Anda di halaman 1dari 11

TINJAUAN YURIDIS PENYELUNDUPAN HUKUM PERKAWINAN BEDA

AGAMA BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974


TENTANG PERKAWINAN

Dian Khoreanita Pratiwi


Fakultas Hukum Universitas Sahid Jakarta

Email Korespondensi: diankhoreanita@gmail.com

Abstrak

Globalisasi dan perkembangan teknologi turut mewarnai hubungan antara warga negara.
Dewasa ini tidak sulit menemukan perkawinan lintas batas negara yang mengakibatkan
terbukanya peluang perkawinan beda agama. WNI yang ingin menikah namun
bertentangan dengan hukum Indonesia melaksanakan pernikahannya di luar negeri,
guna menghindari hukum yang berlaku, namun tetap mencatatkan perkawinannya guna
mendapatkan legalitas. Tentu hal tersebut tidak sejalan dengan Pasal 2 (1) tentang
syarat sah perkawinan. Penghindaran hukum tersebut bila dibiarkan dapat mengganggu
ketertiban umum di Indonesia. Seperti perayaan pernikahan sesama jenis di Bali dimana
sebelumnya pasangan tersebut sudah melaksanakan perkawinannya di Amerika, namun
tetap melakukan perayaan sakral di Bali yang jelas bertentangan dengan kaidah yang
berlaku. Rumusan masalah penelitian adalah Bagaimanakah status perkawinan beda
agama menurut sistem hukum perkawinan di Indonesia? dan Bagaimanakah penegakan
hukum terhadap pelaku penyelundupan hukum di bidang perkawinan yang dilaksanaakn
di luar negeri?. Tujuan penelitian adalah mengetahui status perkawinan beda agama
menurut sistem hukum di Indonesia dan mengetahui bentuk penegakan hukum terhadap
pelaku penyelundupan hukum di bidang perkawinan yang dilaksanakan di luar negeri.
Metode yang digunakan adalah metode penelitian hukum normatif dengan pendekatan
perundang-undangan, pendekatan konseptual dan pendekatan kasus. Data yang
digunakan adalah data sekunder. Dalam menganalisa data penelitian ini menggunakan
deskriptif analitis. Hasil penelitian ini adalah status perkawinan beda agama di
Indonesia tidak diatur melainkan menyerahkannya ke aturan masing-masing agama
yang diakui di Indonesia. Penegakan hukum terhadap pelaku penyelundupan hukum di
bidang perkawinan yang dilaksanakan di luar negeri, seharusnya dapat dilakukan
dengan tidak mencatatkannya di pencatat perkawinan, karena hal demikian bertentangan
dengan ketertiban umum.

Kata kunci : Penyelundupan, Ketertiban umum, Vested right.

A. PENDAHULUAN menyatakan bahwa manusia


dikodratkan untuk hidup bermasyarakat
Zoon Politicon istilah yang dan berinteraksi satu sama lain.
diperkenalkan oleh Aristoteles yang

