Anda di halaman 1dari 42

TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PEMBERIAN IZIN

PERKAWINAN BEDA AGAMA


DALAM PUTUSAN PENGADILAN NEGERI SURABAYA
(Studi Terhadap Putusan Nomor 916/Pdt.P/2022/PN.Sby)

PROPOSAL SKRIPSI

Oleh:
IRWAN RAMADHANI
101190218

Pembimbing:
NAHROWI. M.H.
NIP 199310172020121014

JURUSAN HUKUM KELUARGA ISLAM FAKULTAS SYARIAH


INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI PONOROGO
2023
TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PEMBERIAN IZIN
PERKAWINAN BEDA AGAMA
DALAM PUTUSAN PENGADILAN NEGERI SURABAYA
(Studi Terhadap Putusan Nomor 916/Pdt.P/2022/PN.Sby)

A. Latar Belakang Masalah


Masalah perkawinan adalah masalah yang selalu nyata dan selalu
menarik untuk dibicarakan karena masalah ini bukan hanya tentang
karakter dan kebutuhan hidup manusia, tetapi juga mempengaruhi lembaga
yang mulia yaitu rumah tangga. Mulia, karena rumah tangga ini adalah
sebuah benteng membela martabat manusia dan nilai-nilai luhur
kehidupan. Maka dari itu, perkawinan merupakan peristiwa hukum yang
sangat penting dalam kehidupan seseorang yang menimbulkan berbagai
akibat hukum. Sehingga, undang-undang mengatur masalah perkawinan
ini secara rinci.
Peraturan perkawinan di Indonesia diatur oleh Undang-Undang
Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan yang disahkan oleh Presiden
pada tanggal 2 Januari 1974 dan diumumkan dalam Lembaran Negara
Nomor 1 Tahun 1974 dan penjelasannya dalam tambahan Lembaran
Negara RI No. 3019.1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang
Perkawinan tersebut mulai berlaku pada tanggal 1 Oktober 1975
berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 tentang
Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan.
Dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan,
perkawinan diartikan sebagai ikatan lahir dan batin antara seorang pria
dengan seorang wanita sebagai suami istri, yang tujuannya adalah untuk
membentuk keluarga yang bahagia dan kekal berdasarkan ketuhanan Yang
Maha Esa.2 Hal ini tertuang dalam Penjelasan Pasal 1 Undang-Undang
Tahun 1974 tentang Perkawinan yang menyatakan bahwa:

1
C.S.T. Kansil, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka,
1986), 222.
2
Martha Eri Safira, Hukum Perdata (Ponorogo: CV. Nata Karya, 2017), 35.

1
2

“Sebagai Negara yang berdasarkan Pancasila, dimana Sila yang


pertamanya ialah ke Tuhanan Yang Mahaesa, maka perkawinan
mempunyai hubungan yang erat sekali dengan agama/kerohanian,
sehingga perkawinan bukan saja mempunyai unsur lahir/jasmani,
tetapi unsur bathin/rokhani juga mempunyai peranan yang penting.
Membentuk keluarga yang bahagia rapat hubungan dengan
keturunan, yang pula merupakan tujuan perkawinan, pemeliharaan
dan pendidikan menjadi hak dan kewajiban orang tua.”3
Selain itu, juga sesuai dengan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945,
Pasal 28B ayat (1) menyebutkan bahwa:
“Setiap orang berhak membentuk keluarga dan melanjutkan
keturunan melalui perkawinan yang sah.”4
Perkawinan sah yang dimaksud adalah perkawinan menurut hukum
agama dan negara. Maka dari itu, hukum perkawinan memegang peranan
yang sangat penting dalam menentukan sah tidaknya perkawinan menurut
hukum masing-masing agama atau kepercayaan.5 Artinya warga negara
Indonesia yang hendak menikah harus melalui lembaga agama masing-
masing dan mengikuti aturan perkawinan secara agama. Undang-Undang
Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, Pasal 2 ayat (1) menegaskan
bahwa sesuai dengan Undang-Undang Dasar 1945, perkawinan tidak boleh
dilakukan di luar hukum suatu agama dan kepercayaannya.6 Sehingga,
pernikahan harus sesuai dengan hukum atau agama dan kepercayaan. Jika
tidak, pernikahan tersebut tidak sah.
Seiring berjalannya waktu dan di era globalisasi dan teknologi yang
semakin maju ini, banyak terjadi perkawinan yang tidak sesuai dengan
aturan dan hukum yang berlaku saat ini. Banyak masalah dalam kehidupan
masyarakat menyangkut pernikahan. Meskipun ada undang-undang
perkawinan nasional hingga mengatur masalah perkawinan, namun tidak
dapat dipungkiri bahwa pada kenyataannya masih banyak orang yang

3
Penjelasan Pasal 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.
4
Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 & Undang-Undang tentang Mahkamah Konstitusi (Jakarta: Kepaniteraan
dan Sekretaris Jenderal Mahkamah Konstitusi RI, 2020), 38.
5
Sri Wahyuni, "Perkawinan Beda Agama di Indonesia dan Hak Asasi Manusia." IN
RIGHT: Jurnal Agama dan Hak Azazi Manusia, 1 (2017), 138.
6
Lihat Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.
3

menggunakan aturan adat agama dan sukunya. Begitu banyak yang


melanggar undang-undang yang diatur ketika mereka memasuki
pernikahan. Salah satunya perkawinan beda agama.7
Perkawinan beda agama adalah ikatan lahir dan batin antara seorang
pria dan seorang wanita yang berbeda agama sehingga tersangkutnya dua
peraturan yang berlainan tentang syarat-syarat dan tata cara perkawinan
menurut hukum agama masing-masing dengan tujuan untuk membentuk
keluarga bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.8
Pengaturan perkawinan beda agama di berbagai negara sangat berbeda. Di
satu sisi ada negara yang memperbolehkan perkawinan beda agama, dan di
sisi lain ada negara yang secara langsung atau tidak langsung melarang
keras adanya perkawinan beda agama. Perkawinan beda agama kemudian
menjadi konflik tersendiri. Hal itu menimbulkan perdebatan di kalangan
masyarakat. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan
yang tidak mengatur dengan jelas terkait perkawinan beda agama,
membuat pelaksanaan perkawinan beda agama relatif sulit.
Isu perkawinan beda agama akhir-akhir ini menjadi fenomena umum
di Indonesia. Baru-baru ini Pengadilan Negeri (PN) Tangerang menerima
permohonan nikah beda agama dari suami istri beragama Islam dan
Kristen yaitu AD dan CM. Pasangan ini mengajukan permohonan dengan
nomor registrasi 1041/Pdt.P/2022/PN.Tng di Pengadilan Negeri
Tangerang pada
13 Oktober. Menurut informasi di laman resmi Pengadilan Negeri
Tangerang, pernikahan pasangan beda agama itu berlangsung pada 8 Juni
2022 di Gereja Bukit Batok Presbyterian Church Singapura. Pernikahan
tersebut secara resmi terdaftar dengan dicatatkan di di Kantor Pencatatan
Perkawinan di Negara Republik Singapura (Registry of Marriages

7
Jane Marlen Makalew, “Akibat Hukum dari Perkawinan Beda Agama di Indonesia,” Lex
Privatum, 2 (2013), 132.
8
Aulil Amri, "Perkawinan Beda Agama Menurut Hukum Positif dan Hukum Islam," Media
Syari'ah: Wahana Kajian Hukum Islam dan Pranata Sosial, 1 (2020), 51.
4

Singapore).9 Dalam Putusannya, Hakim Pengadilan Negeri Tangerang


yang memutus perkara tersebut memberikan amar yang berbunyi:
"Menetapkan bahwa Surat Petikan Nomor 0249/KONS-SPP/VI/2022
tertanggal 09 Juni 2022 dari Kedutaan Besar Republik Indonesia
Singapura, yang ditandatangani oleh Budi Kurniawan selaku
Protokol dan Konsuler, adalah sah dan berlaku mengikat sebagai
syarat pendaftaran atau pelaporan perkawinan Para Pemohon.
Memerintahkan kepada Pejabat Kantor Dinas Kependudukan dan
Catatan Sipil Kota Tangerang Selatan untuk melakukan pencatatan
pendaftaran atau laporan perkawinan beda agama Para Pemohon
dan dimasukkan dalam Register Pencatatan Perkawinan."10
Satu bulan sebelum perkara diatas, Pengadilan Negeri (PN) Jakarta
Selatan mengizinkan pasangan beda agama untuk mendaftarkan
pernikahan mereka ke Suku Dinas Dukcapil di Jakarta Selatan. Pasangan
dengan register nomor perkara 508/Pdt.P/2022/PN Jkt.Sel, dimana
pemohon berinisial DRS beragama Kristen dan JN beragama Islam
sebagaimana dalam Sistem Informasi Pelayanan Perkara (SIPP)
Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Persidangan dipimpin oleh hakim
tunggal Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Arlandi Triyogo yang dalam
putusannya hakim mengabulkan sebagian permohonan pemohon.11 Selain
itu, hakim juga memberikan amar yang bunyinya:
"Memberikan izin kepada para pemohon untuk mendaftarkan
perkawinannya di Kantor Suku Dinas Kependudukan dan
Pencatatan Sipil Kota Administrasi Jakarta Selatan. Memerintahkan
agar Kantor Suku Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kota
Administrasi Jakarta Selatan untuk mencatatkan Perkawinan Beda
Agama Para Pemohon ke Register Pencatatan Perkawinan yang
digunakan untuk itu dan segera menerbitkan Akta Perkawinan
tersebut."12

9
Ellyvon Pranita, “PN Tangerang Terima Permohonan Register Perkawinan Beda Agama
Islam-Kristen,” dalam https://megapolitan.kompas.com/read/2022/12/03/06421981/pn-tangerang-
terima-permohonan-register-perkawinan-beda-agama-islam/ , (diakses pada tanggal 29 Januari
2023, jam 10.11).
10
Putusan Pengadilan Negeri Tangerang Nomor 1041/Pdt.P/2022/PN.Tng.
11
Ari Sandita Murti, “PN Jaksel Izinkan Pasangan Beda Agama Catatkan Pernikahan ke
Dukcapil,” dalam https://metro.sindonews.com/read/884507/170/pn-jaksel-izinkan-pasangan-beda-
agama-catatkan-pernikahan-ke-dukcapil-1663106977/ , (diakses pada tanggal 29 Januari 2023,
jam 14.06).
12
Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Nomor 508/Pdt.P/2022/PN.Jkt.Sel.
5

