yaitu:


1.

izin beristeri lebih dari seorang;

mengenai

2. izin melangsungkan perkawinan bagi orang yang belum berusia


21 (dua puluh satu) tahun, dalam hal orang tua atau wali
keluarga dalam garis lurus ada perbedaan pendapat;
3. dispensasi kawin;
c. Undang-undang Nomor 50 Tahun 2009 Tentang Perbahan Kedua
Atas Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan
Agama (jelas)
2. Kewenangan Relatif
Kewenangan relatif (perkawinan) adalah wewenang pengadilan
untuk mengadili suatu perkara sesuai dengan daerah hukum dimana calon
mempelai pria dan wanita tersebut bertempat tinggal.
B. Permohonan Dispensasi Nikah di Pengadilan Agama Salatiga
Calon suami isteri yang belum mencapai usia 19 tahun dan 16 tahun
yang ingin melangsungkan perkawinan, orang tua yang bersangkutan harus
mengajukan permohonan dispensasi nikah kepada Pengadilan Agama dengan
bukti surat pengantar dari KUA setempat.
Proses pengajuan permohonan dispensasi nikah:
a. Permohonan dispensasi nikah diajukan oleh calon mempelai pria yang
belum berusia 19 tahun, calon mempelai wanita yang belum berusia 16
tahun dan/ atau orang tua calon mempelai tersebut kepada Pengadilan
Agama dalam daerah hukumnya dimana calon mempelai dan/ atau orang
tua calon mempelai tersebut bertempat tinggal.

b. Permohonan dispensasi nikah yang diajukan oleh calon mempelai pria


dan/ atau calon mempelai wanita dapat dilakukan secara kumulatif kepada
Pengadilan Agama dalam daerah hukumnya dimana calon mempelai pria
dan wanita tersebut bertempat tinggal.
Setelah pengajuan permohonan dispensasi nikah dilakukan dengan
syarat-syarat terpenuhi, permohonan akan didaftar dalam buku register
pengadilan untuk mendapatkan nomor urut dalam penetapan hari sidang.
Pelaksanakan sidang atas permohonan yang diajukan paling lambat 2 (dua)
minggu setelah pengajuan diterima oleh pengadilan. Pemberitahuan hari
sidang kepada pemohon dilakukan melalui surat panggilan dari pengadilan.

C. Daftar Register Dispensasi Nikah di Pengadilan Agama Salatiga


Daftar Register Dispensasi Nikah
Bulan Januari sampai dengan Nopember 2010
No.

Tgl Masuk

No. Perkara

Pemohon

Alamat

Hari Sidang

Majelis Hakim

06 Jan 2010

0001/Pdt.P/2010/PA.SAL

SW

BC

28 Jan 2010

MH MM

14 Jan 2010

0004/Pdt.P/2010/PA.SAL

KD

SD

04 Peb 2010

MH MM

22 Peb 2010

0005/Pdt.P/2010/PA.SAL

SR

TG

17 Mar 2010

MN AG

17 Mar 2010

0006/Pdt.P/2010/PA.SAL

SL

BC

05 Apr 2010

SP HN

12 Apr 2010

0007/Pdt.P/2010/PA.SAL

SR

GT

29 Apr 2010

EM IM

12 Apr 2010

0008/Pdt.P/2010/PA.SAL

SL

GT

29 Apr 2010

EM IM

10 Mei 2010

0012/Pdt.P/2010/PA.SAL

HR

GT

27 Mei 2010

EM IM

21 Mei 2010

0013/Pdt.P/2010/PA.SAL

SR

GT

03 Jun 2010

EM IM

02 Jun 2010

0014/Pdt.P/2010/PA.SAL

SD

PB

14 Jun 2010

NR HN

10

14 Jun 2010

0015/Pdt.P/2010/PA.SAL

KR

SD

28 Jun 2010

NR FT

11

06 Jul 2010

0020/Pdt.P/2010/PA.SAL

SR

BR

21 Jul 2010

MH RB

12

14 Jul 2010

0021/Pdt.P/2010/PA.SAL

WS

BR

04 Ags 2010

MH RB

13

14 Jul 2010

0022/Pdt.P/2010/PA.SAL

SP

BR

04 Ags 2010

MH AG

14

26 Jul 2010

0024/Pdt.P/2010/PA.SAL

SD

KL

24 Ags 2010

FR WS

38

No.

