Anda di halaman 1dari 11

Lex Privatum Vol.XI/No.

4/Mei/2023

ANALISIS MENGENAI PENETAPAN Pasal 28 B Ayat (1) UUD 1945. Yang pada
PENGADILAN NEGERI SURABAYA NOMOR pokoknya memandang bahwa perbedaan agama dari
916/Pdt.P/2022/PN.Sby. DITINJAU DARI calon suami istri bukan merupakan salah satu
UNDANG-UNDANG PERKAWINAN DAN larangan perkawinan, dan mengenai larangan
UNDANG-UNDANG ADMINISTRASI perkawinan beda agama tidak ditemukan dalam
KEPENDUDUKAN1 rumusan pasal demi pasal dalam Undang-Undang
Perkawinan, sehingga permasalahan terkait
Kristian Brando Kasdi2 perkawinan beda agama atau kepercayaan menjadi
kriskasdi@gmail.com wewenang Pengadilan Negeri untuk memeriksa dan
Maarthen Youseph Tampanguma3 memutusnya.
maarthent@gmail.com
Maya Sinthia Karundeng4
mayakarundeng@gmail.com Kata Kunci : perkawinan beda agama, legalitas
perkawinan, penetapan pengadilan
ABSTRAK
PENDAHULUAN
Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk mengetahui A. Latar Belakang Masalah
dan menganalisis legalitas dari suatu perkawinan Indonesia merupakan Negara majemuk.
yang dilaksanakan beda agama serta untuk Konsekuensi dari kemajemukan ini yaitu terdapat
mengetahui dan menganalisis dasar pertimbangan banyak perbedaan diantara masyarakat Indonesia.
hakim dalam mengabulkan permohonan izin Terdapat beberapa agama yang diakui di Indonesia
perkawinan beda agama. Setelah dikaji dan yaitu Islam, Kristen Protestan, Kristen Katolik,
dianalisis dengan menggunakan metode penelitian Hindu, Budha dan Khonghucu. Dalam kehidupan
yuridis normatif maka diperoleh kesimpulan yaitu sehari-hari setiap individu masyarakat dengan
pertama, legalitas dari perkawinan yang masing-masing agama yang dianut saling
dilaksanakan beda agama didasarkan pada ketentuan berinteraksi sosial tanpa adanya pembatasan-
agama dan perundang-undangan dibidang hukum pembatasan tertentu sehingga dengan adanya
perkawinan adalah tidak sah. Namun demikian, interaksi-interaksi sosial ini, dapat menciptakan
dalam Undang-Undang Perkawinan tidak secara suatu hubungan yang harmonis dan sangat mungkin
tegas melarang perkawinan beda agama. Dilain sisi, berlanjut ke jenjang perkawinan.5 Lembaga
perkawinan beda agama yang dilakukan perkawinan memiliki peranan yang cukup penting
berdasarkan penetapan pengadilan secara legal dalam kehidupan bermasyarakat dikarenakan
adalah sah menurut hukum dan berhak untuk pelaksanaan perkawinan merupakan titik awal
dicatatkan oleh Pegawai Kantor Dinas dalam pembentukan keluarga, dimana keluarga
Kependudukan dan Catatan Sipil sebagaimana merupakan unit masyarakat yang terkecil.6 Sebagai
diatur dalam Undang-Undang Administrasi dasar pembentukan keluarga, perkawinan bersifat
Kependudukan. Hal ini menunjukan adanya sakral sehingga perkawinan mempunyai hubungan
pertentangan hukum diantara 2 (dua) undang- yang sangat erat dengan agama.
undang ini, yang tentu saja menimbulkan multi Sebelum berlakunya Undang-Undang Nomor 1
tafsir di kalangan masyarakat, terlebih khusus hakim Tahun 1974 yang merupakan unifikasi hukum
dalam memutus permohonan perkawinan beda perkawinan di Indoneia, berlaku berbagai hukum
agama. Tercermin dari disparitas penetapan hakim, perkawinan bagi berbagai golongan warga negara
dimana sebagian menolak, sebagian lagi dan berbagai daerah. Dalam Indieche Staats
mengabulkan permohonan perkawinan beda agama. Regeling (ISR) yaitu peraturan Ketatanegaraan
Hal ini tentu menimbulkan ketidakpastian hukum. Hindia Pasal 163 dibedakan golongan penduduk ke
Kedua, Hakim Pengadilan Negeri Surabaya dalam 3 (tiga) macam yaitu golongan Eropa
mendasarkan pertimbangannya kepada (termasuk Jepang), golongan pribumi (Indonesia)
Yurisprudensi Putusan Mahkamah Agung Nomor dan golongan Timur Asing kecuali yang beragama
1400K/Pdt/1986 tanggal 20 Januari 1989, berikut
Pasal 35 huruf a Undang-Undang Administrasi
Kependudukan dan penjelasannya, serta pada
5
Lysa Setiabudi, “Analisis Perkawinan Beda Agama (Studi
Terhadap Putusan Pengadilan Negeri Terkait Dengan Izin
ketentuan yang mengatur mengenai Hak Asasi Perkawinan Beda Agama” (Skripsi Sarjana Hukum,
Manusia sebagaimana termuat dalam Pasal 29 dan Universitas Negeri Semarang, 2016), hal. 1.
6
Sindy Cantonia & Ilyas Abdul Majid, “Tinjauan Yuridis
Terhadap Perkawinan Beda Agama di Indonesia dalam
1 Artikel Skripsi Perspektif Undang-Undang Perkawinan dan Hak Asasi
2 Manusia (Juridical Review on Interfaith Marriage in
Mahasiswa Fakultas Hukum Unsrat, NIM 19071101143 Indonesia in The Perperctive of Marriage And Human
3 Fakultas Hukum Unsrat, Magister Ilmu Hukum Right” Jurnal Hukum Lex Generalis, Vol. 2, No. 6 (Juni
4 Fakultas Hukum Unsrat, Magister Ilmu Hukum 2021), hal. 511.

