Anda di halaman 1dari 24

PERKAWINAN BEDA AGAMA DI INDONESIA

DALAM PANDANGAN HAKIM PENGADILAN


NEGERI GRESIK KELAS 1 A
(Studi Kasus di Pengadilan Negeri / Hubungan Industrial Gresik,
Kecamatan Kebomas, Kabupaten Gresik, jawa Timur)

LAPORAN PENELITIAN
Oleh:
1) 19210115 Syamsud Dhuha
2) 19230004 Siti ummi Rohmatin
3) 18230008 Muhammad Iqbal Ainur Rofiq
4) 19230027 Rahma Khofifah K.U
5) 19230038 Klarisa Nurul Aulia

FAKULTAS SYARIAH
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI MAULANA MALIK
IBRAHIM MALANG
2022
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Manusia adalah makhluk sosial yang sebenarnya tidak bisa hidup satu
orang. Sepanjang hidupnya, seseorang pasti membutuhkan bantuan dari
orang lain. Ketika melakukan sesuatu dalam kehidupan sehari-hari,
misalnya Bekerja, berinteraksi, dan aktivitas lainnya. Hubungan juga sangat
Ini identik dengan pernikahan. Pernikahan adalah satu Peristiwa hukum
yang hampir dialami semua orang. Pengertian pernikahan dalam Kamus
Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah suatu peristiwa yang berasal dari
kata nikah yang berarti membentuk suatu keluarga dengan lawan jenis dan
mempunyai suami atau istri.1 Sedangkan pengertian pernikahan menurut
Pasal 16 ayat 1 Undang-Undang Tahun 2019 tentang Perubahan Undang-
Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Pernikahan adalah ikatan antara laki-
laki dan perempuan sebagai pasangan suami istri, keluarga yang bahagia
dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.2 Padahal untuk
mencapai tujuan pernikahan, pernikahan harus dipersiapkan dengan baik
dan matang, sehingga dimotivasi dan ditegakkan baik oleh pihak spiritual,
materil maupun administratif.

Indonesia merupakan negara yang dikenal sebagai negara yang religius


dan sangat menjunjung tinggi nilai agama dan budaya, maka dari itu
masyarakat Indonesia menganggap sebuah pernikahan bukan saja hubungan
manusia dengan manusia lainnya, tetapi juga menyangkut hubungan yang
sakral yaitu hubungan manusia dengan Tuhan-nya. Maka dari itu sebuah
pernikahan yang sah harus memenuhi syarat syarat tertentu dalam Agama
juga persyaratan sebagaimana tertera di Peraturan Perundang Undangan

1Kamus Besar Bahasa Indonesia https://kbbi.web.id/nikah


2Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 https://peraturan.bpk.go.id/Home/Details/47406/uu-no-1-tahun-
1974

2
yang berlaku, hal itu dikarenakan Indonesia merupakan negara hukum yang
menjunjung tinggi hukum yang berlaku, dan dikarenakan pernikahan
merupakan sebuah perbuatan yang dilakukan oleh manusia (subjek hukum),
maka pernikahan pun menjadi sebuah perbuatan hukum yang tentu akan
menimbulkan akibat akibat hukum yang nantinya akan diterima dan dialami
oleh orang yang akan melangsungkan pernikahan tersebut.3

Secara umum, pernikahan adalah antara agama yang sama atau


keyakinan yang sama. Namun, beberapa fenomena menarik berkembang
dan mengakibatkan pernikahan beda agama. Fenomena ini menarik untuk
diteliti karenana menghubungkan dua keyakinan yang berbeda. Pernikahan
antara pasangan suami istri, sehingga melahirkan suami dan istri lawan jenis
dalam keluarga di era modern, telah memasuki budaya yang telah
berkembang ke dalam kehidupan semua orang. Hal ini menjadi fenomena
yang banyak diperbincangkan karena tidak terlepas dari status masyarakat
yang multikultural. Ada orang yang menginginkan pernikahan antara orang
yang berbeda terjadi, sementara yang lain tidak. berbagai alasan untuk
mendukung atau menentang pernikahan beda agama ini. Mempelajari dan
menganalisis memunculkan perspektif yang berbeda. Namun pada
kenyataannya, itu bukan larangan menahan atau menahan siapa pun
sepasang kekasih menikah beda agama Iman sebagai hubungan antara
individu dan Tuhan, dan sampai hari ini Tidak ada peraturan yang melarang
pernikahan beda agama di Indonesia. Tetapi pengamatan penulis banyak
masyarakat yang mengalami kesulitan untuk mendapatkan pelayanan
administratif bahkan terkesan dipersulit akibat pernikahan beda agama yang
terjadi.

3
Mohammad Rifqy Fakhriza dan Mia Hadiati," Analisis terhadap Perkawinan Beda Agama ditinjau
dari peraturan Perundangan Undangan di Indonesia (Studi Kasus Penetapan
278/Pdt.P/2019/PN.SKT)", Hukum Adigama, no1(2021):
https://journal.untar.ac.id/index.php/adigama/article/view/12028/7716

3
B. Batasan Masalah
Agar kajian penelitian ini fokus pada permasalahan serta dapat
dipahami dengan baik dan benar, maka peneliti membatasi penelitian ini
pada pembahasan pernikahan beda agama.

