Anda di halaman 1dari 22

ASPEK YURIDIS HUKUM PERKAWINAN

(Analisis Kasus Pernikahan di Bawah Umur dengan Undang-Undang Nomor


1 Tahun 1974 dan Kompilasi Hukum Islam)

Diajukan untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Hukum Perdata

Disusun Oleh:

Elfrieda Aysha Javin

(110110170039)

Fakultas Hukum

Universitas Padjadjaran

Bandung

2018

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan
rahmat dan karunianya kepada saya sehingga saya dapat menyelesaikan
proposal usulan penelitian ini dengan maksimal, dengan judul “Aspek Yuridis
Hukum Perkawinan (Hubungan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974
dengan Kasus Pernikahan Dibawah Umur)” . Penelitian ini disusun sebagai
tugas Hukum Perdata ,semester 3 di Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran
Dalam kesempatan ini pula saya ingin menyampaikan ucapan terimakasih
saya sebesar-besarnya kepada dosen mata kuliah Hukum Perdata:
1 Prof.Dr Veronica Komalawati,SH.,MH
2 Dr.Hj. Renny Supriyatni,S.H.,M.H
Yang telah membimbing saya dalam mengerjakan penelitian ini dengan sebaik-
baiknya, namun sebagai manusia saya menyadari adanya kekurangan dan
ketidaksempurnaan karena keterbatasan pengetahuan dan kemampuan saya. Oleh
karena itu saya mengharapkan adanya kritik dan saran yang bersifat konstruktif
dari semua pihak untuk menyempurnakan proposal usulan penelitian ini
Akhir kata saya ucapkan kepada semua pihak yang telah membantu dan
mendukung saya dalam penulisan proposal usulan penelitian ini. Semoga
proposal usulan penelitian ini dapat memberikan manfaat bagi para pembaca.

Jatinangor, 23 Oktober 2018

Penulis

2
DAFTAR ISI

Kata Pengantar …………………………………………………… 2


Daftar Isi …………………………………………………………. 3
BAB I (PENDAHULUAN)
1.1. Latar Belakang ………………………………………….. 4
1.2. Identifikasi Masalah ……………………………………… 6
1.3 Tujuan Penelitian ………………………………………… 6
1.4. Kegunaan Penelitian ………………………………………. 6
1.5 Kerangka Pemikiran ……………………………………….. 8
BAB II (TINJAUAN TEORITIS)
2.1 Pengertian Perkawinan ……………………………………. 9
2.2 Pengertian Perkawinan di Bawah Umur …………………. 10
BAB III (METODE PENELITIAN)
A. Metode Pendekatan Penelitian…………………………… 11
B. Tahap Penelitian……………………………………………. 11
C. Metode Analisis Data …………………………………….. 12
D. Lokasi Penelitian …………………………………………. 12
BAB IV PEMBAHASAN
Analisis Yuridis Mengenai Pernikahan di Bawah Umur menurut Undang-
Undang Nomor 1 Tahun 1974 dan Kompilasi Hukum Islam ………. 13
Dampak dan Akibat Hukum Dilaksanakannya Pernikahan
Dibawah Umur………………………………………………………..17
BAB V PENUTUP ………………………………………………….19
Daftar Pustaka ……………………………………………………. 21

3
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Sebagai manusia yang sudah mencapai umur dewasa, setiap orang
tentu saja memiliki keinginan untuk melangsungkan perkawinan.
Motivasinya bermacam-macam dan dilakukan atas pertimbangan yang
matang, sehingga bisa diperoleh kebahagiaan yang diinginkan.
Beberapa motivasi manusia melakukan perkawinan diantaranya yaitu
adanya keinginan untuk meneruskan keturunan, untuk memenuhi
hasrat kebutuhan biologisnya, untuk menghindari perzinahan dan
1
untuk meningkatkan kemampuan ekonominya. Perkawinan ialah
ikatan lahir bathin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai
suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang
2
bahagia dan kekal berdasarkan ketuhanan yang maha esa Prof
Subekti dalam bukunya mengatakan bahwa suatu perkawinan yang sah
, hanyalah perkawinan yang memenuhi syarat-syarat yang ditetapkan
dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Burgelijk Wetboek).
Suatu perkawinan mempunyai syarat yang diatur dalam pasal 7 UU No
74 Tahun 1974. Syarat-syarat nikah yang terkandung di dalam
Undang-Undang No 1 Tahun 1974 salah satunya adalah mengenai
umur seseorang diperbolehkan melaksanakan perkawinan. Syarat yang
terdapat dalam Undang-Undang dengan Kompilasi Hukum Islam tidak
terdapat perbedaan yang signifikan mengenai usia diperbolehkannya
kedua belah pihak untuk melangsungkan perkawinan
Sejatinya, suatu aturan seperti Undang-Undang dibuat agar tidak
terdapat penyimpangan dalam kehidupan manusia khususnya terkait
perkawinan. Walaupun sudah ditetapkan dari beberapa generasi,
pelanggaran mengenai aturan perkawinan tetap saja terjadi yang salah
1
Darda Syahrizal. Kasus-Kasus Hukum Perdata Di Indonesia, Pustaka Grahatama,
Yogyakarta, 2011.hal 34
2
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 tahun 1974 pasal 1

