Disusun Oleh:
(110110170039)
Fakultas Hukum
Universitas Padjadjaran
Bandung
2018
1
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan
rahmat dan karunianya kepada saya sehingga saya dapat menyelesaikan
proposal usulan penelitian ini dengan maksimal, dengan judul “Aspek Yuridis
Hukum Perkawinan (Hubungan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974
dengan Kasus Pernikahan Dibawah Umur)” . Penelitian ini disusun sebagai
tugas Hukum Perdata ,semester 3 di Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran
Dalam kesempatan ini pula saya ingin menyampaikan ucapan terimakasih
saya sebesar-besarnya kepada dosen mata kuliah Hukum Perdata:
1 Prof.Dr Veronica Komalawati,SH.,MH
2 Dr.Hj. Renny Supriyatni,S.H.,M.H
Yang telah membimbing saya dalam mengerjakan penelitian ini dengan sebaik-
baiknya, namun sebagai manusia saya menyadari adanya kekurangan dan
ketidaksempurnaan karena keterbatasan pengetahuan dan kemampuan saya. Oleh
karena itu saya mengharapkan adanya kritik dan saran yang bersifat konstruktif
dari semua pihak untuk menyempurnakan proposal usulan penelitian ini
Akhir kata saya ucapkan kepada semua pihak yang telah membantu dan
mendukung saya dalam penulisan proposal usulan penelitian ini. Semoga
proposal usulan penelitian ini dapat memberikan manfaat bagi para pembaca.
Penulis
2
DAFTAR ISI
3
BAB I
PENDAHULUAN
4
satu permasalahannya adalah perkawinan yang dilaksanakan oleh
pihak yang belum memenuhi usia atau umur yang ditentukan oleh
Undang-Undang. Permasalahan tersebut dikenal dengan pernikawinan
anak dibawah umur atau pernikahan dini. Perkawinan pada umur yang
tidak ditetapkan Undang-Undang maupun Kompilasi Hukum Islam
sudah menjadi hal yang sering terjadi di Negara Indonesia. Pada tahun
2016, Menurut Badan Pusat Statistik (BPS) yang bekerja sama dengan
UNICEF telah merilis analisis mereka mengenai tingginya perkawinan
di Indonesia yaitu perkawinan yang dilakukan oleh anak-anak dengan
usia dibawah 19 tahun yang mencapai sekitar 23 persen. Hal ini tentu
saja bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974
tentang perkawinan. Walaupun pernikahan dibawah umur dipandang
sebagai tindakan yang melanggar aturan, namun sebenarnya hal ini
merupakan akibat dari isi pasal 7 ayat (2) Undang-Undang Perkawinan
nomor 1 Tahun 1974 yang mengatur tentang dispensasi dilakukannya
pernikahan dibawah umur yang telah ditetapkan.
Dengan demikian dipandang dari segi aspek hukum, permasalahan
perkawinan di bawah umur merupakan perbuatan yang melanggar
Undang-Undang. Tetapi banyaknya kasus perkawinan dibawah umur
yang terjadi di Indonesia dan tidak adanya sanksi yang tegas membuat
Undang-Undang tidak dapat memberikan kepastian hukum. Untuk itu
dalam penelitian ini akan mengkaji mengenai aspek yuridis dari
peraturan perkawinan di Indonesia serta akibat hukumnya jika ada
pihak yang melanggar .
5
1.2 Identifikasi masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka identifikasi masalah yang
perlu dilakukan penelitian oleh penulis yaitu:
1. Bagaimana Analisis Yuridis Perkawinan Anak di
Bawah Umur Berdasarkan Undang-Undang Nomor 1
Tahun 1974 dan Kompilasi Hukum Islam ?
2. Bagaimana Akibat Hukum terhadap Perkawinan Anak
Di Bawah Umur?