C. Rumusan Masalah
1. Bagaimana dasar hukum dan pandangan Hakim Pengadilan Negeri
Gresik terhadap pernikahan beda agama di Indonesia?
2. Bagiamana implikasi penetapan Hakim Pengadilan Negeri Gresik
terhadap perkawinan beda agama?

D. Tujuan Penelitian
1. Untuk menjelaskan dasar hukum serta pandangan Hakim Pengadilan
Negeri Gresik terhadap pernikahan beda agama.
2. Untuk mendeskripsikan akibat dari penetapan pengadilan terkait
pernikahan beda agama.

E. Manfaat Penelitian
Aspek tujuan merupakan suatu hal yang penting untuk ditinjau
dalam sebuah penelitian, Adapun manfaat yang diharapkan dari penelitian
ini ialah:
1. Secara Teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan maupun
mengembangkan pengetahuan dan wawasan bagi peneliti mengenai
atura pernikaha beda agama dalam pandangan beberapa hakim.
2. Secara Praktis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan konstribusi rujukan untuk
memperoleh pengetahuan pihak yang berkepentingan, khususnya serta
bagi masyarakat pada umumnya mengenai aturan terkait pernikaha beda
agama.

4
F. Definsi Operasional
Untuk menginterpretasikan arti dan maksud dalam judul penelitian
ini dengan baik dan benar agar tidak terjadi dan terhindar dari
kesalahpahaman, maka perlu ditegaskan pengertian dari beberapa istilah
yang terdapat didalamnya yakni:
1. Pernikahan merupakan pertalian sah antara seorang laki-laki dan
seorang perempuan. Perikaha tidak hanya menyangkut para mempelai,
tapi keluarga kedua belah pihak.4
2. Pernikahan beda agama adalah pernikahan yang dilakukan antara laki-
laki dan perempuan yang masing- masing berbeda agama.

4
Subekti, Pokok-Pokok Hukum Perdata( Jakarta : PT Inter Masa, 1994), 231.

5
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Tinjaua pustaka berisi kerangka teori atau landasa konsep, Landasan atau
kerangka teori dibuat sebagai pegangan dan pisau analisis dalam memecahkan
persoalan hukum dalam penelitian ini.

1. Perkawinan

Dalam UU no 1 tahun 1974 Tentang Perkawinan yang dimaksud


dengan perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan
seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga
(rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha
Esa.

2. Agama

agama merupakan sistem atau prinsip kepercayaan kepada Tuhan,


atau juga bias disebut dengan nama dewa atau nama lainnya dengan ajaran
kebaktian dan kewajiban-kewajiban yang bertalian dengan kepercayaan
tersebut.

3. Perkawinan Beda Agama


Perkawinan beda agama merupakan perkawinan antara pria dan
wanita yang keduanya memiliki perbedaan agama atau kepercayaan satu
sama lain. Perkawinan beda agama bisa terjadi antar sesama WNI yaitu pria
WNI dan wanita WNI yang keduanya memiliki perbedaan agama/
kepercayaan juga bisa antar beda kewarganegaraan yaitu pria dan wanita
yang salah satunya berkewarganegaraan asing dan juga salah satunya
memiliki perbedaan agama atau kepercayaan.

6
BAB III

METODE PENELITIAN

Untuk mendapatkan hasil penelitian yang baik dan akurat, maka


langkah yang harus dilakukan oleh peneliti yaitu dengan menentukan
metode penelitian. Sementara metode penelitian itu merupakan cara untuk
melakukan sesuatu dengan menggunakan pikiran secara seksama untuk
mencapai suatu tujuan dengan mencari, mencatat, merumuskan, dan
menganalisis sampai dengan menyusun sebuah laporan. Metode penelitian
ini juga dapat dikatakan panduan bagi peneliti mengenai tatacara bagaimana
suatu penelitian dilakukan.5
1. Jenis Penelitian
Terdapat dua jenis penelitian hukum, yaitu penelitian hukum
normatif dan penelitian hukum empiris.6 Adapaun jenis penelitian yang
digunakan dalam penelitian ini adalah empiris (field research), atau lebih
tepatnya yuridis-empiris yang maksudnya ialah penelitian yang
dilakukan terhadap keadaan sebenarnya yang telah terjadi di masyarakat
dengan maksud untuk mengetahui dan menemukan fakta-fakta dan data
yang dibutuhkan, karena terdapat pertentangan antara hukum dengan
penerapannya dan bisa dikatakatn jenis penelitian hukum sosiologis yang
mengkaji ketentuan hukum yang berlaku serta apa yang terjadi dalam
kenyatannya di masyarakat.7 Adapun datanya berupa deskriptif-analitis

5
Moh. Naziir, Metode Penelitian, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2014), 33. Lihat juga Suryana,
Metodologi Penelitian: Model Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif, (Bandung: Universitas
Pendidikan Indonesia, 2010), 21.
Menurut pendapat lain disebutkan bahwasannya metode penelitian merupakan tata cara atau
prosedur yang digunakan dalam melakukan suatu penelitian dengan tujuan untuk mendapatkan
pembaharuan ilmu pengetahuan yang berasal dari objek yang diteliti.
6
Bachtiar, Metode Penelitian Hukum, (Tangerang: UNPAM PRESS, 2018), 55.
Perbedaan antara kedua penelitian ini ialah terletak pada penggalian data, dimana pada penelitian
hukum normatif penggalian data dapat dilakukan berdasarkan riset perpustakaan dengan mengkaji
berbagai literatur tentang hukum, sedangkan pada penelitian hukum empiris penggalian data
dilaksanakan secara langsung dilapangan yang mengharuskan peneliti mengetahui fakta dan
permasalahan yang terjadi di masyarakat.
7
Bambang Waluyo, Penelitian Hukum Dalam Praktek, (Jakarta: Sinar Grafika, 2002), 15.