4
satu permasalahannya adalah perkawinan yang dilaksanakan oleh
pihak yang belum memenuhi usia atau umur yang ditentukan oleh
Undang-Undang. Permasalahan tersebut dikenal dengan pernikawinan
anak dibawah umur atau pernikahan dini. Perkawinan pada umur yang
tidak ditetapkan Undang-Undang maupun Kompilasi Hukum Islam
sudah menjadi hal yang sering terjadi di Negara Indonesia. Pada tahun
2016, Menurut Badan Pusat Statistik (BPS) yang bekerja sama dengan
UNICEF telah merilis analisis mereka mengenai tingginya perkawinan
di Indonesia yaitu perkawinan yang dilakukan oleh anak-anak dengan
usia dibawah 19 tahun yang mencapai sekitar 23 persen. Hal ini tentu
saja bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974
tentang perkawinan. Walaupun pernikahan dibawah umur dipandang
sebagai tindakan yang melanggar aturan, namun sebenarnya hal ini
merupakan akibat dari isi pasal 7 ayat (2) Undang-Undang Perkawinan
nomor 1 Tahun 1974 yang mengatur tentang dispensasi dilakukannya
pernikahan dibawah umur yang telah ditetapkan.
Dengan demikian dipandang dari segi aspek hukum, permasalahan
perkawinan di bawah umur merupakan perbuatan yang melanggar
Undang-Undang. Tetapi banyaknya kasus perkawinan dibawah umur
yang terjadi di Indonesia dan tidak adanya sanksi yang tegas membuat
Undang-Undang tidak dapat memberikan kepastian hukum. Untuk itu
dalam penelitian ini akan mengkaji mengenai aspek yuridis dari
peraturan perkawinan di Indonesia serta akibat hukumnya jika ada
pihak yang melanggar .

5
1.2 Identifikasi masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka identifikasi masalah yang
perlu dilakukan penelitian oleh penulis yaitu:
1. Bagaimana Analisis Yuridis Perkawinan Anak di
Bawah Umur Berdasarkan Undang-Undang Nomor 1
Tahun 1974 dan Kompilasi Hukum Islam ?
2. Bagaimana Akibat Hukum terhadap Perkawinan Anak
Di Bawah Umur?
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk:
a. Untuk menganalisis kekonkritan Undang-Undang Nomor 1
Tahun 1974 Tentang Perkawinan
b. Untuk menganalisis aturan perkawinan di bawah umur dari
Undang-Undang perkawinan serta hubungannya dengan
Undang-Undang Perlindungan Anak
c. Untuk menelaah akibat hukum yang dikenakan terhadap
pernikahan dibawah umur
1.4 Kegunaan Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kegunaan baik dari segi
teoritis maupun praktis yaitu:
a. Kegunaan Teoritis
Menambah sumbangan pemikiran maupun menambah
pemahaman mengenai tafsiran dari salah satu pasal yang
terkandung dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 dan
Kompilasi Hukum islam
b. Kegunaan praktis
Memberikan sumbangan pemikiran kepada instansi penegak
hukum dan implikasi penegakan hukum mengenai Undang-
Undang Perkawinan

6
1.5 Kerangka Pemikiran
Hukum perdata merupakan salah satu bidang hukum yang mengatur hak
dan kewajiban yang dimiliki oleh subjek hukum dan dan hubungan diantara
subjek hukum. Hukum perdata ada karena kehidupan seseorang didasarkan
pada adanya suatu “hubungan” baik hubungan berdasarkan kebendaan atau
hubungan yang lain. Hukum perdata bertujuan untuk mengatur hubungan
diantara penduduk atau warga negara sehari-hari , seperti kedewasaan
seseorang , perceraian perkawinan waris, harta benda, kegiatan usaha dan
tindakan yang bersifat perdata lainnya. Hukum perdata materil di Indonesia
diatur Kitab Undang – Undang Hukum Perdata yang terdiri atas 4 bagian.
Yaitu tentang orang, tentang benda, tentang perikatan dan tentang kadaluarsa.
Tentang orang dalam hukum perdata salah satunya mengatur tentang hukum
perkawinan.3 Perkawinan diatur dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974.
Agama Islam merupakan agama yang dominan di Indonesia, maka dari itu
hakim sebagai pemutus perkara perkawinan juga bersumber kepada Kompilasi
Hukum Islam.
Didalam penelitian ini penulis akan memberikan penelitian mengenai
aspek yuridis perkawinan di Indonesia ditinjau dari maraknya kasus
Perkawinan di bawah umur serta kedudukan UU Nomor 1 Tahun 1974
mengenai perkawinan mengenai permasalahan tersebut. Disamping itu pada
penelitian ini, penulis juga akan menjabarkan hubungan pernikahan di bawah
umur dan kaitannya dengan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang
perlindungan anak serta akibat hukum yang dikenakan jika terdapat pihak
yang melanggar .