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk:
a. Untuk menganalisis kekonkritan Undang-Undang Nomor 1
Tahun 1974 Tentang Perkawinan
b. Untuk menganalisis aturan perkawinan di bawah umur dari
Undang-Undang perkawinan serta hubungannya dengan
Undang-Undang Perlindungan Anak
c. Untuk menelaah akibat hukum yang dikenakan terhadap
pernikahan dibawah umur
1.4 Kegunaan Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kegunaan baik dari segi
teoritis maupun praktis yaitu:
a. Kegunaan Teoritis
Menambah sumbangan pemikiran maupun menambah
pemahaman mengenai tafsiran dari salah satu pasal yang
terkandung dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 dan
Kompilasi Hukum islam
b. Kegunaan praktis
Memberikan sumbangan pemikiran kepada instansi penegak
hukum dan implikasi penegakan hukum mengenai Undang-
Undang Perkawinan
6
1.5 Kerangka Pemikiran
Hukum perdata merupakan salah satu bidang hukum yang mengatur hak
dan kewajiban yang dimiliki oleh subjek hukum dan dan hubungan diantara
subjek hukum. Hukum perdata ada karena kehidupan seseorang didasarkan
pada adanya suatu “hubungan” baik hubungan berdasarkan kebendaan atau
hubungan yang lain. Hukum perdata bertujuan untuk mengatur hubungan
diantara penduduk atau warga negara sehari-hari , seperti kedewasaan
seseorang , perceraian perkawinan waris, harta benda, kegiatan usaha dan
tindakan yang bersifat perdata lainnya. Hukum perdata materil di Indonesia
diatur Kitab Undang – Undang Hukum Perdata yang terdiri atas 4 bagian.
Yaitu tentang orang, tentang benda, tentang perikatan dan tentang kadaluarsa.
Tentang orang dalam hukum perdata salah satunya mengatur tentang hukum
perkawinan.3 Perkawinan diatur dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974.
Agama Islam merupakan agama yang dominan di Indonesia, maka dari itu
hakim sebagai pemutus perkara perkawinan juga bersumber kepada Kompilasi
Hukum Islam.
Didalam penelitian ini penulis akan memberikan penelitian mengenai
aspek yuridis perkawinan di Indonesia ditinjau dari maraknya kasus
Perkawinan di bawah umur serta kedudukan UU Nomor 1 Tahun 1974
mengenai perkawinan mengenai permasalahan tersebut. Disamping itu pada
penelitian ini, penulis juga akan menjabarkan hubungan pernikahan di bawah
umur dan kaitannya dengan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang
perlindungan anak serta akibat hukum yang dikenakan jika terdapat pihak
yang melanggar .
3
Darda Syahrizal. Kasus-Kasus dalam Hukum Perdata di Indonesia. Pustaka
Grhatama,Yogyakarta. 2011 hal 12-13
7
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
4
Pasal 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974
5
Darda Syahrizal. Kasus-Kasus Hukum perdata di Indonesia, Pustaka Grhatama,
Yogyakarta, 2011 hlm. 35.
8
Berdasarkan Kompilasi Hukum islam, perkawinan menurut hukum islam
adalah pernikahan yaitu akad yang sangat kuat atau Mitsaqqan Ghalidzan untuk
mentaati perintah Allah dan melaksanakannya berupa ibadah.6
Tujuan perkawinan menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 yaitu
untuk membentuk keluarga atau rumah tangga yang bahagia dan kekal yang
berarti bahwa perkawinan dilangsungkan bukan untuk sementara atau untuk
jangka waktu tertentu yang direncanakan , akan tetapi untuk seumur hidup atau
selama -lamanya . Karena itu tidak diperkenankan perkawinan yang hanya
dilangsungkan untuk sementara waktu saja seperti kawin kontrak . Pemutusan
perkawinan dengan perceraian hanya diperbolehkan dalam keadaan yang sangat
terpaksa
Adapun syarat-syarat yang harus dipenuhi untuk melangsungkan
perkawinan menurut Undang-Undang No 1 tahun 1974 terdapat dalam pasal 6 s.d
12 sebagai berikut:
1. Adanya persetujuan kedua calon mempelai
2. Adanya izin kedua orang tua atau wali bagi calon mempelai yang
belum berusia 21 tahun
3. Usia calon mempelai sudah mencapai 19 tahun dan usia calon
mempelai wanita sudah mencapai 16 tahun
4. Antara calon mempelai pria dan calon mempelai wanita tidak dalam