7
(deskriptif research) yang tujuanya untuk melihat secara langsung
penerapan hukum dengan keadaan masyarakat yang diatur oleh hukum.
Penelitian hukum empiris tidak hanya terfokus pada masyarakat, tetapi
juga tertuju pada para penegak hukum dan fasilitas yang diharapkan
sebagai penunjang pelaksanaan peraturan tersebut.8 Dalam hal ini ada
kaitannya terhadap Pernikahan beda agama di Indonesia serta bagaimana
pertimbangan hakim di Pengadilan Negeri / Hubungan Industrial Gresik.

2. Metode Pendekatan Penelitian


Metode pendekatan adalah suatu bagian dalam penelitian hukum
yang tujuannya untuk membangun suatu hubungan dengan objek
permasalahan yang diteliti guna tercpengertian terkait masalah
penelitian9
Metode pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah
pendekatan undang-undangan (statute approach) yaitu pendekatan yang
dilakukan dengan menelaah semua undang-undang dan regulasi yang
bersangkut paut atau saling berhubungan dengan isu hukum yang sedang
ditangani.10
Pendekatan undang-undang dilakukan dengan menelaah semua
Undang-Undang dan regulasi yang berkaitan dengan isu dan
permasalahan-permasalahan yang sedang ditangani. Pada penelitian ini
akan dilakukan penelaahan terhadap beberapa peraturan perundang-
undangan yaitu:

8
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta: UI Press, 2005), 32.
9
Ishaq, Metode Penelitian Hukum dan Penulisan Skripsi, Tesis, dan Disertasi, (Yogyakarta: Gadjah
Mada Press, 2008), 68. Lihat juga Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, 93.
Terdapat 5 jenis pendekatan dalam penelitian hukum yaitu:
a. Pendekatan Undang-Undang (statute approach);
b. Pendekatan Kasus (case approach);
c. Pendekatan historis (historical approach);
d. Pendekatan perbandingan (comparative approach); dan
e. Pendekatan konseptual (conceptual approach).
10
Peter Mahmud Marzuki, Penelitian hukum, 133.

8
1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1974 pasal 2 ayat 1.11
2) UU Nomor 23 Tahun 2006 Tentang Administrasi
Kependudukan.12
3) Peraturan pemerintah No. 9 Tahun 1975 tentang pelaksanaan
Undang- Undang Nomor 1 tahun 1974.

Selain itu, pada penelitian ini juga menggunakan pendekatan


kasus, yaitu pendekatan yang dilakukan dengan cara melakukan telaah
terhadap kasus-kasus yang berkaitan dengan isu yang dihadapi yang telah
menjadi putusan pengadilan yang mempunyai kekuatan yang tetap atau
adanya bukti dari penelitian terdahulu.13

Selain itu penelitian ini juga menggunakan pendekatan


konseptual.14 Pendekatan konseptual bertujuan guna menemukan jalan
tengah yang bisa digunakan sebagai solusi untuk menyeragamkan
pemahaman atau persepsi tentang bahasa hukum yang cenderung multi
tafsir.15 Pendekatan penelitian ini digunakan untuk mengkaji aturan dan
kenyataan yang terjadi dilapangan terkait bagaimana pandangan Hakim
Pengadilan Negeri Gresik terhadap pernikahan beda agama dalam hukum
positif di Indonesia.

11
Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1974 Nomor 1, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 3019
12
Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 124, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4674.
13
Peter mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, 134.
14
Pendekatan konseptual merupakan pendekatan yang beranjak dari pandangan-pandangan dan
doktrin-doktrin yang berkembang didalam Ilmu Hukum, yakni dengan mempelajari pandangan-
pandangan dan doktrin-doktrin dalam Ilmu Hukum, sehingga pemahaman atas pandangan-
pandangan dan doktrin-doktrin tersebuat yang kemudian akan menjadi landasan bagi peneliti dalam
membangun suatu argumentasi dalam memecahkan isu yang dihadapi, dikuti dari Zulfi Diane Zaini,
“Implementasi Pendekatan Yuridis Normatif dan Pendekatan Normatif Sosiologis dalam Penelitian
Hukum”, Pranata Hukum, 130.
15
Suhaimi, “Problem Hukum dan Pendekatan dalam Penelitian Hukum Normatif”, Jurnal Yustisia,
Vol. 19 (2018), 208.

9
3. Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian adalah tempat dimana pengambilan sampel
penelitian dan bertujuan untuk memperoleh data-data yang diperlukan.
Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja (proposive) yaitu di
Pengadilan Negeri/Hubungan Industrial Gresik.