Lex Privatum Vol.XI/No.4/Mei/2023


Lex Privatum Vol.XI/No.4/Mei/2023

Kristen. Adapun berbagai hukum perkawinan yang pria dan seorang wanita sebagai suami istri dengan
berlaku saat itu sebelum lahirnya Undang-Undang tujuan membentuk keluarga atau rumah tangga yang
Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan bagi bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang
berbagai golongan warga negara di berbagai daerah Maha Esa.” Kemudian dalam Pasal 2 Ayat (1)
yaitu sebagai berikut:7 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 tentang
a. Bagi orang-orang Indonesia asli yang beragama Perubahan atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun
Islam berlaku hukum agama yang telah 1974 Tentang Perkawinan disebutkan “Perkawinan
diresepsi ke dalam hukum adat; adalah sah apabila dilakukan menurut hukum
b. Bagi orang Indonesia asli lainnya berlaku masing-masing agama dan kepercayaannya itu”.
hukum adat; Adapun dalam larangan perkawinan Pasal 8
c. Bagi orang Indonesia asli yang beragama Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 tentang
Kristen berlaku huwelijks Ordonnantie Perubahan atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun
Christen Indonesia (HOCI) S. 1933 Nomor 74, 1974 tentang Perkawinan menyatakan bahwa
namun aturan ini tidak berlaku lagi sejak “perkawinan dilarang antara dua orang yang
dikeluarkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun mempunyai hubungan yang oleh agamanya atau
1974; peraturan lain yang berlaku, dilarang kawin”.
d. Bagi orang-orang Timur Asing Cina dan warga Berdasarkan pasal-pasal tersebut, dapat
negara Indonesia keturunan Cina berlaku disimpulkan bahwa setiap perkawinan di negara
ketentuan hukum dalam Kitab Undang-Undang Indonesia harus dilaksanakan menurut hukum
Hukum Perdata dengan sedikit perubahan masing-masing agama dan kepercayaannya itu,
aturan ini sudah tidak berlaku semenjak sehingga perkawinan yang tidak dilaksakan sesuai
dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 1 dengan ketentuan ini menjadi tidak sah.9 Dapat
Tahun 1974; dikatakan bahwa hukum perkawinan di Indonesia
e. Bagi orang timur asing lainnya dan warga merupakan hukum agama dan/atau mengakomodasi
negara Indonesia keturunan asing lainnya hukum masing-masing agama di Indonesia dengan
berlaku hukum adat mereka; kata lain masih terdapat pluralitas dalam unifikasi
f. Bagi orang-orang Eropa dan warga negara hukum ini.10
Indonesia keturunan Eropa (Indo) dan yang Perkawinan antar pasangan yang berbeda
disamkan dengan mereka, berlaku Burgerlijk agama bukan merupakan suatu hal yang baru
Wetboek (BW). Termasuk dalam golongan ini dikalangan masyarakat Indonesia, perkawinan beda
adalah orang Jepang atau orang-oran lain yang agama dahulu telah diatur dalam peraturan
menganut asas-asas hukum keluarga yang sama perkawinan campuran atau yang dikenal dengan
dengan asas-asas hukum keluarga Belanda. Regeling op de Gemengde Huwelijken disingkat
Melihat kepada perkembangan masyarakat dan dengan GHR. Berdasarkan rumusan pasal demi
budaya unifikasi hukum yang terus berkembangan pasal yang ada dalam GHR ditegaskan bahwa
di Indonesia maka pada tanggal 2 Januari 1974 perbedaan agama, bangsa atau keturunan sama
pemasalahan perkawinan diatur tersendiri dalam sekali bukan menjadi suatu penghalang untuk
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang dilaksanakannya suatu perkawinan dimana
Perkawinan, diikuti dengan dibuatnya peraturan perkawinan beda agama menurut ketentuan ini
pelaksaannya melalui Peraturan Pemerintah Nomor merupakan bagian dari perkawinan campuran
9 Tahun 1975.8 Kemudian seiring dengan sehingga pada masa berlakunya GHR perkawinan
perkembangan, dilakukan perubahan dengan beda agama sangat mungkin untuk dilakukan. Selain
dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 16 Tahun ketentuan ini perkawinan beda agama pada saat itu
2019 tentang Perubahan Atas Undang-Undang pula dapat dilaksanakan berdasarkan aturan
Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. perkawinan beda agama dalam Undang-Undang
Menurut Pasal 1 Undang-Undang Nomor 16 Perkawinan Indonesia Kristen Jawa, Minahasa dan
Tahun 2019 tentang Perubahan atas Undang- Ambon (Huweliiks Ordonnantie Christen
Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, Indonesia).
“Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang Setelah diberlakukan Undang-Undang Nomor 1
Tahun 1974, dalam Pasal 2 Ayat (2) Undang-
Undang Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perubahan
7
Aristoni dan Junaidi Abdullah, “4 Dekade Hukum atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang
Perkawinan di Indonesia: Menelisik Problematika Hukum
dalam Perkawinan di Era Modernisasi” Jurnal Yudisia, Vol.
7, No. 1 (Juni 2016), hal. 83-84. 9
8 Wedya Laplata “Tinjauan Yuridis Pelaksanaan Perkawinan Wantjik K. Shaleh, Hukum Perkawinan di Indonesia
Beda Agama (Studi Kasus di Pengadilan Negeri Surakarta” (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1982), hal. 16.
10 Sri Wahyuni, Nikah Beda Agama Kenapa Ke Luar Negeri?
(Skripsi Sarjana Hukum, Universitas Muhammadiyah
Surakarta, 2013), hal. 2. (Jakarta: PT Pustaka Alvabet, 2016), hal. 3.

Lex Privatum Vol.XI/No.4/Mei/2023


Lex Privatum Vol.XI/No.4/Mei/2023

Perkawinan menyatakan “Tiap-tiap perkawinan Negeri Surabaya di bawah register Nomor


dicatat menurut peraturan perundang-undangan 916/Pdt.P/2022/PN.Sby. Pada pokoknya para
yang berlaku.” Lebih lanjut mengenai hal ini pemohon mengajukan permohonan ke Pengadilan
dijelaskan dalam pencatatan perkawinan Pasal 2 Negeri Surabaya bermaksud memohon izin
Bab II Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 pengadilan untuk mencatatkan perkawinan satu
tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 1 sama lain di hadapan Pegawai Dinas Kependudukan
Tahun 1974 tentang Perkawinan, yang menyebutkan dan Catatan Sipil Kota Surabaya.
bahwa pencatatan perkawinan dari mereka yang Permohonan diajukan oleh para pemohon
melangsungkan perkawinannya menurut agama setelah permohonan perkawinan mereka ditolak
Islam, dilakukan oleh Pegawai Pencatat oleh Kantor Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil
sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Kota Surabaya. Sehingga dikarenakan Para
Nomor 32 Tahun 1954 tentang Pencatatan Nikah, Pemohon masing-masing tetap pada pendiriannya
Talak dan Rujuk. Pencatatan perkawinan dari untuk melangsungkan perkawinan dengan tetap
mereka yang melangsungkan perkawinannya pada kepercayaannya masing-masing maka
menurut agamanya dan kepercayaannya itu selain diajukanlah permohonan agar pengadilan Negeri
agama Islam, dilakukan oleh Pegawai Pencatat Surabaya memberikan izin kepada Para Pemohon
Perkawinan pada Kantor Catatan Sipil sebagaimana yang berbeda agama untuk melangsungkan
dimaksud dalam berbagai perundang-undangan pernikahan berbeda agama di Kantor Dinas
mengenai pencatatan perkawinan. Kependudukan dan Catatan Sipil Kota Surabaya dan
Larangan perkawinan beda agama yang memerintahkan kepada Pegawai Kantor Dinas
meskipun tidak secara tegas termuat dalam Undang- Kependudukan dan Catatan Sipil Kota Surabaya
Undang Perkawinan, akhir-akhir ini semakin ramai untuk melakukan pencatatan tentang perkawinan
dibicarakan, dikarenakan bermunculan pasangan para pemohon tersebut di atas ke dalam Register
yang berbeda agama melangsungkan perkawinan Pencatatan Perkawinan.
dengan kondisi setiap dari mereka masih menganut Majelis hakim yang memeriksa dan mengadili
agamanya masing-masing. Hal ini menimbulkan perkara ini melalui Penetapan Pengadilan Negeri
permasalahan pencatatannya di Kantor Catatan Surabaya Nomor 916/Pdt.P/2022/PN.Sby.
Sipil, dikarenakan tidak adanya aturan yang secara memutuskan mengabulkan permohonan para
tegas memperbolehkan perkawinan berbeda pemohon, memberikan izin kepada para pemohon
agama.11 Sehingga dipertanyakan mengenai untuk melangsungkan perkawinan beda agama
keabsahan atau ketidakabsahan dari perkawinan dihadapan Pejabat Kantor Dinas Kependudukan dan
pasangan beda agama ini. Catatan Sipil Kotamadya Surabaya dan
Setelah disahkan Undang-Undang Nomor 23 memerintahkan kepada Pejabat Kantor Dinas
Tahun 2006 tentang Adminstrasi Kependudukan, Kependudukan dan Catatan Sipil Kotamadya
dimungkinkan pasangan berbeda agama Surabaya untuk melakukan pencatan perkawinan
melangsungkan perkawinan dengan meminta beda agama para pemohon tersebut ke dalam
penetapan pengadilan. Pengadilan Negeri melalui Register Pencatatan Perkawinan yang digunakan
penetapannya dapat memerintahkan kepada Kantor untuk itu dan segera menerbitkan Akta Perkawinan
Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil untuk tersebut.
melakukan pencatatan perkawinan pasangan beda Berdasarkan kasus ini maka penulis
agama.12 Dengan adanya ketentuan mengenai memandang perlu diteliti secara lebih mendalam
perkawinan dalam undang-undang ini membawa mengenai perkawinan pasangan beda agama dengan
implikasi hukum dimungkinkan bagi pasangan yang batasan pembahasan terkait legalitas dari suatu
bebeda agama untuk dicatatkan perkawinannya perkawinan yang dilaksanakan beda agama dan
melalui pemberian izin dari pengandilan dalam dasar pertimbangan hakim dalam mengabulkan
bentuk penetapan pengadilan.13 permohonan izin perkawinan beda agama dalam
Seperti dalam kasus yang akan dibahas oleh kasus Penetapan Pengadilan Negeri Surabaya
Penulis dalam penelitian ini melalui Penetapan Nomor 916/Pdt.P/2022/PN.Sby. Hal ini dikarekan
Pengadilan Negeri Surabaya Nomor penulis melihat adanya pertentangan hukum
916/Pdt.P/2022/PN.Sby. Permohonan diajukan oleh diantara Undang-Undang Perkawinan dan Undang-
para permohon yaitu Rizal Adikara, beragama Undang Administrasi Kependudukan terkait
Islam, dan Eka Debora Sidauruk, beragama Kristen, perkawinan beda agama yang menyebabkan
yang didaftarkan di kepaniteraran Pengadilan timbulkan disparitas putusan hakim dalam
mengadili permohonan penetapan perkawinan beda
11
agama ini.
Wedya Laplata, Op.Cit., hal. 5.
12 Lysa Setiabudi, Op.Cit., hal. 7.
13 Wedya Laplata, Loc.Cit. B. Rumusan Masalah

