Anda di halaman 1dari 13

PEMBAHARUAN HUKUM KELUARGA INDONESIA :

ANALISIS BATAS USIA PERNIKAHAN

Dania Nalisa Indah


Email: dania.nalisa95@gmail.com
Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Surakarta

Abstract
The one things that can we called as milestones in our life are marriage. Marriage is
an event that united a couple of man and woman in the name of love, religion and law
but before a couple can do that. There are some terms that must complied by them. One
of the terms of marriage is age restriction. In Islamic law which based from Al – Qur’an
and Al – Hadist, there’re no age retriction that written in it, but for the expendience for
muslim people some of our sheikhs at that time until from now on give us some pointers
to differentiate what age is the best for marriage for a boy or a girl. As one of country
that based from state law. Indonesia has another constitution that organize marriage
things at UU No. 1 Tahun 1974. This constitusion is different from Islamic law and can
called as renewal of family law to accommodation a new era and for increasing public
interest

Keywords: Marriage, Age Retriction, Islamic Law, UU No. 1 Tahun 1974 about
Marriage

Abstrak
Salah satu kejadian penting yang terjadi dalam hidup kita adalah pernikahan.
Pernikahan adalah suatu peristiwa dimana sepasang manusia perempuan dan laki – laki
bersatu atas nama cinta, agama dan hukum tetapi sebelum mereka bisa melangsungkan
pernikahan ada beberapa syarat yang harus mereka penuhi. Salah satu dari syarat
tersebut adalah batasan usia untuk menikah. Didalam hukum islam yang diadaptasi dari
Al – Qur’an dan Al – Hadist, tidak dicantumkan secara konkrit berapa batasan usia
untuk menikah tetapi demi kemaslahatan umat islam, beberapa dari ulama kita baik
dimasa lampau maupun sekarang memberikan beberapa petunjuk untuk membedakan
usia berapa baik untuk laki – laki maupun perempuan yang pantas untuk menikah.
Sebagai salah satu negara yang menganut negara hukum, Indonesia memiliki undang –
undang sendiri yang mengatur tentang pernikahan dimana undang – undang tersebut
berbeda dengan yang ada dalam hukum islam. Undang – undang ini berbeda dengan
hukum islam karena diperuntukan untuk mengakomondasi perkembangan zaman dan
kepentingan umum.

1
Kata Kunci: Penikahan, Batasan Usia, Hukum Islam, UU No. 1 Tahun 1974 tentang
Pernikahan

A. Latar Belakang Masalah


Didalam kehidupan ini, pernikahan adalah salah satu peristiwa yang dianggap sakral
yang bisa terjadi dalam kehidupan keturunan Adam dan Hawa, karena dengan adanya
pernikahan maka kedua manusia yang awalnya tidak mempunyai hubungan apa – apa
dapat menjadi satu keluarga, mempertahankan garis keturunannya dan berbagi harta
yang didapatkan secara bersama – sama. Salah satu syarat yang harus dipenuhi jika
seseorang tersebut ingin menikah adalah sudah mencapai usia tertentu.

Dalam pandangan Islam, jika sang perempuan dan laki – laki sudah akil baligh maka
mereka sudah diperbolehkan untuk melangsungkan pernikahan. Ukuran dari akil
baligh pun yaitu saat perempuan sudah mendapatkan haid dan laki – laki sudah
mengalami mimpi basah (hingga keluar mani). Di Indonesia sendiri, usia minimal yang
diperbolehkan untuk melakukan pernikahan sudah diatur dalam Undang – Undang U
No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, dimana secara singkat dapat dikatakan bahwa
umur minimal warga negara Indonesia yang ingin melangsungkan pernikahan adalah
16 tahun bagi perempuan dan 19 tahun bagi laki – laki itupun harus memiliki
persetujuan dari wali/orang tua yang akan menikah tersebut. Tetapi dalam prakteknya,
ternyata di negara yang mendeklarasikan dirinya sebagai negara hukum ini masih
banyak warganya yang melakukan praktek pernikahan anak dengan umur yang bisa
dikatakan masih belia dan seharusnya tidak cakap hukum untuk melangsungkan
pernikahan.

Pada tahun 2018 kemarin, kita dihebohkan oleh pernikahan anak yang dilaksanakan di
Desa Tungkap, Kecamatan Binuang, Kabupaten Tapin, Kalimantan Selatan pada hari
Kamis, 12 Juli 2018 sekitar jam 20.30 WITA. Dimana pernikahan tersebut dilakukan
oleh dua orang anak yang masih dibawah umur yaitu mempelai pria yang masih 14
tahun dan mempelai wanita yang masih 15 tahun. Hal tersebut tentunya menuai protes
dari Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) yang mengatakan bahwa apa yang

2
dilakukan mereka tersebut sudah melanggar Undang – Undang Perkawinan dan
Undang – Undang Perlindungan Anak (UU PA).1

Berdasarkan laporan dari United Nations Children’s Funds (UNICEF) pada tahun
2013, Indonesia menempati urutan ketujuh angka perkawinan anak tertinggi di dunia
seperti yang disajikan pada Gambar 1.1 sebagai berikut :

Sumber : Statistics and Monitoring Section, Division of Policy and Strategi, UNICEF (2013)
Gambar 1.1 Jumlah Wanita Kawin Usia 20 – 14 Tahun atau Pernah Kawin Sebelum
dibawah 15 Tahun (dalam ribuan)

Dalam gambar diatas, dapat dikatakan bahwa sebanyak 457.600 perempuan usia 20 –
24 tahun yang disurvei mengatakan telah menikah sebelum berusia 15 tahun.2 Hal itu
tentunya menjadi perbuatan yang dikatakan sebagai perbuatan melawan hukum
mengingat sebagai negara hukum, warga Indonesia diminta untuk berpegang teguh
pada undang – undang yang berlaku. Sehingga, meski sudah dikatakan dalam agama

1
Nur Aida Tifani, “Bikin Geger, Sepasang Remaja di Kalimantan Lakukan Pernikahan Dini”, (online),
https://www.liputan6.com/citizen6/read/3588952/bikin-geger-sepasang-remaja-di-kalimantan-lakukan-
pernikahan-dini, diunduh : 17 Juni 2019
2
Badan Pusat Statistik, Profil Anak Indonesia 2018 (Jakarta: Badan Statistik Indonesia), hal 39 – 40.