Tgl Masuk

No. Perkara

Pemohon

Alamat

Hari Sidang

Majelis Hakim

15

02 Ags 2010

0025/Pdt.P/2010/PA.SAL

TM

TG

19 Ags 2010

MH MM

16

04 Ags 2010

0026/Pdt.P/2010.PA.SAL

NS

BC

25 Ags 2010

MM FT

17

19 Ags 2010

0027/Pdt.P/2010/PA.SAL

EI

TG

01 Sep 2010

MM RB

18

30 Ags 2010

0029/Pdt.P/2010.PA.SAL

MS

BR

21 Sep 2010

FR WD

19

08 Sep 2010

0030/Pdt.P/2010/PA.SAL

SM

AG

29 Sep 2010

MM AG

20

29 Sep 2010

0033/Pdt.P/2010/PA.SAL

NH

BR

13 Okt 2010

MM RB

21

27 Okt 2010

0035/Pdt.P/2010/PA.SAL

DS

GT

15 Nop 2010

NR HN

22

01 Nop 2010

0036/Pdt.P/2010/PA.SAL

KH

GT

22 Nop 2010

NR HN

23

10 Nop 2010

0038/Pdt.P/2010/PA.SAL

SN

PG

13 Des 2010

NR HN

24

11 Nop 2010

0039/Pdt.P/2010/PA.SAL

HR

SD

16 Des 2010

MM RB

25

24 Nop 2010

0040/Pdt.P/2010/PA.SAL

PI

KL

21 Des 2010

FR WD

D. Profil Pasangan Nikah Dini


1. Pasangan AP ES (Pemohon KD)
KD adalah seorang pedagang yang beraktifitas mulai pagi hari
hingga malam hari yang beralamat di SD. KD memiliki seorang anak
perempuan bernama AP. Pada tanggal 14 Januari 2010, KD mengajukan
dispensasi nikah ke Pengadilan Agama Salatiga untuk anak perempuannya
setelah menamatkan pendidikan tingkat SMP. AP dinikahkan dengan
seorang laki-laki bernama ES yang merupakan teman dekatnya sewaktu
sekolah. Pengajuan dispensasi ini dikarenakan pengakuan AP kepada
orang tuanya kalau dirinya telah dihamili oleh ES. Kini AP dan ES tinggal
disebuah perumahan di daerah tempat tinggalnya dengan membuka
warung di rumahnya.
2. Pasangan FA DH (Pemohon SR)
FA terlahir dari seorang ayah bernama SR dan ibu bernama RM.
Keduanya bekerja sebagai petani yang bertempat tinggal di GT. FA
merupakan anak kedua SR dan RM. Setelah tamat pendidkan SMP, FA
bekerja sebagai pedagang sayur keliling di tempat tinggalnya. Setelah 1
tahun menjadi pedagang sayur keliling, diketahui dari ibu kandungnya
bahwa FA telah hamil 2 bulan. Sejak kehamilan itu, keluarga FA berusaha
mencari solusi untuk menutupi hal tersebut dengan mencari tahu siapa
laki-laki yang telah menghamili FA dan berniat untuk menikahkannya.
Setelah mendapati laki-laki yang telah menghamili anaknya, usaha
untuk menikahkan FA di KUA setempat ternyata mendapat penolakan

40

dengan alasan usia FA belum mencapai batas minimal yang ditentukan


dalam undang-undang perkawinan. Tepatnya pada 12 April 2010, SR
mengajukan dispensasi nikah dengan surat pengantar dari KUA untuk FA.
Kini FA telah memiliki seorang anak perempuan yang masih kecil dari
seorang suami bernama DH yang bekerja sebagai buruh bangunan.
3. Pasangan AH AP (Pemohon SL)
GT adalah tempat kelahiran AH, 15 tahun yang lalu. Setelah duduk
di kelas I SMA, AH mulai berani mengajak teman laki-lakinya ke rumah
setelah selesai sekolah. Orang tua AH merasa tidak resah dengan hal yang
dilakukan oleh AH karena menganggap hal itu wajar sebagai anak muda.
Karena orang tua menganggap hal tersebut wajar, teman laki-laki AH lebih
sering bermain ke rumah baik waktu siang maupun malam.
Teman laki-laki AH bernama AP dan diketahui adalah kakak kelas
di sekolahnya. Dengan kedekatan AH dan AP yang semakin tak
terpisahkan, akhirnya pada semester II AH keluar dari sekolahnya atas
permintaan orang tuanya. Orang tua AH sengaja mengeluarkan AH dari
sekolahnya karena malu kepada tetangga karena AH ternyata telah hamil
1,5 bulan dan diketahui yang menghamilinya adalah laki-laki yang
bernama AP teman sekolah yang sering bermain kerumahnya.
Untuk menyelamatkan status anak yang dikandung AH, kemudian
keluarga AH menemui keluarga AP untuk segera melamar AH secepatnya
dan apabila tidak dipenuhinya maka keluarga AH mengancam akan
melaporkan masalah ini ke pihak yang berwajib. Dengan desakan oleh

keluarga AH, akhirnya proses melamar dilakukan oleh keluarga AP dan


pada tanggal 9 Mei 2010 dilangsungkan resepsi pernikahan antara
keduanya.
4. Pasangan EI HS (Pemohon HR)
HR memiliki 4 orang anak terdiri dari 1 anak laki-laki dan 3 anak
perempuan yang bertempat tinggal di GT. Anak ketiganya bernama EI. Di
tempat tinggalnya, EI dikenal oleh tetangganya sebagai anak yang
memiliki kepribadian yang jauh berbeda dari saudara-saudaranya.
Setelah putus sekolah di tingkat SMP, EI lebih suka bermain
dengan teman-temannya dan bahkan sering tidak pulang ke rumah orang
tuanya. Sejak itu, HR yang bekerja sebagai buruh tani merasa sangat
jengkel dan bosan untuk memberikan teguran. Selain keluarganya,
tetangga juga sering menegur dan menasehatinya tentang keseharian EI
namun hasilnya nihil.
Ternyata kekhawatiran keluarga dan tetangganya terbukti. Pada
akhir bulan April 2010 kakak kandung perempuannya mendapati kabar
dari teman sepermainan EI kalau EI hamil. Kemudian kakak perempuan EI
memberitahukan kepada orang tuanya.
Meskipun sudah jengkel dan bosan, orang tua EI tetap berusaha
untuk menghadapi masalah yang telah dihadapi EI. Orang tua EI berusaha
mencari tahu dari teman-teman sepermainan EI tentang siapa yang telah
menghamili EI. Orang tuanya berniat untuk menikahkan keduanya
secepatnya.