Lalu, sesudah awal tahun 2022 atau beberapa bulan sebelum perkara
di atas, Pengadilan Negeri Surabaya mengesahkan pernikahan beda agama
bagi pasangan Muslim dan Kristen. Hakim memerintahkan Dinas
Kependudukan dan Catatan Sipil untuk mendaftarkan pernikahan tersebut.
Hal itu tertuang dalam Perkara Nomor 916/Pdt.P/2022/PN.Sby yang
dimuat dalam Sistem Informasi Pelayanan Perkara (SIPP) Pengadilan
Negeri Surabaya. Para pemohon terdiri dari pria dengan inisial RA dan
wanita dengan inisial EDS. RA beragama Islam sedangkan EDS beragama
Kristen. Mereka menikah pada Maret 2022 menurut agama masing-
masing. Namun, ketika hendak mendaftar di Kantor Dinas Kependudukan
dan Catatan Sipil Kota Madya Surabaya, mereka ditolak. Keduanya
kemudian mengajukan syarat ke Pengadilan Negeri Surabaya agar mereka
bisa menikah beda agama.13 Dalam Putusan Nomor
916/Pdt.P/2022/PN.Sby, hakim tunggal Imam Supriyadi menetapkan amar
yang berbunyi:
"Memberikan izin kepada Para Pemohon untuk melangsungkan
perkawinan beda agama di hadapan pejabat Kantor Dinas
Kependudukan dan Catatan Sipil Kota Madya Surabaya."14
Terkait amar tersebut, belum diketahui dasar hukum maupun
pertimbangan hakim secara jelas yang menjurus terhadap amar pemberian
izin pelangsungan perkawinan beda agama di hadapan pejabat Dinas
Kependudukan dan Catatan Sipil (Dukcapil) ini. Sehingga, putusan ini
menimbulkan kontrovensi dan mengundang berbagai komentar di publik
maupun media. Hal tersebut berbeda dengan 2 putusan diatas yang hanya
mengizinkan pencatatan saja. Merujuk terhadap aturan pencatatan
perkawinan beda agama yang tedapat pada Undang-Undang Nomor 23
Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan, dimana pasal 35
menyebutkan bahwa:
“Pencatatan perkawinan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34
berlaku pula bagi: huruf a. perkawinan yang ditetapkan oleh

13
Andi Saputra, “PN Surabaya Izinkan Pernikahan Beda Agama Pasangan Islam-Kristen
Ini,” dalam https://news.detik.com/berita/d-6136422/pn-surabaya-izinkan-pernikahan-beda-agama-
pasangan-islam-kristen-ini/ , (diakses pada tanggal 5 Desember 2022, jam 22.01).
14
Putusan Pengadilan Negeri Surabaya Nomor 916/Pdt.P/2022/PN.Sby.
6

Pengadilan. Beserta penjelasannya yaitu yang dimaksud dengan


”Perkawinan yang ditetapkan oleh Pengadilan” adalah perkawinan
yang dilakukan antar-umat yang berbeda agama.” 15
Ketentuan ini pada dasarnya merupakan ketentuan yang
memungkinkan pencatatan perkawinan antara dua orang yang berbeda
agama setelah adanya putusan pengadilan atas hal tersebut dan ketentuan
yang berkaitan dengan perkawinan beda agama merupakan wewenang
Pengadilan Negeri. Namun, terkait keabsahan perkawinan beda agama
tetap bergantung pada keputusan hakim.
Berdasarkan permasalahan-permasalahan yang telah diuraikan dalam
latar belakang diatas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang
tinjauan yuridis mengenai penemuan hukum dalam pertimbangan hakim
baik secara formil maupun materiil terhadap pemberian izin perkawinan
beda agama pada putusan Perkara Nomor: 916/Pdt.P/2022/PN.Sby di
Pengadilan Negeri Surabaya. Oleh karena itu peneliti tertarik untuk
meneliti permasalahan tersebut dalam sebuah skripsi yang berjudul
“TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PEMBERIAN IZIN
PERKAWINAN BEDA AGAMA DALAM PUTUSAN
PENGADILAN NEGERI SURABAYA
(Studi Terhadap Putusan Nomor 916/Pdt.P/2022/PN.Sby).”

B. Rumusan Masalah
Untuk mengatur pembahasan ini secara sistematis, maka harus
dirumuskan masalah. Berdasarkan kronologi permasalahan yang
disampaikan pada latar belakang di atas. Maka dapat dirumuskan
masalahnya sebagai berikut:
1. Bagaimana penemuan hukum terhadap pertimbangan hakim secara
formil dalam menetapkan izin perkawinan beda agama pada perkara
Nomor 916/Pdt.P/2022/PN.Sby di Pengadilan Negeri Surabaya?

15
Pasal 35 huruf (a) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi
Kependudukan, beserta Penjelasannya.
7

2. Bagaimana penemuan hukum terhadap pertimbangan hakim secara


materiil dalam menetapkan izin perkawinan beda agama pada perkara
Nomor 916/Pdt.P/2022/PN.Sby diPengadilan Negeri Surabaya?

C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, tujuan dari penelitian ini
adalah untuk menentukan hal-hal sebagai berikut:
1. Untuk mendeskripsikan penemuan hukum terhadap tinjauan hukum
hakim tentang alasan dan pertimbangan hukum formil hakim dalam
menetapkan izin perkawinan beda agama pada perkara Nomor
916/Pdt.P/2022/PN.Sby di Pengadilan Negeri Surabaya.
2. Untuk mendeskripsikan penemuan hukum terhadap hal-hal yang
menjadi dasar dan pertimbangan hukum materiil hakim dalam
menetapkan izin perkawinan beda agama pada perkara Nomor
916/Pdt.P/2022/PN.Sby diPengadilan Negeri Surabaya.

D. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi bagi
perkembangan ilmu pengetahuan. Manfaat dari penelitian ini adalah:
1. Secara Teoritis
Hasil penelitian ini bertujuan untuk memberikan kontribusi
ilmiah untuk memperkaya literatur dan pengetahuan khususnya
tentang pertimbangan hukum hakim terkait perkawinan beda agama.
Selain itu, juga dapat digunakan sebagai referensi teori untuk
penelitian selanjutnya.
2. Secara Praktis
a. Bagi peneliti, penelitian ini diharapkan dapat memberikan
informasi atau sumber baru, atau dapat dijadikan referensi untuk
memecahkan masalah yang serupa.
b. Bagi Instansi, diharapkan hasil penelitian ini dapat memberikan
gambaran yang jelas atas pertimbangan hakim dalam menetapkan
8

izin untuk melangsungkan perkawinan beda agama. Sehingga


penelitian ini bisa digunakan sebagai bahan evaluasi putusan
perkawinan beda agama di hadapan Pengadilan.
c. Sebagai bahan wacana, diskusi dan informasi bagi mahasiswa
Fakultas Syariah Jurusan Hukum Keluarga Islam
d. Untuk informasi masyarakat umum tentang bagaimana kejelasan
hukum perkawinan beda agama dalam praktik di Pengadilan.

E. Telaah Pustaka
Penelitian sebelumnya menjadi acuan bagi peneliti. Peneliti
menggunakan penelitian sebelumnya sebagai acuan dalam menyelesaikan
penelitiannya. Penelitian terdahulu berguna untuk mengkaji bagaimana
metode penelitian dan hasil penelitian dilakukan, penelitian terdahulu
digunakan sebagai acuan bagi peneliti ketika menganalisis penelitian.
Berdasarkan tinjauan literatur peneliti, ada beberapa penelitian tentang
tema pernikahan beda agama, yaitu:
Pertama, Fauzan Alsadilla Hermawan. “Perkawinan Beda Agama
(Studi Penetapan Pengadilan Negeri Purwokerto
Nomor:54/Pdt.P/2019/PN. Pwt).”16 Karya tulis ini berjenis skripsi dengan
rumusan masalah yaitu, bagaimanakah keabsahan, pelaksanaan dan
pencatatan perkawinan beda agama. Pendekatan yang digunakan dalam
penelitian ini adalah normatif- legal atau yuridis normatif. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa perkawinan beda agama yang dilakukan oleh
pemohon dan menganut agama Katolik adalah sah dan diakui secara
hukum. Kedua, pelaksanaan perkawinan beda agama bersumber dari
ajaran agama Katolik yang diatur dalam Bab VII Hukum Kanonik Tahun
1983 dan Bab Perkawinan Pastoral Keuskupan Jawa, dilanjutkan dengan
pencatatan perkawinan oleh pegawai

16
Fauzan Alsadilla Hermawan, “Perkawinan Beda Agama (Studi Penetapan Pengadilan
Negeri Purwokerto Nomor: 54/Pdt.P/2019/PN. Pwt),” Skripsi (Purwokerto: Universitas Jenderal
Sudirman, 2020).
9

pencatat di Gereja dan Kantor Dinas Kependudukan Catatan Sipil


Kabupaten/Kota.
Persamaan skripsi diatas dengan penelitian yang akan dilakukan
peneliti adalah sama-sama menganalisis putusan terkait perkawinan beda
agama. Perbedaannya terletak pada jenis dan fokus penelitian. Skripsi
diatas berjenis yuridis normatif dan berfokus pada keabsahan, pelaksanaan,
hingga perncatatan, sedangkan penelitian yang akan dilakukan peneliti
berjenis yuridis empiris dan berfokus pada pertimbangan hakim terhadap
amar putusan pemberian izin melangsungkan perkawinan beda agama.
Kedua, Anggreini Carolina Palandi. “Analisa Yuridis Perkawinan
Beda Agama Di Indonesia.”17 Karya tulis ini berjenis jurnal yang memiliki
rumusan masalah, yaitu: 1. Bagaimana pengaturan hukum perkawinan
beda agama di Indonesia? 2. Bagaimana akibat hukum dari perkawinan
beda agama di Indonesia?. Penelitian ini merupakan penelitian hukum
normatif, yaitu jenis penelitian yang umum dikenal dalam bidang ilmu
hukum. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) Undang-undang Nomor
1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, Kompilasi Hukum Islam dan
Ordonansi Kristen Indonesia, perkawinan yang sah adalah perkawinan
yang dilakukan menurut peraturan perundang-undangan masing-masing
agama. Setiap agama berfokus pada pernikahan beda agama. (2) Anak
yang lahir dari perkawinan beda agama menurut agama Kristen atau Islam
adalah anak tidak sah karena perkawinannya juga tidak sah. Menurut
hukum Islam, tentang pewarisan, seorang anak yang tidak seagama dengan
ayahnya kehilangan hak atas warisan sesuai dengan halangan pewarisan
dalam Kompilasi Hukum Islam.
Persamaan penelitian diatas dengan penelitian yang akan dilakukan
peneliti adalah sama-sama meneliti tentang analisis yuridis perkawinan
beda agama. Perbedaannya terletak pada jenis dan fokus penelitian. Jurnal
diatas berjenis yuridis normatif dan berfokus pada cakupan umum di