4. Sumber Data
Sumber data merupakan sesuatu yang penting dalam kegiatan
penelitian. Untuk memecahkan isu hukum dan sekaligus memberikan
preskripsi mengenai apa yang seharusnya diperlukan dalam sumber-
sumber penelitian.16 Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini
diklasifikasikan menjadi data primer dan data sekunder. Adapun data
priper yang digunakan dalam penelitian ini antara lain yaitu:
a. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1974 pasal 2 ayat 1.
b. UU Nomor 23 Tahun 2006 Tentang Administrasi
Kependudukan.
c. Peraturan pemerintah No. 9 Tahun 1975 tentang pelaksanaan
Undang- Undang Nomor 1 tahun 1974.
Adapun data sekunder adalah bahan-bahan data berupa semua
publikasi tentang hukum yang bukan merupakan dokumen-dokumen
resmi, meliputi buku-buku teks, kamus-kamus, jurnal-jurnal hukum,
dan komentar-komentar atas putusan pengadilan.17 Adapun data
bahan hukum sekunder dalam penelitian ini ialah sebagai berikut:
a. Buku-buku yang memuat pembahasan tentang pernikahan
beda agama;

16
Sumber-sumber penelitian hukum dapat dibedakan menjadi sumber-sumber penelitian yang
berupa bahan-bahan hukum primer, bahan-bahan hukum sekunder, dan tersier, dikutip dari Peter
Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, 181.
17
Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, (Jakarta; Pranemedia Group, 2005),181.

10
b. Jurnal-jurnal tentang pernikahan beda agama;
c. Putusan- putusan pengadilan terkait pernikahan beda
agama;

Bahan hukum tersier yang digunakan dalam penelitian ini


berupa kamus hukum dan kamus besar Bahasa Indonesia.

5. Metode Pengumpulan Data


Berdasarkan penelitian yang sesuai berdasarkan yuridis empiris,
maka penulis mengumpulkan data-data dengan cara berikut:
a. Observasi
Observasi atau pengamatan merupakan salah satu kegiatan
penelitian yang dilakukan oleh peneliti untuk mengumpulkan data
dengan cara mengamati fenomena masyarakat tertentu dalam waktu
tertentu juga.
b. Wawancara (interview)
Wawancara adalah salah satu kegiatan yang penting dalam
penelitian hukum empiris, karena dengan wawancara penulis akan
memperoleh informasi melalui bertanya langsung pada narasumber.
Wawancara merupakan sutau metode pengumpulan data yang berupa
pertemuan dua orang atau lebih secara langsung guna saling bertukar
informasi atau ide dengan tanya jawab secara lisan sehingga dapat
dibangun makna dalam suatu topik tertentu.
c. Dokumentasi

Dokumentasi adalah sebuah metode yang digunakan untuk


mencari sumber data primer maupun sekunder berupa dokumen atau
literatur yang berhubungan dengan penelitian. Bersifat tidak terbatas
pada ruang dan waktu sehingga memberikan peluang pada peneliti
untuk mengetahui hal-hal yang pernah terjadi pada waktu
sebelumnya.18 Adapun pada penelitian ini, dokumen yang penulis

18
Juliansyah Noor, Metode Penelitian Skripsi, Tesis, Disertasi Dan Karya Ilmiah, (Jakarta: Kencana
Prenada MediaGroup, 2012), 141.

11
ambil ialah Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1974 pasal 2 ayat 1,UU Nomor 23 Tahun 2006 Tentang Administrasi
Kependudukan, Peraturan pemerintah No. 9 Tahun 1975 tentang
pelaksanaan Undang- Undang Nomor 1 tahun 1974, Buku-buku yang
memuat pembahasan tentang pernikahan beda agama, Jurnal-jurnal
tentang pernikahan beda agama, Putusan- putusan pengadilan terkait
pernikahan beda agama, kamus hukum dan kamus besar Bahasa
Indonesia.

6. Teknik Pengolahan Data


Untuk mengelolah seluruh data penelitian yang telah diperoleh,
maka diperlukan adanya prosedur pengolahan dan analisis data agar
memiliki kebenaran-kebenaran yang dapat dipakai untuk menjawab atau
memecahkan suatu permasalahan.19 Adapun teknik analisis yang
digunakan oleh penulis pada penelitian ini adalah analisis yuridis
kualitatif yaitu suatu cara penelitian yang menghasilkan informasi
deskriptif analitis, dan terkumpul untuk kemudian menguraikan fakta-
fakta yang telah ada dalam penelitian ini yang kemudian ditarik suatu
benang kesimpulan dan saran dengan memanfaatkan cara berfikir
deduktif yang bersifat umum menuju hal-hal yang bersifat khusus.20
Analisis data dalam penelitian ini melalui tahap proses sebagai
berikut:
a. Pemeriksaan Data (Editing)
Editing Langkah pertama yang dilakukan peneliti untuk meneliti
lagi data data yang sudah di dapatkan dari observasi, wawancara dan
dokumentasi, data data tersebut perlu diedit lagi dengan cara b dibaca,
direvisi. Jika masih ada kekurangan peneliti akan melengkapinya guna
meningkatkan kualitas data
b. Klasifikasi (Calssifiying)

19
Muslan Abdurrahman, Metode Penelitian Hukum, (Malang: UMM Press, 2009), 121.
20
Jonaedi Efendi, Johny Ibrahim, Metode Penelitian Hukum Normatif dan Empiris, 236.