Setelah pencarian dilakukan, akhirnya orang tua EI mendapati


bahwa HS adalah laki-laki yang telah menghamili anaknya. HS adalah
seorang buruh bangunan yang tempat tinggalanya tidak jauh dari tempat
tinggal EI. Kini EI dan HS telah resmi menjadi pasangan suami istri,
mereka bertempat tinggal di KP sambil berjualan di tempat rekreasi yang
ada di daerah tempat tinggalnya.
5. Pasangan HN EW (Pemohon SR)
Terlahir di GT dari seorang ayah pensiunan guru, HN tidak terlalu
lancar dalam menuntut ilmu. Terbukti pada sekolah dasar saja HN pernah
tidak naik kelas selama 2 kali. Merasa memiliki kelemahan dalam hal
kemampuan belajar, HN meminta kepada orang tuanya untuk sekolah
hanya sampai tamat di bangku SMP.
Keseharian HN setelah tidak berkeinginan sekolah lagi di tingkat
SMA hanya sekedar bermain dan berkumpul dengan teman sebayanya
yang putus sekolah. Satu tahun berjalan, orang tua HN merasa resah akan
sikap dan kesehariannya yang sulit untuk diatur serta sering tidak pulang
kerumah
Puncaknya pada awal Mei 2010, orang tua teman perempuan HN
mendatangi rumah orang tua HN untuk meminta pertanggung jawaban HN
terhadap apa yang telah dilakukan kepada EW yang masih duduk di kelas I
SMA. Dengan bertemunya kedua keluarga itu, kemudian didapat
kesepakatan untuk menikahkan keduanya meski HN belum berusia 19
tahun.

6. Pasangan JH RK (Pemohon KR)


JH adalah anak ketiga dari pasangan KR dan RM. Kini JH bekerja
sebagai penjaga kios pulsa yang ada didekat rumahnya di desa SD. R usia
9 bulan adalah anak pertamanya dengan RK. JH menikah dengan RK
sebelum menamatkan pendidikan SMK karena wanita yang dipacarinya
hamil akibat perbuatannya.
RK yang merupakan lulusan SMP dan tidak melanjutkan
pendidikan lagi hanyalah seorang anak yang kesehariannya membantu
orang tuanya dalam mengelola usaha keluarga yaitu membuat tahu
rumahan. JH dan RK kini telah memiliki rumah sendiri yang letaknya
tidak jauh dari rumah KR dan keduanya kini sedang berusaha
mengembangkan usaha pembuatan tahu milik orang tua RK.
7. Pasangan IS EP (Pemohon WS)
IS duduk di kelas I di sebuah SMP swasta di daerah BR pada tahun
pelajaran 2009/ 2010. IS terlahir dari pasangan suami isteri WS dan SU
yang sehari-hari bekerja sebagai buruh tani. Hidup di sebuah desa tidak
menghalangi IS untuk menikmati hari-harinya bersama teman-teman
sebayanya.
IS dikeluarkan dari sekolahnya pada pertengahan semester II
karena sering tidak masuk sekolah. Dari keterangan teman sekolahnya
tidak diketahui alasan mengapa IS sering tidak masuk sekolah. Orang tua
menaruh curiga atas dikeluarkannya IS dari sekolah karena alasan sering
tidak berangkat sekolah.

Untuk mendapatkan kejelasan, orang tua IS kemudian menanyakan


langsung kepada IS. Awalnya, IS tidak mau memberikan penjelasan
sedikitpun kepada orang tuanya. Atas desakan dari keluarga dan
kerabatnya, IS kemudian menceritakan apa yang sebenarnya telah
dialaminya.
IS mengaku telah melakukan kesalahan besar yang membuat
keluarga besarnya kecewa. IS mengaku hamil dari seorang laki-laki
bernama EP yang memacarinya sejak setahun yang lalu. Karena malu
apabila teman-temanya mengetahui kalau dirinya telah hamil, maka IS
sering tidak masuk sekolah. Dari pengakuan IS tersebut, kemudian pihak
keluarga menemui keluarga EP untuk segera memacahkan masalah ini
karena IS masih duduk di kelas I SMP.
Kesepakatan kedua keluarga akhirnya berniat untuk segera
menikahkan keduanya di KUA setempat. Ternyata KUA setempat tidak
berani menikahkan mereka karena IS masih dibawah usia 16 tahun.
Kemudian KUA setempat memberikan surat pengantar kepada keluarga IS
untuk meminta dispensasi nikah ke Pengadilan Agama Salatiga.
Keluarga IS kemudian pada tanggal 14 Juli 2010 mengajukan
permohonan dispensasi nikah ke Pengadilan Agama Salatiga. Pada
tanggal 4 Agustus 2010 sidang atas permohonan keluaraga IS
dilaksanakan. Hasil dari persidangan diperoleh bahwa permohonan
dispensasi WS untuk menikahkan anaknya dibatalkan oleh Pengadilan
Agama Salatiga dengan alasan usia yang dimiliki IS (13 tahun) yang baru

duduk di kelas I bangku SMP masih jauh dari ketentuan peraturan


perundang-undangan yang berlaku. Merasa pasrah dengan hasil penetapan
dari Pengadilan Agama, keluarga IS kemudian menunda terlebih dahulu
rencana pernikahan IS dengan EP sampai usianya tercukupi namun tidak
memberikan izin keduanya untuk tinggal serumah.
8. Pasangan AM AF (Pemohon TM)
AM terlahir dari orang tua TM dan KS, 15 tahun yang lalu di desa
TG. AM adalah seorang anak yang memiliki kepribadian tertutup. Jumlah
saudara AM ada 4 dan AM merupakan anak yang tertua. Setelah lulus dari
sekolah menegah pertama, AM memutuskan tidak melanjutkan sekolah
lagi karena keterbatasan ekonomi keluarganya.
Meski memiliki kepribadian tertutup, AM dikenal tetangga sekitar
rumahnya sebagai anak yang selalu berpenampilan mewah dan berbeda
dengan adik-adiknya meski terlahir dari keluarga tidak punya. Tak jarang
banyak tetangganya yang sering membicarakan tentang keseharian AM.
AM kini telah memiliki suami bernama AF. Mereka menikah pada
akhir bulan Agustus 2010. AM dinikahkan orang tuanya karena AM
diketahui hamil sebelum menikah. Orang tua AM menikahkan AM dengan
AF yang mengaku bertanggung jawab atas kehamilan AM. AF bekerja
sebagai kernet angkota di daerah tempat tinggal AM sedang AM hanya di
rumah membantu menjahit orang tuanya yang memiliki usaha konveksi.
AM dan AF bertempat tinggal bersama di rumah orang tua AM sejak
keduanya menikah.