17
Anggreini Carolina Palandi. “Analisa Yuridis Perkawinan Beda Agama Di Indonesia,”
Lex Privatum, 2 (2013), 196.
10

Indonesia, sedangkan penelitian yang akan dilakukan peneliti berjenis


yuridis empiris dan berfokus pada studi kasus salah satu putusan yang
pertimbangan hakimnya menetapkan amar pemberian izin melangsungkan
perkawinan beda agama.
Ketiga, Nur Asiah. “Kajian Hukum Terhadap Perkawinan Beda
Agama Menurut Undang-Undang Perkawinan Dan Hukum Islam.”18 Karya
tulis ini berjenis jurnal dengan rumusan masalah yaitu : tentang legalitas
perkawinan beda agama yang ditinjau dari hukum positif maupun hukum
islam dan legalitas perkawinan beda agama di lembaga pencatatan nikah.
Penelitian ini bersifat deskriptif analitis dan menggunakan pendekatan
normatif hukum. Kesimpulan dari penelitian ini adalah perkawinan beda
agama tidak sah menurut undang-undang, melihat Undang-Undang Nomor
1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, Kompilasi Hukum Islam dan Hukum
Islam.
Persamaan penelitian diatas dengan penelitian yang akan dilakukan
peneliti adalah sama-sama meneliti perkawinan beda agama yang ditinjau
dari segi hukum. Perbedaannya terletak pada jenis dan fokus penelitian.
Jurnal diatas berjenis yuridis normative dengan berfokus terhadap
hukumnya, sedangkan penelitian yang akan dilakukan peneliti berjenis
yuridis empiris dan berfokus pada alasan pertimbangan hakim
memberikan izin perkawinan beda agama dalam amar putusan.
Keempat, Nurdhina Hakim. “Akibat Hukum Perkawinan Beda
Agama Ditinjau Dari Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang
Perkawinan Dan Hukum Islam.”19 Karya tulis ini berjenis skripsi dengan
rumusan masalah, yaitu bagaimana keabsahan perkawinan beda agama
ditinjau dari Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan
dan Hukum Islam serta akibat hukum yang ditimbulkan dalam perkawinan
beda

18
Nur Asiah, “Kajian Hukum Terhadap Perkawinan Beda Agama Menurut Undang-
Undang Perkawinan Dan Hukum Islam,” Samudra Keadilan, 2 (2015), 204.
19
Nurdhina Hakim, “Akibat Hukum Perkawinan Beda Agama Ditinjau Dari Undang-
Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan Dan Hukum Islam,” Skripsi (Jember:
Universitas Jember, 2007).
11

agama dalam hal waris dan nasab anak. Metodologi yang digunakan dalam
penyusunan karya ini adalah pendekatan hukum normatif. Kesimpulan dari
penelitian ini adalah perkawinan beda agama tidak sah. Berdasarkan
hukum Islam berdasarkan Al-Quran surat Al-Baqarah ayat 221 yang
menyatakan bahwa perkawinan beda agama dilarang. masalah ini
ditegaskan oleh hukum positif dalam Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang
Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Tentu saja, karena tidak sahnya
perkawinan beda agama, hal itu juga mempunyai akibat hukumnya sendiri,
yaitu dalam kaitannya dengan pewarisan dan garis keturunan anak. Anak
yang lahir dari perkawinan yang tidak sah ini juga bukan anak sah dari
bapaknya, mereka hanya memiliki hubungan keluarga dengan ibunya. Hal
ini mengakibatkan anak yang lahir dari perkawinan beda agama tidak
mendapatkan hak waris dari ayahnya.
Persamaan skripsi diatas dengan penelitian yang akan dilakukan
penulis adalah sama-sama meneliti tentang perkawinan beda agama yang
ditinjau dari hukum/yuridis. Perbedaannya terletak pada jenis dan fokus
penelitian. Skripsi diatas berjenis yuridis normatif dan berfokus pada
hukum dan akibatnya, sedangkan penelitian yang akan dilakukan peneliti
berjenis yuridis empiris dan berfokus pada pertimbangan hakim terhadap
amar putusan pemberian izin melangsungkan perkawinan beda agama.
Kelima, Muhamad Azhar Akbar. “Perkawinan beda Agama dalam
Putusan MK Nomor 68/PUU-XII tahun 2014.” 20 Karya tulis ini berjenis
tesis dengan rumusan masalah, yaitu : 1. Bagaimana pertimbangan hukum
yang digunakan oleh majelis hakim pada Putusan Mahkamah Konstitusi
Nomor 68/PUU-XII tahun 2014? 2. Bagaimana penemuan hukum pada
Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 68/PUU-XII tahun 2014? 3.
Bagaimana akibat hukum dari Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor
68/PUU-XII tahun 2014 terhadap perkawinan beda agama di Indonesia?.
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis isi.

20
Muhamad Azhar Akbar, “Perkawinan beda Agama dalam Putusan MK Nomor 68/PUU-
XII tahun 2014,” Tesis (Bandung: UIN Sunan Gunung Djati, 2019).
12

Ini adalah metode yang memungkinkan untuk memeriksa teks peraturan


perundang-undangan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, serta
putusan pengadilan, dengan menggunakan pendekatan interpretatif hukum.
Hasil analisis putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 68/PUU-XII Tahun
2014 menyatakan bahwa berdasarkan pertimbangan hukum hakim dalam
perkara, alat bukti, ahli pemohon, saksi pemohon dan pihak-pihak yang
terkait, telah ditetapkan sebagai fakta hukum bahwa alasan-alasan Oleh
karena itu, para penggugat tidak memiliki dasar hukum. Hakim membuat
putusan hukum berupa penerapan hukum, menemukan hukum dalam
undang-undang dan menerapkannya pada perkara yang diperiksanya.
Berdasarkan alinea keempat Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945
juncto Pasal 28J Undang-Undang Dasar 1945 juncto Pasal 29 ayat (1)
Menurut Undang-Undang Dasar 1945, Undang-Undang Nomor 1 Tahun
1974 tentang Perkawinan tidak bertentangan dengan Undang-Undang
Dasar 1945 dalam Pasal 2 ayat (1). Akibat hukum dari putusan ini adalah
sahnya perkawinan beda agama yang tidak diakui, sahnya pewarisan, dan
hasil penyelesaian sengketa perkawinan yang tidak dapat diselesaikan
melalui proses pengadilan.
Persamaan tesis diatas dengan penelitian yang akan dilakukan
peneliti adalah sama-sama meneliti salah satu studi putusan tentang
perkawinan beda agama. Perbedaannya terletak pada metode penelitian
dan fokus studi kasus. Tesis diatas menggunakan metode yuridis normatif
dan studi kasus Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 68/PUU-XII tahun
2014, sedangkan penelitian yang akan dilakukan peneliti menggunakan
yuridis empiris dan berfokus terhadap studi kasus Putusan Nomor
916/Pdt.P/2022/PN.Sby.
Posisi penelitian ini dari lima penelitian sebelumnya topik umumnya
sama dengan topik berbagai kasus permasalahan hukum perkawinan beda
agama khusunsya di Indonesia. Namun, mengenai penggunaan kata dalam
judul tidak ada yang sama. Tentang rumusan masalah penelitian yang
diajukan oleh peneliti hampir mirip dengan penelitian Muhammad Azhar
Akbar, yang mempertanyakan pertimbangan hakim, penemuan hukum,
dan
13

akibat hukumnya. Namun, dalam penelitian ini peneliti menyatukan kata


penemuan hukum dan pertimbangan hakim menjadi satu kesatuan dengan
membagi spesifiknya dengan fokus secara formil dan materiilnya.
Sehingga, akan tampak jelas dan mendalam bagaimana penemuan hukum
terhadap pertimbangan hakim secara formil dan materiilnya.
Dari segi tujuan, posisi penelitian ini secara umum sama dengan
penelitian sebelumnya yaitu ingin mengetahui hukum dari perkawinan
beda agama di Indonesia. Namun, secara khusus penelitian ini memiliki
perbedaan dengan penelitian sebelumnya. Peneliti ingin mengungkap
mengenai penemuan hukum tehadap pertimbangan hakim memberikan
izin perkawinan beda agama secara mendalam.
Posisi metode penelitian ini dengan semua penelitian sebelumnya
berbeda. Penelitian sebelumnya menggunakan metode penelitian yuridis
normatif dengan penelitian pustaka. Sedangkan, penelitian yang dilakukan
oleh peneliti ini menggunakan metode penelitian yuridis empiris dengan
penelitian secara lapangan. Teori yang digunakan hampir sama dengan
penelitian dari Muhammad Azhar Akbar, yaitu teori penemuan hukum.
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan sebelumnya, peneliti belum
menemukan jawaban secara mendalam mengenai penemuan hukum
terhadap pertimbangan hakim pada pengizinan perkawinan beda agama di
Pengadilan. Sehingga, penelitian ini akan tampak jawaban secara jelas
berdasarkan data berupa fakta yang didapatkan langsung melalui hakim
yang memutuskan mengizinkan perkawinan beda agama.

F. Kajian Teori
1. Sumber Hukum
a. Pengertian Sumber Hukum
Menurut C.S.T. Kansil, Sumber hukum adalah segala sesuatu
yang darinya timbul peraturan-peraturan yang mempunyai
kekuatan mengikat dan memaksa, yakni aturan yang apabila
dilanggar memiliki hukuman berat dan nyata bagi pelanggar.
Segala sesuatu
14

tersebut mengacu pada faktor-faktor yang mempengaruhi


penciptaan hukum, faktor-faktor yang menjadi sumber penerapan
hukum formal di mana hukum itu ditemukan dan seterusnya.21
Oleh sebab itu, Sumber hukum dapat diartikan sebagai bahan yang
digunakan oleh pengadilan dalam putusannya.22
Dalam dunia peradilan termasuk dalam lingkungan peradilan
di Indonesia khususnya, sumber hukum yang digunakan atau
dirujuk dalam memeriksa, memutus dan menyelesaikan perkara
secara garis besar dibagi menjadi dua sumber, yaitu sumber hukum
materiil dan sumber hukum formil.
b. Hukum Materiil
Sumber hukum materiil adalah tempat atau asal dari mana
hak itu berasal. Untuk melihat sumber-sumber hukum materiil dari
aturan hukum, terlebih dahulu harus melihat isi peraturan hukum
yang bersangkutan, kemudian dicari faktor-faktor yang
mempengaruhi pembentukan undang-undang bagi munculnya sifat
hukum tersebut. Faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan
hukum dapat mencakup pandangan dunia, hubungan sosial dan
politik, kondisi ekonomi, pola peradaban (agama dan budaya) dan
letak geografis, serta konfigurasi internasional untuk menentukan
sumber materiil yang mempengaruhi pembuatan peraturan dengan
muatan hukum.23
c. Hukum Formil
Sumber hukum formil adalah sumber hukum yang diketahui
dan dipelajari dalam bentuknya (peraturan perundang-undangan).
Karena bentuknya, sumber hukum formil dikenal dan diikuti untuk
memiliki kekuatan hukum. Merujuk pada bentuk atau cara yang
membuat peraturan tersebut secara resmi diterima secara universal