3
Darda Syahrizal. Kasus-Kasus dalam Hukum Perdata di Indonesia. Pustaka
Grhatama,Yogyakarta. 2011 hal 12-13

7
BAB II
TINJAUAN TEORITIS

2.1 Pengertian Perkawinan


Perkawinan ialah ikatan kahir bathin antara seoarang pria dengan seorang
wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga atau rumah tangga
yang bahagia dan kekal berdasarkan Tuhan Yang Maha Esa 4. Dari Pengertian
Perkawinan jelas bahwa perkawinan tidak hanya merupakan ikatan lahir saja atau
ikatan bathin saja akan tetapi ikatan kedua-duanya. Menurut K wantjik Saleh,
ikatan lahir batin diantara pasangan yang menikah harus ada. Ikatan lahir
mengungkapkan adanya hubungan formal sedangkan ikatan batin merupakan
hubungan tidak formal, yang tidak dapat dilihat. Ikatan lahir batin menjadi dasar
utama pembentukan dan pembinaan keluarga bahagia dan kekal. Kekal artinya
perkawinan itu hanya dilakukan satu kali seumur hidup, kecuali ada hal yang tidak
dapat diduga sebelumnya. Ikatan Lahir tanpa ikatan batin akan lebih mudah rapuh
yang menyulitkan terbentuknya perkawinan yang kekal dan bahagia. Perkawinan
juga harus didasarkan pada Ketuhanan yang Maha Esa , artinya perkawinan itu
harus didasarkan atas agama. Menurut Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974,
perkawinan dianggap sah apabila dilakukan berdasarkan agama dan kepercayaan
pelakunya (kedua pasangan yang menikah) baru kemudian didaftarkan menurut
perundang-undangan yang berlaku.
Pengertian perkawinan menurut para ahli yaitu diantaranya, Ali Afandi
menyatakan bahwa, “Perkawinan adalah stau persetujuan kekeluargaan,
persetujuan kekeluargaan yang dimaksud bukanlah seperti persetujuan biasa ,
tetatapi mempunyai ciri-ciri tertentu. Sedangkan Scholten menyatakan bahwa
perkawinan adalah hubungan hukum antara seorang pria dan seorang wanita
untuk hidup bersama dengan kekal yang diakui oleh negara”5

4
Pasal 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974
5
Darda Syahrizal. Kasus-Kasus Hukum perdata di Indonesia, Pustaka Grhatama,
Yogyakarta, 2011 hlm. 35.

8
Berdasarkan Kompilasi Hukum islam, perkawinan menurut hukum islam
adalah pernikahan yaitu akad yang sangat kuat atau Mitsaqqan Ghalidzan untuk
mentaati perintah Allah dan melaksanakannya berupa ibadah.6
Tujuan perkawinan menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 yaitu
untuk membentuk keluarga atau rumah tangga yang bahagia dan kekal yang
berarti bahwa perkawinan dilangsungkan bukan untuk sementara atau untuk
jangka waktu tertentu yang direncanakan , akan tetapi untuk seumur hidup atau
selama -lamanya . Karena itu tidak diperkenankan perkawinan yang hanya
dilangsungkan untuk sementara waktu saja seperti kawin kontrak . Pemutusan
perkawinan dengan perceraian hanya diperbolehkan dalam keadaan yang sangat
terpaksa
Adapun syarat-syarat yang harus dipenuhi untuk melangsungkan
perkawinan menurut Undang-Undang No 1 tahun 1974 terdapat dalam pasal 6 s.d
12 sebagai berikut:
1. Adanya persetujuan kedua calon mempelai
2. Adanya izin kedua orang tua atau wali bagi calon mempelai yang
belum berusia 21 tahun
3. Usia calon mempelai sudah mencapai 19 tahun dan usia calon
mempelai wanita sudah mencapai 16 tahun
4. Antara calon mempelai pria dan calon mempelai wanita tidak dalam
hubungan darah atau keluarga tidak boleh kawin
5. Tidak berada di dalam ikatan perkawinan dengan pihak lain
6. Bagi suami isteri yang sudah bercerai , lalu kawin lagi satu sama lain
dan bercerai lagi untuk kedua kalinya, agama dan kepercayaan mereka
tidak melarang mereka kawin untuk ketiga kalinya
7. Tidak berada dalam waktu tunggu bagi calon mempelai wanita yang
janda7