9. Pasangan DR YL (Pemohon EI)


EI adalah orang tua tunggal dari DR yang tinggal di perumahan
TG. DR hanya tinggal bersama ibunya sejak 2 tahun yang lalu karena
ayahnya bercerai dengan ibunya. Juni 2010 DR baru saja menamatkan
pendidikan SMP. Setelah perceraian orang tuanya, keseharian DR
memang berubah drastis dibanding sebelumnya. Kesibukan ibunya bekerja
membuat DR kurang mendapat perhatian dalam kesehariannya.
Berbeda dengan anak usianya, DR sering bergaul dengan orangorang yang lebih dewasa dari usianya. Tak jarang tetangganya berkali-kali
memberikan teguran dan nasehat untuk menjaga sikapnya sebagai seorang
perempuan. Pada tanggal 19 Agustus 2010, orang tua DR mengajukan
dispensasi nikah ke Pengadilan Agama Salatiga karena diketahui kalau DR
telah hamil 1 bulan.
Hal itulah yang menjadikan EI segera mengambil sikap untuk
menghindarkan DR dari prasangka buruk lainnya. DR dinikahkan dengan
laki-laki yang telah menghamilinya. Laki-laki itu adalah YL seorang
perantau asal daerah Semarang yang bekerja sebagai karyawan pabrik. DR
dan YL kini tinggal bersama EI di perumahan di daerah TG.
10. Pasangan TL DU (Pemohon SM)
Setelah pulang merantau 4 tahun yang lalu dari Papua, SM dan
keluarga menempati rumah yang dulu ditinggalinya di daerah AG. Salah
satu anak laki-lakinya bernama TL, semua pendidikannya (SD-SMP)
ditempuhnya saat masih tinggal di Papua.

Karena ekonomi keluarga yang tidak memungkinkan, TL tidak lagi


melanjutkan pendidikan di SMA, TL memilih untuk berdagang buah di
daerahnya. Meskipun kesehariannya sibuk mengurusi pelanggan di kios
buahnya, TL juga tetap masih suka bermain-main dengan rekan-rekan
seusianya.
TL mengelola kios sendirian tanpa ada karyawan. Namun para
tetangga yang sering membeli buah di kiosnya, merasa heran kalau setiap
membeli pasti yang melayani adalah seorang wanita yang seusia TL.
Diketahui, ternyata wanita itu bernama DU teman dekat TL yang tidak lagi
meneruskan pendidikan ke jenjang berikutnya.
Dua tahun berdagang buah dan merasa menikmati hasilnya, TL
meminta orang tuanya untuk melamar DU. Orang tuanya berusaha untuk
menunda keinginan TL untuk melamarkan DU karena merasa TL harus
mempersiapkan segalanya terlebih dahulu.
Akhirnya dengan alasan yang disampaikan TL kepada orang
tuanya, tak disangka ternyata TL meminta orang tuanya untuk secepatnya
melamarkan DU adalah karena TL telah menghamili DU. Tanpa berpikir
panjang lagi orang tua TL kemudian mengikuti keinginannya.
11. Pasangan IS PR (Pemohon HR)
IS dilahirkan di SD pada bulan Desember tahun 1994. IS tamat
sekolah dasar pada tahun 2006 dan sekolah menegah pertama pada tahun
2010. Orang tua IS merupakan orang tua yang dibilang berkecukupan. Hal

ini karena orang tuanya memiliki usaha bengkel cat mobil yang lokasinya
tidak jauh dari tempat tinggalnya.
Segala kebutuhan hidup IS hampir semuanya dicukupi oleh orang
tuanya. Namun, dengan segala hal yang tercukupi tersebut membuat IS
sering berfoya-foya dengan teman-temannya. Setelah lulus SMP dan ingin
melanjutkan ke SMA, orang tua IS mendapati perubahan sikap IS yang
suka menyendiri dan sering berada di kamar tidurnya.
Orang tua IS berusaha mencari tahu apa yang telah terjadi pada
anak satu-satunya itu. Dengan segala daya upaya dan bujuk rayu, akhirnya
IS mau bercerita tentang apa yang telah dialaminya kepada ibunya. IS
mengaku bahwa dirinya telah hamil dan hal itu dilakukan ketika masih
tinggal di kelas III SMP dengan teman dekatnya yang bernama PU
seorang karyawan pabrik dikota itu.
E. Gambaran Umum Tentang Pasangan Nikah Dini
Pernikahan dini pada umumnya didahuli dengan proses pacaran. Pada
masa sekarang pacaran dianggap sesuatu hal yang wajar bila masih di dalam
batas-batas yang ditentukan. Kenyataannya, banyak pasangan remaja yang
melewati batas-batas itu dan secara sadar atau tidak sadar, mereka sudah
mengarah kepada pernikahan usia dini.
Pernikahan usia dini lebih dikenal dengan istilah Pernikahan Dini.
Pernikahan dini pada umumnya merupakan married by accident (MBA). 11
(sebelas) dari 25 (dua puluh lima) permohonan dispensasi usia pernikahan di
Pengadilan Agama Salatiga dari bulan Januari sampai dengan Nopember