21
Arifin Abdullah, "Kajian Yuridis Sumber-Sumber Hukum," Al-Iqtishadiah: Jurnal
Hukum Ekonomi Syariah, 2 (2021), 155.
22
Peter Mahmud Marzuki, Pengantar Ilmu Hukum (Jakarta: Kencana, 2008), 255.
23
Endrik Safudin, Dasar-Dasar Ilmu Hukum (Malang: Setara Press, 2017), 32-33.
15

dan mengikat semua pihak. Sampai memiliki bentuk, undang-


undang yang baru merupakan sentimen sosio-legal atau cita-cita
hukum yang baru, sehingga belum memiliki kekuatan mengikat. 24
Sumber hukum formil yaitu:
1) Peraturan perundang-undangan (statute)
2) Kebiasaan (custom),
3) Kesepakatan internasional (traktat)
4) Putusan hakim terdahulu (jurisprudentie)
5) Pendapat ahli hukum (doctrine).25
2. Penemuan Hukum
a. Pengertian Penemuan Hukum
Kehidupan manusia di bumi sangat luas dan tidak terhitung
jumlah dan jenisnya. Jadi tidak mungkin mencakup semuanya
secara lengkap dan jelas dalam satu peraturan perundang-undang.
Oleh karena itu, tidak ada peraturan perundang-undangan yang
dapat mencakup seluruh kehidupan manusia, dan tidak ada yang
selengkap dan sejelas mungkin. Karena hukum itu tidak sempurna
dan tidak jelas, maka harus dicari dan ditemukan.26 Karena undang-
undang tidak lengkap dan tidak memiliki penjelasan rinci, para
hakim harus mencari atau menemukan hukum tersebut
(rechtsvinding).
Penemuan hukum (rechtsvinding) adalah proses dimana
hakim atau aparat hukum lainnya bertugas menerapkan ketentuan
hukum yang bersifat umum terhadap peristiwa tertentu yang
membentuk hukum. Lebih lanjut dapat dikatakan bahwa penemuan
hukum adalah suatu proses di mana ketentuan-ketentuan hukum
yang umum (das sollen) dikonkritkan atau diindividualisasikan
dengan mengingat peristiwa-peristiwa konkrit yang spesifik (das

24
Ibid., 33.
25
Kansil, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia, 46.
26
Abid Zamzami dan Isdiana Kusuma Ayu. "Filosofi Penemuan Hukum Dalam Konstruksi
Putusan Mahkamah Agung No. 46 P/HUM/2018," Jurnal Hukum Peratun, 1 (2019), 81.
16

sein). Penemuan hukum adalah proses menemukan “hukum” untuk


suatu peristiwa tertentu yang harus mendapat penyelesaian hukum
oleh hakim atau pembuat keputusan hukum lainnya.27
Menurut Paul Scholten, penemuan hukum adalah “toepassing
van regels op feiten en de regels geeft allen de wet” (penerapan
aturan pada fakta dan aturan tersebut hanya disediakan dalam
undang-undang).” Penemuan hukum adalah proses dari suatu
proses pengambilan keputusan hukum tertentu yang secara
langsung menimbulkan akibat hukum bagi suatu situasi tertentu
(putusan hakim, ketetapan, akta-akta yang dibuat oleh notaris, dsb).
Dalam arti tertentu, menurut Meuwissen, penemuan hukum
merupakan cerminan dari pembuatan hukum.28
Dalam praktek tidak jarang kasus yang tidak diatur dalam
peraturan perundangan-undangan, atau kalaupun ada tetapi tidak
lengkap atau tidak jelas. Tidak ada hukum yang sangat jelas dan
lengkap. Oleh karena itu, aturan hukum yang tidak jelas harus
diklarifikasi dan hukum yang tidak lengkap harus dilengkapi
dengan sarana untuk menemukan hukum tersebut sehingga aturan
hukum dapat diterapkan pada kejadian tersebut. Dengan demikian,
semua kasus memerlukan metode penemuan hukum untuk
menerapkan hukum secara tepat pada kasus tersebut. Sehingga
dapat melaksanakan putusan hukum yang diinginkan, yang
meliputi aspek, keadilan, kepastian hukum dan kemanfaatan.29
Dengan demikian, pada hakekatnya penemuan hukum adalah
suatu proses dengan mana subyek atau pelaku penemuan hukum
membentuk aturan hukum dengan menerapkan ketentuan-
ketentuan hukum yang bersifat umum terhadap peristiwa-peristiwa
berdasarkan prinsip-prinsip atau cara-cara tertentu, yang dapat

27
Safudin, Dasar-Dasar Ilmu Hukum, 41.
28
Ibid., 41-42.
29
Ismail Rumadan, "Penafsiran hakim terhadap ketentuan pidana minimum khusus dalam
Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi," Jurnal Hukum dan Peradilan, 3 (2018), 382.
17

dibenarkan oleh ilmu hukum, seperti penafsiran (interpretasi),


penalaran (redenering), exposisi dan lain-lain. Aturan atau cara ini
digunakan agar penerapan ketentuan hukum pada acara dapat
berlangsung dengan tepat dan sesuai dengan hukum, sehingga hasil
yang diperoleh selama proses juga diterima dan dipertimbangkan
ilmu hukum.30
b. Ruang Lingkup Penemuan Hukum
Sudikno Mertokusumo menyatakan bahwa menurut
pendekatan klasik yang dikemukakan oleh Montesquieu dan Kant,
hakim sebenarnya tidak menunaikan tugasnya dengan secara
mandiri menerapkan hukum pada peristiwa hukum. Hakim hanya
sebagai corong undang-undang (bouche de la loi), sehingga hakim
tidak dapat mengubah, menambah atau mengurangi kekuatan
hukum undang-undang. Oleh karena itu, Montesquieu menilai
undang-undang merupakan satu-satunya sumber hukum positif.31
Dalam sistem civil law, termasuk sistem hukum Indonesia,
mengenal kesimpulan hukum yang heteronom sepanjang hakim
terikat dengan undang-undang, namun kesimpulan hukum ini
memiliki unsur otonomi yang kuat, karena seringkali hakim harus
menjelaskan atau melengkapi undang-undang, menurut pendapat
mereka sendiri.32
c. Aliran Dalam Menemukan Hukum Oleh Hakim
1) Legalisme
Aliran ini menerangkan bahwa satu-satunya sumber
hukum adalah undang-undang. Hakim hanya sebagai

30
Susiana Soeganda, "Implementasi Pasal 10 Ayat (1) Jo Pasal 5 Ayat (1) Undang-Undang
Nomor 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman Yang Mewajibkan Hakim Untuk
Menemukan Hukum Dikaitkan Dengan Putusan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Nomor
46/PUU-XIV/2016." JURNAL HUKUM MEDIA JUSTITIA NUSANTARA, 2 (2018), 63-64.
31
Pramono Suko Legowo, "Relevansi Pendidikan Hukum Dengan Penegakan Hukum
Berdasar Pancasila Pada Awal Berdirinya Negara," Soedirman Law Review, 4 (2021), 564.
32
M. Alpi Syahrin, et. al. "Upaya Menemukan Konsep Ideal Tentang Fungsi Mahkamah
Konstitusi," Eksekusi: Journal Of Law,2 (2019), 128.
18

subsumptie automaat. Yang terpenting adalah kepastian


hukum.33
2) Begriffsjurisprudence
Aliran ini menerangkan bahwa hakim berperan aktif
(bebas) dalam mengambil keputusan atau hukum yang timbul
dari proses hukum. Hukum sebagai suatu sistem tertutup yang
mengatur segala tingkah laku masyarakat berarti bahwa hukum
didasarkan pada suatu sistem asas-asas hukum dan suatu
pengertian dasar yang memberikan cara yang jelas bagi setiap
peristiwa tertentu.34
3) Aliran Yang Berlaku Sekarang
Aliran ini berpandangan bahwa bukan hanya hukum dan
peradilan, tetapi hukum kebiasaan juga merupakan sumber
hukum hakim. Oleh karena itu, kerja hakim juga ilmiah, yaitu.
ia harus selalu mempelajari ilmu hukum secara mendalam yang
menjadikan dasar putusannya melalui pemantapan
pertimbangan-pertimbangannya.35
d. Tahapan Tugas Hakim Dalam Penemuan Hukum
Tugas Hakim adalah untuk menerima, memeriksa dan
memutus di dalam sidang serta menyelesaikan segala persoalan
berdasarkan asas independensi, keadilan dan ketidakberpihakan
membuat putusan yang disebut putusan hakim. Dengan demikian,
untuk perkara itu, hakim pasif atau hanya menunggu pengajuan
perkara kepadanya dan pasif mengejar atau mencari perkara.
Hakim memiliki 3 tahapan tugas yang wajib saat
menjatuhkan putusan yaitu sebagai berikut:

33
Martha Eri Safira, Hukum Acara Perdata (Ponorogo: CV Nata Karya, 2017), 132.
34
Ibid.
35
Ibid.
19

1) Tahap Mengkonstatir
Pada tahap ini, hakim memeriksa atau menemukan
apakah ada tidaknya peristiwa tersebut yang diajukan ke hakim.
Bukti diperlukan untuk menetapkan ini dan oleh karena itu
hakim harus mengandalkan bukti hukum. Penyajian alat bukti
dalam perkara perdata diatur dalam Pasal 164 HIR/Pasal 284
RBg. Menurut pasal ini, alat bukti terdiri dari alat bukti tertulis,
saksi, perspektif Hukum, persangkaan, pengakuan dan sumpah.
2) Tahap Mengkualifikasi
Pada tahap ini, hakim melakukan kualifikasi dengan
mengevaluasi peristiwa-peristiwa tertentu yang dianggap
benar- benar terjadi termasuk persoalan hukum hubungan atau
hubungan tersebut sebagai atau bagaimana menemukan hukum
atas peristiwa tersebut. Dengan kata lain mengkualifisir berarti
menggolongkan atau mengelompokkan suatu peristiwa tertentu
ke dalam kelompok atau kategori peristiwa hukum. Jika
peristiwa itu terbukti dan aturan hukumnya jelas dan tegas,
maka hukum mudah diterapkan, tetapi jika undang-undang
tidak jelas atau undang-undang tidak tetap, hakim bukan perlu
lagi mencari hukumnya, tetapi hakim harus membuat
hukumnya, yang jelas tidak diperbolehkan bertentangan dengan
seluruh tatanan hukum perundang-undangan serta memenuhi
pendapat dan kebutuhan masyarakat.
3) Tahap Mengkonstituir
Pada tahap ini hakim menentukan hukumnya dan
memberikan keadilan kepada pihak yang terlibat. Keadilan
yang diputuskan oleh hakim bukanlah buah dari kecerdasan
hakim, melainkan jiwa hakim itu sendiri. Dalam memeriksa
suatu perkara, hakim harus menetapkan hukumnya atas
peristiwa tertentu agar putusan hakim menjadi hukum (the
judge made the law). Hakim di sini menggunakan silogisme,
yaitu. menarik
20