6
Indonesia, Kompilasi Hukum Islam, Instruksi Presiden RI . No 1 Tahun 1991, pasal 2
7
Riduan Syahrani, Seluk Beluk dan Asas-Asas Hukum Perdata.P.T Alumni, Bandung,
2006 hlm. 62,64

9
2.2 Pengertian Perkawinan di Bawah Umur
Perkawinan dibawah umur adalah suatu perkawinan yang dilakukan
sebelum mencapai usia sebagaimana diatur dalam pasal 15 Kompilasi Hukum
Islam yang menyatakan bahwa “Untuk kemaslahatan keluarga dan rumah
tangga , perkawinan hanya boleh dilakukan calon mempelai yang telah
mencapai umur yang telah ditetapkan dalam pasal 7 Undang-Undang No 1
tahun 1974 yaitu pihak pria sudah mencapai umur 19 tahun dan pihak wanita
sudah mencapai umur 16 tahun”
Dapat dikemukakan bahwa pengertian perkawinan di bawah umur
merupakan suatu perkawinan yang dilakukan oleh seorang laki-laki dan
perempuan yang dimana umur keduanya belum mencapai umur yang
ditetapkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974.
Menurut Hukum islam, pernikahan dibawah umur adalah pernikahan yang
dilakukan oleh orang yang belum baligh (mimpi basah) bagi laki-laki atau
belum dapat menstruasi bagi perempuan.8
Menurut BKKBN (Badan Kedudukan dan Keluarga berencana
Nasional) Pernikahan dini atau dibawah umur memiliki definisi yaitu
perjodohan atau pernikahan yang melibatkan kedua pihak sebelum, pihak
wanita mampu secara fisik, fisologi dan psikologi untuk menanggung beban
pernikahan dan memiliki anak dengan Batasan umur umum adalah dibawah
18 tahun
Dalam istilah Internasional, pernikahan anak dibawah umur dikenal
dengan Child Marriage yaitu pernikahan yang terjadi pada anak dibawah usia
18 tahun , sesuai dengan batas usia perlindungan anak yang ditetapkan dalam
Konvensi Hak-Hak Anak Internasional

BAB III
8
Wahyu Wibisana.Pernikahan dalam Islam. Jurnal Pendidikan Agama Islam – Ta’lim
Vol 14 No .2 – 2016 hal. 185

10
METODE PENELITIAN

3.1 Metode Pendekatan Penelitian


Metode pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
pendekatan yuridis normatif yaitu penelitian hukum yang dilakukan terhadap
asas-asas hukum dan data sekunder atau kepustakaan dengan cara menelaah
teori-teori dan konsep-konsep melalui inventarisasi hukum positif dan
mengkajinya dengan objek penelitian9
3.2 Tahap penelitian
Tahapan penelitian yang dilakukan dalan penelitian hukum ini meliputi
tahapan-tahapan sebagai berikut:
a. Penelitian kepustakaan
Yaitu, sebuah teknik dalam penelitian dengan mengumpulkan data
sekunder kemudian, mempelajari dan menelaah bahan-bahan
hukum yang berhubungan dengan objek penelitian yang ditinjau
dari kekuatan mengikatnya, terdiri atas:10
1. Bahan Hukum Primer yaitu bahan-bahan hukum yang
mengikat , terdiri dari peraturan perundang-undangan, terdiri
atas:
a. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang
Perkawinan
b. Kompilasi Hukum Islam (KHI)
c. Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2004 Tentang
Perlindungan Anak
2. Bahan Hukum Sekunder yang terdiri atas:
a. Buku-buku yang ditulis oleh para ahli
b. Karya ilmiah para ahli
c. Makalah-makalah
9
Soerjono Soekanto dan Sri Mammudji, Penelitian Hukum Normatif, PT Raja Grafindo
Persada, Jakarta, 2003, hlm. 62

10
Ibid. hlm 13

11
3. Bahan Hukum Tersier yaitu bahan penunjang yang
menjelaskan lebih lanjut dari bahan hukum primer dan
sekunder yang terdiri atas:
a. Ensiklopedia
b. Kamus hukum
c. Majalah atau koran
d. Internet

3.3. Metode Analisis data


Metode yang digunakan adalah Analisa normatif kualitatif yaitu
pengolahan data berwujud kegiatan analisis secara sistematis terhadap
bahan-bahan hukum tertulis11
3.4. Lokasi Penelitian
Tempat-tempat penelitian yang dikunjungi dalam rangka pencarian data
oleh penulis antara lain:
a. Perpustakaan Mochtar Kusumaatmadja Fakultas Hukum
Universitas Padjadjaran , Jalan Dipati Ukur No 35 Bandung
b. Center of Information and Scientific Resouce and Library
(CISRAL) Jalan Raya Bandung Sumedang KM 21,
Hegarmanah,Jatinangor . Kabupaten Sumedang Jawa Barat