12
Classifayying atau klarifikasi adalah menyusun dan
mengelompokkan data yang di dapat dalam suatu permasalahan,
tujuan klarifikasi ini adalah mempermudah pembacaan dan
pembahasan yang sesuai dengan kebutuhan Penelitian
c. Verifikasi (Verifikasi (Verifiying)
Verifikasi data adalah pembuktian kebenaran data untuk
menjamin validitas data yang telah terkumpul. Verifikasi dilakukan
dengan cara menemui informan dan memberikan hasil wawancara
dengannya untuk ditanggapi apakah data tersebut sesuai dengan
yang informasikan atau tidak
d. Analisis (Analyzing)
Analisis adalah proses penyederhanaan data kedalam bentuk
yang mudah untuk dipahami. Proses ini digunakan guna memperoleh
gambaran dari subjek yang diteliti, tanpa harus diperinci secara
detail.21
e. Kesimpulan (Concluding)
Tahapan terakhir yakni kesimpulan, yaitu menyimpulkan
bahan-bahan yang telah terkumpul dan disusun sehingga
mempermudah nanti penjabarannya seperti hasil wawancara,
dokumentasi, dan pedoman hukum yang sesuai dengan penelitian.

21
LKP2M, Research Book for LKP2M, (Malang: Universitas Islam Negeri Malang, 2005), 60.

13
BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Pernikahan Beda Agama

Unifikasi terkait pernikahan mulai terbentuk pada tahun 1974 dengan


munculnya Undang-undang No. 1 Tahun 1974 tentang pernikahan
(selanjutnya disebut UU Pernikahan). Sebelum UU pernikahan ini
diterapkan di Indonesia ada berbagai macam peraturan yang mengatur
terkait pernikahan bagi masyarakat, mulaindari hukum agama dan hukum
adat.Pernikahan beda agama tidak diatur secara eksplisit dalam UU
Pernikahan, bahkan UU Pernikahan tidak mengatur adanya pernikahan beda
agama. Pada pasal 2 UU pernikahan disebutkan bahwa :

1) Pernikahan adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum masing-


masing agamanya dan kepercayaan itu.22
2) Tiap-tiap pernikahan dicatat menurut peraturan perundang-
undangan yang berlaku.23

Dalam pernikahan sah atau tidaknya ditentukan oleh hukum agama


masing-masing calon mempelai. Kemudian pencatatan tiap pernikahan
merupakan persyaratan formil administrative. Adanya kejelasan hukum
terkait pernikahan beda agama yang secara eksplisit dan tegas tidak diatur
dalam UU pernikahan semakin mencuptakan ketidakpastian hukum.

Dengan demikian dalam prakteknya, tata cara yang banyak digunakan


sampai saat ini adalah dengan cara mencatatkan pernikahan tersebut

22
Pasal 2 Ayat 1 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974.
23
Pasal 2 Ayat 2, 1974.

14
dikantor catatan sipil. Pencatatan tersebut hanya digunakan untuk
memenuhi persyaratan formil administrasi sebagaimana yang telah diatur
dalam pasal 2 ayat (2) UU Pernikahan, sedangkan dalam keabsahanya
menurut agama bergantung pada ketentuan-ketentuan hukum tiap-tiap
agamanya dan juga hal tersebut merupakan keinginan para calon mempelai.

Setiap pernikahan harus dicatat menurut peraturan perundang-


undangan yang berlaku. Hukum agama masing-masing menjadi patokan sah
atau tidaknya suatu pernikahan, sedangkan pencatatan pernikahan
merupakan suatu syarat formil administrative.24 Hal yang menjadi
perdebatan adalah pencatatan pernikahan bagi agama islam harus di lakukan
di Kantor Urusan Agama (KUA) kemudian bagi yang non islam dicatat di
kantor catatan sipil, sehingga diperbolehkannya menikah beda agama
asalkan pernikahan tersebut dicatatkan sesuai peraturan perundang-
undangan yang berlaku.

Isu pernikahan beda agama di Indonesia sangat penting karena


menyentuh persoalan teologis yang sangat sensitif. Mengutip tulisan
Abdullahman dalam Tinjauan Hukum Pernikahan, ada beberapa jalan yang
ditempuh oleh mereka yang memulai pernikahan beda agama. Salah satu
pasangan mengikuti keyakinan agama lain dan menikah menurut agama
lain. Ada dua cara pasangan dapat mengubah keyakinan agama mereka
sehingga mereka dapat menikahi pasangannya.

1) Pindah agama hanya dilakukan secara proformas untuk


memenuhi syarat pernikahan berhasil dan batal secara formal,
tetapi kembali ke keyakinan agama asalnya setelah menikah
dan menjalankan agama sesuai aturan. Pernikahan beda agama
seperti itu biasa terjadi dan akan menyebabkan kebingungan
dalam rumah tangga dan kehidupan keluarga di masa depan.