Lex Privatum Vol.XI/No.4/Mei/2023


Lex Privatum Vol.XI/No.4/Mei/2023

Sesuai dengan latar belakang yangn telah agama masing-masing pasangan yang hendak
diuraikan penulis, maka penulis mengangkat melangsungkan perkawinan, hal ini sebagaimana
rumusan masalah sebagai berikut: termuat dalam Pasal 8 huruf f Undang-Undang
1. Bagaimana legalitas dari suatu perkawinan Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perubahan atas
yang dilaksanakan beda agama? Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang
2. Bagaimana dasar pertimbangan hakim dalam Perkawinan.
mengabulkan permohonan izin perkawinan Perkawinan beda agama dahulu telah diatur
beda agama? dalam peraturan perkawinan campuran atau yang
dikenal dengan Regeling op de Gemengde
C. Metode Penelitian Huwelijken disingkat dengan GHR. Dimana
Metode Penelitian merupakan metode yang ketentuan Pasal 1 GHR menjelaskan bahwa
digunakan dalam rangka mengumpulkan data, perkawinan campuran adalah perkawinan
mengelola data, menganalisis data, serta perkawinan antara orang-orang yang ada di
menyimpulkan data sesuai dengan masalah yang Indonesia yang tunduk kepada hukum yang berbeda
akan di teliti oleh penulis. Penelitian hukum beda. Saat berlakunya GHR, perbedaan agama tidak
dilakukan dengan rangkaian kegiatan ilmiah yang menjadi suatu penghalang dalam sebuah
didasarkan pada metode, sistematika dan suatu perkawinan.17 Hal ini tercermin lewat ketentuan
pemikiran tertentu.14 Dalam Penelitian ini penulis Pasal 7 ayat (2) GHR yang mengatur bahwa:
menggunakan jenis penelitian yuridis normatif. “Perbedaan agama, golongan, penduduk atau asal
Jenis Penelitian yuridis normatif merupakan jenis usul tidak dapat merupakan halangan pelangsungan
penelitan yang dilakukan dengan meneliti bahan- perkawinan”.18
bahan pustaka atau data sekunder yang menjadi Pada masa itu pula berlaku aturan yang dikenal
bahan dasar dalam penelitian serta dengan dengan nama Huweliiks Ordonnantie Christen
menelusuri aturan-aturan yang memiliki kaitan Indonesia biasa disingkat HOCI, aturan ini
dengan rumusan masalah yang diangkat dalam diberlakukan bagi orang Kristen asli yang ada di
suatu penelitian.15 Jenis penelitian ini pula Jawa, Minahasa dan Ambon. Berdasarkan Pasal 19
memanfaatkan kepustakaan atau studi dokumen, Ayat (1) HOCI, pelaksanaan perkawinan memang
dikarenakan penelitian ini banyak menganalisis terbagi dalam dua proses, yakni perkawinan yang
melalui studi kepustakaan terhadap bahan hukum dilaporkan ke pegawai pencatat perkawinan serta
yang mencakup bahan hukum primer, bahan hukum perkawinan yang dilaporkan kepada pemuka agama
sekunder, dan bahan hukum tersier.16 setempat, dan keduanya adalah sah, sehingga
pelaksanaan perkawinan beda agama sangat
PEMBAHASAN mungkin terjadi dan tetap dianggap perkawinan
A. Legalitas dari Suatu Perkawinan yang yang sah.19
dilaksanakan Beda Agama Namun dengan eksistensi Undang-Undang
Pasal 2 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 16 Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974, legalitas
Tahun 2019 tentang Perubahan atas Undang- perkawinan campur sebagaimana dimaksud pada
Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan GHR dan HOCI, menjadi dicabut dan tidak berlaku
menyebutkan bahwa suatu perkawinan adalah sah di sistem hukum yang saat ini berlaku di Indonesia.
apabila dilakukan menurut hukum masing-masing Perkawinan campuran yang dilegalkan oleh
agama dan kepercayaannya itu. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974 tentang
ketentuan yang termuat dalam pasal ini diketahui Perkawinan hanya terdapat pada Pasal 57, dimana
bahwa Undang-Undang Perkawinan mendasarkan
keabsahan suatu perkawinan kepada hukum agama
17
dari masing-masing pasangan yang hendak Taufiqurrohman Syahuri, Legalisasi Hukum Perkawinan
melangungkan perkawinan. Undang-Undang Nomor di Indonesia Pro-Kontra Pembentukannya hingga
16 Tahun 2019 tentang Perubahan atas Undang- Putusan Mahkamah Konstitusi (Jakarta: KENCANA,
2013), hal. 79.
Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan 18
Eka Darmayanti, “Kewenangan Catatan Sipil
pada dasarnya melarang adanya perkawinan yang
Mencatatkan Perkawinan Beda Agama yang
dilakukan bertentangan dengan ketentuan hukum Mendapat Penetapan Pengadilan Negeri Menurut
Pasal 36 huruf a Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006
14 Sudarsono, Kamus Hukum: Edisi Baru (Jakarta: Rineka tentang Administrasi Kependudukan” (Skripsi Sarjana
Cipta, 2002), hal. 52. Hukum, Universitas Indonesia, 2009), hal. 33.
15 19
Soerjono Soekanto & Sri Mamudi, Penelitian Hukum Mifta Adi Nugraha "Dualisme Pandangan Hukum
Normatif Suatu Tinjauan Singkat, (Jakarta: Raja Gravindo Perkawinan Beda Agama antara Undang-undang Nomor 1
Persada, 2009), hal. 13-14. Tahun 1974 Tentang Perkawinan dengan Undang-undang
16 Johnny Ibrahim, Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Nomor 23 Tahun 2006 Tentang Administrasi
Normatif, (Malang: Bayumedia, 2001), hal.57. Kependudukan", Privat Law, Vol. 1, No. 1 (2013): hal. 52.