hubungan darah atau keluarga tidak boleh kawin
5. Tidak berada di dalam ikatan perkawinan dengan pihak lain
6. Bagi suami isteri yang sudah bercerai , lalu kawin lagi satu sama lain
dan bercerai lagi untuk kedua kalinya, agama dan kepercayaan mereka
tidak melarang mereka kawin untuk ketiga kalinya
7. Tidak berada dalam waktu tunggu bagi calon mempelai wanita yang
janda7
6
Indonesia, Kompilasi Hukum Islam, Instruksi Presiden RI . No 1 Tahun 1991, pasal 2
7
Riduan Syahrani, Seluk Beluk dan Asas-Asas Hukum Perdata.P.T Alumni, Bandung,
2006 hlm. 62,64
9
2.2 Pengertian Perkawinan di Bawah Umur
Perkawinan dibawah umur adalah suatu perkawinan yang dilakukan
sebelum mencapai usia sebagaimana diatur dalam pasal 15 Kompilasi Hukum
Islam yang menyatakan bahwa “Untuk kemaslahatan keluarga dan rumah
tangga , perkawinan hanya boleh dilakukan calon mempelai yang telah
mencapai umur yang telah ditetapkan dalam pasal 7 Undang-Undang No 1
tahun 1974 yaitu pihak pria sudah mencapai umur 19 tahun dan pihak wanita
sudah mencapai umur 16 tahun”
Dapat dikemukakan bahwa pengertian perkawinan di bawah umur
merupakan suatu perkawinan yang dilakukan oleh seorang laki-laki dan
perempuan yang dimana umur keduanya belum mencapai umur yang
ditetapkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974.
Menurut Hukum islam, pernikahan dibawah umur adalah pernikahan yang
dilakukan oleh orang yang belum baligh (mimpi basah) bagi laki-laki atau
belum dapat menstruasi bagi perempuan.8
Menurut BKKBN (Badan Kedudukan dan Keluarga berencana
Nasional) Pernikahan dini atau dibawah umur memiliki definisi yaitu
perjodohan atau pernikahan yang melibatkan kedua pihak sebelum, pihak
wanita mampu secara fisik, fisologi dan psikologi untuk menanggung beban
pernikahan dan memiliki anak dengan Batasan umur umum adalah dibawah
18 tahun
Dalam istilah Internasional, pernikahan anak dibawah umur dikenal
dengan Child Marriage yaitu pernikahan yang terjadi pada anak dibawah usia
18 tahun , sesuai dengan batas usia perlindungan anak yang ditetapkan dalam
Konvensi Hak-Hak Anak Internasional
BAB III
8
Wahyu Wibisana.Pernikahan dalam Islam. Jurnal Pendidikan Agama Islam – Ta’lim
Vol 14 No .2 – 2016 hal. 185
10
METODE PENELITIAN
10
Ibid. hlm 13
11
3. Bahan Hukum Tersier yaitu bahan penunjang yang
menjelaskan lebih lanjut dari bahan hukum primer dan
sekunder yang terdiri atas:
a. Ensiklopedia
b. Kamus hukum
c. Majalah atau koran
d. Internet
BAB IV
11
Ronny Hanitijo, Metodologi Penelitian Hukum, Ghailia Indonesia, Jakarta, 1985,
hlm. 94
12
PEMBAHASAN
12
Riduan Syahrani. Seluk Beluk dan Asas-Asas Hukum Perdata, P.T Alumni,
Jakarta,2006. Hal 61
13
Ibid., hal.70
13
baiknya tanpa berakhir dengan penceraian14. Oleh karena itu dalam BAB II
pasal 7 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 ditentukan batas usia
minimal untuk pihak yang ingin melangsungkan pernikahan yang berbunyi
“ perkawinan hanya dapat diizinkan jika pihak pria sudah mencapai
Umur 19 (sembilan belas) tahun dan pihak wanita sudah mencapai usia
16 (enam belas ) tahun15 “ Dalam hal ini berarti ketentuan yang ada pada
Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974 tidak menghendaki atau bisa
dikatakan mencegah perkawinan anak-anak yang masih dibawah umur.
Undang-Undang Perkawinan juga tidak sembarangan dalam memberikan
izin pernikahan bagi pihak pria yang sudah berumur 19 tahun dan wanita
yang sudah berumur 16. Mereka yang sudah mencapai syarat melakukan
perkawinan seperti yang sudah ditetapkan dalam pasal 7 Undang-Undang
nomor 1 tahun 1974 dan ingin melangsungkan perkawinan harus
memenuhi salah satu syarat yaitu adanya izin orang tua atau wali yang
belum berusia 21 tahun . Hal ini disebutkan dalam Undang-Undang No 1
tahun 1974 ayat (2) yang berbunyi “Untuk melangsungkan pernikahan
seseorang yang belum mencapai umur 21 (dua puluh satu) tahun harus
mendapat izin orang tua” ayat tersebut diperluas dengan ayat – ayat
selanjutnya yaitu ayat (3),(4),(5) dan (6).