24
Pasal….UU perkawinan No. 1 Tahun 1974

15
2) Pernikahan yang benar-benar ikhlas melaksanakan keyakinan
agamanya dan menjalankan ajarannya selama-lamanya dalam
kehidupan berumah tangga dan berumah tangga.
3) Masing-masing pasangan tetap mempertahankan keyakinan
agamanya. Pernikahan bervariasi menurut agama masing-
masing, tetapi mungkin pelaksanaannya bisa saja dipagi hari
para mempelai melangsungkan pernikahan menurut salah satu
agama keyakinan pasangan, kemudian pada siang harinya
melangsungkan pernikahan menurut agama mempelai yang
satunya. Pernikahan dengan cara seperti yang telah peneliti
jelaskan sebelumnya sudah banyak di praktekan dengan
konsekuensi masing-masing pasangan yang akan hidup
bersama dengan menjalankan kepercayaan agama masing-
masing.
B. Pandangan Hakim Pengadilan Negeri Gresik

Pernikahan beda agama tidak diatur secara tegas serta eksplisit


didalam undang-undang pernikahan begitupun dengan pencatatanya, hal
tersebut menjadi ketidakpastian hukum. Oleh karena itu penelitian ini
bertujuan untuk mengungkap bagaimana pandangan beberapa hakim yang
ada di Pengadilan Negeri Gresik terkait kasus pernikahan beda agama di
Indonesia yang sampai saat ini masih menjadi problematika. Ada tiga hakim
yang akan menjadi narasumber pada penelitian ini yang pertama adalah Ibu
Rina Indrajanti, SH.MH.

Menurut Ibu Rina pada pasal 2 ayat 1 UU pernikahan no. 1 tahun


1974 sudah jelas mengatakan bahwa pernikahan adalah sah apabila
dilakukan menurut agama dan kepercayaan masing-masing, maka kalimat
tersebut akan kembali pada bagaimana aturan masing-masing agama itu
berlaku. Misalnya saja islam, islam dengan tegas melarang pernikahan beda
agama yang diatur pada kompilasi hukum islam serta berbagai ayat Al-
Qur’an, salah satunya Al-Baqarah ayat 221 yang berbunyi

16
‫ﺖ َﺣﺘ ﱠٰﻰ ﯾُْﺆِﻣﱠﻦ ۚ َوَﻷ ََﻣﺔٌ ﱡﻣْﺆِﻣﻨَﺔٌ َﺧْﯿٌﺮ ِّﻣﻦ ﱡﻣْﺸِﺮَﻛٍﺔ َوﻟَْﻮ أ َْﻋَﺠﺒَﺘُْﻜْﻢ ۗ َوَﻻ‬ ِ ‫َوَﻻ ﺗ َﻨِﻜُﺤﻮ۟ا ٱْﻟُﻤْﺸِﺮَٰﻛ‬
ٓ
ُ ‫ﺗ ُﻨِﻜُﺤﻮ۟ا ٱْﻟُﻤْﺸِﺮِﻛﯿَﻦ َﺣﺘ ﱠٰﻰ ﯾُْﺆِﻣﻨُﻮ۟ا ۚ َوﻟَﻌَْﺒﺪٌ ﱡﻣْﺆِﻣٌﻦ َﺧْﯿٌﺮ ِّﻣﻦ ﱡﻣْﺸِﺮٍك َوﻟَْﻮ أ َْﻋَﺠﺒَُﻜْﻢ ۗ أ ُ ۟و ٰﻟَِﺌَﻚ ﯾَْﺪ‬
ۖ ‫ﻋﻮَن ِإﻟَﻰ ٱﻟﻨﱠﺎِر‬
‫ﻋٓﻮ۟ا ِإﻟَﻰ ٱْﻟَﺠﻨﱠِﺔ َوٱْﻟَﻤْﻐِﻔَﺮِة ِﺑﺈِْذِﻧِﮫۦ ۖ َوﯾُﺒَﯿُِّﻦ َءا ٰﯾَِﺘِﮫۦ ِﻟﻠﻨﱠﺎِس ﻟَﻌَﻠﱠُﮭْﻢ ﯾَﺘ َﺬَﱠﻛُﺮوَن‬
ُ ‫َوٱﱠ•ُ ﯾَْﺪ‬

“janganlah kamu menikahi perempuan musyrik, sebelum mereka


beriman. Sungguh, hamba sahaya perempuan yang beriman lebih baik
daripada perempuan musryrik meskipun dia menarik hatimu. Dan
janganlah kamu nikahkan orang (laki-laki) musyrik (dengan perempuan
yang beriman) sebelum mereka beriman”25.

Dalam agama islam aturan tersebut apakah masih bisa disimpangi


berdasarkan aturan itu sendiri? Karena meskipun islam melarang, tetapi
faktanya masih banyak yang melaksanakan pernikahan beda agama dengan
berbagai cara. Pertama salah satu menundukan diri pada salah satu agama,
namun kita sebagai muslim tidak bisa melakukan itu karena itu merupakan
tindakan murtad. Kedua, meminta penetapan pernikahan beda agama di
Pengadilan Negeri sebagai persyaratan administrasi pencatatan pernikahan
di pencatatan sipil. Dengan penetapan tersebut bukan berarti Pengadilan
Negeri memberikan izin untuk menikah. Karena pernikahan yang sudah
dicatatkan mempunyai hukum yang berbeda dengan pernikahan yg tidak
tertera dicatatan sipil berhubungan dengan keahliwarisan, anak, dll.

Memang hak asasi manusia bisa dijadikan dasar dalam pernikahan


beda agama memang benar, tapi hak asasi manusia juga ada batasnya. Jadi
menurut Iburina bahwa dengan adanya pasal 2 ayat 1 UU pernikahan no. 1
tahun 1974 itu sudah jelas. Kemudian akta nikah memiliki 2 bentuk yang
pertama berdasarkan penetapan pengadilan yang kedua, berdasarkan
agamanya masing-masing. Pernikahan adalah hal yang privat, pengadilan
hanya memberi penatapan agar pernikahanya bisa dicatatkan di catatan
sipil.