2010, kesemuannya merupakan married by accident (MBA) dan rata-rata


pelakunya adalah anak usia sekolah yang tidak lagi sekolah dan belum
bekerja.
Dengan kata lain, pernikahan dini karena married by accident (MBA)
yang terjadi disebabkan karena adanya kenakalan remaja (pergaulan bebas)
yang dipengaruhi oleh:
1. kurang pemahamannya terhadap dasar-dasar agama,
2. kurang kasih sayang dan pengawasan orang tua yang sibuk bekerja,
3. pergaulan dengan teman yang tidak sebaya,
4. tidak adanya bimbingan kepribadian dari sekolah,
5. kurangnya pendidikan seks usia dini,
6. tidak adanya media penyalur bakat dan hobi,
7. peran dari perkembangan IPTEK yang berdampak negatif,
8. kebiasaan yang berlebihan,
9. adanya masalah yang dipendam,
F. Proses Penetapan Permohonan Dispensasi Nikah di Pengadilan Agama
Salatiga
Proses untuk mendapatkan penetapan dispensasi nikah sebagai berikut:
Surat Permohonan diserahkan ke Panitera Muda Permohonan untuk didaftar/
dicatat dalam buku register. Wakil Panitera selanjutnya menyampaikan kepada
Ketua Pengadilan Agama melalui Panitera. Panitera melakukan register
perkara melalui Sub. Kepaniteraan. Panitera menyerahkan kepada Ketua
Pengadilan Agama (selambat-lambatnya pada hari kedua setelah surat

diterima di bagian Kepaniteraan) yang selanjutnya Ketua Pengadilan Agama


mencatat dalam buku ekspedisi dan mempelajarinya
Ketua Pengadilan Agama menyampaikan kembali berkas perkara ke
Panitera dengan disertai penetapan Penunjukan Majelis Hakim (PMH)
selambat-lambatnya 10 (sepuluh) hari sejak surat didaftarkan. Panitera
menyerahkan berkas perkara kepada Majelis/ Hakim yang ditunjuk. Panitera
menunjuk seorang atau lebih panitera pengganti untuk diperbantukan kepada
Majelis Hakim. Setelah Majelis/ Hakim menerima berkas perkara maka
Hakim Ketua/ Hakim harus membuat Penetapan Hari Sidang (PHS).
Permohonan dispensasi nikah bersifat voluntair (tidak ada lawan).
Sehingga proses penyelesaiannya lebih cepat dibandingkan dengan perkara
perdata lainnya. Hal ini sesuai dengan azaz hukum acara perdata yang
menyebutkan bahwa peradilan bersifat sederhana, cepat dan biaya ringan.
Produk dari permohonan dispensasi nikah adalah bersifat penetapan. Jika
pemohon tidak puas dengan penetapan tersebut, maka pihak pemohon dapat
mengajukan upaya kasasi.
.

Gambaran Tentang Proses Penetapan Permohonan Dispensasi Nikah

SIDANG II

MAHKAMAH
AGUNG
SIDANG I

HAKIM/ MAJELIS HAKIM

K P A*

PANITERA

PERMOHONAN

Di Pengadilan Agama Salatiga

KASASI
H AK I M

K P A*

PANITERA

PANITERA
PENGGANTI
Pemanggilan
pihak-pihak
PUTUSAN

PANITERA
PENGGANTI
PANITERA

PENYERAHAN
SALINAN
PENETAPAN

HAK I M
K P A*

* K P A : Ketua Pengadilan Agama

52

SELESAI

G. Hasil Sidang Permohonan Dispensasi Nikah


Pengadilan Agama dapat memberikan dispensasi nikah setelah
mendengar keterangan dari orang tua, keluarga dekat atau walinya.
Keterangan tersebut dapat berupa alasan yang digunakan dalam permohonan,
bukti surat, dan saksi.
Setelah mendengarkan keterangan dan mendapatkan fakta hukum
dalam persidangan, maka hasil sidang permohonan dispensasi nikah adalah:
1. Permohonan Dispensasi Nikah Dibatalkan
Permohonan dispensasi nikah dinyatakan batal karena usia dari
salah satu atau keduanya (calon mempelai) masih jauh dari batas minimal
dari ketentuan perundang-undangan yang berlaku yaitu 16 tahun untuk
wanita dan 19 tahun untuk pria.
Hasil penetapan ini diberikan untuk pasangan IS dan EP atas
pemohon WS pada tanggal 4 Agustus 2010.
2. Permohonan Dispensasi Nikah Ditetapkan/ Dikabulkan
Permohonan dispensasi nikah ditetapkan/ dikabulkan karena
adanya pertimbangan hakim dari beberapa aspek. Antara lain: alasan atau
dalil-dalil yang menguatkan permohonan, bukti surat yang valid,
keterangan saksi yang memperkuat permohonan dan fakta-fakta hukum
yang ditemukan dalam persidangan.
Dari berbagai aspek pertimbangan yang didapat dari persidangan,
Majelis Hakim kemudian menggunakan konsep mashlahah mursalah
untuk memberikan penetapan atas permohonan dispensasi nikah karena

53

ketentuan pembatasan umur dan dispensasi nikah tidak dijelaskan di dalam


nash, tetapi kandungan maslahatnya sejalan dengan tindakan syara yang
ingin mewujudkan kemaslahatan bagi manusia (kedua calon mempelai
beserta keluarga).
Kaidah Fiqh yang mengandung konsep menjaga kemaslahatan dan
menolak kemudharatan adalah (Khalaf, 1974:208):


Artinya: Meninggalkan kemudharatan itu didahulukan daripada
menarik manfaat.
Sejalan dengan kaidah fiqh di atas, kaidah fiqh lain yang
digunakan sebagai pertimbangan oleh majelis hakim dalam penetapan
pengajuan permohonan dispensasi yang mengandung konsep mashlahah
mursalah nikah adalah:


Artinya:

Menghindari

kerusakan

lebih

utama

daripada

mendatangkan kemaslahatan.
Hasil

penetapan

ini

diberikan untuk

seluruh

permohonan

dispensasi yang terdaftar dalam buku register Pengadilan Agama Salatiga


bulan Januari sampai dengan Nopember 2010 kecuali untuk pasangan IS
dan EP atas pemohon WS pada tanggal 4 Agustus 2010.

