SKRIPSI
Gideon Mario
0806342176
FAKULTAS HUKUM
PROGRAM STUDI ILMU HUKUM
DEPOK
Januari 2013
1
Chainur Arrasjid, Dasar-dasar Ilmu Hukum, cet 3, (Jakarta: Sinar Grafika, 2004), hlm. 1.
2
Ibid
3
Rien G. Kartasapoetra, Pengantar Ilmu Hukum Lengkap, (Jakarta: Bina Aksara. 1988), hlm. 97.
4
Rusdi Malik, Peranan Agama Dalam Hukum Perkawinan di Indonesia, (Jakarta: Universitas Trisakti,
1990), hlm. 10.
5
Hilman Hadikusuma, Hukum Perkawinan Indonesia Menurut Perundangan, Hukum Adat, Hukum Agama,
(Bandung: Mandjar Maju, 1990), hlm. 5.
6
Malik, Op. Cit., hlm.2.
7
Ibid., hlm. 6.
8
Rachmadi Usman, Aspek-aspek Hukum Perorangan dan Kekeluargaan di Indonesia, (Jakarta: Sinar
Grafika, 2006), hlm. 284.
9
Martiman Prodjohamidjojo, Hukum Perkawinan Indonesia, (Jakarta: Karya Gemilang, 2007), hlm. 24.
10
Indonesia (a), Undang-undang tentang Perkawinan, Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974, LN No. 1
Tahun 1974, TLN NO. 3019, Pasal 23.
11
Ibid.,Pasal 24.
12
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta: UI-Press, 1986), hlm. 43.
13
Sri Mamudji, et. al., Metode Penelitian dan Penulisan Hukum, (Jakarta: Badan Penerbit Fakultas Hukum
UI, 2005), hlm. 5.
14
Indonesia (a), Op. Cit., Pasal 1.
15
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, cet. 2, (Jakarta: Balai Pusata,
1991). Hlm. 17.
16
Ibid., hlm. 962.
17
Subekti, Hukum Perjanjian, cet. 19, (Jakarta: Intermasa, 2002), hlm. 22.
18
Ibid.
19
Wienarsih Imam Subekti dan Sri Soesilowati Mahdi, Hukum Perorangan dan Kekeluargaan Perdata
Barat, (Jakarta: Gitama Jaya, 2005), hlm. 59.
20
Indonesia (a), Op. Cit., Pasal 22.
BAB 5 : Penutup
Bab ini merupakan bagian akhir dari seluruh kegiatan penulisan yang
berisi kesimpulan dan saran. Penulis akan memberikan kesimpulan dan saran-
saran yang diambil berdasarkan analisis terhadap perkara ini.
Setelah gugatan dimohonkan, maka pada hari sidang yang telah ditentukan
dengan surat surat panggilan yang telah disampaikan resmi dan patut Dwi maupun Endar
hadir di persidangan. Majelis Hakim yang berwenang dalam perkara ini sebelumnya
sudah melakukan upaya-upaya yaitu menasehati dan mencoba mendamaikan Dwi dan
Endar. Namun hal tersebut tidak berhasil dan Dwi menyatakan ingin tetap pada
gugatannya.
Gugatan yang diajukan oleh Dwi telah memberikan jawaban dari Endar dengan
lisan bahwa Endar mengakui dan membenarkan dalil Dwi. Dalil yang dimaksud adalah
bahwa benar selama pernikahan belum terjadi hubungan suami isteri antara Dwi dan
Endar yang dikarenakan Endar dalam hal seksual lebih suka dengan sesama jenis.
1. Bukti Surat
Salah satu bukti surat yaitu Foto copy Kutipan Akta Nikah No. 1180/12/XI/1989
tanggal 3 Nopember 2008 dari KUA, Kecamatan Tanah Abang, Jakarta Pusat,
bermaterai cukup dan telah dicocokkan dengan aslinya, bukti lainnya yaitu
potocopy Kartu Tanda Penduduk Dwi, Endar, yang bermaterai cukup dan telah
dicocokkan dengan aslinya.