25
https://tafsirweb.com/855-surat-al-baqarah-ayat-221.html

17
Selanjutnya pendapat dari hakim kedua yaitu Bapak Agung
Nugroho Suryo Sulistio, SH., M.Hum. beliau berpendapat bahwa
pernikahan beda agama merupakan hal yang kasuistik, karena pada
dasarnya perkara pernikahan beda agama tidak hanya asal memutus
penetapan, tetapi dilihat dari bagaimana perkara itu sendiri atau dilihat dari
berbagai pertimbangan.

Pernikahan haruslah memiliki pencatatan yang sah sesuai aturan


yang berlaku, bagi pemeluk agama islam pencatatan pernikahan dilakukan
di Kantor Urusan Agama dan bagi non muslim pencatatan dilakukan di
Pencatatan Sipil atau Disdukcapil, namun untuk pernikahan beda agama
bisa dicatatkan di catatan sipil. Terkadang orang memilih melaksanakan
pernikahan beda agama di luar negeri karena diluar negeri karena hanya
perlu mencatatkan pernikahanya di Catatan Sipil. Untuk tanggal pencatatan
pernikahan pada KUA, tanggal pencatatanya harus dihari yang sama pada
hari pernikahan itu, tetapi di Disdukcapil pencatatan pernikahan tidak harus
bertepatan dengan hari pernikahan itu dilangsungkan.

Menurut pasal 34 UU Adminduk26, paling lambat pelaporan wajib


dilakukan enam puluh hari sejak tanggal pernikahan dilangsungkan.
Kemudian berdasarkan laporan tersebut dicatatkan pihak pencatatan sipil
pada Register Akta Pernikahan serta mengeluarkan Kutipan Akta
Pernikahan. Dan seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, untuk yang
beragama islam melaporkanya di Kantor Urusan Agama. Pada pasal
tersebut diatur terkait pernikahan beda agama yang dapat dicatatkan pada
pencatatan sipil adalah pernikahan yang diluar agama Islam. Namun dengan
demikian, pernikahan beda agama yang salah satunya beragama islam tidak
otomatis bisa dicatatkan di akntor urusan agama. Karena, pada pasal 2 ayat
1 Peraturan pemerintah No. 9 Tahun 1975 tentang pelaksanaan Undang-
Undang Nomor 1 tahun 1974 tentang Pernikahan menyebutkan secara
eksplisit bahwa pernikahan yang dapat dicatatkan di KUA adalah yang

26
Pasal 34 Undang-undang (UU) tentang Administrasi Kependudukan. LN.2006/NO.124.

18
dilaksanakan secara islam. Dengan begitu pernikahan beda agama yang
melalui penetapan pengadilan maka pencatatan dilakukan di Pencatatan
Sipil.

Menurut pak Agung kasus ini harus kasuistis apa masalahnya dan
berbagai pertimbangan lainya. Sampai sekarang uji materiil UU pernikahan
masih belum dikabulkan. Akibat hukum terkait kewarisan anak pada
pernikahan beda agamaq, kalau islam masuk dalam ranah peradilan agama,
bagi non muslim di pengadilan negeri, tetapi pada prakteknya kewarisan
tidak sepenuhnya mengikuti hukum islam, beda dengan pernikahan, kalau
pernikahan seratus persen secara praktek dilakukan di indonesia.

Hakim terakhir yaitu Ibu A. A. Ayu Christin, SH. MH. Menurut


pandangan beliau terkait pernikahan beda agama yang masih menjadi
polemik sampai sekarang padahal hal ini sudah dari dulu sudah ada banyak
pengadilan yang mengabulkan permohonan pernikahan beda agama,
misalnya seperti penetapan Pengadilan Negeri Surabaya yang sempat ramai
beberapa hari lalu. Sebenarnya latar belakang permohonan di PN Surabaya
itu permohonanya adalah Disdukcapil yang menolak pencatatan pernikahan
beda agama, karena pada UU disdukcapil atau UU Adminduk di katakan
bahwa jika pernikahan dilakukan secara beda agama maka harus ada
penetapan dari pengadilan terlebih dahulu. Mengenai dikabulkan atau
tidaknya pendapat Ibu Christin hampir sama dengan Bapak Agung bahwa
tidak langsung menolak atau mengabulkan perkara, karena setiap perkara
itu kasuistis, dilihat dulu pertimbanganya yang menyebabkan perbedaan
suatu keputusan padahal perkaranya sama. Misalnya pasangan pernikahan
beda agama tersebut sudah menikah secara agamanya masing-masing dan
keluarga sudah menyetujui, dan dicatatan sipil hanya dicatatkan salah satu
agama saja, mereka menikah dengan agama apa.

Sudah pernah ada uji materill di MK terkait UU pernikahan dan


ditolak, di UU pernikahan tahun 1974 sudah diatur pernikahan, jadi ada
kekosongan hukum bagaimana aturan pernikahan beda agama karena pada

19
UU pernikahan Tahun 1974 tidak secara eksplisit mengatur tentang
pernikahan beda agama, namun dalam UU Disdukcapil ada aturan ketika
orang ingin melaksanakan pernikahan beda agama harus melalui penetapan
pengadilan terlebih dahulu. Oleh karena itu hal ini masih menjadi polemik
dan sangat sensitive bila ada perkara atau penetapan pengadilan terkait
pernikahan beda agama, padahal tidak mengetahui bagaimana
pertimbangan dan prosedur yang dijalani untuk sampai pada titik penetapan
ini.