Lex Privatum Vol.XI/No.4/Mei/2023


Lex Privatum Vol.XI/No.4/Mei/2023

pengertian dari perkawinan campuran mengalami Bagi yang memperbolehkan mereka merujuk pada
penyempitan, sehingga faktor beda agama tidak lagi QS. Al-Maidah (5) ayat 5, yang berbunyi; Pada hari
dimasukkan dalam aturan perkawinan campuran ini dihalalkan kepada bagimu segala yang baik-baik,
berdasarkan Undang-Undang Perkawinan. makanan (sembelihan) ahli Kitab itu halal bagimu
Melainkan perkawinan campuran yaitu perkawinan dan makananmu halal bagi mereka. Dan (dihalalkan
yang terjadi antara Warga Negara Indonesia dengan bagimu menikahi) perempuan-perempuan yang
Warga Negara Asing. menjaga kehormatan di antara perempuan-
Nampak jelas bahwa Undang-Undang perempuan yang beriman dan perempuan-
Perkawinan menganut norma petunjuk dan perempuan yang menjaga kehormatan di antara
mendasarkan keabsahan sebuah perkawinan pada yang diberi kitab sebelum kamu, apabila kamu
hukum agama dan kepercayaannya masing-masing membayar maskawin mereka untuk menikahinya,
agama.20 Sehingga dapat ditarik suatu pemahaman tidak dengan berzina dan bukan untuk menjadikan
bahwa apabila suatu perkawinan dilangsungkan perempuan piaraan. Barangsiapa kafir setelah
sejalan dengan ajaran hukum agama dan setelah beriman maka sungguh, sia-sia amal mereka
kepercayaannya masing-masing, maka perkawinan dan di akhirat dia termasuk orang-orang yang rugi.
yang demikian berhak dicatat menurut peraturan Kebanyakan ulama yang menghukum haram
perundang-undangan yang berlaku. Sebaliknya, pernikahan tersebut mendasarkan keputusannya dari
apabila perkawinan tidak dilakukan sesuai ajaran pertimbangan, yaitu:22
agama dan kepercayaan masing-masing pasangan 1. Berdasarkan Mazhab Syafi’I, bahwa kategori
maka perkawinan dianggap tidak sah secara agama ahli kitab yang boleh dinikahi haruslah “min
dan tidak berhak dicatatkan. qablikum”, yaitu nenek moyang ahli kitab
Pasal 2 Ayat (2) mengatur bahwa tiap-tiap sebelum masa kerasulan Nabi Muhammad SAW.
perkawinan dicatat menurut peraturan perundang- Berdasarkan kriteria ini, maka Nasrani dan
undangan yang berlaku. Terkait dengan lembaga Yahudi yang saat ini masih ada tidak dapat
yang berwenang untuk melakukan pencatatan dikatakan ahli kitab secara murni karena telah
terhadap perkawinan, ada 2 (dua) lembaga berbeda melewati masa kerasulan dan telah menjumpai
yang diberi kewenangan untuk melakukan ajaran Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad
pencatatan perkawinan, yaitu Kantor Urusan Agama SAW.
yang mencatatkan perkawinan bagi mereka yang 2. Berdasarkan kajian Majelis Ulama Indonesia dan
beragama islam dan Kantor Dinas Kependudukan fakta di lapangan yang menunjukkan bahwa
dan Catatan Sipil yang mencatatkan perkawinan perkawinan beda agama menimbulkan mafsadat
bagi mereka yang beragama non islam. Lebih lanjut yang jauh lebih besar dari pada manfaatnya.
apabila terdapat perkawinan yang dilaksakan setelah 3. Berdasarkan pendapat bahwa ahli kitab (Yahudi
memperoleh penetapan pengadilan maka lembaga dan Nashrani) di masa kini dapat dikategorikan
yang berwenang untuk mencatatkan perkawinan ini sebagai golongan musyrik.
adalah Kantor Dinas Kependudukan dan Catatan Bagi perkawinan antara seorang wanita
Sipil di tempat domisili dari pasangan yang hendak muslimah dengan pria non muslim (baik musyrik
mencatatkan perkawinan mereka. maupun ahli kitab), para ulama sepakat menghukum
Melihat kepada hukum islam, perkawinan di perkawinan tersebut haram oleh Islam, baik calon
antara seorang pria muslim dengan wanita ahli suami dari golongan ahli kitab (Yahudi dan Kristen)
kitab, berdasarkan literatur klasik ditemui bahwa atau pun pemeluk agama lain yang mempunyai
para ulama memiliki pendapat yang berbeda kitab seperti Hindu dan Budha atau pun pemeluk
mengenai masalah ini, sebagian ulama cenderung lain. Hal ini juga didasarkan pada QS. Al-Baqarah
membolehkan perkawinan tersebut dan kebanyakan (2) ayat 221.23
dari mereka menghukum makruh bahkan haram.21 Dalam Kompilasi Hukum Islam (Instruksi
Presiden Nomor 1 Tahun 1991) yaitu dalam Pasal
40 huruf c dan Pasal 44 disebutkan bahwa dilarang
20
kawin seorang pria dengan seorang wanita karena
Moh. Syamsul Muarif, “Legalitas Perkawinan Beda Agama
keadaan tertentu. Maksud dari keadaan tertentu
Dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang
Perkawinan dan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 menurut ketentuan ini yaitu dalam hal perkawinan
tentang Administrasi Kependudukan” (Tesis Magister
Hukum Islam, Universitas Islam Negeri Maulana Malik
Ibrahim, 2015), hal. 103. probolinggo#:~:text=Pasal%2044%20%3A,pria%20yang%
21 20tidak%20beragama%20Islam. (15 April 2023)
Mahkama Agung Direktorat Jenderal Badan
22
Peradilan Agama (On-line), tersedia di Ibid.
https://badilag.mahkamahagung.go.id/artikel/publikasi/a 23 Syarifudin Amir, Hukum Perkawinan Islam di
rtikel/nadzirotus-sintya-falady-s-h-cpns-analis-perkara- Indonesia Antara Fiqh Munakahat dan Undang-undang
peradilan-calon-hakim-2021-pengadilan-agama- Perkawinan (Bogor: Kencana, 2006), hal. 133-135.