1
Manusia adalah makhluk sosial bahwa perkawinan tersebut tidak sah,
yang tidak dapat hidup sendirian. maka secara hukum perkawinan
Manusia hidup secara berkelompok, tersebut juga tidak dapat disahkan,
kelompok terkecil dapat dimulai dari sebagaimana disebutkan dalam Pasal 8
keluarga. Untuk membentuk suatu (f) Undang-Undang Perkawinan.
keluarga yang akan menghasilkan
keturunan dibutuhkan perkawinan. Pasal 2 Undang-Undang
Perkawinan mengenai syarat sahnya
Perkawinan sebagaimana suatu perkawinan ditentukan
tercantum dalam Pasal 1 Undang- berdasarkan hukum agama dan
Undang No. 1 Tahun 1974 tentang kepercayaannya, mengakibatkan tidak
Perkawinan, yang selanjutnya disebut sedikit warga negara Indonesia yang
sebagai Undang-Undang Perkawinan melangsungkan pernikahannya di luar
adalah ikatan lahir batin antara seorang negeri dan kemudian mencatatkannya di
pria dengan seorang wanita sebagai kantor catatan sipil, diantaranya terjadi
suami isteri dengan tujuan membentuk pada kalangan selebritis seperti Ari
keluarga (rumah tangga) yang bahagia Sihasale dan Nia Zulkarnaen keduanya
dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang memiliki agama yang berbeda dan
Maha Esa. melangsungkan pernikahannya di Perth
Australia, begitu juga Rio Febrian dan
Pengaturan mengenai hukum Sabria Kono di Bangkok Thailand,
perkawinan berbeda di masing-masing Amara dan Frans Mohede di Hong
Negara, sedangkan dewasa ini Kong, Sony dan Cornelia Agatha di
perkawinan tidak hanya terjadi antar Hong Kong, Titi Kamal dan Christian
sesama warga Negara Indonesia, dapat Sugiono di Perth Australia, Yuni Shara
pula terjadi antar warga negara dan Henry Siahaan di Perth Australia.
Indonesia dengan warga negara asing Ada pula pasangan yang menikah
hal ini yang dikenal dalam Undang- dengan menundukan diri pada salah
Undang Perkawinan mengenai satu agama untuk dapat dikatakan sah
perkawinan campuran. Pengaturan seperti yang dilakukan oleh Deddy
mengenai perkawinan campuran Corbuzier dan Karlina yang menikah
berbeda dengan perkawinan beda secara Islam. Ahmad Nurcholish dan
agama. Perkawinan beda agama Ang Mei Yong yang menikah secara
memang masih menjadi perdebatan Islam dan Konghucu.
dikalangan para ahli, perkawinan beda
agama tidak diatur di dalam Undang- Beberapa waktu lalu telah terjadi
Undang Perkawinan. Hal ini lah yang perayaan pernikahan sesama jenis di
menjadi permasalahan dalam hal tidak Bali dengan salah satunya merupakan
adanya kepastian hukum mengenai warga negara Indonesia. Sebelumnya
perkawinan beda agama ini, sedangkan kedua mempelai telah melangsungkan
berdasarkan Pasal 2 Undang-Undang pernikahan di Amerika. Sebagaimana
kita ketahui Indonesia tidak mengenal
Perkawinan disebutkan pernikahan sesama jenis dan perayaan
Perkawinan adalah sah, apabila tersebut menuai protes dari kalangan
dilakukan menurut hukum masing- masyarakat karena bertentangan dengan
masing agamanya dan kepercayaannya norma-norma yang hidup di
itu. Jika suatu agama menyatakan

2
masyarakat. Dalam Penjelasan Pasal 2 sistem hukum perkawinan di Indonesia
ayat (1) Undang-Undang Perkawinan dan untuk mengetahui bentuk
bahwa tidak ada perkawinan di luar penegakan hukum terhadap pelaku
hukum masing-masing agamanya dan penyelundupan hukum di bidang
kepercayaannya itu termasuk ketentuan perkawinan yang dilaksanakan di luar
perundang-undangan yang berlaku bagi negeri.
golongan agama dan kepercayaannya
itu sepanjang tidak bertentangan atau C. METODE
tidak ditentukan lain dalam undang-
undang. Metode yang akan digunakan
dalam penelitian ini adalah metode
Penghindaran terhadap hukum penelitian hukum normatif dengan
yang seharusnya berlaku dapat pendekatan perundang-undangan,
dikatakan sebagai tindakan pendekatan konseptual dan pendekatan
penyelundupan hukum, karena pelaku kasus. Data yang digunakan dalam
penyelundupan tersebut menghendaki penelitian ini adalah data sekunder.
untuk tidak berlakunya suatu sistem Teknik pengumpulan data yang
hukum karena akan menimbulkan digunakan dalam penelitian ini adalah
akibat hukum yang tidak mereka dengan melakukan studi
inginkan. Berdasarkan beberapa contoh dokumen/kepustakaan dan wawancara
tindakan penyelundupan hukum oleh pemangku kepentingan di beberapa
perkawinan diatas, perlu adanya suatu institusi terkait.
ketegasan mengenai tindakan
pemerintah dalam menangani kasus Dalam menganalisa data
penyelundupan hukum ini. Dalam penelitian ini menggunakan deskriptif
hukum perdata internasional dikenal analitis. Penelitian deskriptif analitis
konsep/teori vested right dimana suatu mengungkapkan peraturan perundang-
negara hendaklah mengakui atau undangan mengenai perkawinan
menghormati hak-hak yang telah dikaitkan dengan teori-teori hukum
diperoleh seseorang berdasarkan kaidah penyelundupan hukum, vested rights
hukum asing, namun penerapan konsep dan ketertiban umum, juga hukum
ini pun dimungkinkan bertabrakan dalam pelaksanaannya didalam
dengan konsep ketertiban umum suatu masyarakat. Hasil analisa bahan hukum
negara. akan dinterpretasikan menggunakan
metode interpretasi gramatikal dan
interpretasi teleologis. Bahan hukum
B. PERMASALAHAN yang diperoleh diinventarisasi dan
diidentifikasi kemudian diolah dan
Permasalahan dalam penelitian ini dianalisis secara kualitatif dengan
adalah mengenai status perkawinan menggunakan logika berpikir secara
beda agama menurut sistem hukum deduktif.
perkawinan di Indonesia dan penegakan
hukum terhadap pelaku penyelundupan
hukum di bidang perkawinan yang
dilaksanakan di luar negeri. Tujuan dari
penelitian ini adalah untuk mengetahui
status perkawinan beda agama menurut D. PEMBAHASAN