20
BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Perkawinan adalah ikatan sosial atau ikatan perjanjian hukum antar


pribadi yang membentuk hubungan kekerabatan dan merupakan suatu
pranata dalam budaya setempat yang meresmikan hubungan antar pribadi
yang biasanya disebut intim dan seksual. Karena setiap perkara itu kasuistis,
Misalnya pasangan pernikahan beda agama tersebut sudah menikah secara
agamanya masing-masing dan keluarga sudah menyetujui, lalu dicatatan
sipil hanya dicatatkan salah satu agama saja.

Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa pernikahan beda agama


masih menjadi polemik sampai sekarang padahal hal ini sudah dari dulu
sudah ada banyak pengadilan yang mengabulkan permohonan pernikahan
beda agama, maka dari itu pengadilan negeri melihat dulu pertimbangan
yang menyebabkan perbedaan suatu keputusan padahal perkaranya sama.
Karena setiap perkara itu kasuistiS, Misalnya pasangan pernikahan beda
agama tersebut sudah menikah secara agamanya masing-masing dan
keluarga sudah menyetujui, lalu dicatatan sipil hanya dicatatkan salah satu
agama saja. Undang-undang No. 1 Tahun 1974 tentang pernikahan .
Sebelum UU pernikahan ini diterapkan di Indonesia ada berbagai macam
peraturan yang mengatur terkait pernikahan bagi masyarakat, mulai dari
hukum agama dan hukum adat.Pernikahan beda agama tidak diatur secara
eksplisit dalam UU Pernikahan, bahkan UU Pernikahan tidak mengatur
adanya pernikahan beda agama. Pada pasal 2 UU pernikahan disebutkan
bahwa : 1. Pernikahan adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum
masing-masing agamanya dan kepercayaan itu. Pernikahan beda agama
tidak diatur secara tegas serta eksplisit didalam undang-undang pernikahan

21
begitupun dengan pencatatanya, hal tersebut menjadi ketidakpastian
hukum. Pasal 2 ayat 1 UU pernikahan no. 1 tahun 1974 sudah jelas
mengatakan bahwa pernikahan adalah sah apabila dilakukan menurut
agama dan kepercayaan masing-masing, maka kalimat tersebut akan
kembali pada bagaimana aturan masing-masing agama itu berlaku.

pemerintah juga tidak memberikan peraturan yang tegas tentang


pernikahan beda agama. Karena itu pemerintah harus mengeluarkan
peraturan mengenai pernikhan beda agama supaya tidak teradi kekosongan
hukum. UU Perkawinan dalam pelaksanaannya memang tidak mengatur
keabsahan sebuah perkawinan beda agama, karena keabsahan dari
perkawinan tersebut hanya dapat dinilai oleh masing-masing ajaran agama
yang diakui di Indonesia.

B. Daftar Pustaka

Undang-Undang

Pasal 2 ayat 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan

Pasal 34 UU Nomor 23 Tahun 2006 Tentang Administrasi Kependudukan.

Peraturan pemerintah No. 9 Tahun 1975 tentang pelaksanaan Undang- Undang

Nomor 1 tahun 1974.

Buku

Bachtiar. (2018). Metode Penelitian Hukum. Tanggerang: UNPAM PRESS.

Ishaq. (2008). Metode Penelitian Hukum dan Penulisan Skripsi. Yogyakarta:


Gadah Mada Press.

LKP2M. (2005). Research Book for LP2M. Malang: Universitas Islam Negeri
Malang.

Marzuki, P. M. (2005). Penelitian Hukum. Jakarta: Pranemedia Group.

22
MuslanAbdurrahman. (2009). Metode Penelitian Hukum. Malang: UMM Press.

Naziir, M. (2014). Metode Penelitian. Bogor: Ghalia Indonesia.

Noor, J. (2012). Metode Penelitian. Malang: Kencana Prenada Media Group.

Soekanto, S. (2005). Pengantar Penelitian Hukum. Jakarta: UI Press.

Subekti. (1994). Pokok-Pokok Hukum Pedata. Jakarta: PT Inter Masa.

Waluyo, B. (2022). Penelitian Hukum Dalam Praktek. Jakarta: Siar Grafika.

Jurnal
Suhaimi. (2018). Problem Hukum dan Pendekatan dalam Penelitian Hukum
Normatif. Jurnal Yustisia, 208.

Website

https://tafsirweb.com/855-surat-al-baqarah-ayat-221.html

Kamus Besar Bahasa Indonesia https://kbbi.web.id/nikah

Mohammad Rifqy Fakhriza dan Mia Hadiati," Analisis terhadap Perkawinan Beda
Agama ditinjau dari peraturan Perundangan Undangan di Indonesia (Studi
Kasus Penetapan 278/Pdt.P/2019/PN.SKT)", Hukum Adigama, no1(2021):
https://journal.untar.ac.id/index.php/adigama/article/view/12028/7716
.

23
Dokumentasi

Wawancara

24

Anda mungkin juga menyukai