kesimpulan dari premis mayor berupa norma hukum dan


premis minor berupa perbuatan atau perbuatan. Kesimpulannya
adalah hukum.36
e. Metode Penemuan Hukum
Hakim harus berhati-hati dalam memutus perkara. Seorang
hakim dalam menjalankan tugasnya tidak boleh membiarkan
perkara pengadilan tidak disidangkan dengan alasan belum atau
tidak ada hukum yang mengatur perkara itu (asas ius curia novit).
Oleh karena itu, jika hakim berpendapat bahwa hukum yang
berlaku saat ini tidak cukup atau tidak jelas hukumnya untuk
memutus perkara, maka hakim harus melakukan penemuan hukum.
Hakim dalam proses menemukan hukumnya dengan menggunakan
metode interpretasi hukum atau argumentasi hukum.37
1) Metode Interpretasi atau Penafsiran Hukum
Setiap undang-undang selalu disertai dengan penjelasan
yang disisipkan dalam tambahan lembaran negara, meskipun
nama dan tujuannya adalah penjelasan, tetapi seringkali
penjelasan itu tidak memberikan kejelasan karena dijelaskan
hanya “cukup jelas”. Semua aturan hukum bersifat abstrak dan
pasif. Abstrak karena bersifat umum dan pasif karena tidak
menimbulkan akibat hukum tanpa adanya peristiwa khusus.
Metode penafsiran ini adalah salah satu sarana atau
sarana untuk memastikan makna undang-undang. Peraturan
perundang- undangan yang rancu, tidak lengkap, statis dan
tidak tetap dalam perkembangan masyarakat menimbulkan
ruang kosong yang harus diisi oleh hakim dalam pencarian
suatu hukum yang diterapkan dengan menjelaskan,
menafsirkan atau melengkapi

36
Agus Riyanto dan Rizki Tri Anugrah Bhakti, "Penyelesaian Sengketa Perbankan Syariah
oleh Pengadilan Agama Kota Batam Pasca Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 93/PUU-
X/2012," Perspektif Hukum, 2 (2018), 286-287.
37
Kurnia Oetama Noviansyah dan Fully Handayani Ridwan, "Keabsahan dan Autentisitas
Akta Perjanjian Sewa-Menyewa: Analisis Putusan Pengadilan Negeri Rantau Prapat No. 26/Pdt.
G/2020/Pn RAP," Jurnal Pendidikan dan Konseling, 6 (2022), 4758.
21

ketentuan-ketentuan hukum. Penemuan hukum oleh hakim


tidak hanya tentang menerapkan undang-undang dan peraturan
untuk peristiwa tertentu, tetapi juga pembentukan dan
penciptakan hukum pada saat yang sama. Menurut Soeroso,
“cara penafsiran atau interpretasi adalah mencari dan
menentukan makna dalil- dalil yang terkandung dalam undang-
undang menurut apa yang dimaksud dan dikehendaki oleh
pembuat undang-undang.38
Berikut uraian singkat tentang berbagai metode
interpretasi atau penafsiran yang dikenal dalam bidang
penemuan hukum:
a) Penafsiran tata bahasa (grammatikal)
Yang merupakan metode penafsiran berdasarkan
bunyi ketentuan hukum, berpedoman pada makna kata-kata
di antara mereka sendiri dalam kalimat-kalimat yang
digunakan dalam undang-undang yang dianutnya. hanya
arti kata menurut grammar atau kebiasaan yang berarti
dalam pemakaian sehari-hari. Contohnya bisa: peraturan
yang melarang orang memarkir kendaraannya di tempat
tertentu. Peraturan tersebut tidak menjelaskan apa yang
dimaksud dengan istilah “kendaraan”. Orang bertanya-
tanya apakah kata "kendaraan" hanya berarti kendaraan
bermotor atau apakah itu juga termasuk sepeda dan kereta
bayi.39
b) Interpretasi historis
Yakni, penafsiran dengan mendengarkan latar
belakang sejarah hukum suatu ketentuan tertentu atau
rumusan sejarah (sejarah hukum) (Sutiyoso, 2002).
Contohnya adalah pengenaan denda yang berbeda dengan
yang ditetapkan dalam Kitab Undang-Undang Hukum

38
Markus Suryoutomo dan Mahmuda Pancawisma Febriharini, "Penemuan Hukum
(Rechtsvinding) Hakim Dalam Perkara Perdata Sebagai Aspek Mengisi Kekosongan Hukum,"
Jurnal Ilmiah Hukum Dan Dinamika Masyarakat, 1 (2020), 106-107.
39
Kansil, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia, 66-67.
22

Pidana, yaitu dengan menafsirkan “nilai” mata uang pada


saat pembentukan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana,
dengan “nilai” sekarang. Pasal 205 ayat (1) Kitab Undang-
Undang Hukum Pidana menyatakan bahwa " barangsiapa
karena kesalahannya menyebabkan bahwa barang-barang
yang berbahaya bagi nyawa atau kesehatan orang, dijual,
diserahkan atau dibagi-bagikan, tanpa diketahui sifat
berbahayanya oleh yang membeli atau memperoleh,
diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan
atau pidana kurungan paling lama enam bulan atau denda
paling banyak tiga ratus rupiah.” Tiga ratus rupiah
ditafsirkan sebagai "nilai" tiga ratus rupiah pada waktu itu"
dan menyimpulkannya dengan "nilai" saat ini.
c) Interpretasi Sistematis (Logis)
Penafsiran dengan mempertimbangkan Peraturan
tentang bunyi ketentuan lain baik Undang-Undang ini
maupun Undang-Undang lainnya. Misalnya kita ingin
mengetahui apa hakikat pengakuan anak yang lahir diluar
perkawinan kepada orang tuanya, Hakim tidak cukup hanya
melihat pada ketentuan Pasal Kitab Undang-Undang
Hukum Perdata tetapi harus relevan dengan Pasal 278 Kitab
Undang- Undang Hukum Pidana yang berbunyi: “barang
siapa mengaku seorang anak sebagai anaknya menurut
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, padahal diketahui
bahwa ia bukan bapak dari anak tersebut, dihukum karena
palsu mengaku anak, dengan hukuman penjara selama-
lamanya tiga tahun.”
d) Interpretasi Ekstensif
Interpretasi memperluas cakupan ketentuan,
misalnya: dalam pasal 666 Kitab Undang-Undang Hukum
Perdata istilah “tetangga” tidak serta merta diartikan
sebagai pemilik
23

rumah, tetapi juga mereka yang menghuni rumah tempat


tinggal seseorang. Contoh lain menyangkut objek, yaitu
"listrik". Jadi mencuri listrik, juga bisa disamakan dengan
mencuri sesuatu.
e) Interpretasi Restriktif
Tafsir yang membatasi ruang lingkup ketentuan,
misalnya: dalam pasal Kitab Undang-Undang Hukum
Perdata, istilah "tetangga" berarti harus berstatus pemilik
rumah yang berdekatan dengan tempat tinggal seseorang.
f) Interpretasi Sahih (Autentik)
Yaitu, penafsiran yang jelas tentang arti kata-kata
yang diberikan oleh pembuat undang-undang, misalnya
Pasal 48 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana: “malam”
berarti waktu antara matahari terbenam dan matahari terbit.
g) Interpretasi Teleologis (Sosiologis)
Yaitu penafsiran yang memperhatikan arti dan tujuan
hukum. Hal ini penting karena persyaratannya berubah
menurut pasal, sedangkan suara hukumnya sama (Sutiyoso,
2002).
h) Penafsiran interdisipliner
Para hakim menggunakan metode ini ketika
menganalisis kasus-kasus yang melibatkan berbagai disiplin
ilmu atau bidang hukum tertentu, seperti hukum perdata,
hukum pidana, hukum administrasi atau hukum
internasional. Hakim melakukan penafsiran berdasarkan
penyatuan logika yang bersumber dari asas-asas hukum
lebih dari satu disiplin ilmu, seperti penafsiran asas-asas
pasal yang berkaitan dengan tindak pidana korupsi, hakim
dapat menafsirkan ketentuan pasal ini dari beberapa
perspektif, yaitu hukum pidana, hukum tata usaha negara
dan hukum perdata.
24

i) Interpretasi Multidisipliner
Seorang hakim juga harus mempelajari satu atau lebih
disiplin ilmu di luar hukum. Dengan kata lain, hakim
membutuhkan pengawasan dan bantuan dari disiplin ilmu
lain untuk membuat keputusan yang paling adil yang
memberikan kepastian kepada pihak yang berperkara.
Kemungkinan interpretasi multidisipliner ini akan sering
terjadi di masa depan, karena era global kasus kriminal saat
ini mulai berubah dan telah muncul. Misalnya kejahatan
dunia maya, kejahatan keuangan, kejahatan terorisme, dll.
j) Interpretasi Komparatif
Interpretasi komparatif adalah metode interpretasi
yang membandingkan tatanan hukum yang berbeda.
Dengan membandingkan, kita ingin mendapatkan kejelasan
tentang arti dari ketentuan hukum itu. Metode interpretasi
ini digunakan oleh hakim dalam kasus-kasus yang
menggunakan dasar hukum positif yang dibuat oleh
perjanjian hukum internasional. Hal ini penting, karena
dengan keseragaman pelaksanaan maka terwujud suatu
kesatuan hukum yang darinya timbul perjanjian-perjanjian
internasional sebagai hukum objektif atau norma hukum
umum beberapa negara. Penerapan metode ini di luar
hukum perjanjian internasional terbatas. Misalnya, jika
timbul perselisihan dalam suatu transaksi ekonomi, kontrak
dagang antara produsen barang Indonesia dan pembeli
(buyer) asing, hakim harus mencari arti kata yang
dipersengketakan menurut hukum Indonesia dan negara
pembeli (buyer) barang, seperti Australia, hakim
membandingkan kata-kata yang disengketakan menurut
hukum Indonesia dan hukum Australia.
25

k) Interpretasi Futuristik (Antisipatif)