3
1. Status Perkawinan Beda Agama belum mencapai usia 21 tahun.
Menurut Sistem Hukum Bila salah satu dari kedua orag tua
Perkawinan di Indonesia telah meninggal, izin dapat
diperoleh dari orang tua yang
Perkawinan menurut Pasal 1 masih hidup, bila itupun telah
Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tiada, dari wali orang yang
selanjutnya disebut Undang-Undang memelihara atau keluarga yang
Perkawinan adalah ikatan lahir batin mempunyai hubungan darah
antara seorang pria dengan seorang dalam garis keturunan lurus
wanita sebagai suami istri dengan keatas, atau juga izin dari
tujuan membentuk keluarga (rumah pengadilan bila orang tersebut
tangga) yang bahagia dan kekal tidak ada atau tidak mungkin
berdasarkan Ketuhanan Yang Maha dimintai izinnya;
Esa. Pasal 2 (1) Perkawinan adalah sah 3) Bagi pria harus sudah mencapai
apabila dilakukan menurut hukum usia 19 tahun dan bagi wanita 16
masing-masing agama dan tahun, kecuali ada dispensasi yang
kepercayaannya itu. Berdasarkan diberikan oleh pengadilan atau
ketentuan diatas menunjukan bahwa pejabat lain yang ditunjuk oleh
Undang-Undang Perkawinan kedua belah pihak;
menggantungkan sahnya suatu 4) Kedua belah pihak tidak terikat
perkawinan pada hukum agama dan tali perkawinan dengan pihak lain,
kepercayaan masing-masing kecuali bagi mereka yang
pemeluknya. Hal ini berarti bahwa agamanya mengizinkan untuk
syarat-syarat perkawinan juga berpoligami;
didasarkan pada syarat-syarat 5) Bagi seorang wanita yang akan
perkawinan yang diatur menurut hukum melakukan perkawinan untuk
agama dan kepercayaannya itu. kedua kali dan seterusnya,
undang-undang mensyaratkan
Undang-Undang Perkawinan setelah lewatnya masa tunggu,
mengatur mengenai syarat sahnya yaitu sekurang-kurangnya 90 hari
perkawinan yaitu pada Pasal 2 dimana bagi yang putus perkawinannya
Perkawinan adalah sah apabila karena perceraian, dan 130 hari
dilakukan menurut hukum masing- bagi mereka yang putus
masing agama dan kepercayaannya itu, perkawinannya karena kematian.
kemudian dicatatkan menurut peraturan
perundang-undangan yang berlaku. Syarat-syarat ekstern meliputi :
Syarat perkawinan dapat dibagi menjadi 1) Pemberitahuan kehendak akan
syarat intern dan syarat ekstern. melangsungkan perkawinan
kepada pegawai pencatat
Adapun syarat intern adalah perkawinan;
sebagai berikut : 2) Pengumuman oleh pegawai
1) Perkawinan harus didasarkan atas pencatat perkawinan;
persetujuan kedua calon 3) Pelaksanaan perkawinan hukum
mempelai; agamanya dan kepercayaannya
2) Harus mendapat izin dari kedua masing-masing;
orang tua, bagi mereka yang