BAB IV
ANALISIS DATA
A. Faktor-Faktor Yang Mendorong Pengajuan Permohonan Dispensasi
Nikah di Pengadilan Agama Salatiga
1. Pasangan AP ES (Pemohon KD)
a. Hamil setelah lulus Sekolah Menengah Pertama (SMP). Hal ini
disebabkan oleh:
1) kurangnya pengawasan dari KD terhadap keseharian AP karena
sibuk dengan pekerjaannya
2) peran dari perkembangan IPTEK yang berdampak negatif mudah
di akses di daerah tempat tinggal AP
3) kurangnya bimbingan kepribadian yang didapat AP semasa
sekolah
2. Pasangan FA DH (Pemohon SR)
a. Hamil setelah 1 tahun lulus dari Sekolah Menengah Pertama (SMP).
Hal ini disebabkan karena:
1) dasar-dasar ajaran agama dari anggota keluarga FA masih rendah
2) pergaulan FA dengan teman yang tidak sebaya
3) tidak adanya pendidikan seks usia dini yang didapat oleh FA
3. Pasangan AH AP (Pemohon SL)
a. Hamil ketika masih duduk di bangku Sekolah Menengah Atas (SMA).
Hal ini dikarenakan:
1) kurang tegasnya SL dalam mendidik dan mengawasi pergaulan AH

2) kurang harmonisnya hubungan tetangga di lingkungan tempat


tinggal AH
3) kurangnya pemahaman ajaran agama oleh keluarga AH
4) tidak adanya bimbingan kepribadian di sekolah AH
5) tidak adanya media penyalur bakat dan hobi untuk AH
b. Menyelamatkan status anak yang di kandung AH pasca melahirkan
4. Pasangan EI HS (Pemohon HR)
a. Hamil setelah putus sekolah di tingkat pertama (SMP). Hal ini terjadi
karena:
1) kurang adanya komunikasi HR dengan EI dirumah
2) kurang kasih sayang dan perhatian dari HR kepada EI
3) pergaulan EI dengan teman yang tidak sebaya
4) adanya masalah yang dipendam oleh EI
b. Menutupi aib keluarga
5. Pasangan HN EW (Pemohon SR)
a. Menghamili pacar yang masih sekolah di tingkat atas (SMA) Kelas I.
Hal ini disebabkan karena:
1) kurangnya pengawasan SR terhadap keseharian HN
2) kurangnya komunikasi HN terhadap anggota keluarganya
3) rendahnya pendidikan agama yang dimiliki keluarga HN
4) tidak adanya media penyalur bakat dan hobi untuk HN
5) HN memiliki masalah yang terpendam
b. Menutupi aib keluarga

6. Pasangan JH RK (Pemohon KR)


a. Menghamili pacar setelah lulus Sekolah Menengah Kejuruan (SMK).
Hal ini dikarenakan oleh:
1) kurangnya komunikasi JH dengan anggota keluarga yang lain
2) kurangnya pengawasan KR terhadap keseharian JH
3) dasar-dasar agama yang dimiliki JH masih kurang
4) pendidikan seks usia dini yang didapat JH masih kurang
7. Pasangan IS EP (Pemohon WS)
a. Hamil ketika masih duduk di kelas I Sekolah Menengah Pertama
(SMP). Hal ini disebabkan oleh:
1) kurangnya kasih sayang dan perhatian yang diperoleh IS dari orang
tuanya
2) adanya masalah yang dipendam IS
3) kurangnya pendidikan seks usia dini yang didapat IS
4) kurangnya pemahaman ajaran agama yang dimiliki IS
5) tidak didapatkannya bimbingan kepribadian disekolah IS
b. Menutupi aib keluarga
c. Menyelamatkan status anak yang dikandung IS setelah terlahir
8. Pasangan AM AF (Pemohon TM)
a. Hamil sebelum ada ikatan pernikahan. Hal ini disebabkan oleh:
1) kurangnya pengawasan dari TM terhadap keseharian AM
2) pergaulan AM dengan teman yang tidak sebaya
3) kurangnya komunikasi AM kepada orang tuanya

9. Pasangan DR YL (Pemohon EI)


a. Hamil setelah lulus dari Sekolah Menengah Pertama (SMP). Hal ini
disebabkan oleh:
1) kurangnya kasih sayang yang didapat dari kedua orang tua karena
DR adalah korban perceraian
2) kurangnya pengawasan EI sebagai orang tua tunggal terhadap
keseharian DR karena sibuk bekerja
3) pergaulan DR dengan teman yang tidak sebaya
4) kurangnya pendidikan kepribadian yang diperoleh DR sewaktu
sekolah
5) kurangnya pemahaman ajaran agama yang dimiliki DR
10. Pasangan TL DU (Pemohon SM)
a. Menghamili pacar. Hal ini terjadi karena:
1) kurangnya pengawasan terhadap keseharian TL oleh SM
2) pergaulan TL dengan teman yang tidak sebaya
3) pendidikan agama dari orang tua TL masih kurang
4) peran dari kemajuan IPTEK yang berdampak negatif mudah
ditemukan di daerah tempat tinggal TL
11. Pasangan IS PR (Pemohon HR)
a. Hamil setelah lulus sekolah tingkat menengah pertama (SMP). Hal ini
dikarenakan oleh:
1) dasar-dasar ajaran agama yang dimiliki IS masih kurang
2) kurangnya pengawasan orang tua IS terhadap pergaulan IS

3) pergaulan IS yang tidak terkontrol oleh HR


4) peran dan perkembangan IPTEK yang berdampak negatif mudah di
jangkau di daerah IS
5) tidak adanya media penyalur bakat dan hobi untuk IS
6) adanya masalah IS yang terpendam
7) kebiasaan IS yang hidup berlebihan
Secara

keseluruhan,

faktor-faktor

yang

mendorong

pengajuan

permohonan dispensasi nikah di Pengadilan Agama Salatiga tidak memiliki


pengaruh terhadap boleh atau tidaknya seseorang untuk melaksanakan
pernikahan. Dalam konteks hukum Islam, asalkan seseorang telah baligh dan
terpenuhinya syarat sah dan rukun pernikahan maka tidak ada larangan untuk
melaksanakan pernikahan.
Tidak jauh berbeda dengan ketentuan hukum Islam, hukum negara
juga tidak melarang seseorang melaksanakan pernikahan meskipun tidak ada
faktor-faktor seperti yang diajukan dalam permohonan dispensasi nikah
asalkan terpenuhinya usia pria dan wanita yang dijelasakan dalam ketentuan
perundang-undangan yang berlaku.
Karena pernikahan diatur baik dalam hukum Islam (Kompilasi Hukum
Islam/ KHI) maupun hukum negara (Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974),
maka keduanya harus terpenuhi tanpa mengesampingkan dari salah satunya.
Karena hukum Islam dan hukum negara adalah kedua hal yang saling
melengkapi dan menciptakan kemaslahatan sosial bagi manusia pada masa
kini dan masa depan.