BAB IV

11
Ronny Hanitijo, Metodologi Penelitian Hukum, Ghailia Indonesia, Jakarta, 1985,
hlm. 94

12
PEMBAHASAN

4.1 Analisis Yuridis Mengenai Pernikahan di Bawah Umur menurut


Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 dan Kompilasi Hukum Islam
Dalam hukum Perdata, pernikahan diatur dalam Undang-Undang
Perkawinan pasal 1 UU Nomor 1 Tahun 1974 yang menyatakan bahwa
“Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang
wanita sebagai suami-istri dengan tujuan membentuk keluarga yang
12
bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”. Undang-
Undang tentang perkawinan telah diatur dan telah berlaku bagi semua
warga negara Indonesia untuk itu, guna terciptakannya kepastian hukum
setiap warga negara Indonesia harus patuh terhadap Undang-Undang yang
telah berlaku.
Di dalam hukum perdata unsur usia merupakan salah satu unsur
yang penting karena menentukan kecakapan seseorang sebagai pendukung
hak dan kewajiban. Orang-orang yang yang menurut Undang-Undang
dinyatakan tidak cakap melakukan perbuatan hukum salah satunya
tertuang dalam pasal 1330 BW jo Pasal 47 UU No 1 Tahun 1974 yang
menyatakan bahwa “Orang-orang yang belum dewasa, yaitu anak-anak
yang belum mencapai usia 18 tahun atau belum pernah melangsungkan
perkawinan”13 maka dalam pasal ini dapat ditafsirkan bahwa seseorang
yang sudah melangsungkan perkawinan meskipun belum mencapai 18
tahun dianggap telah cakap melakukan perbuatan hukum dan telah
dianggap dewasa.
Sejak diberlakukannya Undang – Undang Nomor 1 tahun 1974
yang mengatur mengenai masalah perkawinan , salah satu syarat untuk
dapat mewujudkan salah salah satu tujuan perkawinan ialah telah matang
jiwa raganya sehingga dapat membina rumah tangga dengan sebaik-

12
Riduan Syahrani. Seluk Beluk dan Asas-Asas Hukum Perdata, P.T Alumni,
Jakarta,2006. Hal 61
13
Ibid., hal.70

13
baiknya tanpa berakhir dengan penceraian14. Oleh karena itu dalam BAB II
pasal 7 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 ditentukan batas usia
minimal untuk pihak yang ingin melangsungkan pernikahan yang berbunyi
“ perkawinan hanya dapat diizinkan jika pihak pria sudah mencapai
Umur 19 (sembilan belas) tahun dan pihak wanita sudah mencapai usia
16 (enam belas ) tahun15 “ Dalam hal ini berarti ketentuan yang ada pada
Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974 tidak menghendaki atau bisa
dikatakan mencegah perkawinan anak-anak yang masih dibawah umur.
Undang-Undang Perkawinan juga tidak sembarangan dalam memberikan
izin pernikahan bagi pihak pria yang sudah berumur 19 tahun dan wanita
yang sudah berumur 16. Mereka yang sudah mencapai syarat melakukan
perkawinan seperti yang sudah ditetapkan dalam pasal 7 Undang-Undang
nomor 1 tahun 1974 dan ingin melangsungkan perkawinan harus
memenuhi salah satu syarat yaitu adanya izin orang tua atau wali yang
belum berusia 21 tahun . Hal ini disebutkan dalam Undang-Undang No 1
tahun 1974 ayat (2) yang berbunyi “Untuk melangsungkan pernikahan
seseorang yang belum mencapai umur 21 (dua puluh satu) tahun harus
mendapat izin orang tua” ayat tersebut diperluas dengan ayat – ayat
selanjutnya yaitu ayat (3),(4),(5) dan (6).
Namun sudah terdapat peraturan yang konkrit, Di Negara
Indonesia, kasus pernikahan anak dibawah umur sudah merupakan hal
yang sering terjadi. Hal ini didorong oleh beberapa faktor diantaranya
adalah faktor agama yaitu perkawinan sebaiknya lebih cepat dilaksanakan
untuk menghindari zina, Faktor ekonomi yang dipercaya jika perkawinan
dilaksanakan dengan lebih cepat maka akan meringankan beban orang
tuanya, dan faktor kemauan dari anak sendiri
Sebenarnya, jika terdapat permintaan untuk melakukan perkawinan
oleh anak yang masih berusia dibawah umur , pemerintah telah