Lex Privatum Vol.XI/No.4/Mei/2023


Lex Privatum Vol.XI/No.4/Mei/2023

anatara seorang pria dengan seorang wanita yang perkawinan sah apabila dilaksanakan menurut
tidak beragama Islam, dan seorang wanita Islam hukum agama kedua pasangan. Sementara Agama
dilarang melangsungkan perkawinan dengan Islam mengatur tidak sahnya perkawinan beda
seorang pria yang tidak beragama Islam. agama. Perkawinan beda agama juga tidak
Lebih lanjut, Majelis Ulama Indonesia sebagai seharusnya dimaknai sebagai pelanggaran Hak
organisasi masyarakat yang selama ini selalu Asasi Manusia. Karena sebagaimana diatur dalam
menjadi rujukan solusi bagi setiap problematika Pasal 28J Ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945
umat muslim, dalam Musyawarah Nasional Majelis bahwa pelaksanaan HAM di Indonesia tidak liberal,
Ulama Indonesia ke-VII pada tanggal 26-29 Juli tetapi mengakui adanya pembatasan praktek HAM
2005 di Jakarta memutuskan dan menetapkan dalam rangka menghormati HAM orang lain,
bahwa: termasuk dalam hak untuk menikah, yang salah
1. Perkawinan beda agama adalah haram dan tidak satunya mempertimbangkan nilai-nilai agama.25
sah; Dari uraian di atas, perkawinan beda agama
2. Perkawinan pria muslim dengan wanita ahli kitab masih belum secara tegas diatur dalam Undang-
menurut qaul mu’tamad adalah haram dan tidak Undang Perkawinan namun, dikarenakan setiap
sah. agama di Indonesia melarang perkawinan beda
Dalam ajaran Agama Kristen perkawinan beda agama sedangkan Pasal 2 Undang-Undang Nomor
agama tidak dibolehkan. Agama Kristen/Protestan 16 Tahun 2019 tentang Perubahan atas Undang-
pada dasarnya melarang pengikutnya untuk Undang Nomor 1 Tahun 1974 menjelaskan bahwa
melangsungkan perkawinan beda agama, karena sahnya perkawinan harus dilaksakan sesuai dengan
dalam doktrin Kristen, tujuan adanya perkawinan agama dan kepercayaan masing-masing, artinya
adalah untuk mencapai kebahagiaan antara suami, setiap pasangan yang hendak melangsungkan
istri, dan anak-anak dalam lingkup rumah tangga perkawinan haruslah berasal dari agama yang sama.
yang kekal dan abadi. Sehingga sulit untuk Tentu apabila dalam agama mengizinkan
mencapai itu semua apabila menikah dengan non- dilaksanakannya perkawinan beda agama, maka
kristen. Hukum Katolik melarang pernikahan beda Undang-Undang Perkawinan juga mengakui
agama kecuali mendapatkan izin oleh gereja dengan keabsahannya. Tetapi kenyataannya bagi masing-
syarat-syarat tertentu. Hukum Budha tidak mengatur masing agama tidak berkeinginan mengesahkan
perkawinan beda agama dan mengembalikan kepada adanya perkawinan beda agama tersebut terkecuali
adat masing-masing daerah, sementara agama Hindu salah satu pasangan tersebut berpindah agama
melarang keras pernikahan beda agama.24 mengikuti pasangannya.
Dalam Yurisprudensi Putusan Mahkamah Ketentuan terkait Perkawinan beda agama juga
Agung RI Nomor 1400K/Pdt/1986, tanggal 20 termuat dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun
Januari 1989, pada pokoknya menyebutkan bahwa 2006 tentang Administrasi Kependudukan. Dimana
perbedaan agama dari calon suami istri bukan dengan adanya aturan ini memberikan peluang yang
merupakan salah satu larangan perkawinan, dan lebih besar untuk melegalisasi perkawinan beda
mengenai perkawinan beda agama tidak ditemukan agama. Yaitu dengan tersedianya opsi mengajukan
dalam rumusan pasal demi pasal dalam Undang- permohonan perkawinan beda agama ke Pengadilan
Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan Negeri agar mengeluarkan suatu penetapan yang
termasuk juga Peraturan Pemerintah Nomor 9 mengizinkan perkawinan beda agama dan
Tahun 1975 tentang Pelaksanaan Undang-Undang memerintahkan pegawai kantor Catatan Sipil untuk
Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, sehingga melakukan Pencatatan terhadap Perkawinan Beda
permasalahan terkait perkawinan beda agama atau Agama tersebut ke dalam Register Pencatatan
kepercayaan ini harus ditemukan dan ditentukan Perkawinan.26 Pasal 35 huruf a Undang-Undang
hukumnya. Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi
Apabila melihat dari segi Hak Asasi Manusia, Kependudukan, menyebutkan bahwa pencatatan
dalam Pasal 29 UUD 1945 memuat tentang perkawinan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34
kebebasan memeluk keyakinan terhadap Tuhan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang
Yang Maha Esa sedangkan dalam Pasal 28B Ayat Administrasi Kependudukan berlaku pula bagi
(1) UUD 1945 disebutkan: “Setiap orang berhak perkawinan yang ditetapkan oleh pengadilan.
membentuk keluarga dan melanjutkan keturunan Berikut dalam penjelasan Pasal 35 huruf a Undang-
melalui perkawinan yang sah.” Perihal frasa
perkawinan yang sah, sudah jelas diatur dalam Pasal
25 MPR RI, HNW: Perkawinan Beda Agama Tidak
2 ayat (1) Undang-Undang Perkawinan bahwa
Sejalan dengan Konstitusi (On-line), tersedia di
https://mpr.go.id (15 April 2023).
24 Mahkama Agung Direktorat Jenderal Badan 26 Mahkama Agung Direktorat Jenderal Badan Peradilan
Peradilan Agama (On-line), Loc.Cit. Agama (On-line), Loc.Cit.