2. Saksi-saksi
a. Ibu Kandung Dwi Patriati, SE
Dalam kesaksiannya dia membenarkan bahwa anaknya yaitu Dwi telah
melangsungkan pernikahan dengan Endar pada tanggal 2 Nopember 2008
dan belum dikaruniai anak. Ibu Dwi mengatakan bahwa pada awalnya
rumah tangga Dwi dan Endar rukun-rukun saja. Tetapi Dwi bercerita
kepada saksi bahwa ia tidak bahagia bersuamikan Endar karena Endar
tidak bisa memberikan nafkah batin yaitu berhubungan suami isteri. Hal
ini disebabkan Endar tidak memiliki gairah dan tidak mampu melakukan
hubungan suami isteri karena lebih menyukai sesama jenis. Setelah itu
saksi mengkonfirmasi kepada Endar dan ia mengakuinya. Tergugat tidak
mengetahui mengenai diri Endar yang mengalami kelainan seksual
tersebut. Saksi juga mengetahui bahwa selama satu setengah bulan ini Dwi
dan Endar sudah pisah tempat tinggal.
21
Sulaikin Lubis, et.al., Hukum Acara Perdata Peradilan Agama di Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2005),
hlm. 61.
Salah satu alasan diatas merupakan alasan dari diajukannya pembatalan perkawinan
yaitu terjadinya salah sangka mengenai diri suami atau isteri. Salah sangka yang
dimaksud dalam kasus ini adalah bahwa selama perkawinan berlangsung Endar
(Tergugat) sebagai suami telah menutupi keadaan dirinya. Maksudnya adalah bahwa
dirinya (Tergugat) mempunyai kelainan seksual yaitu lebih tertarik dengan sesama jenis.
Kelainan seksual ini disebut Homoseksual. Homoseksual adalah salah salah satu kelainan
seksual pada seseorang yang menyukai sesama jenisnya. Apabila penderita homoseksual
adalah laki-laki, maka sebutannya adalah gay. Sebaliknya jika penderita homoseksual
adalah wanita, maka sebutannya adalah lesbian. Homoseksual sebenarnya bukan penyakit
pada umumnya melainkan cenderung kepada pilihan identitas seseorang.22
Dalam kasus ini, Tergugat tidak memberitahukan kepada Penggugat mengenai
kelainan seksualnya ini sehingga membuat Penggugat telah salah sangka mengganggap
bahwa Tergugat adalah seorang Pria yang tidak memiliki kelainan seksual. Hal ini
dibuktikan dalam kasus ini bahwa setelah perkawinan berlangsung, Penggugat dan
Tergugat belum pernah melakukan hubungan suami isteri. Pada akhirnya Tergugat
mengaku kepada Penggugat bahwa sebenarnya Tergugat memiliki kelainan seksual yaitu
menyukai atau lebih tertarik dalam hal seksual dengan sesama jenis. Selain adanya
pengakuan dari Tergugat bahwa dia mengalami kelainan seksual, ditambah lagi dengan
adanya bukti surat yaitu surat keterangan dokter ahli yang menyatakan bahwa Tergugat
memiliki kelainan seksual. Dengan demikian apabila dikaitkan dengan pendapat M.
Yahya Harahap di atas, maka alasan kelainan seksual dapat dijadikan alasan pembatalan
perkawinan oleh Penggugat, karena Tergugat mengalami kelainan seksual (sakit).
Penulis berpendapat alasan kelainan seksual yang diderita oleh Endar termasuk
dalam suatu kecacatan. Sehingga apabila dikaitkan dengan para pendapat ulama,
kecacatan yang baru diketahui setelah berlangsungnya perkawinan dapat dimintakan
pembatalan. Sesuai dengan pendapat Syafi’i, Hambali, dan Hanafi yaitu apabila seorang
22
http://kesehatankompas.com/read/2009/07/22/09571320/Kelainan_Seksual_Apa_Penyababnya, diunduh
tanggal 5 Desember 2012.
Akibat yang timbul dari perkawinan yang telah disebutkan diatas salah satunya ada;ah
hak dan kewajiban suami dan isteri. Dalam hal ini terdapat kewajiban bagi suami atau
23
Rusdi Malik, Op.Cit., hlm. 44-45
24
Yahya Harahap, Op.Cit., hlm. 81.
25
Bapak Taufik, Panitera Pengadilan Agama Jakarta Selatan, wawancara dengan pihak pengadilan pada
tanggal 20 Desember 2012.
26
Ibid.
