Abstract
Marriage and divorce hold profound significance within the social and legal
framework of Indonesia. This article provides an overview of the concepts of
marriage and divorce within the framework of positive law in Indonesia. The
positive law approach highlights the officially enforced legal framework by the
state, applicable to Indonesian citizens. This research explores key aspects of
marriage, including legal requirements, the marriage process, rights and
obligations of spouses, and the legal consequences of marriage. Additionally, the
article also highlights the mechanisms of divorce regulated by positive law in
Indonesia, including grounds and procedures involved in terminating marital
bonds. In-depth analysis of positive law in Indonesia within the context of
marriage and divorce also includes a review of the efforts made by the state to
protect individual rights, particularly those related to women and children's
rights in the context of divorce. In conclusion, this article illustrates the
complexity of positive law in Indonesia governing marriage and divorce, while
highlighting challenges and issues associated with the application and
enforcement of such laws in practice.
Keywords : Marriage, divorce, positive law, individual rights, law enforcement
2
Abstrak
Perkawinan dan perceraian memiliki signifikansi yang mendalam dalam struktur
sosial dan hukum Indonesia. Artikel ini menyajikan tinjauan tentang konsep
perkawinan dan perceraian dalam kerangka hukum positif Indonesia. Pendekatan
hukum positif menyoroti kerangka hukum yang diberlakukan secara resmi oleh
negara dan berlaku bagi warga negara Indonesia. Penelitian ini mengeksplorasi
aspek-aspek kunci perkawinan, termasuk persyaratan legal, proses pernikahan,
hak dan kewajiban suami istri, serta konsekuensi hukum dari pernikahan tersebut.
Selain itu, artikel ini juga menyoroti mekanisme perceraian yang diatur oleh
hukum positif Indonesia, termasuk alasan dan prosedur yang terlibat dalam
mengakhiri ikatan perkawinan. Analisis mendalam tentang hukum positif
Indonesia dalam konteks perkawinan dan perceraian juga mencakup tinjauan
tentang upaya-upaya yang dilakukan oleh negara untuk melindungi hak-hak
individu, terutama terkait dengan hak-hak perempuan dan anak-anak dalam
konteks perceraian. Kesimpulannya, artikel ini mengilustrasikan kompleksitas
hukum positif Indonesia yang mengatur perkawinan dan perceraian, serta
menyoroti tantangan dan isu-isu yang terkait dengan penerapan dan penegakan
hukum tersebut dalam prakteknya
Kata Kunci : perkawinan, perceraian, hukum positif , hak individu, penegakan
hukum
3
PENDAHULUAN
pendeta kesusahan untuk melegalkan perkawinan salah satu pihak dengan status
cerai hidup, karena status tersebut diperoleh secara tidak sah yakni tidak melalui
proses hukum yang berlaku di Indonesia dan tanpa adanya dokumen resmi
perceraian.
PEMBAHASAN
A. Perkawinan
1. Pengertian Perkawinan
Sebelum Undang-Undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974
dinyatakan berlaku secara efektif, hukum perkawinan di Indonesia
diatur dalam berbagai aturan hukum yang berlaku untuk berbagai
golongan warga negara dan daerah di antaranya yaitu hukum adat
yang berlaku bagi orang Indonesia asli, hukum Islam yang berlaku
bagi orang Indonesia asli yang beragama Islam, Kitab Undang-
Undang Perdata (Borgerlijk Wetboek atau BW) yang berlaku bagi
orang keturunan Eropa dan Cina dengan beberapa pengecualian,
dan Ordonasi Perkawinan Indonesia Kristen (Ordonnantie
Christen Indonesia atau HOCI) yang berlaku bagi orang Indonesia
asli yang beragama Kristen.1
a. Perkawinan Menurut Hukum Adat
Menurut hukum adat, perkawinan adalah ikatan yang tidak
hanya dilakukan oleh kedua belah pihak yang bersangkutan
(sebagai suami istri), melainkan juga adanya ikatan antara
keluarga besar dan masyarakat dari kedua belah pihak yang
bersangkutan. Sehingga dalam ini yang dilibatkan dalam
perkawinan tidak hanya suami dan istri namun segenap
keluarga dan masyarakat juga mempunyai kepentingan.2
b. Perkawinan Menurut Kitab Undang-Undang Perdata (Borgerlijk
1
Wirjono Prodjodikoro, Hukum Perkawinan di Indonesia, Cet.8, (Bandung: Sumur, 1984), hal. 14-
15
2
Soepomo, Bab-Bab Tentang Hukum Mat, Cet. 12, (Jakarta: Pradnya Paramita, 1989), 55.
5
Wetboek
atau BW)
Perkawinan adalah pertalian yang sah antara seorang lelaki
dan seorang perempuan untuk waktu yang lama, di mana dalam
hal ini Undang-Undang hanya memandang perkawinan dari
hubungan keperdataan saja (Pasal 26 BW). Dalam hal ini, BW
melarang melakukan upacara perkawinan menurut hukum
agama, sebelum diadakan perkawinan menurut Undang-Undang.3
KESIMPULAN
4
Craig S. Keener And Marries Another, Divorce and Remarriage in the Teaching of the New
Testament (Peabody, MA: Hendrickson, 1991), hlm.66.
9
DAFTAR PUSTAKA
Alkitab
J. L. Ch. Abineno. (1994). Garis-Garis Besar Hukum Gereja. Jakarta: BPK.
Gunung Mulia.
Craig S. Keener And Marries Another, Divorce and Remarriage in the Teaching
of the New Testament (Peabody, MA: Hendrickson, 1991)
Soepomo, Bab-Bab Tentang Hukum Mat, Cet. 12, (Jakarta: Pradnya Paramita,
1989), 55.
Taufiqurrohman Syahuri, Legislasi Hukum Perkawinan Indonesia:Pro-kontra
Pembentukannya Hingga Putusan Mahkamah Konstitusi Edisi Pertama,
(Jakarta: Kenacan, 2013), 72
Wirjono Prodjodikoro, Hukum Perkawinan di Indonesia, Cet.8, (Bandung:
Sumur, 1984)
KPT Bala Keselamatan. (2002-2016). Kebijakan dan Prosedur Bala Keselamatan
Teritory Indonesia. Bandung.
10