4
4) Pencatatan perkawinan oleh bagi warganegara Indonesia tidak
pencatat perkawinan. melanggar ketentuan Undang-
undang ini.
Beberapa ketentuan yang telah 2) Dalam waktu 1 (satu) tahun
disebutkan diatas, menunjukan bahwa setelah suami istri itu kembali di
sahnya perkawinan menurut ketentuan wilayah Indonesia, surat bukti
Pasal 2 Undang-Undang Perkawinan, perkawinan mereka harus
berfungsi menjembatani dengan didaftarkan di Kantor Pencatat
mengembalikan kepada hukum agama perkawinan tempat tinggal
dan kepercayaannya masing-masing, mereka.
dengan sahnya perkawinan yang
dilaksanakan berdasarkan hukum agama Perkawinan campuran yang
dan kepercayaannya masing-masing dimaksud dalam Undang-Undang
tersebut maka berdasarkan Pasal 2 (1) Perkawinan ini adalah perkawinan
Undang-Undang Perkawinan, antara dua orang yang tunduk pada
perkawinan tersebut adalah sah, hukum yang berlainan, karena
selanjutnya untuk melegitimasi perbedaan kewarganegaraan dan salah
perkawinan yang sudah dipandang sah satu pihak berkewarganegaraan
menurut ketentuan Pasal 2 (1) tersebut, Indonesia. Jika perkawinan tersebut
maka tahap selanjutnya adalah menyangkut juga perbedaan agama
mencatatkan peristiwa perkawinan diantara para pihak, maka
tersebut di Kantor Urusan Agama atau pengaturannya dikembalikan kepada
Kantor Catatan Sipil sebagaimana hukum dimana perkawinan itu
dimaksud Pasal 2 (2) Undang-Undang dilakukan, namun terdapat pengecualian
Perkawinan. dalam Pasal tersebut, yakni perkawinan
campuran dapat dilaksanakan asalkan
Pada era globalisasi ini, pergaulan tidak bertentangan dengan hukum yang
atau hubungan seseorang tidak lagi ada di Indonesia bagi warganegara
dapat dibatasi. Setiap orang dapat Indonesia.
berinteraksi dengan siapapun dan
dimanapun yang mereka inginkan. Hal Berdasarkan hal tersebut,
ini semakin membuka peluang walaupun pernikahan dilaksanakan di
terjadinya perkawinan antar suku, antar negara yang membolehkan perkawinan
bangsa, bahkan antar agama. beda keyakinan, namun jika hal itu
dilaksanakan oleh warganegara
Mengenai perkawinan campuran Indonesia, tetap perkawinan itu tidak
diatur dalam Undang-Undang dapat disahkan. Kantor catatan sipil
Perkawinan Pasal 56 yaitu : merupakan lembaga yang berwenang
1) Perkawinan di Indonesia antara untuk mencatatkan perkawinan yang
dua orang warganegara Indonesia dilaksanakan di luar negeri. Jika
atau seorang warganegara perkawinan telah dicatatkan, tentu
Indonesia dengan warga negara perkawinan tersebut sudah memiliki
Asing adalah sah bilamana legalitas.
dilakukan menurut hukum yang
berlaku di negara dimana Kantor Catatan Sipil dalam hal ini
perkawinan itu dilangsungkan dan hanya bertugas mencatatkan
perkawinan yang telah disahkan oleh