14
Ibid.,hal 67
15
Prof.R. Subekti dan R Tjitrosudibio. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata , Pradnya
Paramita, Jakarta, 1992. hal. 451

14
memberikan kebijakan melalui proses dan berbagai pertimbangan untuk
menetapkan batas minimal usia pernikahan yang disebut sebagai
dispensasi 16. Dispensasi untuk melakukan pernikahan dibawah usia yang
telah ditetapkan dalam pasal 7 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun
1974 terkandung dalam pasal 7 ayat (2) yang berbunyi “Dalam hal
penyimpangan terhadap ayat 1 pasal ini dapat meminta dispensasi kepada
Pengadilan atau Pejabat lain yang ditunjuk oleh kedua orang tua pihak pria
maupun pihak wanita”17 . Dapat ditafsirkan bahwa ayat ini dapat
mendorong terjadinya pernikahan anak dibawah umur, tidak ada
penjelasan lebih lanjut mengenai alasan – alasan pemberian dispensasi
tersebut juga menimbulkan ketidakpastian hukum karena dalam hal ini
pengadilan hanya menimbang berdasarkan penyampaian orang tua salah
satu orang tua pihak dan kurang memperhatikan kondisi psikologis dan
kesiapan anak dalam melakukan perkawinan . Maka dari itu perlu adanya
pengetatan mengenai pasal 7 ayat (2) terutama pengetatan frasa
penyimpangan dan alasan pengadilan melakukan dispensasi hal ini perlu
diadakan agar kasus pernikahan dibawah umur tidak menjadi persoalan
yang bertambah luas.
Menurut Kompilasi Hukum Islam (KHI) yang disebarluaskan
melalui Inpres No 1 Tahun 1991 memuat perilah yang sama, hal ini datur
dalam pasal 15 Kompilasi Hukum Islam yang berbunyi “Untuk
kemaslahatan keluarga dan rumah tangga, perkawinan hanya boleh
dilakukan calon mempelai yang telah mencapai umur yang ditetapkan
dalam pasal 7 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 yakni calon suami
sekurang-kurangnya berumur 19 tahun dan calon istri sekurang-
18
kurangnya berumur 16 tahun” dalam kompilasi hukum islam , secara
eksplisit juga tidak tercantum jelas larangan untuk menikah dibawah

16
Zulfiani. Kajian Hukum Terhadap Perkawinan Anak dibawah Umur Menurut Undang-
Undang Nomor 1 Tahun 1974. Jurnal Hukum Samudra Keadilan Vol 12 Nomor 2 .2017
hal 215
17
Subekti Ibid . hal 451
18
Nurjihad. Kompilasi Hukum Islam. Jurnal Hukum No.27 Vol 11 September 2004 . hal
106-117

15
umur , penyimpangan terhadap umur salah satu pihak yang
melangsungkan perkawinan dapat dimungkinkan dengan adanya izin dari
pengadilan atau pejabat yang berkompeten.
Sementara itu, hakim dalam mempertimbangkan kasus pernikahan
dibawah umur harus melihat pasal 6 ayat (2) Undang-Undang Nomor 1
tahun 1974 yang berbunyi : “untuk melangsungkan perkawinan seorang
yang belum mencapai umur 21 tahun harus mendapat izin dari kedua
orang tuanya” . Pasal ini sekaligus mengacu kepada kewajiban dan
tanggung jawab orang tua untuk melindungi anaknya yang diatur dalam
pasal 26 huruf C Undang-Undang Nomor 23 tahun 2002 Tentang
Perlindungan Anak yaitu orang tua berkewajiban untuk mencegah
terjadinya perkawinan pada anak di bawah umur . Namun dalam hal ini
mungkin terdapat perbedaan perspektif dari orang tua mengenai
perlindungan pada anaknya. Misalnya bentuk perlindungan dari orang tua
kepada anaknya adalah menikahkan anaknya yang masih dibawah umur
dengan orang sudah dipercayanya karena keadaan ekonomi orang tua si
anak sudah tidak mencukupi kebutuhan si anak.
Solusi dari pernikahan di bawah umur dapat dicegah dan
dibatalkan, hal ini terkandung dalam pasal 60 ayat (1) dan (2) Kompilasi
Hukum Islam yang menyatakan bahwa :
(1) Pencegahan perkawinan bertujuan untuk menghindari suatu
perkawinan yang dilarang hukum islam dan peraturan
Perundang-Undangan
(2) Pencegahan perkawinan dapat dilakukan bila calon suami
atau calom istri yang akan melangsungkan perkawinan tidak
memenuhi syarat-syarat untuk melangsungkan perkawinan
menurut hukum islam dan peraturan perundang-undangan
Pasal 60 KHI perjelas dengan pasal 62,63 dan 64 dimana diatur
siapa saja yang bisa melakukan pencegahan perkawinan pasal 60 KHI juga
diperlengkap dengan ketentuan pada pasal 71 huruf d yang berbunyi

16
“Perkawinan yang melanggar batas perkawinan sebagaimana ditetapkan
dalam pasal 7 Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974.