27
Thalib, Op.,cit, hlm. 120.
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan pokok permasalahan yang penulis telah uraikan di atas, maka penulis
menarik kesimpulan sebagai berikut.
1. Perkawinan menurut Undang – undang nomor 1 Tahun 1974 dan Kompilasi
Hukum Islam adalah ikatan lahir dan batin antara seorang pria dan seorang wanita
sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga yang bahagia dan kekal
berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Apabila dilihat dari hukum Islam, maka
perkawinan tersebut harus sesuai dengan ketentuan – ketentuan syariat Islam.
2. Pembatalan perkawinan menurut Undang – undang nomor 1 tahun 1974 dan
Kompilasi Hukum Islam adalah tindakan pengadilan berupa keputusan yang
menyatakan perkawinan yang dilakukan itu dinyatakan tidak sah, dan sesuatu
yang dinyatakan tidak sah itu dianggap tidak pernah ada. Sehingga setiap
perkawinan yang dibatalkan akan menjadi batal demi hukum. Akibat hukum dari
pembatalan perkawinan itu sendiri yaitu bisa terhadap anak yang lahir dari
perkawinan, suami istri itu sendiri, dan harta kekayaan.
3. Pertimbangan hakim dalam Putusan No. 0294/Pdt.G/2009/PAJS telah memenuhi
ketentuan pembatalan perkawinan yang diatur dalam UU Perkawinan dan KHI.
Penggunaan Pasal 27 ayat (2) UU Perkawinan dan Pasal 72 ayat (2) KHI juga
sudah tepat. Alasan kelainan seksual dapat diterima sebagai salah satu bentuk
penipuan yang dilakukan Tergugat kepada Penggugat. Akibat dari kelainan
seksual ini membuat tujuan perkawinan itu sendiri tidak dapat terpenuhi yaitu
menghasilkan keturunan. Maka dari itu perkawinan antara Penggugat dan
Tergugat memang harus dibatalkan dan dinyatakan tidak sah. Dengan demikian
keputusan majelis hakim dalam kasus ini sudah tepat dan sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
A. Undang-Undang
B. Peraturan Pemerintah
C. Putusan
D. Buku
Darmabrata, Wahyono dan Surini Ahlan Sjarif Hukum Perkawinan dan Keluarga di
Indonesia. Jakarta: Badan Penerbit FHUI, 2004.
Djubaedah, Neng, Sulaikin Lubis dan Farida Prihatini. Hukum Perkawinan Islam di
Indonesia. Jakarta: Hecca Mitra Utama, 2005.
Fyzee, Asaf A.A. Pokok-Pokok Hukum Islam. Jakarta: Tinta Mas, 1955.
Ichsan, Achmad. Hukum Perkawinan Bagi Yang Beragama Islam (Suatu Tinjauan
dan Ulasan Secara Sosiologi Hukum). Jakarta: Pradnya Paramita, 1987.
Lubis, Sulaikin. et. al. Hukum Acara Perdata Peradilan Agama di Indonesia.
Jakarta: Kencana, 2005.
Mamudji, Sri. et. al. Metode Penelitian dan Penulisan Hukum. Jakarta: Badan
Penerbit Fakultas Hukum UI, 2005.
Manan, Abdul. Aneka Masalah Hukum Perdata Islam di Indonesia. Jakarta: Kencana,
2006. Muhammad, Abdulkadir. Hukum Perdata Indonesia. Bandung: Citra
Aditya Bakti, 1993.
Nuruddin, Amiur dan Azhari Akmal Tarigan, Hukum Perdata Islam di Indonesia
(Studi Kritis Perkembangan Hukum Islam dari Fikih, Undang-Undang
Nomor 1 Tahun 1974 sampai Kompilasi Hukum Islam). Jakarta: Kencana,
2004.
E. Tesis
F. Kamus
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Kamus Besar Bahasa Indonesia. cet. 2. Jakarta:
Balai Pustaka, 1991.
G. Website
http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt50df765e9b48d/banyak-sebab-perkawinan-
tak-dicatat. Banyak Sebab Perkawinan tak Dicatat.
http://kesehatankompas.com/read/2009/07/22/09571320/Kelainan_Seksual_Apa_Penyab
abnya. Penyebab Kelainan Seksual.