Penafsiran futuristik adalah metode untuk
menemukan hukum prediktif yang menjelaskan hukum saat
ini (ius contitutum) berdasarkan hukum yang belum
memiliki kekuatan hukum (ius contituendum). Seperti
Ramcangan Undang-Undang (RUU) yang masih dibahas di
DPR, tapi Hakim yakin Rancangan Undang-Undang akan
lolos dan diundangkan (dugaan politik). Contoh penerapan
interpretasi futuristik ini adalah ungkapan delik "pencurian"
informasi elektronik melalui Internet, yang didefinisikan
dengan mengacu pada Rancangan Undang-Undang
Teknologi Informasi (yang tidak diterapkan secara formal
sebagai sumber hukum).40
2) Metode Argumentasi Hukum
Metode argumentasi adalah metode yang digunakan
ketika hukum tidak sepenuhnya menjelaskannya dan juga
ketika tidak ada hukum. Metode ini juga bisa disebut metode
penalaran hukum. Berdasarkan pendapat Kenneth J.
Vandevelde, penalaran hukum memiliki 5 tahapan yaitu;
a) Mengidentifikasi sumber hukum yang bersumber dari
peraturan perundang-undangan dan putusan pengadilan,
b) Menganalisis sumber hukum yang teridentifikasi untuk
memetapkan suatu aturan hukum,
c) Mensintesiskan suatu aturan hukum ke dalam struktur yang
koheren yang berupa dikelompokkannya seperangkat
aturan-aturan khusus yang berada di bawah aturan umum,
d) Mengkaji fakta-fakta yang ada,
e) Menerapkan struktur aturan-aturan tersebut pada fakta-fakta

40
Muhammad Nur Kholis Al Amin, et. al. "Metode Interpretasi Hukum Aplikasi Dalam
Hukum Keluarga Islam Dan Ekonomi Syariah," Asas Wa Tandhim: Jurnal Hukum, Pendidikan
Dan Sosial Keagamaan, 1 (2023), 23-28.
26

yang diperoleh dengan menggunakan kebijakan dalam


suatu aturan hukum untuk menyelesaikan kasus.41
Dalam metode argumentasi/penalaran hukum, ada 4
metode yang digunakan hakim untuk melakukan penemuan
hukum, yaitu:
a) Argumentum Per Analogiam (analogi)
Yaitu metode penemuan hukum dimana hakim mencari
peristiwa yang lebih umum . hukum atau perbuatan hukum baik
yang diatur oleh undang-undang atau dari mana tidak diatur;
b) Argumentum a Contrario
Yaitu hakim membuat penemuan hukum mengingat
bahwa jika undang-undang menentukan hal-hal tertentu untuk
peristiwa tertentu, maka ini berarti bahwa perintah terbatas
pada peristiwa tertentu itu dan pada peristiwa di luarnya pada
sebaliknya;
c) Mempersempit/mengkrongketkan hukum (rechtsverfijning)
Yaitu berusaha mengkonkretkan/membatasi suatu aturan
hukum yang terlalu abstrak, pasif, dan sangat umum untuk
diterapkan pada suatu peristiwa tertentu;
d) Fiksi hukum
Yaitu cara untuk menemukan hukum, menghadirkan
fakta baru sehingga suatu personifikasi baru muncul di hadapan
kita.42

G. Metode Penelitian
Metode berarti menurut cara atau metode tertentu, sedangkan
penelitian adalah kegiatan ilmiah yang berkaitan dengan analisis yang
dilakukan secara metodis, sistematis, dan konsisten.43 Menurut Beni
Ahmad

41
Rizki Pradana Hidayatulah, "Penemuan Hukum Oleh Hakim Perspektif Maqashid
Syariah," TERAJU: Jurnal Syariah dan Hukum, 1 (2020), 91-92.
42
Habibul Umam Taqiuddin, "Penalaran Hukum (Legal Reasoning) Dalam Putusan Hakim,"
Jurnal Ilmu Sosial dan Pendidikan, 2 (2019), 196.
43
Beni Ahmad Saebani, Metode Penelitian Hukum (Bandung: Pustaka Setia, 2009), 13.
27

Saebani, apa yang dimaksud dengan metode penelitian adalah cara


berpikir yang diwujudkan dalam tindakan atau kegiatan penelitian,
misalnya mahasiswa yang sedang melakukan penelitian untuk menulis
skripsi, tesis, atau disertasi. Dia menggunakan metode penelitian tertentu
dalam penelitiannya, seperti metode penelitian kuantitatif, kualitatif,
metode penelitian lainnya.44 Oleh karena itu, metode penelitian adalah
metode yang digunakan untuk menganalisis dengan menggunakan metode
penelitian.
1. Jenis dan Pendekatan Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian hukum empiris atau biasa
disebut yuridis empiris. Penelitian hukum empiris adalah metode
penelitian hukum yang menggunakan fakta-fakta empiris yang diambil
dari perilaku manusia, perilaku verbal yang diperoleh dari wawancara
dan perilaku aktual yang disadari melalui pengamatan langsung.
Penelitian empiris juga melihat hasil dari perilaku manusia berupa
peninggalan fisik atau arsip, penelitian hukum empiris didasarkan pada
bukti yang diperoleh dari pengamatan atau pengalaman dan
dianalisis.45 Penelitian ini mendasarkan kepada penelitian lapangan
(field reseach), penelitian lapangan adalah penelitian tentang realitas
kehidupan so sial masyarakat secara langsung. Dalam situasi seperti
itu, penelitian lapangan bersifat terbuka, tidak terstruktur dan fleksibel,
tujuannya terbuka, karena “medan” dianggap memiliki kesempatan
untuk memilih dan menentukan fokus penelitian, tidak terstruktur,
karena fokus penelitian dan prosedur kajian yang sistematis tidak dapat
dilakukan. harus teliti dan tersistematisasi dengan cara yang fleksibel
karena peneliti dapat memodifikasi detail dan format masalah dan
format yang digunakan dalam proses penelitian.46 Hal tersebut sangat
relevan untuk digunakan dalam penelitian ini, karena peneliti akan
mewawancarai/berinteraksi langsung dengan hakim Pengadilan Negeri

44
Ibid., 16.
45
Kornelius Benuf dan Muhamad Azhar, “Metodologi Penelitian Hukum sebagai Instrumen
Mengurai Permasalahan Hukum Kontemporer,” Jurnal Gema Keadilan, 1 (Juni 2020), 28.
46
Suwandi, Memahami Penelitian Kualitatif (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2008), 52.
28

Surabaya untuk mendapatkan informasi yang lebih jelas dan detail


dengan putusan perkawinan beda agama. Jadi bisa dikatakan penelitian
ini dengan pendekatan kualitatif. Bongdan dan Taylor dalam Moleong
(2010) menyatakan bahwa penelitian kualitatif adalah penelitian yang
menghasilkan data deskriptif baik berupa kata-kata lisan atau tulisan
dari orang atau perilaku yang diamati.47
2. Kehadiran Peneliti
Salah satu ciri penelitian kualitatif adalah seseorang (peneliti)
merupakan instrumen/instrumen utama pengumpulan data, sehingga
peneliti mutlak diperlukan. Dalam penelitian ini, peneliti menjadi
pengamat yang lengkap.48 Peneliti terjun langsung ke lapangan yaitu
Pengadilan Negeri Surabaya. Setelah melakukan observasi, wawancara
dan studi pustaka secara seksama di lokasi penelitian untuk
mendapatkan informasi yang berkaitan dengan penelitian ini.
3. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Pengadilan Negeri Surabaya,
dengan alasan karena diperolehnya data-data yang mendukung
terhadap analisis tentang perkawinan beda agama dan diperolehnya ijin
dari Pengadilan Negeri Surabaya. Selain itu, alasan peneliti melakukan
penelitian di Pengadilan Negeri Surabaya adalah karena Pengadilan ini
baru-baru saja menetapkan pengizinan perkawinan beda agama yang
menjadi rintisan perkara serupa di tahun 2022 dalam 1 lokasi
pengadilan yang menimbulkan problematika yang bersifat baru.
4. Data dan Sumber Data
a. Data
Data adalah fakta yang peneliti kumpulkan menjawab dan
memecahkan masalah. Dalam penelitian Informasi tentang apa
yang dibutuhkan masalah untuk hasil yang kebenarannya dapat

47
Uswatun Hasanah, "Pengaruh perceraian orangtua bagi psikologis anak." Jurnal Analisis
Gender dan Agama, 1 (2020): 18.
48
Arifin, Penelitian Kualitatif Dalam Ilmu-Ilmu Sosial dan Keagamaan (Malang:
Kalimasahada Press, 1994), 6.
29

dijelaskan.49 Informasi yang dikumpulkan berupa pengamatan,


dalam wawancara atau dalam bentuk artikel ilmiah.
b. Sumber data
Berdasarkan sumbernya, data penelitian dikelompokkan
menjadi dua jenis data, diantaranya:
1) Sumber Data Primer
Data primer adalah data yang bersumber langsung dari
sumbernya, baik berupa wawancara, observasi maupun laporan
informal yang kemudian diolah oleh peneliti.50 Data primer
penelitian ini adalah informan pertama yang merupakan sumber
data asli. Informasi utama tentang penelitian diperoleh dari
hasil wawancara dengan Hakim Pengadilan Negeri Surabaya
yang memeriksa, mengadili dan memutus perkara nomor
916/Pdt.P/2022/PN.Sby tentang permohonan perkawinan beda
agama untuk .menperoleh data terkait dasar hukum formil dan
materiil yang melatarbelakangi pemberian izin perkawinan
beda agama dan pertimbangan hakim terhadap perkawinan
beda agama serta Selain itu, sumber data primer juga berasal
dari putusan atau salinan dari perkara tersebut.
2) Sumber Data Sekunder
Data sekunder merupakan data yang dikumpulkan oleh
peneliti dengan menggunakan metode penelitian literatur.51
Sumber data sekunder penelitian ini ialah peraturan perundang-
undangan, buku-buku pendukung, hasil penelitan yang telah
ada, artikel-artikel, jurnal-jurnal, karya ilmiah di website dan
internet yang berkaitan tentang penelitian ini.