5
pengadilan negeri, sehingga tidak yang tidak memeluk agama Islam
memiliki kewenangan untuk menolak sekalipun telah menjadi WNI.
mencatatkan perkawinan yang telah Sementara itu, pasal 7 ayat (2)
disahkan oleh pengadilan negeri. Hal ini disebutkan bahwa “Perbedaan agama,
berbeda dengan Kantor Urusan Agama, bangsa, atau asal sama sekali bukanlah
dimana pada lembaga ini berhak menjadi halangan untuk perkawinan”1.
menolak mencatatkan perkawinan yang
tidak sesuai dengan hukum positif. Setelah lahirnya Undang-Undang
Perkawinan 1974 pada ketentuan
Kantor Urusan Agama juga tidak penutupnya Pasal 66 disebutkan “Untuk
berwenang untuk mencatatkan perkawinan dan segala sesuatu yang
perkawinan yang terjadi di luar negeri berhubungan dengan perkawinan
dan/atau perkawinan yang bukan berdasarkan atas Undang-undang ini,
berlandaskan agama islam. Sebelum maka dengan berlakunya Undang-
berlakunya Undang-Undang No. 1 undang ini ketentuan-ketentuan yang
Tahun 1974, di Indonesia pernah ada diatur dalam Kitab Undang-undang
suatu peraturan hukum antar golongan Hukum Perdata (burgelijk Wetboek),
yang mengatur masalah perkawinan Ordinansi Perkawinan Indonesia
campuran. Peraturan yang dimaksud Kristen (Huwelijk Ordanantie Christen
adalah peraturan yang dahulu Indonesia 1933 No.74, Peraturan
dikeluarkan oleh pemerintah kolonial Perkawinan Campuran (Regeling op
Hindia Belanda yang bernama Regeling gemeng de Huwelijken S.1898 No.
op de Gemengde Huwelijken (GHR) 158), dan Peraturan-peraturan lain yang
atau Peraturan tentang Perkawinan mengatur tentang perkawinan sejauh
Campuran sebagaimana dimuat dalam telah diatur dalam Undang-undang ini,
Staatsblad 1898 No. 158. dinyatakan tidak berlaku.

Regeling Of de Gemengde Ketentuan pasal 66 tersebut, jelas


Huwelijken (GHR) adalah suatu bahwa ketentuan-ketentuan GHR (STB.
peraturan perkawinan yang dibuat oleh 1898/158) sebagaimana yang
pemerintah Hindia Belanda tentang diungkapkan diawal juga tidak dapat
perkawinan campuran yang termuat diberlakukan lagi karena di samping
dalam Lembaran Negara Hindia ketentuannya telah mendapat
Belanda Stb. 1898 No. 158. Pada pasal pengaturan dalam Undang-Undang-
1 GHR disebutkan perkawinan Undang Perkawinan, GHR juga
campuran adalah perkawinan antar mengandung asas yang bertentangan
orang-orang yang di Indonesia tunduk dengan asas keseimbangan hukum
pada hukum yang berlainan. Kemudian antara suami istri sebagaimana yang
dalam penjelasannya dikemukakan dianut oleh Undang-Undang
contoh perkawinan antara seorang WNI Perkawinan. Selain itu, rumusan
dengan seorang bangsa Belanda atau mengenai perkawinan campuran dalam
Eropa lainnya sekalipun telah menjadi
WNI serta memeluk agama Islam. 1
Moh. Taufiqur Rohman, Perkawinan
Campuran dan Perkawinan Antar Agama di
Begitu pula perkawinan antara Indonesia, ejournal.uin-
seorang Indonesia dengan seorang suka.ac.id/syariah/Ahwal diakses pada 12
Tionghoa atau bangsa Timur lainnya Desember 2016.

6
GHR berbeda dengan rumusan dalam Walaupun pada prinsipnya agama
pasal 57 Undang-Undang Perkawinan Protestan menghendaki agar
No. 1 Tahun 1974. penganutnya kawin dengan orang yang
seagama, tetapi jika terjadi perkawinan
Sehingga dengan lahirnya beda agama maka gereja Protestan
Undang-Undang Perkawinan, Sahnya memberikan kebebasan kepada
perkawinan adalah yang dilakukan penganutnya untuk memilih apakah
sesuai agamanya dan kepercayaannya hanya menikah di Kantor Catatan Sipil
sebagaimana diatur dalam Pasal 2 (1) atau diberkati di gereja atau mengikuti
Undang-Undang Perkawinan. agama dari calon suami/istrinya.