Lex Privatum Vol.XI/No.4/Mei/2023


Lex Privatum Vol.XI/No.4/Mei/2023

Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang tentang Perkawinan memang telah memberikan
Administrasi Kependudukan dijelaskan bahwa yang wewenang penuh kepada pengadilan untuk menilai
dimaksud dengan perkawinan yang ditetapkan oleh tekait penolakan perkawinan yang dikeluarkan oleh
Penyidik adalah perkawinan yang dilakukan antar Kantor Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil serta
umat yang berbeda agama. Sehingga didasarkan berwenang untuk mengizinkan dilaksanakannya
pada ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 23 suatu perkawinan, namun terlepas dari wewenang
Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan, ini, Penulis memandang bahwa Pengadilan Negeri
perkawinan beda agama dapat dianggap sah karena dalam hal ini hakim harus benar-benar menggali
dilakukan berdasarkan penetapan pengadilan sesuai fakta dan kebenaran berkaitan dengan alasan dari
pada isi Pasal 35 huruf a Undang-Undang Nomor 23 penolakan perkawinan ini dan tidak serta merta
Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan memberikan izin untuk melangsungkan perkawinan
yang selama ini telah menjadi landasan bagi pelaku bagi para pemohon hanya berdasarkan keyakinan
perkawinan beda agama untuk meminta penetapan mereka untuk menikah. Apalagi apabila ketentuan
kepada pengadilan yang kemudian dicatatkan agama dari masing-masing calon mempelai
perkawinannya di Kantor Catatan Sipil. melarang dilaksanakannya perkawinan tersebut dan
Terdapat beberapa pertimbangan yang juga jika melihat kepada Putusan Mahkamah
melatarbelakangi hakim dalam mengabulkan Konstitusi Nomor 68/PUU-XII/2014 yang melarang
permohonan penetapan perkawinan beda agama. dengan tegas Perkawinan beda agama.
Pertama, perkawinan beda agama bukanlah Dari Penjelasan diatas, dapat diartikan bahwa
merupakan larangan berdasarkan Undang-Undang sah atau tidaknya suatu perkawinan tidak dapat
Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, dan didasarkan pada Undang-Undang Nomor 24 Tahun
rumusan Pasal 35 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2013 tentang Administrasi Kependudukan
2006 tentang Administrasi Kependudukan ini dapat melainkan harus melihat kepada Undang-Undang
diberlakukan karena terdapat celah hukum Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perubahan atas
sebagaimana termuat dalam Pasal 21 Ayat (3) dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang
Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perkawinan, sehingga legalitas dari perkawinan
Perubahan atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun beda agama berdasarkan pada ketentuan agama dan
1974 tentang Perkawinan, yang mengatur bahwa perundang-undangan dibidang hukum perkawinan
penolakan tertulis yang dikeluarkan oleh Kantor menjadi tidak sah. Namun demikian, perkawinan
Catatan Sipil atas suatu permohonan perkawinan beda agama yang dilakukan berdasarkan penetapan
dapat digugat ke pengadilan, dan pengadilan yang pengadilan secara legal adalah sah menurut hukum
akan menentukan apakah penolakan tersebut tepat dan berhak untuk dicatatkan oleh Pegawai Kantor
atau memutuskan perkawinan tersebut dapat Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil
dicatatkan. Sehingga, kewenangan pengadilan untuk sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor
memberikan izin dilangsungkannya perkawinan 23 Tahun 2006 tentang Administrasi
beda agama inilah yang menjadi dasar pencatatan Kependudukan.
perkawinan beda agama di Kantor Catatan Sipil di
Indonesia, sebagaimana termuat dalam Pasal 35 B. Dasar Pertimbangan Hakim Dalam
huruf (a) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 Mengabulkan Permohonan Izin Perkawinan
tentang Administrasi Kependudukan. Pasal ini Beda Agama
dipandang sebagai bentuk pelemahan terhadap Dalam praktiknya masyarakat Indonesia masih
ketentuan Pasal 2 Ayat (1) Undang-Undang Nomor banyak sekali yang melangsungkan perkawinan
1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Dengan beda agama. Salah satu contoh konkrit terjadinya
demikian dapat disimpulkan bahwa terjadi perkawinan antar pasangan yang berbeda agama
pertentangan yuridis (konflik hukum) antara Pasal tercermin melalui kasus dalam penelitian ini,
35 huruf a Undang-Undang Adminstrasi perkawinan mana dilakukan atas dasar penetapan
Kependudukan dengan Pasal 2 Undang-Undang pengadilan oleh Pengadilan Negeri Surabaya
Perkawinan. Terkait persoalan yang sama, melalui Penetapan Pengadilan Nomor
pengadilan telah memberikan penetapan yang 916/Pdt.P/2022/PN.Sby.
berbeda-beda, baik mengabulkan atau menolak Majelis hakim yang memeriksa dan mengadili
permohonan penetapan perkawinan beda agama.27 perkara ini memutuskan mengabulkan permohonan
Menurut hemat Penulis, undang-undang dalam para pemohon, memberikan izin kepada para
hal ini melaui Pasal 35 Undang-Undang Nomor 23 pemohon untuk melangsungkan perkawinan beda
Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan Jo. agama dihadapan Pejabat Kantor Dinas
Pasal 21 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Kependudukan dan Catatan Sipil Kotamadya
Surabaya. Dimana pada awalnya permohonan
27 Ibid. diajukan oleh para pemohon yaitu Rizal Adikara

Lex Privatum Vol.XI/No.4/Mei/2023


Lex Privatum Vol.XI/No.4/Mei/2023

beragama Islam dan Eka Debora Sidauruk beragama Nomor 23 Tahun 2006 tentang administrasi
Kristen ke Pengadilan Negeri Surabaya, yang kependudukan, maka terkait dengan masalah
dilatarbelakangi oleh adanya penolakan dari Kantor perkawinan beda agama adalah menjadi wewenang
Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kota Pengadilan Negeri untuk memeriksa dan
Surabaya terkait pelaksanaan perkawinan yang memutusnya.
rencananya akan dilaksanakan oleh para pemohon di Bahwa dari fakta yuridis yang telah terungkap
hadapan Pegawai Dinas Kependudukan dan Catatan dipersidangan yaitu Pemohon I memeluk agama
Sipil Kota Surabaya sehingga, atas dasar Islam, sedangkan Pemohon II memeluk agama
permohonan inilah Majelis Hakim yang memeriksa Kristen, Hakim menilai bahwa para pemohon
dan mengadili perkara ini memberikan penetapan mempunyai hak untuk mempertahankan keyakinan
mengabulkan permohonan dari para pemohon agamanya masing-masing, begitupun mempunyai
dengan mendasarkan pertimbanganya pada beberapa hak untuk melangsungkan perkawinan dengan
ketentuan hukum yang berlaku. maksud membentuk rumah tangga yang hendak
Hakim Pengadilan Negeri Surabaya dilakukan oleh calon mempelai (para pemohon)
berpendapat bahwa segala sesuatu terkait yang berbeda agama tersebut. Hal ini sebagaimana
perkawinan di Indonesia diatur dalam Undang- termuat dalam Pasal 29 UUD 1945 tentang
Undang Nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan kebebasan memeluk keyakinan terhadap Tuhan
dan Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 Yang Maha Esa dan berdasarkan Pasal 28B Ayat (1)
tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 1 UUD 1945 yang menegaskan bahwa setiap orang
Tahun 1974 tentang Perkawinan, dimana dalam berhak untuk membentuk keluarga dan melanjutkan
Pasal 2 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun keturunan melalui perkawinan yang sah. Kedua
1974 tentang Perkawinan jo. Pasal 10 Ayat (2) ketentuan inipun sejalan dan wajib dijamin
Peraturan Pemerintah Nomor 9 tahun 1975 tentang pelaksanaanya oleh Negara.
Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Pertibangan hakim berikutnya yaitu bahwa
tentang Perkawinan menegaskan bahwa suatu berdasarkan keterangan para saksi dan Surat Bukti
perkawinan sah apabila dilakukan menurut hukum telah diperoleh fakta-fakta yuridis bahwa para
Agama dan Kepercayaannya masing-masing. pemohon sendiri sudah saling mencintai dan
Ketentuan ini merupakan ketentuan yang berlaku bersepakat untuk melanjutkan hubungan mereka
bagi perkawinan antara dua orang yang memeluk dalam perkawinan, dimana keinginan para pemohon
agama yang sama, sehingga terhadap perkawinan di tersebut telah mendapat restu dari kedua orang tua
antara dua orang yang berlainan status agamanya para pemohon masing-masing. Oleh karena pada
tidak dapat diterapkan berdasarkan ketentuan dasarnya keinginan para pemohon untuk
tersebut. Hal ini sebagaimana juga termuat dalam melangsungkan perkawinan dengan berbeda agama
Yurisprudensi Putusan Mahkamah Agung Nomor tidak merupakan larangan berdasarkan Undang-
1400 K/Pdt/1986 tanggal 20 Januari 1989. Undang Nomor 1 Tahun 1974, dan mengingat
Melalui pertimbangan hukumnya, Hakim yang pembentukan suatu rumah tangga melalui
memeriksa dan mengadili perkara ini menyatakan perkawinan adalah merupakan Hak Asasi para
bahwa perkawinan yang terjadi di antara dua orang pemohon sebagai Warga Negara serta Hak Asasi
yang berlainan status agamanya hanya diatur dalam para pemohon untuk tetap mempertahankan
penjelasan Pasal 35 huruf a Undang-Undang Nomor Agamanya masing-masing, maka ketentuan dalam
23 Tahun 2006 Tentang Administrasi Pasal 2 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun
Kependudukan, dimana dalam penjelasan Pasal 35 1974 tentang Perkawinan mengenai sahnya suatu
huruf a ditegaskan bahwa yang dimaksud dengan perkawinan apabila dilakukan menurut tata cara
perkawinan yang ditetapkan oleh Pengadilan adalah Agama atau Kepercayaan yang dianut oleh calon
Perkawinan yang dilakukan antar umat yang pasangan suami istri dalam hal ini tidak mungkin
berbeda agama. Ketentuan tersebut pada dasarnya dilakukan oleh para pemohon yang memiliki
merupakan ketentuan yang memberikan perbedaan Agama;
kemungkinan dicatatkannya perkawinan yang Hakim berpendapat bahwa dari fakta yuridis
terjadi diantara dua orang yang berlainan Agama yang terungkap dipersidangan bahwa para pemohon
setelah adanya penetapan pengadilan tentang hal telah bersepakat dan telah mendapat persetujuan dan
tersebut. ijin dari kedua orang tuanya mereka bahwa proses
Kemudian hakim berpendapat bahwa perbedaan perkawinannya dihadapan Pejabat Kantor Dinas
agama bukan merupakan larangan untuk Kependudukan dan Catatan Sipil Kota Surabaya dan
melangsungkan perkawinan sebagaimana dimaksud selanjutnya mereka telah sepakat untuk membentuk
dalam Pasal 8 huruf (f) Undang-Undang Nomor 1 rumah tangga yang bahagia dan kekal berdasarkan
Tahun 1974 tentang Perkawinan dan merujuk pada Ketuhanan Yang Maha Esa, maka Hakim
ketentuan Pasal 35 huruf (a) Undang-Undang Pengadilan menganggap para pemohon melepaskan