2.2. Dampak dan Akibat Hukum Dilaksanakannya Pernikahan Dibawah


Umur
Perkawinan merupakan hal yang biasa terjadi , setiap orang pasti
mempunyai keinginan untuk melaksanakan perkawinan agar dapat
meneruskan keturunannya dan membina kehidupan yang bahagia di dunia.
ketentuan mengenai perkawinan sejak lama sudah dibuat oleh pemerintah
dan setiap ketentuan yang sudah diatur, apabila terdapat pihak yang
melanggar pasti akan mendapatkan sanksi bagi ketentuan yang diatur
tersebut. Tidak terkecuali pada pembahasan dalam penelitian ini yaitu
menyangkut akibat hukum dari perkawinan di bawah umur. Berdasarkan
hukum perkawinan yang berlaku di Indonesia yang mengatur mengenai
Batasan umur seseorang dapat melangsungkan perkawinan yaitu pasal 7
ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 . Jika terdapat pihak yang
melanggar ketentuan tersebut, dan tidak meminta dispensasi seperti yang
tercantum dalam pasal 7 ayat (2) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974
ataupun sudah mengajukan dispensasi tetapi ditolak oleh pengadilan maka
sanksinya adalah pembatalan perkawinan seperti yang diatur dalam pasal
60 Kompilasi Hukum Islam .
Tidak hanya laki-laki atau perempuan yang ingin melaksanakan
perkawinan nya saja yang terkena dampaknya tetapi orang tua yang
memberikan izin kepada anaknya untuk melaksanakan perkawinan tanpa
dispensasi dari pengadilan dianggap melanggar Undang-Undang Nomor
23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak karena dianggap tidak dapat
melaksanakan kewajibannya untuk melindungi anak.

17
Dalam Hukum perdata, perkawinan termasuk ke dalam suatu
perjanjian. Suatu pernjanjian menurut pasal 1320 BW mempunyai syarat
sah yang terdiri atas 4 unsur yaitu19:
1. Adanya kesepakatan para pihak yang melakukan perjanjian
2. Cakap hukum untuk membuat suatu perjanjian
3. Suatu hal tertentu
4. Suatu sebab yang halal
Dalam hal ini, anak yang ingin melangsungkan perkawinan
dibawah umur dan melanggar Undang-Undang Perkawinan dapat
dinyatakan belum cakap hukum karena dalam hukum perdata, dinyatakan
bahwa orang yang sudah cakap hukum adalah orang yang usianya sudah
diatas 18 tahun. Maka jika perkawinan tetap dilaksanakan, pihak yang
ingin melangsungkan perkawinan telah melanggar syarat sah sebuah
perjanjian yang telah diatur di dalam hukum perdata
Jika dipandang dari Hukum Pidana jika perkawinan dibawah umur
tetap terjadi dan dalam kehidupannya rumah tangganya terdapat kekerasan
maka yang melakukan kekerasan tersebut dapat dijatuhkan sanksi
sebagaimana diatur dalam pasal 288 Kitab Undang-Undang Hukum
Pidana yaitu “ Barang siapa dalam perkawinan bersetubuh dengan seorang
wanita yang diketahuinya atau sepatutnya harus diduganya bahwa yang
bersangkutan belum waktunya untuk dikawin, apabila mengakibatkan
luka-luka diancam pidana penjara paling lama delapan tahun dan jika
mengakibatkan mati pidana penjara paling lama dua belas tahun” , namun
dikarenakan perkawinan merupakan masalah perdata, jika terdapat
pelanggaran pidana pada rumah tangga pun seringkali penyelesaiannya
tetap melalui jalur perdata atau tidak diselesaikan sama sekali karena
terkadang hal itu merupakan sebuah aib atau kehormatan rumah tangga.