B. Pertimbangan Yang Digunakan Oleh Hakim Dalam Menetapkan


Permohonan Dispensasi Nikah di Pengadilan Agama Salatiga
Pengadilan Agama Salatiga tidak serta merta menerima semua
permohonan dispensasi nikah yang masuk. Permohonan dispensasi nikah yang
diterima adalah permohonan yang didukung dengan alasan-alasan yang
mendasar yang dapat memperkuat permohonan tersebut.
Sedangkan untuk mendapatkan sebuah penetapan atas permohonan
dispensasi nikah dari Pengadilan Agama Salatiga, Majelis Hakim mengambil
pertimbangan yang meliputi beberapa aspek, yaitu:
1. alasan atau dalil-dalil yang menguatkan permohonan,
2. bukti surat yang valid,
3. keterangan saksi yang memperkuat permohonan,
4. fakta-fakta hukum yang ditemukan dalam persidangan.
Dari berbagai aspek pertimbangan yang didapat dari persidangan,
Majelis Hakim kemudian menggunakan konsep mashlahah mursalah untuk
memberikan penetapan atas permohonan dispensasi nikah karena ketentuan
pembatasan umur dan dispensasi nikah tidak dijelaskan di dalam nash, tetapi
kandungan maslahatnya sejalan dengan tindakan syara yang ingin
mewujudkan kemaslahatan bagi manusia (kedua calon mempelai beserta
keluarga).
Konsep mashlahah mursalah yang terdapat dalam kaidah fiqh dan
dijadikan pertimbangan dalam penetapan permohonan dispensasi nikah
adalah:


Artinya: Menghindari kerusakan lebih utama daripada mendatangkan
kemaslahatan.
Dengan kata lain, apabila dihadapkan kepada dua pilihan antara
menghindari kerusakan atau mafsadat di satu sisi dan menggapai
kemaslahatan atau kebaikan di sisi lain, maka yang harus diutamakan adalah
menghindari kerusakan daripada melakukan hal yang dapat menyebabkan
sebagian kemaslahatan atau kebaiakn (penetapan untuk permohonan
dispensasi nikah karena usia yang masih dibawah ketentuan perundangundangan yang berlaku dan telah hamil, lebih diutamakan dari pada
pembatalan untuk permohonan dipensasi nikah karena usia masih dibawah
ketentuan perundang-undangan yang berlaku).
Kemudharatan

yang ditimbulkan dari pembatalan permohonan

dispensasi karena usia di bawah ketentuan ketentuan perundang-undangan


yang berlaku dan telah hamil meliputi:
1. terjadinya perselisihan antara kedua keluarga yang bersangkutan,
2. status ayah untuk anak yang terlahir dari ibu yang melahirkan sebelum
menikah tidak diakui oleh hukum negara,
3. tidak adanya tanggung jawab dari pihak laki-laki yang telah menghamili
wanita sebelum menikah pasca melahirkan,
4. wanita yang hamil sebelum ada ikatan pernikahan dan melahirkan akan
menjadi orang tua tunggal.

BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan penjelasan dari bab-bab sebelumnya, maka penelitian ini
dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Faktor yang mendorong pengajuan permohonan dispensasi nikah di
Pengadilan Agama Salatiga disebabkan karena kenakalan remaja pada usia
sekolah dan belum bekerja. Kenakalan remaja yang dilakukan adalah
pergaulan bebas antara seorang pria dan wanita yang berujung pada
hamilnya seorang wanita. Solusi yang sering diambil adalah menikah
dalam usia dini dengan kata lain married by accident (MBA). Hal ini
terjadi karena kurang pemahamannya terhadap dasar-dasar agama, kurang
kasih sayang dan pengawasan orang tua yang sibuk bekerja, pergaulan
dengan teman yang tidak sebaya, tidak adanya bimbingan kepribadian dari
sekolah, kurangnya pendidikan seks usia dini, tidak adanya media
penyalur bakat dan hobi, peran dari perkembangan IPTEK yang
berdampak negatif, kebiasaan yang berlebihan, dan adanya masalah yang
dipendam.
2. Tidak adanya petunjuk pelaksanaan atau aturan khusus mengenai
pertimbangan hakim dalam memberikan penetapan dispensasi nikah,
Majelis Hakim mengambil pertimbangan yang meliputi beberapa aspek,
yaitu alasan atau dalil-dalil yang menguatkan permohonan, bukti surat
yang valid, keterangan saksi yang memperkuat permohonan, fakta-fakta

hukum yang ditemukan dalam persidangan kemudian menggunakan


konsep mashlahah mursalah karena ketentuan pembatasan umur dan
dispensasi nikah tidak dijelaskan di dalam nash, tetapi kandungan
maslahatnya sejalan dengan tindakan syara yang ingin mewujudkan
kemaslahatan bagi manusia (kedua calon mempelai beserta keluarga).
B. Saran
Saran yang dapat disampaikan penulis adalah:
1. Perlunya keterlibatan semua pihak (masyarakat dan pemerintah) untuk
ikut serta melakukan sosialisasi Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974
Tentang Perkawinan dan hukum Islam beserta peraturan pelaksana dan
ketentuan perundang-undangan yang terkait.
2. Pengadilan Agama, dalam menetapkan dispensasi nikah harus menggali
lebih dalam lagi fakta-fakta hukum yang ditemukan dalam persidangan
sehingga dispensasi nikah diperoleh bagi calon mempelai yang benarbenar belum memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan yang
berlaku bukan karena faktor lainnya.
3. Pemerintah atau lembaga terkait, memberikan pemahaman kepada
masyarakat luas terhadap dampak-dampak yang akan ditimbulkan dari
pernikahan usia dini.
4. Perlunya keterlibatan semua pihak untuk ikut serta mengawasi
pemberlakuan