Hal ini berarti Undang-Undang Sedangkan agama Hindu tidak


Perkawinan mensyaratkan pada ajaran mengenal perkawinan beda agama dan
dari agama masing-masing, oleh karena pedande/pendeta akan menolak
itu berdasarkan ketentuan Pasal 2 (1) perkawinan tersebut. Sedangkan agama
ini, terkait dilarang atau tidaknya suatu Budha tidak melarang umatnya untuk
perkawinan tetap harus mengacu pada melakukan perkawinan dengan
ketentuan agama masing-masing penganut agama lain asal dilakukan
mempelai. Ketentuan tersebut didukung menurut tata cara agama Budha.2
dengan adanya ketentuan mengenai Masalahnya tidak akan menjadi rumit
larangan perkawinan yakni pada Pasal 8 apabila jalan keluarnya dengan kerelaan
(f) Undang-Undang Perkawinan salah satu pihak untuk meleburkan
menyatakan bahwa Perkawinan dilarang diri/mengikuti kepada agama pihak
antara dua orang yang mempunyai yang lainnya tetapi kesulitan ini muncul
hubungan yang oleh agamanya atau apabila kedua belah pihak tetap ingin
peraturan lain yang berlaku dilarang rnempertahankan keyakinannya. Namun
kawin. di dalam kenyataannya sering terjadi
untuk mudahnya pasangan tersebut
Suatu perkawinan dilarang atau kawin berdasarkan agama salah satu
tidak ditentukan oleh hukum agamanya pihak, dan kemudian setelah
masing-masing, disamping ketentuan- perkawinannya disahkan mereka
ketentuan yang ada dalam Undang- kembali kepada keyakinannya masing-
Undang No. 1 Tahun 1974. Dalam masing.
perspektif agama-agama di Indonesia,
maka perkawinan beda agama tidak Pada sistem Hukum Indonesia
dibenarkan karena tidak sesuai dengan perkawinan antar agama memang masih
hukum agama-agama yang diakui di menimbulkan perdebatan, sehingga di
Indonesia. Selain Islam, agama dalam prakteknya sering terjadi dan
Katholik memandang bahwa untuk memudahkan pasangan tersebut
perkawinan sebagai sakramen sehingga kawin berdasarkan agama salah satu
jika terjadi perkawinan beda agama dan pihak, namun kemudian setelah
tidak dilakukan menurut hukum agama perkawinan disahkan, mereka kembali
Katholik, maka perkawinan tersebut kepada keyakinannya masing-masing.
dianggap tidak sah. Sedangkan agama
Protestan lebih memberikan 2
O.S. Eoh, Perkawinan Antar Agama dalam
kelonggaran pada pasangan yang ingin Teori dan Praktek Raja Grafindo Persada,
melakukan perkawinan beda agama. Jakarta, 1996, hlm.118-125.

7
Di samping itu terdapat juga pasangan berstatus tidak beragama Islam,
yang melangsungkan perkawinan di maka Kantor Catatan Sipil harus
luar negeri, baru kemudian didaftarkan melangsungkan perkawinan
di Indonesia. tersebut. Dengan demikian,
perkawinan berbeda agama
Jarwo Yunu mengatakan bahwa mungkin saja dapat
ada dua cara dalam menyikapi dilangsungkan di Kantor Catatan
perkawinan beda agama yaitu :3 Sipil. Sebagai dasar hukumnya
1) Salah satu pihak dapat melakukan adalah yurisprudensi putusan
perpindahan agama, namun ini Mahkamah Agung Reg No 1400
dapat berarti penyelndupan K/Pdt/1986 yang mengabulkan
hukum, karena sesungguhnya permohonan antara kedua
yang terjadi adalah hanya mempelai yang berbeda agama
menyiasati secara hukum Islam dan Kristen. Dengan
ketentuan Undang-Undang demikian harus ditafsirkan bahwa
Nomor 1 Tahun 1974 tentang dengan mengajukan permohonan
Perkawinan. Namun setelah itu pemohon sudah tidak lagi
perkawinan berlangsung, masing- menghiraukan status agamanya.
masing pihak kembali memeluk Dalam keadaan demikian Kantor
agamnya masing-masing. Cara ini Catatan Sipil sebagai satu-satunya
sangat tidak disarankan. instansi yang berwenang
2) Berdasarkan Putusan Mahkamah melangsungkan perkawinan bagi
Agung Nomor 1400.K/Pdt/1986, kedua calon suami-istri non-
Kantor Catatan Sipil Muslim, wajib menerima
diperkenankan untuk pemohon.
melangsungkan perkawinan beda
agama. Kasus ini bermula dari
perkawinan yang hendak Penetapan atau pemberian izin
dicatatkan oleh Ani Vonny Gani P untuk melangsungkan perkawinan beda
(Perempuan Islam) dengan Petrus agama juga terjadi di Minahasa Utara,
Hendrik Nelwan (Laki-laki Provinsi Sulawesi Utara, dengan
Kristen). Dalam putusannya penetapan Nomor
Mahkamah Agung menyatakan 41/PDT.P/2012/PN.AMD yang
bahwa dengan pengajuan dikeluarkan oleh Pengadilan Negeri
pencatatan pernikahan di Kantor Airmadidi yang berisi tentang
Catatan Sipil, maka Vonny telah pemberian izin untuk melangsungkan
tidak menghiraukan peraturan perkawinan beda agama antara Dani
agam Islam tentang perkawinan Samosir dan Astriani Van Bone
dan karenanya harus dianggap dihadapan pegawai Kantor Catatan Sipil
bahwa ia menginginkan agar Airmadidi.
perkawinannya tidak
dilangsungkan menurut agama
Islam. Dengan demikian mereka 2. Penegakan Hukum Terhadap
Pelaku Penyelundupan Hukum
3
Jarwo Yunu, Aspek Perkawinan Beda di Bidang Perkawinan yang
Agama Di Indonesia, CV. Insani, Jakarta, 2005, Dilaksanakan di Luar Negeri
hlm. 11.