19
Riduan Syahrani. Seluk Beluk dan Asas-Asas Hukum Perdata . PT Alumni. Jakarta.
2006. hal 205

18
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Perkawinan merupakan hak setiap individu untuk membentuk sebuah
rumah tangga dan mempererat tali persaudaraan antar sesama manusia. Untuk
melakukan sebuah perkawinan, manusia membutuhkan persiapan yang
matang. Suatu aturan mengenai persyaratan mengenai syarat sah pernikahan
dibuat mengacu kepada kesiapan dan dampak yang akan diperoleh manusia
pada nantinya. Di Indonesia peraturan mengenai perkawinan diatur dalam
Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974 dan didukung oleh Kompilasi Hukum
Islam. Di dalam syarat-syarat sah pernikahan terdapat salah satu unsur yaitu
umur. Ketentuan mengenai umur seseorang yang diperbolehkan untuk
menikah tertuang dalam pasal 7 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 tahun
1974. Undang-Undang ini dianggap sudah konkrit untuk mencegah adanya
pernikahan di bawah umur yang terjadi di Indonesia namun seiring dengan
perkembangan zaman pernikahan dibawah umur menjadi persoalan yang patut
diperhatikan karena semakin maraknya kasus pernikahan dibawah umur di
Indonesia. Dalam pasal 7 ayat (2) Undang-Undang nomor 1 Tahun 1974 juga
terdapat aturan dispensasi yang isinya cenderung mendukung diadakannya
pernikahan dibawah umur. Karena meskipun adanya dispensasi, tetapi
seharusnya faktor kesiapan individu harus tetap diperhatikan karena individu
yang masih dibawah umur dan ingin melakukan perkawinan harus siap secara
lahir dan batin. Karena itulah untuk saat ini penulis merasakan bahwa
Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974 sudah tidak mempunyai kekuatan lagi
karena begitu banyak pelanggaran di dalamnya tanpa ditegakkan oleh hukum .
Salah satu hal yang secara konkrit dapat mencegah pernikahan dibawah umur

19
adalah pembatalan pernikahan. Jika Perkawinan di bawah umur tidak dapat
dicegah maka terdapat akibat hukum yang mengenai pihak-pihak yang
melakukan ataupun mengizinkan perkawinan dibawah umur. Untuk itu
masyarakat perlu sadar akan hukum yang berlaku di Indonesia dan sadar akan
kepentingan individunya masing-masing

5.2 Saran
Saran yang ingin penulis sampaikan dalam penelitian ini adalah setelah
penulis menelaah lebih lanjut, Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974
rasanya perlu direvisi kembali oleh pemerintah dikarenakan aturan yang
ada sudah tidak terlalu mengikat masyarakat yang dibuktikan dengan
banyaknya pelanggaran dan terdapat isi bertentangan dengan Undang-
Undang Perlindungan anak . Dan perlu adanya penyuluhan dari Komisi
Perlindungan Anak maupun dari pihak kementrian agar memberikan
penyuluhan kepada masyarakat Indonesia mengenai bahaya dan dampak
dari pernikahan dibawah umur agar masyarakat Indonesia sadar hukum
dan pelanggaran terhadap Undang-Undang Perkawinan dapat
diminimalisir

20
DAFTAR PUSTAKA
Buku-Buku

Syahrizal, Darda. Kasus-Kasus Hukum Perdata di Indonesia, Yogyakarta :


Pustaka Grahatama. 2011
Subekti. Pokok-Pokok Hukum Perdata, Jakarta:Intermassa.2003
Syahrani,Riduan. Seluk Beluk dan Asas - Asas Hukum Perdata.
Bandung:PT Alumni . 2006
Hanitiji,Ronny. Metodologi Penelitian Hukum, Ghailia Indonesia, Jakarta,
1985.
Soekanto,Soerjono dan Sri Mammudji, Penelitian Hukum Normatif, Raja
Grafindo Persada, Jakarta, 2003.

Peraturan Perundang-Undangan
1. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
2. Undang-Undang Nomor 1 Tahnu 1974 Tentang Perkawinan
3. Kompilasi Hukum Islam
4. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Perlindungan Anak

Jurnal:
1. Nurjihad. Kompilasi Hukum Islam. Jurnal Hukum No.27 Vol 11
September 2004
2. Zulfiani. Kajian Hukum Terhadap Perkawinan Anak dibawah Umur
Menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974. Jurnal Hukum Samudra
Keadilan Vol 12 Nomor 2 .2017

21
Internet:
1. Heru Susetyo (2008). Pernikahan di Bawah Umur: Tantangan Legislasi
dan Harmonisasi Hukum. Diakses pada tanggal 20 Oktober 2018 dari
https://www.hukumonline.com/berita/baca/hol20594/pernikahan-di-
bawah-umur-tantangan-legislasi-dan-harmonisasi-hukum
2. Dibawah 18 Tahun Tetapi Sudah Menikah? Termasuk Dewasa atau Masih
Anak?. Diakses pada tanggal 20 Oktober 2018 dari
https://www.hukumonline.com/klinik/detail/lt56e7861567765/di-bawah-
18-tahun-tapi-sudah-menikah--termasuk-dewasa-atau-masih-anak
3. Hukumnya Menikah Usia Dini. Diakses pada tanggal 20 Oktober 2018
dari
https://www.hukumonline.com/klinik/detail/lt5b8f402eed78d/hukumnya-
menikah-di-usia-dini

22

Anda mungkin juga menyukai