Lex Privatum Vol.XI/No.4/Mei/2023


Lex Privatum Vol.XI/No.4/Mei/2023

keyakinan agamanya yang melarang adanya diketahui kedua agama ini melarang
perkawinan beda agama. dilangsungkannya suatu perkawinan beda agama
Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan yang maka Penulis berpendapat Hakim yang memeriksa
diuraikan diatas, Hakim Pengadilan yang memeriksa dan mengadili perkara ini tidak mempertimbangkan
dan mengadili perkara ini memberi Penetapan ajaran dan anjuran dari kedua agama ini yaitu agama
sebagai berikut: Islam dan Kristen. Sebaliknya, hakim pengadilan
MENETAPKAN: hanya mendasarkan pertimbangannya kepada
1. Mengabulkan Permohonan Para Pemohon; keinginan dan kehendak dari para pemohon yang
2. Memberikan ijin kepada Para Pemohon untuk hendak melangsungkan perkawinan beda agama.
melangsungkan perkawinan beda agama Padahal sangatlah penting untuk menggali dan
dihadapan Pejabat Kantor Dinas Kependudukan memeperlajari secara mendalam ajaran agama yang
dan Catatan Sipil Kotamadya Surabaya; dianut oleh para pemohon yang mengajukan
3. Memerintahkan kepada Pejabat Kantor Dinas permohonan ini.
Kependudukan dan Catatan Sipil Kotamadya Dalam perkara ini terlihat Hakim Pengadilan
Surabaya untuk melakukan pencatan perkawinan kurang berusaha untuk memperoleh kebenaran
beda agama Para Pemohon tersebut kedalam materiil, terutama terkait dengan pencarian
Register Pencatan Perkawinan yang digunakan kebenanan yang bersumber dari ajaran-ajaran atau
untuk itu dan segera menerbitkan Akta ketentuan-ketentuan yang diyakini dari masing-
Perkawinan tersebut; masing agama para pemohon dan juga pendapat
4. Membebankan biaya permohonan kepada Para para ahli-ahli hukum maupun ahli-ahli agama
Pemohon sejumlah Rp120.000,00 (seratus dua mengenai fenomena perkawinan beda agama yang
puluh ribu rupiah);28 menjadi pokok permasalahan dalam kasus ini.
Menurut hemat penulis, pertimbangan Hakim Apalagi setelah adanya Putusan Mahkamah
dalam penetapan ini hanya berdasar pada Konstitusi Nomor 68/PUU-XII/2014 yang juga
Yurisprudensi Putusan Mahkamah Agung RI melarang dilaksanaknnya Perkawinan beda agama.
Nomor 1400K/Pdt/1986, tanggal 20 Januari 1989,
sehingga dengan menggunakan wewenang yang PENUTUP
telah diamanatkan dalam Pasal 35 huruf a Undang- A. Kesimpulan
Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang 1. Legalitas dari perkawinan yang dilaksanakan
Administrasi Kependudukan berikut penjelasan. beda agama didasarkan pada ketentuan agama
Penulis berpandangan bahwa Hakim pengadilan dan perundang-undangan dibidang hukum
seharusnya memperhatikan dan mempertimbangkan perkawinan adalah tidak sah. Namun demikian,
apa yang sudah diatur oleh undang-undang yang dalam Undang-Undang Perkawinan tidak
berlaku di Indonesia terkait dengan syarat-syarat secara tegas melarang perkawinan beda agama.
Perkawinan dalam hal ini dalam Undang-Undang Dilain sisi, perkawinan beda agama yang
Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perubahan atas dilakukan berdasarkan penetapan pengadilan
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 dan secara legal adalah sah menurut hukum dan
peraturan pelaksananya, dimana memberikan berhak untuk dicatatkan oleh Pegawai Kantor
kewenangan kepada hukum agama untuk Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil
menentukan keabsahan dari suatu perkawinan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang
sehingga sudah seharusnya Hakim Pengadilan Administrasi Kependudukan. Hal ini
melihat lebih jauh kepada peraturan-peraturan menunjukan adanya pertentangan hukum
agama dari masing-masing Pemohon dan jangan diantara 2 (dua) undang-undang ini, yang tentu
hanya mendasarkan pertimbangan hukumnya saja menimbulkan multi tafsir di kalangan
sekedar pada suatu yurisprudensi tertentu dan masyarakat, terlebih khusus hakim dalam
beberapa aturan hukum lainnya yang tidak terkait memutus permohonan perkawinan beda agama.
langsung dengan perkawinan, yaitu diantaranya Tercermin dari disparitas penetapan hakim,
ketentuan yang mengatur mengenai Hak Asasi dimana sebagian menolak, sebagian lagi
Manusia sebagaimana termuat dalam Pasal 29 UUD mengabulkan permohonan perkawinan beda
1945 dan Pasal 28B Ayat (1) UUD 1945. agama. Hal ini tentu menimbulkan
Lebih jauh, apabila dilihat dari agama masing- ketidakpastian hukum.
masing pemohon dalam kasus ini, dimana yang satu 2. Hakim Pengadilan Negeri Surabaya
beragama Islam dan lainnya beragama Kristen, yang mendasarkan pertimbangannya kepada
Yurisprudensi Putusan Mahkamah Agung
28
Nomor 1400K/Pdt/1986 tanggal 20 Januari
Penetapan Pengadilan Negeri Surabaya Nomor
916/Pdt.P/2022/PN.Sby.
1989, berikut Pasal 35 huruf a Undang-Undang
Administrasi Kependudukan dan