8
Perkawinan antar WNI yang
dilaksanakan di luar negeri merupakan
salah satu objek pengaturan hukum Syarat materil berdasar lex loci
perdata internasional. Dimana hukum celebrationis, status personalitas dan
perdata internasional menurut Prof. asas yang menyatakan bahwa hukum
Sudargo Gautama adalah : materiil berdasarkan sistem hukum dari
tempat dilangsungkan perkawinan
“Keseluruhan peraturan dan keputusan (locus celebration) tanpa mengabaikan
hukum yang menunjukan stelsel hukum syarat perkawinan yang berlaku di
manakah yang berlaku atau apakah dalam sistem hukum para pihak.
yang merupakan hukum, jika hubungan- Dengan demikian dalam pelaksanaan
hubungan atau peristiwa-peristiwa hukum tetap mengacu pada dua sistem
antara warga (warga) negara pada suatu hukum yang melekat pada para pihak.
waktu tertentu memperlihatkan titik- Sedangkan syarat formil perkawinan
titik pertalian dengan stelsel-stelsel dan ditentukan dengan asas locus regit
kaidah-kaidah hukum dari dua atau actum yakni berdasarkan hukum tempat
lebih negara, yang berbeda dalam dilangsungkannya perkawinan (lex loci
lingkungan kuasa, tempat, pribadi, dan celebration). Pasal 56 Undang-Undang
soal-soal. Jadi disini yang ditekankan Perkawinan menyebutkan “bilamana
adalah perbedaan dalam lingkungan dilakukan menurut hukum yang berlaku
kuasa tempat dan soal-soal serta di negara dimana perkawinan itu
pembedaan dalam sistem satu negara dilangsungkan”.
dengan lain negara, artinya adanya
unsur luar negerinya (foreign Pada dasarnya pelaksanaan
4
element).” perkawinan di luar negeri oleh WNI
yang berbeda agama merupakan bentuk
Unsur asing dalam suatu usaha mencari keabsahan
perkawinan terdapat pada Pasal 56 (1) perkawinannya, dimana dalam hukum
dan (2) Undang-Undang Perkawinan perdata internasional berlaku asas
yang menyebutkan bahwa perkawinan vested right atau asas hak-hak yang
antar WNI di luar Indonesia adalah sah diperoleh. Istilah hak-hak yang
bila dilakukan menurut dilakukan diperoleh (vested rights) sering kali
menurut hukum yang berlaku di negara disebut dengan rights and obligations
dimana perkawinan itu dilangsungkan created abroad atau hak dan kewajiban
dan bagi warganegara Indonesia tidak hukum yang terbit berdasarkan hukum
melanggar ketentuan Undang-Undang asing. Asas ini erat kaitannya dengan
Perkawinan dan satu tahun setelah pengakuan terhadap apa yang telah
perkawinan diwajibkan adanya suatu dimiliki oleh, atau yang telah menjadi
pencatatan. Syarat sah perkawinan hak, atau yang telah melekat secara
dilakukan di luar negeri tersebut hukum pada suatu subjek hukum.
tercermin syarat materil dan syarat
formil yang dapat menjadi penentu Hak dan kewajiban hukum yang
validasi perkawinan berdasarkan asas- telah diperoleh seseorang berdasarkan
asas hukum perdata internasional.5 suatu kaidah hukum haruslah dihormati
oleh siapa saja, termasuk oleh lex fori
4
Soedargo Gautama, Op.Cit. Hlm. 21 (Hukum sang hakim), kecuali jika
5
Bayu Seto, Op.Cit., Hlm. 275 pengakuan terhadap hak-hak semacam