49
Sandu Siyoto dan Ali Sodik, Dasar Metodologi Penelitian (Yogyakarta: Literasi Media
Publishing, 2015), 67.
50
Zainuddin Ali, Metode Penelitian Hukum (Jakarta: Sinar Grafika, 2016), 106.
51
Siyoto dan Ali Sodik, Dasar Metodologi Penelitian, 68.
30

5. Teknik Pengumpulan Data


Teknik pengumpulan data untuk penelitian kualitatif ini dilakukan
dengan menggunakan tiga metode diantaranya sebagai berikut:
a. Wawancara
Wawancara digunakan sebagai teknik pengumpulan data
ketika peneliti ingin melakukan penelitian pendahuluan untuk
menemukan masalah yang diteliti dan juga ketika peneliti ingin
mengetahui sesuatu dari narasumber yang lebih dalam dan jumlah
narasumber sedikit atau kecil.52 Wawancara ini bertujuan untuk
memperoleh informasi secara langsung dari informan dengan
mengajukan pertanyaan kepada informan. Dalam melakukan
penelitian ini, peneliti melakukan wawancara tatap muka dengan
informan yaitu hakim Pengadilan Negeri Surabaya. Wawancara ini
digunakan untuk mengumpulkan data dari sumber asli yaitu Hakim
Pengadilan Negeri Surabaya tentang pertimbangan hakim dalam
mengizinkan perkawinan beda agama di wilayah Pengadilan
Negeri Surabaya.
b. Observasi
Observasi adalah proses yang bertujuan untuk
menggambarkan kondisi, peristiwa yang terjadi, orang-orang yang
terlibat dalam kegiatan, waktu kegiatan dan makna yang diberikan
pada peristiwa yang relevan oleh pelaku yang diamati.53
Pengumpulan data observasi digunakan untuk memperoleh
informasi tentang pertimbangan hakim terhadap permohonan
perkawinan beda agama di Pengadilan Negeri Surabaya dan
terhadap hukum formil dan materiil yang melatarbelakangi
diizinkannya permohonan perkawinan beda agama.

52
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D (Bandung: Alfabeta, 2019),,
194.
53
Burhan Ashshofa, Metode Penelitian Hukum (Jakarta: Rineka Cipta, 2004), 58.
31

c. Dokumentasi
Dokumen dalah catatan yang dituangkan dalam bentuk lisan,
tulisan dan karya bentuk dari peristiwa yang sudah lampau.54
Metode dokumentasi dilakukan dengan memperoleh data dengan
menelusuri informasi jumlah permohonan perkawinan beda agama
yang diajukan di Pengadilan Negeri Surabaya dan salinan putusan
hakim atas putusan perkawinan beda agama yang diizinkan di
Pengadilan Negeri Surabaya.
6. Analisis Data
Analisis data dalam penelitian kualitatif dilakukan selama
pengumpulan data dalam jangka waktu tertentu dan setelah
pengumpulan data selesai. Selama wawancara, peneliti menganalisis
tanggapan dari orang yang diwawancarai. Jika jawaban tidak
memuaskan setelah analisis, peneliti melanjutkan pertanyaan lagi
sampai pada tahap tertentu diperoleh informasi yang dianggap dapat
diandalkan. Miles dan Huberman mengemukakan agar kegiatan
analisis data kualitatif dilakukan secara interaktif dan dilanjutkan
sampai selesai agar datanya jenuh. Kegiatan dalam analisis data
yaitu:55
a. Data Reduction (Reduksi Data)
Reduksi data berarti meringkas, memilih dan mengurutkan
pokok-pokok permasalahan, memfokuskan pada topik-topik
penting, mencari tema dan pola yaitu informasi umum yang
diperoleh selama penelitian dilakukan di Pengadilan Negeri
Surabaya. Data yang telah direduksi memberikan gambaran yang
jelas dan memudahkan peneliti untuk mengumpulkan data kedepan
dan mencarinya saat dibutuhkan.56

54
Umar Sidiq dan Moh Miftachul Choiri, Metode Penelitian Kualitatif di Bidang Pendidikan
(Ponorogo: CV. Nata Karya, 2019), 72.
55
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D, 321.
56
Ibid., 323.
32

b. Data Display (Penyajian data)


Data Display adalah penyajian data dalam bentuk uraian
singkat. Dengan menampilkan data, lebih mudah untuk memahami
apa yang terjadi, dan merencanakan penelitian lebih lanjut
berdasarkan wawasan tersebut.57
c. Conclusion Drawing/Verivication
Kesimpulan dan verifikasi adalah tahap terakhir dari proses
analisis data, ketika membuat kesimpulan dapat bereaksi terhadap
kata-kata masalah yang dirumuskan dari awal dan juga memeriksa
data yang diproses atau ditransfer ke dalam format sesuai dengan
rumus penyelesaian masalah.58
7. Pengecekan Keabsahan Data
Keabsahan data dapat diperiksa dengan memeriksa validitas dan
reliabilitas. Validitas adalah kesamaan informasi yang diperoleh dari
kajian terhadap suatu objek dengan realitas yang ada pada objek
tersebut. Sedangkan, reliabilitas adalah kesamaan data yang disusun
oleh dua peneliti atau lebih.59
Keabsahan data dapat diuji dengan beberapa cara, antara lain
perpanjangan pengamatan, peningkatan ketekunan, triangulasi,
berdiskusi dengan teman sejawat, menganalisis kasus negatif dan
member check.60 Dalam penelitian ini, peneliti menguji kebasahan data
dengan menggunakan triangulasi. Triangulasi adalah suatu metode
pemeriksaan kebenaran data yang menggunakan sesuatu selain data itu
untuk memeriksa atau membandingkan data tersebut.61 Triangulasi
terbagi menjadi tiga jenis yaitu triangulasi sumber, triangulasi teknik
pengumpulan data, dan triangulasi waktu. Peneliti memilih triangulasi
sumber dimana peneliti mengecek informasi dari sumber. Triangulasi

57
Ibid., 325.
58
Ibid., 329.
59
Ibid., 361-362.
60
Ibid., 365.
61
Lexy J Moleong, Metode Penelitian Kualitatif (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2019),
330.
33

dengan sumber menguji kehandalan materi dengan memverifikasi


informasi dari berbagai sumber. Hal ini juga dapat dicapai dengan
membandingkan informasi wawancara dengan isi dokumen terkait,
dengan menggunakan triangulasi sumber ini, peneliti dapat memeriksa
kembali keakuratan informasi yang diperoleh data yang diperoleh
dengan cara ini dapat dianalisis lebih dalam.
8. Tahapan-tahapan Penelitian
Pada penelitian ini peneliti menggunakan 3 tahapan penelitian,
yakni tahap pra-lapangan, tahap pekerjaan lapangan, dan tahap analisis
data.
a. Tahap Pra-lapangan
Pada tahap ini, peneliti mulai merancang atau menyiapkan
rencana penelitian, dimana penelitian yang akan dilakukan berbeda
dengan permasalahan yang ada dalam kejadian terkini yang dapat
diamati dan dikontrol secara real time selama penelitian. Setelah
itu, peneliti memilih lapangan untuk mendapatkan sumber data
sesuai dengan permasalahan yang terungkap dalam penelitian.
Lalu, peneliti dapat mengurus perizinan, menjajaki dan menilai
kondisi lapangan, memilih dan menggunakan informan,
menyiapkan instrumen penelitian dan menyiapkan etika
penelitian.62
b. Tahap Pekerjaan Lapangan
Pada tahap ini peneliti sudah memahami lokasi atau area
penelitian dan mempersiapkan diri. Lalu, peneliti memasuki
lapangan untuk mencari atau meneliti data-data yang diperlukan
terkait objek penelitian untuk penelitian lapangan dan wawancara
dengan narasumber yang relevan serta mencari dokumen tertulis
yang berkaitan dengan penelitian.63

62
Ibid., 127-134.
63
Ibid., 137.
34

c. Tahap Analisis Data


Pada tahap ini, peneliti mulai mengolah data. Proses
Pengolahan data dengan mereduksi data, menyajikan data,
menganalisis data dan menarik kesimpulan serta mengkaji ulang
data yang diolah atau dikirimkan dalam format yang sesuai dengan
model penyelesaian masalah berdasarkan tinjauan hukum.

H. Sistematika Pembahasan
Untuk memudahkan pemahaman terhadap topik yang dibahas dalam
kajian, peneliti memaparkan sistem penulisan dari penelitian yang mana
terbagi menjadi 5 (lima) bab. Sistem penulisan adalah sebagai berikut:
Bab I adalah bab pendahuluan. Bab ini merupakan pola dasar dari
keseluruhan kajian skripsi yang menjadi latar belakang penulisan skripsi
ini. Bab pendahuluan ini berisi sub-bab: latar belakang masalah, rumusan
masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, telaah pustaka, metode
penelitian dan sistematika pembahasan. Jadi, sangat penting adanya bab ini
dalam penulisan skripsi karena berfungsi menjelaskan kemana arah
penelitian ini.
Bab II adalah bab teori. Pada bab kedua ini akan diuraikan teori
sumber hukum dan penemuan hukum. Dalam bab ini, peneliti menjelaskan
gambaran umum sumber hukum yang berupa hukum formil dan materiil.
Selain itu, bab ini juga menjelaskan secara umum tentang pengertian
penemuan hukum, ruang lingkup penemuan hukum, aliran dalam
menemukan hukum oleh hakim dan metode-metode yang digunakan oleh
hakim sebagai dasar penjatuhan putusan dalam suatu perkara. Metode
yang dibahas adalah metode interpretrasi hukum dan metode argumentasi
hukum. Bab III adalah bab data. Bab ini merupakan pemaparan hasil studi
lapangan berupa putusan hakim Pengadilan Negeri Surabaya tentang
permohonan izin perkawinan beda agama pada perkara nomor
916/Pdt.P/2022/PN.Sby. Poin pertama akan membahas deskripsi Perkara
Nomor 916/Pdt.P/2022/PN.Sby tentang permohonan izin perkawinan beda
35

agama. Di poin kedua membahas tentang pertimbangan hukum hakim


secara formil hakim terhadap pemberian izin perkawinan beda agama pada
Perkara Nomor 916/Pdt.P/2022/PN.Sby. Dan poin ketiga pertimbangan
hukum hakim secara materiil hakim terhadap pemberian izin perkawinan
beda agama pada Perkara Nomor: 916/Pdt.P/2022/PN.Sby.
Bab IV adalah bab pembahasan. Bab ini merupakan inti dari
penelitian, yaitu analisis yuridis terhadap pemberian izin perkawinan beda
agama dalam putusan Pengadilan Negeri Surabaya nomor
916/Pdt.P/2022/PN.Sby. Pada bab ini, peneliti melakukan analisis baik
secara hukum formil maupun hukum materiil terhadap putusan tersebut,
dengan melakukan pengaitan terhadap landasan teori yang tertuang dalam
BAB II.
Bab V adalah bab penutup. Bab ini merupakan bab terakhir dari
pembahasan skripsi yang memaparkan kesimpulan dan saran-saran yang
kemudian diakhiri dengan daftar pustaka dan disertakan lampiran-lampiran
yang diperlukan untuk penulisan penelitian ini.

I. Daftar Pustaka Sementara


Referensi Buku:

Ali, Zainuddin. Metode Penelitian Hukum. Jakarta: Sinar Grafika, 2016.

Arifin. Penelitian Kualitatif Dalam Ilmu-Ilmu Sosial dan Keagamaan.


Malang: Kalimasahada Press, 1994.

Ashshofa, Burhan. Metode Penelitian Hukum. Jakarta: Rineka Cipta, 2004.