Undang-undang

Nomor

Tahun

1974

Tentang

Perkawinan. Masyarakat harus tegas melaporkan berbagai tindakan


pelanggaran dan di satu sisi para penegak hukum pun harus ikut siap

menanggulanginya. Kedua pihak ini menjadi keharusan dalam rangka


menjaga efektifitas, fungsi, dan kedudukan Undang-undang Nomor 1
Tahun 1974 Tentang Perkawinan dalam sistem ketatanegaraan Indonesia.
5. Pemerintah,

dalam

hal

ini

pembuat

undang-undang

hendaknya

menyelaraskan batas usia antara Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974


Tentang Perkawinan dengan Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002
Tentang Perlindungan Anak sehingga tercapai unifikasi hukum dalam
menindaklanjuti adanya perkawinan di bawah umur.

DAFTAR PUSTAKA

Abdurahman. 1997. Perkawinan Dalam Syariah Islam. Jakarta:Rineka Cipta


Abidin, Slamet dan Aminudin. 1999. Fiqh Munakahat. Bandung:Pustaka Setia
Al Qur'an dan Terjemahannya
Arikunto, Suharsimi. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik Cet.
VIII. Jakarta:Rineka Cipta
Azhar, Basyir Ahmad. 2004. Hukum Perkawinan Islam Cet. 10. Yogyakarta:UII
Pers
Darori, Amin. 2000. Islam dan Kebudayaan Jawa Cet. I. Yogyakarta:Gama
Media
Ghazaly, Abdurahman. 2003. Fiqh Munakahat. Jakarta:Prenada Media
Hamdini, H. S. A. 2002. Risalah Nikah: Hukum Perkawinan Islam.
Jakarta:Pustaka Amini
Hoerudin, Ahrum. 1999. Pengadilan Agama. Bandung:PT. Citra Aditya
Hurlock, L. B. 1991. Psikologi Perkembangan: Suatu Perdebatan Sepanjang
Rentang Kehidupan Edisi Kelima. Jakarta:Erlangga
Kampono, Nugroho. 2007. Pernikahan Dini Tingkatkan Risiko Kanker Servic.
Semarang:Kelud Raya
Kartono, Kartini. 1996. Psikologi Wanita Jilid I: Gadis Remaja dan Wanita
Remaja. Bandung:Alumni
Khalaf, Abdul Wahab. 1972. Ilmu Ushul Fiqh. Cetakan ke IX. Jakarta-Indonesia
Kompilasi Hukum Islam. 2000. Departemen Agama

Kurdi, Moh Fadal. 2008. Kaidah-kaidah Fikih. Jakarta:CV. Artha Rivera


Mapreare, Andi. 1982. Psikologi Remaja. Surabaya:Usaha Nasional
Moleong, L. J. 2000. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung:PT. Remaja
Rosdakarya
Muhyidin, Muhammad. 2006. Meluruskan Kesesatan Berpikir Seputar Nikah
Dini. Yogyakarta:Diva Pers
Nazir, Moh. 1983. Metode Penelitian. Jakarta:Ghalia Indonesia
Rachmaliansari, Elisa. 2005. Pentingnya Periksa Kesehatan Pra-Nikah.
Metrobanjar Online
Rasyid, Roihan. 1990. Hukum Acara Peradilan Agama. Jakarta:PT. Raja
Grafindo Persada
Sa'id, Umar. 1996. Hukum Islam di Indonesia: Tanggung Jawab Suami Isteri
Dalam dan Pasca Perkawinan Cet I. Surabaya:CV. Cempaka Soekanto,
Soerjono. 1984. Pengantar Penelitian Hukum. Jakarta:UII Pers Soekanto,
Soerjono. 1986. Pengantar Penelitian Hukum. Yogyakarta:UII Pers Soekanto,
Suryono dan Sri Mamudji. 2001. Penelitian Hukum Normatif, Suatu
Tinjauan Singkat Cet. V. Jakarta:Raja Grafindo Persada
Soemiyati. 1997. Hukum Perkawinan Islam dan Undang-undang Perkawinan
(UU No. 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan). Yogyakarta:Liberty
Subekti, R dan Tjitrosudibio, R. 2004. Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974
Tentang Perkawinan. Jakarta:PT. Pradnya Paramita
Subekti, R dan Tjitrosudibio, R. 2004. Undang-undang Nomor 23 Tentang
Perlindungan Anak. Bandung:Citra Umbara

Syarifudin, Amir. 2006. Hukum Perkawinan Islam di Indonesia: Antara Fiqh


Munakahat dan Undang-undang Perkawinan. Jakarta:Prenada Media
Tanjung, Ihsan dan Siti Aisyah Nurmi. 2005. Konsep Pernikahan Dini. Rubrik
Konsultasi Keluarga. Era Muslim.Com
Yanggo, Chuzaimah dan Hafidz T Anshary. 1996. Problematika Hukum Islam
Kotemporer. Jakarta:Pustaka Firdaus
Yusuf,

Abdussalam.

2006.

Nikah

Yogyakarta:Media Insani

MMB

(Mudah,

Murah,

Barokah).

Anda mungkin juga menyukai