9
itu akan menimbulkan akibat-akibat E. PENUTUP
yang bertentangan dengan ketertiban
umum dari masyarakat forum. Status perkawinan beda agama
Pandangan atau asas ini memang menurut sistem hukum perkawinan di
berkembang pada masa memuncaknya Indonesia jelas tidak memberikan
pandangan hidup individualistik yang peluang untuk pernikahan beda agama,
menganggap bahwa “hak milik” karena Undang-Undang Perkawinan
seseorang mempunyai kekuatan hukum menyerahkan sah tidaknya perkawinan
yang mutlak sehingga perlu menurut agama dan kepercayaan
memperoleh perlindungan mutlak masing-masing, berdasarkan
dimanapun dan terhadap apapun. pembahasan diatas tidak ada satupun
agama yang membolehkan pernikahan
Sejalan pula dengan beda agama. Penyelundupan hukum di
perkembangan tentang “hak milik yang bidang perkawinan dengan
berfungsi sosial”, wawasan mengenai melaksanakannya di luar negeri dan
doktrin vested rights ini mengalami mencatatkannya di Indonesia, jelas
pergeseran pula dan orang cenderung bertentangan dengan ketertiban umum,
untuk menganut ajaran ini secara kantor pencatatan sipil hanya
terbatas (qualified). Pengertian vested berwenang mencatatkan dan
rights dalam arti yang terbatas yaitu melaksanakan putusan hakim, sehingga
hak-hak yang dimiliki seseorang hakim perlu menemukan hukum agar
berdasarkan kaidah hukum asing dapat putusan yang dikeluarkan tidak
diakui selama pengakuan itu tidak bertentangan dengan ketertiban umum.
bertentangan dengan ketertiban umum Jika penyelundupan hukum ini tetap
lex fori. dibiarkan maka akan mengganggu
kelancaran penegakan hukum
Berdasarkan konsep hukum perkawinan di Indonesia, untuk itu
perdata internasional, penyelundupan perlu adanya tafsiran atau aturan yang
hukum adalah perbuatan yang jelas mengenai syarat sah nya
dilakukan di suatu negara asing dan perkawinan dihimpun dari berbagai
diakui sah di negara asing itu. Perbuatan agama yang diakui di Indonesia.
ini akan dapat dibatalkan oleh forum
atau tidak diakui oleh forum jika
perbuatan itu dilaksanakan di negara
asing dengan tujuan untuk DAFTAR PUSTAKA
menghindarkan hukum lex fori yang
akan melarang perbuatan semacam itu
dilaksanakan di wilayah forum. Gautama, Soedargo. 1973. Pengantar
Hukum Perdata Internasional
Indonesia. Bandung: Alumni.
_____, 1998. Pengantar Hukum
Tujuan dari perbuatan ini adalah Perdata Internasional Indonesia.
untuk menghindari akibat hukum yang Bandung: Alumni.
tidak dikehendaki oleh para pihak atau
untuk mewujudkan suatu akibat hukum Hardjowahono, Bayu Seto. 2013.
yang dikehendakinya. Dasar-Dasar Hukum Perdata

10
Internasional. Bandung: Citra
Aditya Bakti.
Hartono, Sunaryati. 1976. Pokok-Pokok
Hukum Perdata Internasional.
Bandung: Binacipta.
Soekanto, Soerjono dan Sri Mamudji.
2010. Penelitian Hukum
Normatif. Jakarta: Rajawali Press.
Sunggono, Bambang. 2010. Metodologi
Penelitian Hukum. Jakarta:
Rajawali Pers.
Susanti, Dyah Ochtorina dan A’an
Efendi. 2014. Penelitian Hukum
(Legal Research). Jakarta: Sinar
Grafika.

11

Anda mungkin juga menyukai