Namun sudah terdapat peraturan yang konkrit, Di Negara
Indonesia, kasus pernikahan anak dibawah umur sudah merupakan hal
yang sering terjadi. Hal ini didorong oleh beberapa faktor diantaranya
adalah faktor agama yaitu perkawinan sebaiknya lebih cepat dilaksanakan
untuk menghindari zina, Faktor ekonomi yang dipercaya jika perkawinan
dilaksanakan dengan lebih cepat maka akan meringankan beban orang
tuanya, dan faktor kemauan dari anak sendiri
Sebenarnya, jika terdapat permintaan untuk melakukan perkawinan
oleh anak yang masih berusia dibawah umur , pemerintah telah
14
Ibid.,hal 67
15
Prof.R. Subekti dan R Tjitrosudibio. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata , Pradnya
Paramita, Jakarta, 1992. hal. 451
14
memberikan kebijakan melalui proses dan berbagai pertimbangan untuk
menetapkan batas minimal usia pernikahan yang disebut sebagai
dispensasi 16. Dispensasi untuk melakukan pernikahan dibawah usia yang
telah ditetapkan dalam pasal 7 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun
1974 terkandung dalam pasal 7 ayat (2) yang berbunyi “Dalam hal
penyimpangan terhadap ayat 1 pasal ini dapat meminta dispensasi kepada
Pengadilan atau Pejabat lain yang ditunjuk oleh kedua orang tua pihak pria
maupun pihak wanita”17 . Dapat ditafsirkan bahwa ayat ini dapat
mendorong terjadinya pernikahan anak dibawah umur, tidak ada
penjelasan lebih lanjut mengenai alasan – alasan pemberian dispensasi
tersebut juga menimbulkan ketidakpastian hukum karena dalam hal ini
pengadilan hanya menimbang berdasarkan penyampaian orang tua salah
satu orang tua pihak dan kurang memperhatikan kondisi psikologis dan
kesiapan anak dalam melakukan perkawinan . Maka dari itu perlu adanya
pengetatan mengenai pasal 7 ayat (2) terutama pengetatan frasa
penyimpangan dan alasan pengadilan melakukan dispensasi hal ini perlu
diadakan agar kasus pernikahan dibawah umur tidak menjadi persoalan
yang bertambah luas.
Menurut Kompilasi Hukum Islam (KHI) yang disebarluaskan
melalui Inpres No 1 Tahun 1991 memuat perilah yang sama, hal ini datur
dalam pasal 15 Kompilasi Hukum Islam yang berbunyi “Untuk
kemaslahatan keluarga dan rumah tangga, perkawinan hanya boleh
dilakukan calon mempelai yang telah mencapai umur yang ditetapkan
dalam pasal 7 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 yakni calon suami
sekurang-kurangnya berumur 19 tahun dan calon istri sekurang-
18
kurangnya berumur 16 tahun” dalam kompilasi hukum islam , secara
eksplisit juga tidak tercantum jelas larangan untuk menikah dibawah
16
Zulfiani. Kajian Hukum Terhadap Perkawinan Anak dibawah Umur Menurut Undang-
Undang Nomor 1 Tahun 1974. Jurnal Hukum Samudra Keadilan Vol 12 Nomor 2 .2017
hal 215
17
Subekti Ibid . hal 451
18
Nurjihad. Kompilasi Hukum Islam. Jurnal Hukum No.27 Vol 11 September 2004 . hal
106-117
15
umur , penyimpangan terhadap umur salah satu pihak yang
melangsungkan perkawinan dapat dimungkinkan dengan adanya izin dari
pengadilan atau pejabat yang berkompeten.