Lex Privatum Vol.XI/No.4/Mei/2023


Lex Privatum Vol.XI/No.4/Mei/2023

penjelasannya, serta pada ketentuan yang Shaleh, Wantjik K. Hukum Perkawinan di


mengatur mengenai Hak Asasi Manusia Indonesia. Jakarta: Ghalia Indonesia, 1982.
sebagaimana termuat dalam Pasal 29 dan Pasal Soekanto, Soerjono. Sri Mamudi. Penelitian Hukum
28B Ayat (1) UUD 1945. Yang pada pokoknya Normatif Suatu Tinjauan Singkat. Jakarta:
memandang bahwa perbedaan agama dari calon Raja Gravindo Persada, 2009).
suami istri bukan merupakan salah satu Sudarsono. Kamus Hukum: Edisi Baru. Jakarta:
larangan perkawinan, dan mengenai larangan Rineka Cipta, 2002.
perkawinan beda agama tidak ditemukan dalam Syahuri, Taufiqurrohman . Legalisasi Hukum
rumusan pasal demi pasal dalam Undang- Perkawinan di Indonesia Pro-Kontra
Undang Perkawinan, sehingga permasalahan Pembentukannya hingga Putusan
terkait perkawinan beda agama atau Mahkamah Konstitusi. Jakarta:
kepercayaan menjadi wewenang Pengadilan KENCANA, 2013.
Negeri untuk memeriksa dan memutusnya. Wahyuni, Sri. Nikah Beda Agama Kenapa Ke Luar
Dalam Perkara ini Hakim sama sekali tidak Negeri? Jakarta: PT Pustaka Alvabet, 2016.
mempertimbangan dari segi hukum agama dari
masing-masing Pemohon dan juga ketentuan Jurnal
yang melarang dilaksanakannya perkawinan Aristoni. Junaidi Abdullah. “4 Dekade Hukum
beda agama, seperti dalam Kompilasi Hukum Perkawinan di Indonesia: Menelisik
Islam dan juga Putusan Mahkamah Konstitusi Problematika Hukum dalam Perkawinan di
Nomor 68/PUU-XII/2014. Era Modernisasi”, Jurnal Yudisia, Vol. 7,
No. 1 (Juni 2016).
B. Saran Cantonia, Sindy. Ilyas Abdul Majid. “Tinjauan
1. Sudah sepatutnya suatu Undang-Undang Yuridis Terhadap Perkawinan Beda Agama
Perkawinan disesuaikan dengan perkembangan di Indonesia dalam Perspektif Undang-
masyarakat plural dengan berbagai suku, Undang Perkawinan dan Hak Asasi
agama, adat, dan budaya, yang berbeda-beda, Manusia (Juridical Review on Interfaith
sehingga keberadaan undang-undang ini dapat Marriage in Indonesia in The Perperctive of
mengakomodir kebutuhan masyarakat secara Marriage and Human Right”, Jurnal Hukum
menyeluruh. Maka dari itu Undang-Undang Lex Generalis, Vol. 2, No. 6 (Juni 2021).
Perkawinan perlu untuk diubah dan disesuaikan Nugraha, Mifta Adi. "Dualisme Pandangan Hukum
dengan perkembangan masyarakat majemuk di Perkawinan Beda Agama antara Undang-
Indonesia dalam hal ini mengenai penegasan undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang
aturan perkawinan beda agama. Perkawinan dengan Undang-undang Nomor
2. Penulis berharap kepada pihak yang berwenang 23 Tahun 2006 Tentang Administrasi
dalam hal ini para pembentuk undang-undang Kependudukan", Privat Law, Vol. 1, No. 1
untuk melihat dan menyusun kembali rincian (2013).
pasal-pasal dalam Undang-Undnag Perkawinan
sehingga tidak ada satupun hal mengenai Skripsi/Tesis
perkawinan yang tidak termuat secara eksplisit Darmayanti, Eka. “Kewenangan Catatan Sipil
dalam undang-undang ini, terlebih khusus Mencatatkan Perkawinan Beda Agama yang
terkait perkawinan beda agama. Sehingga hal- Mendapat Penetapan Pengadilan Negeri
hal yang belum efektif dan efisien Menurut Pasal 36 huruf a Undang-Undang
dilaksanakan, hal-hal yang menimbulkan Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi
keraguan, serta hal-hal yang berbelit-belit yang Kependudukan” Skripsi Sarjana Hukum,
timbul karena ketiadaan aturan yang jelas Universitas Indonesia, 2009.
dalam Undang-Undang Perkawinan dapat Laplata, Wedya. “Tinjauan Yuridis Pelaksanaan
diatasi. Perkawinan Beda Agama (Studi Kasus di
Pengadilan Negeri Surakarta.” Skripsi
DAFTAR PUSTAKA Sarjana Hukum, Universitas
Muhammadiyah Surakarta, 2013.
Amir, Syarifudin. Hukum Perkawinan Islam di Setiabudi, Lysa. “Analisis Perkawinan Beda Agama
Indonesia Antara Fiqh Munakahat dan Studi Terhadap Putusan Pengadilan Negeri
Undang-undang Perkawinan. Bogor: Terkait Dengan Izin Perkawinan Beda
Kencana, 2006. Agama.” Skripsi Sarjana Hukum,
Ibrahim, Johnny. Teori dan Metodologi Penelitian Universitas Negeri Semarang, 2016.
Hukum Normatif. Malang: Bayumedia, Muarif, Moh. Syamsul. “Legalitas Perkawinan Beda
2001. Agama Dalam Undang-Undang Nomor 1

Lex Privatum Vol.XI/No.4/Mei/2023


Lex Privatum Vol.XI/No.4/Mei/2023

Tahun 1974 tentang Perkawinan dan


Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006
tentang Administrasi Kependudukan” Tesis
Magister Hukum Islam, Universitas Islam
Negeri Maulana Malik Ibrahim, 2015.

Peraturan Perundang-Undangan
Undang-Undang Dasar 1945.
Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 tentang
Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 1
Tahun 1974 Tentang Perkawinan.
Undang-Undang Undang-Undang Nomor 1 Tahun
1974 tentang Perkawinan.
Undang-Undang Undang-Undang Nomor 23 Tahun
2006 tentang Adminstrasi Kependudukan.

Putusan Pengadilan
Penetapan Pengadilan Negeri Surabaya Nomor
916/Pdt.P/2022/PN.Sby.

Internet
Mahkama Agung Direktorat Jenderal Badan
Peradilan Agama. (On-line). Tersedia di
https://badilag.mahkamahagung.go.id/artike
l/publikasi/artikel/nadzirotus-sintya-falady-
s-h-cpns-analis-perkara-peradilan-calon-
hakim-2021-pengadilan-agama-
probolinggo#:~:text=Pasal%2044%20%3A,
pria%20yang%20tidak%20beragama%20Isl
am. (15 April 2023).
MPR RI, HNW. “Perkawinan Beda Agama Tidak
Sejalan dengan Konstitusi” (On-line).
Tersedia di https://mpr.go.id (15 April
2023).

Lex Privatum Vol.XI/No.4/Mei/2023

Anda mungkin juga menyukai