Kansil, C.S.T.. Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia.

Jakarta:
Balai Pustaka, 1986.

Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia. Undang-Undang Dasar


Negara Republik Indonesia Tahun 1945 & Undang-Undang tentang
Mahkamah Konstitusi. Jakarta: Kepaniteraan dan Sekretaris Jenderal
Mahkamah Konstitusi RI, 2020.

Marzuki, Peter Mahmud. Pengantar Ilmu Hukum. Jakarta: Kencana, 2008.


36

Moleong, Lexy J. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja


Rosdakarya, 2019.

Safira, Martha Eri. Hukum Perdata. Ponorogo: CV. Nata Karya, 2017.

---------. Hukum Acara Perdata. Ponorogo: CV Nata Karya, 2017.

Saebani, Beni Ahmad. Metode Penelitian Hukum. Bandung: Pustaka Setia,


2009.

Safudin, Endrik. Dasar-Dasar Ilmu Hukum. Malang: Setara Press, 2017.

Sidiq, Umar, dan Moh Miftachul Choiri, Metode Penelitian Kualitatif di


Bidang Pendidikan. Ponorogo: CV. Nata Karya, 2019.

Siyoto, Sandu, dan Ali Sodik, Dasar Metodologi Penelitian. Yogyakarta:


Literasi Media Publishing, 2015.

Sugiyono. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung:


Alfabeta, 2019.

Suwandi. Memahami Penelitian Kualitatif. Jakarta: PT Rineka Cipta, 2008.

Referensi Jurnal dan Artikel Ilmiah:

Abdullah, Arifin. "Kajian Yuridis Sumber-Sumber Hukum." Al-


Iqtishadiah: Jurnal Hukum Ekonomi Syariah, 2. 2021.

Akbar, Muhamad Azhar. “Perkawinan beda Agama dalam Putusan MK


Nomor 68/PUU-XII tahun 2014.” Tesis, Bandung: UIN Sunan
Gunung Djati, 2019.

Amin, Muhammad Nur Kholis Al, et. al. "Metode Interpretasi Hukum
Aplikasi Dalam Hukum Keluarga Islam Dan Ekonomi Syariah." Asas
Wa Tandhim: Jurnal Hukum, Pendidikan Dan Sosial Keagamaan, 1.
2023.

Amri, Aulil. "Perkawinan Beda Agama Menurut Hukum Positif dan


Hukum Islam." Media Syari'ah: Wahana Kajian Hukum Islam dan
Pranata Sosial, 1. 2020.

Asiah, Nur. “Kajian Hukum Terhadap Perkawinan Beda Agama Menurut


Undang-Undang Perkawinan Dan Hukum Islam.” Samudra Keadilan,
2. 2015.

Benuf, Kornelius, dan Muhamad Azhar, “Metodologi Penelitian Hukum


sebagai Instrumen Mengurai Permasalahan Hukum Kontemporer.”
Jurnal Gema Keadilan, 1. Juni 2020.
37

Hakim, Nurdhina. “Akibat Hukum Perkawinan Beda Agama Ditinjau Dari


Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan Dan
Hukum Islam.” Skripsi, Jember: Universitas Jember, 2007.

Hermawan, Fauzan Alsadilla. “Perkawinan Beda Agama (Studi Penetapan


Pengadilan Negeri Purwokerto Nomor: 54/Pdt.P/2019/PN. Pwt).”
Skripsi, Purwokerto: Universitas Jenderal Sudirman, 2020.

Hidayatulah, Rizki Pradana. "Penemuan Hukum Oleh Hakim Perspektif


Maqashid Syariah." TERAJU: Jurnal Syariah dan Hukum, 1. 2020.

Legowo, Pramono Suko. "Relevansi Pendidikan Hukum Dengan


Penegakan Hukum Berdasar Pancasila Pada Awal Berdirinya Negara."
Soedirman Law Review, 4. 2021.

Makalew, Jane Marlen. “Akibat Hukum dari Perkawinan Beda Agama di


Indonesia.” Lex Privatum, 2. 2013.

Noviansyah, Kurnia Oetama, dan Fully Handayani Ridwan, "Keabsahan


dan Autentisitas Akta Perjanjian Sewa-Menyewa: Analisis Putusan
Pengadilan Negeri Rantau Prapat No. 26/Pdt. G/2020/Pn RAP."
Jurnal Pendidikan dan Konseling, 6. 2022.

Palandi, Anggreini Carolina. “Analisa Yuridis Perkawinan Beda Agama


Di Indonesia.” Lex Privatum, 2. 2013.

Riyanto, Agus, dan Rizki Tri Anugrah Bhakti, "Penyelesaian Sengketa


Perbankan Syariah oleh Pengadilan Agama Kota Batam Pasca Putusan
Mahkamah Konstitusi Nomor 93/PUU-X/2012." Perspektif Hukum, 2.
2018.

Rumadan, Ismail. "Penafsiran hakim terhadap ketentuan pidana minimum


khusus dalam Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi." Jurnal
Hukum dan Peradilan, 3. 2018.

Soeganda, Susiana. "Implementasi Pasal 10 Ayat (1) Jo Pasal 5 Ayat (1)


Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan
Kehakiman Yang Mewajibkan Hakim Untuk Menemukan Hukum
Dikaitkan Dengan Putusan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia
Nomor 46/PUU-XIV/2016." Jurnal Hukum Media Justitia Nusantara,
2. 2018.

Suryoutomo, Markus, dan Mahmuda Pancawisma Febriharini, "Penemuan


Hukum (Rechtsvinding) Hakim Dalam Perkara Perdata Sebagai Aspek
Mengisi Kekosongan Hukum." Jurnal Ilmiah Hukum Dan Dinamika
Masyarakat, 1. 2020.
38

Syahrin, M. Alpi, et. al. "Upaya Menemukan Konsep Ideal Tentang Fungsi
Mahkamah Konstitusi." Eksekusi: Journal Of Law, 2. 2019.

Taqiuddin, Habibul Umam. "Penalaran Hukum (Legal Reasoning) Dalam


Putusan Hakim." Jurnal Ilmu Sosial dan Pendidikan, 2. 2019.

Uswatun Hasanah, "Pengaruh perceraian orangtua bagi psikologis anak."


Jurnal Analisis Gender dan Agama, 1. 2020.

Wahyuni, Sri. "Perkawinan Beda Agama di Indonesia dan Hak Asasi


Manusia." IN RIGHT: Jurnal Agama dan Hak Azazi Manusia, 1.
2017.

Zamzami Abid, dan Isdiana Kusuma Ayu. "Filosofi Penemuan Hukum


Dalam Konstruksi Putusan Mahkamah Agung No. 46
P/HUM/2018." Jurnal Hukum Peratun, 1. 2019.

Referensi Internet:

Murti, Ari Sandita. “PN Jaksel Izinkan Pasangan Beda Agama Catatkan
Pernikahan ke Dukcapil.” Dalam https://metro.sindonews.com/
read/884507/170/pn-jaksel-izinkan-pasangan-beda-agama-catatkan-
pernikahan-ke-dukcapil-1663106977/ , (diakses pada tanggal 29
Januari 2023, jam 14.06).

Pranita, Ellyvon. “PN Tangerang Terima Permohonan Register


Perkawinan Beda Agama Islam-Kristen.” Dalam
https://megapolitan.kompas.com/ read/2022/12/03/06421981/pn-
tangerang-terima-permohonan-register- perkawinan-beda-agama-
islam/ , (diakses pada tanggal 29 Januari 2023, jam 10.11).

Saputra, Andi. “PN Surabaya Izinkan Pernikahan Beda Agama Pasangan


Islam-Kristen Ini.” Dalam https://news.detik.com/berita/d-6136422/
pn-surabaya-izinkan-pernikahan-beda-agama-pasangan-islam-kristen-
ini/ , (diakses pada tanggal 5 Desember 2022, jam 22.01).

Peraturan Perundang-Undangan dan Putusan-Putusan Pengadilan:

Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Nomor


508/Pdt.P/2022/PN.Jkt.Sel.

Putusan Pengadilan Negeri Surabaya Nomor 916/Pdt.P/2022/PN.Sby.

Putusan Pengadilan Negeri Tangerang Nomor 1041/Pdt.P/2022/PN.Tng.

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.


39

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi


Kependudukan.

J. Outlines Daftar Isi


HALAMAN SAMPUL
HALAMAN JUDUL
LEMBAR PERSETUJUAN
LEMBAR PENGESAHAN
MOTTO
HALAMAN PERSEMBAHAN
ABSTRAK
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Penelitian
D. Manfaat Penelitian
E. Telaah Pustaka
F. Kajian Teori
G. Metode Penelitian
BAB II SUMBER HUKUM DAN PENEMUAN HUKUM
A. Sumber Hukum
1. Pengertian Sumber Hukum
2. Hukum Formil
3. Hukum Materiil
B. Penemuan Hukum
1. Pengertian Penemuan Hukum
2. Ruang Lingkup Penemuan Hukum
3. Aliran Dalam Menemukan Hukum Oleh Hakim
4. Tahapan Tugas Hakim Dalam Penemuan Hukum
40

5. Metode Penemuan Hukum


BAB III PUTUSAN HAKIM PENGADILAN NEGERI SURABAYA
TENTANG PERMOHONAN IZIN PERKAWINAN BEDA AGAMA
PADA PERKARA NOMOR 916/Pdt.P/2022/PN.Sby
A. Deskripsi Perkara Nomor 916/Pdt.P/2022/PN.Sby Tentang
Permohonan Izin Perkawinan Beda Agama
B. Dasar dan Pertimbangan Hukum Formil Hakim Terhadap Pemberian
Izin Perkawinan di Pengadilan Negeri Surabaya Nomor
916/Pdt.P/2022/PN.Sby
C. Dasar dan Pertimbangan Hukum Materiil Hakim Terhadap Pemberian
Izin Perkawinan di Pengadilan Negeri Surabaya Nomor
916/Pdt.P/2022/PN.Sby
BAB IV ANALISIS YURIDIS TERHADAP PEMBERIAN IZIN
PERKAWINAN BEDA AGAMA DALAM PUTUSAN
PENGADILAN NEGERI SURABAYA NOMOR
916/Pdt.P/2022/PN.Sby
A. Analisis Dasar dan Pertimbangan Hukum Formil Hakim Terhadap
Pemberian Izin Perkawinan di Pengadilan Negeri Surabaya Nomor
916/Pdt.P/2022/PN.Sby
B. Analisis Dasar dan Pertimbangan Hukum Materiil Hakim Terhadap
Pemberian Izin Perkawinan di Pengadilan Negeri Surabaya Nomor
916/Pdt.P/2022/PN.Sby
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN-LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN

Anda mungkin juga menyukai