Sementara itu, hakim dalam mempertimbangkan kasus pernikahan
dibawah umur harus melihat pasal 6 ayat (2) Undang-Undang Nomor 1
tahun 1974 yang berbunyi : “untuk melangsungkan perkawinan seorang
yang belum mencapai umur 21 tahun harus mendapat izin dari kedua
orang tuanya” . Pasal ini sekaligus mengacu kepada kewajiban dan
tanggung jawab orang tua untuk melindungi anaknya yang diatur dalam
pasal 26 huruf C Undang-Undang Nomor 23 tahun 2002 Tentang
Perlindungan Anak yaitu orang tua berkewajiban untuk mencegah
terjadinya perkawinan pada anak di bawah umur . Namun dalam hal ini
mungkin terdapat perbedaan perspektif dari orang tua mengenai
perlindungan pada anaknya. Misalnya bentuk perlindungan dari orang tua
kepada anaknya adalah menikahkan anaknya yang masih dibawah umur
dengan orang sudah dipercayanya karena keadaan ekonomi orang tua si
anak sudah tidak mencukupi kebutuhan si anak.
Solusi dari pernikahan di bawah umur dapat dicegah dan
dibatalkan, hal ini terkandung dalam pasal 60 ayat (1) dan (2) Kompilasi
Hukum Islam yang menyatakan bahwa :
(1) Pencegahan perkawinan bertujuan untuk menghindari suatu
perkawinan yang dilarang hukum islam dan peraturan
Perundang-Undangan
(2) Pencegahan perkawinan dapat dilakukan bila calon suami
atau calom istri yang akan melangsungkan perkawinan tidak
memenuhi syarat-syarat untuk melangsungkan perkawinan
menurut hukum islam dan peraturan perundang-undangan
Pasal 60 KHI perjelas dengan pasal 62,63 dan 64 dimana diatur
siapa saja yang bisa melakukan pencegahan perkawinan pasal 60 KHI juga
diperlengkap dengan ketentuan pada pasal 71 huruf d yang berbunyi
16
“Perkawinan yang melanggar batas perkawinan sebagaimana ditetapkan
dalam pasal 7 Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974.
17
Dalam Hukum perdata, perkawinan termasuk ke dalam suatu
perjanjian. Suatu pernjanjian menurut pasal 1320 BW mempunyai syarat
sah yang terdiri atas 4 unsur yaitu19:
1. Adanya kesepakatan para pihak yang melakukan perjanjian
2. Cakap hukum untuk membuat suatu perjanjian
3. Suatu hal tertentu
4. Suatu sebab yang halal
Dalam hal ini, anak yang ingin melangsungkan perkawinan
dibawah umur dan melanggar Undang-Undang Perkawinan dapat
dinyatakan belum cakap hukum karena dalam hukum perdata, dinyatakan
bahwa orang yang sudah cakap hukum adalah orang yang usianya sudah
diatas 18 tahun. Maka jika perkawinan tetap dilaksanakan, pihak yang
ingin melangsungkan perkawinan telah melanggar syarat sah sebuah
perjanjian yang telah diatur di dalam hukum perdata
Jika dipandang dari Hukum Pidana jika perkawinan dibawah umur
tetap terjadi dan dalam kehidupannya rumah tangganya terdapat kekerasan
maka yang melakukan kekerasan tersebut dapat dijatuhkan sanksi
sebagaimana diatur dalam pasal 288 Kitab Undang-Undang Hukum
Pidana yaitu “ Barang siapa dalam perkawinan bersetubuh dengan seorang
wanita yang diketahuinya atau sepatutnya harus diduganya bahwa yang
bersangkutan belum waktunya untuk dikawin, apabila mengakibatkan
luka-luka diancam pidana penjara paling lama delapan tahun dan jika
mengakibatkan mati pidana penjara paling lama dua belas tahun” , namun
dikarenakan perkawinan merupakan masalah perdata, jika terdapat
pelanggaran pidana pada rumah tangga pun seringkali penyelesaiannya
tetap melalui jalur perdata atau tidak diselesaikan sama sekali karena
terkadang hal itu merupakan sebuah aib atau kehormatan rumah tangga.
19
Riduan Syahrani. Seluk Beluk dan Asas-Asas Hukum Perdata . PT Alumni. Jakarta.
2006. hal 205
18
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Perkawinan merupakan hak setiap individu untuk membentuk sebuah
rumah tangga dan mempererat tali persaudaraan antar sesama manusia. Untuk
melakukan sebuah perkawinan, manusia membutuhkan persiapan yang
matang. Suatu aturan mengenai persyaratan mengenai syarat sah pernikahan
dibuat mengacu kepada kesiapan dan dampak yang akan diperoleh manusia
pada nantinya. Di Indonesia peraturan mengenai perkawinan diatur dalam
Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974 dan didukung oleh Kompilasi Hukum
Islam. Di dalam syarat-syarat sah pernikahan terdapat salah satu unsur yaitu
umur. Ketentuan mengenai umur seseorang yang diperbolehkan untuk
menikah tertuang dalam pasal 7 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 tahun
1974. Undang-Undang ini dianggap sudah konkrit untuk mencegah adanya
pernikahan di bawah umur yang terjadi di Indonesia namun seiring dengan
perkembangan zaman pernikahan dibawah umur menjadi persoalan yang patut
diperhatikan karena semakin maraknya kasus pernikahan dibawah umur di
Indonesia. Dalam pasal 7 ayat (2) Undang-Undang nomor 1 Tahun 1974 juga
terdapat aturan dispensasi yang isinya cenderung mendukung diadakannya
pernikahan dibawah umur. Karena meskipun adanya dispensasi, tetapi
seharusnya faktor kesiapan individu harus tetap diperhatikan karena individu
yang masih dibawah umur dan ingin melakukan perkawinan harus siap secara
lahir dan batin. Karena itulah untuk saat ini penulis merasakan bahwa
Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974 sudah tidak mempunyai kekuatan lagi
karena begitu banyak pelanggaran di dalamnya tanpa ditegakkan oleh hukum .
Salah satu hal yang secara konkrit dapat mencegah pernikahan dibawah umur
19
adalah pembatalan pernikahan. Jika Perkawinan di bawah umur tidak dapat
dicegah maka terdapat akibat hukum yang mengenai pihak-pihak yang
melakukan ataupun mengizinkan perkawinan dibawah umur. Untuk itu
masyarakat perlu sadar akan hukum yang berlaku di Indonesia dan sadar akan
kepentingan individunya masing-masing
5.2 Saran
Saran yang ingin penulis sampaikan dalam penelitian ini adalah setelah
penulis menelaah lebih lanjut, Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974
rasanya perlu direvisi kembali oleh pemerintah dikarenakan aturan yang
ada sudah tidak terlalu mengikat masyarakat yang dibuktikan dengan
banyaknya pelanggaran dan terdapat isi bertentangan dengan Undang-
Undang Perlindungan anak . Dan perlu adanya penyuluhan dari Komisi
Perlindungan Anak maupun dari pihak kementrian agar memberikan
penyuluhan kepada masyarakat Indonesia mengenai bahaya dan dampak
dari pernikahan dibawah umur agar masyarakat Indonesia sadar hukum
dan pelanggaran terhadap Undang-Undang Perkawinan dapat
diminimalisir
20
DAFTAR PUSTAKA
Buku-Buku
Peraturan Perundang-Undangan
1. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
2. Undang-Undang Nomor 1 Tahnu 1974 Tentang Perkawinan
3. Kompilasi Hukum Islam
4. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Perlindungan Anak
Jurnal:
1. Nurjihad. Kompilasi Hukum Islam. Jurnal Hukum No.27 Vol 11
September 2004
2. Zulfiani. Kajian Hukum Terhadap Perkawinan Anak dibawah Umur
Menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974. Jurnal Hukum Samudra
Keadilan Vol 12 Nomor 2 .2017
21
Internet:
1. Heru Susetyo (2008). Pernikahan di Bawah Umur: Tantangan Legislasi
dan Harmonisasi Hukum. Diakses pada tanggal 20 Oktober 2018 dari
https://www.hukumonline.com/berita/baca/hol20594/pernikahan-di-
bawah-umur-tantangan-legislasi-dan-harmonisasi-hukum
2. Dibawah 18 Tahun Tetapi Sudah Menikah? Termasuk Dewasa atau Masih
Anak?. Diakses pada tanggal 20 Oktober 2018 dari
https://www.hukumonline.com/klinik/detail/lt56e7861567765/di-bawah-
18-tahun-tapi-sudah-menikah--termasuk-dewasa-atau-masih-anak
3. Hukumnya Menikah Usia Dini. Diakses pada tanggal 20 Oktober 2018
dari
https://www.hukumonline.com/klinik/detail/lt5b8f402eed78d/hukumnya-
menikah-di-usia-dini
22