3
Islam bahkan pasangan tersebut sudah diperbolehkan melakukan pernikahan jika sudah
akil baligh tetapi di Indonesia hal tersebut masih belum bisa disahkan oleh negara
kecuali dalam kondisi tertentu karena adanya pembaharuan hukum keluarga
sebagaimana telah disahkan dalam UU No. 1 Tahun 1974.

Mengapa bisa terjadi pembaharuan hukum keluarga di Indonesia yang ketentuannya


tidak sama dengan hukum Islam yang sudah ada dan pastinya berpedoman pada syara’
Islam yang berlaku? Untuk itulah pada kesempatan ini, penulis akan membahas tentang
“Pembaharuan Hukum Keluarga Indonesia : Analisis Batas Usia Pernikahan” yang
akan dibahas dalam sudut pandang hukum islam dan hukum kontemporer yang berlaku
di Indonesia.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana ketentuan hukum kontemporer dan hukum islam mengenai batasan usia
pernikahan dalam hukum keluarga?
2. Apakah alasan yang menyebabkan adanya pembaharuan batasan usia pernikahan dalam
hukum keluarga di Indonesia?

C. Pengertian Pernikahan
Menurut hukum kotemporer yang dianut Indonesia. Pernikahan di negara Indonesia
sudah diatur dalam Undang – Undang No. 1 Tahun 1974 menggantikan peran Buku
Kesatu Kitab Undang – Undang Hukum Perdata yang sebelumnya memuat perihal
yang sama, dimana definisi dari pernikahan sendiri (atau didalam hukum perdata lebih
lazin disebut sebagai perkawinan) menurut Pasal 1 adalah ikatan lahir batin antara
seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk
keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha
Esa.
Didalam hukum Islam sendiri, menurut bahasa kata nikah sendiri berasal dari bahasa
Arab yang artinya menghimpun, berkumpul dan menindih. Sedangkan, secara istilah
pernikahan berarti akad yang menghalalkan pergaulan antara laki – laki dan perempuan

4
yang bukan mahrom yang menimbulkan hak dan kewajiban antara kedua pihak yang
bersatu didalam maglihai rumah tangga tersebut.

D. Batasan Usia Nikah


Sepasang laki – laki dan perempuan yang ingin menikah tentunya harus menenuhi
persyaratan tertentu. Salah satu persyaratan yang harus dipenuhi sebelum
melangsungkan pernikahan adalah adanya batas usia nikah baik bagi calon mempelai
laki – laki maupun perempuan. Berikut adalah beberapa batasan usia nikah menurut
mazhab yang berada dalam hukum islam dan hukum kontemporer yang berlaku di
Indonesia.
1. Syariat Islam dan Fiqh
Didalam Al – Qu’ran sendiri, tidak dicantumkan secara konkrit batasan usia
yang harus dipenuhi bagi pihak yang ingin melangsungkan pernikahan. Batasan
tersebut hanya berdasarkan kualitas sebagaimana yang tertulis dalam surat An
– Nisa ayat 6, yaitu :

Artinya :
Dan ujilah anak yatim itu sampai mereka cukup umur untuk kawin.
Kemudian jika menurut pendapatmu mereka telah cerdas (pandai
memelihara harta), maka serahkanlah kepada mereka harta-hartanya. Dan
janganlah kamu makan harta anak yatim lebih dari batas kepatutan dan
(janganlah kamu) tergesa-gesa (membelanjakannya) sebelum mereka dewasa.
Barang siapa (di antara pemelihara itu) mampu, maka hendaklah ia menahan
diri (dari memakan harta anak yatim itu) dan barangsiapa yang miskin, maka
bolehlah ia makan harta itu menurut yang patut. Kemudian apabila kamu
menyerahkan harta kepada mereka, maka hendaklah kamu adakan saksi-saksi

5
(tentang penyerahan itu) bagi mereka. Dan cukuplah Allah sebagai Pengawas
(atas persaksian itu).3
Pada ayat diatas, yang dimaksud dengan cukup umur untuk menikah dalam ayat
di atas adalah setelah para calon mempelai tersebut ada keinginan untuk
berumah tangga dan siap berubah tangga. Mereka pun harus memiliki
kemampuan untuk mengurus harta kekayaan agar pernikahannya dapat berjalan
dengan sempurna.
Berpedoman dengan dalil diatas dan beberapa ayat lainnya yang menerangkan
tentang pernikahan, para ulama sendiri berpendapat bahwa orang yang pantas
untuk melangsungkan pernikahan adalah orang yang dianggap sudah akil
baligh. Baligh sendiri artinya sampai atau jelas. Secara istilah sendiri adalah
orang yang sudah mencapai usia tertentu dimana orang tersebut sudah dapat
mempertanggungjawabkan perbuatannya sendiri. Pikirannya telah mampu
mempertimbangkan/memperjelas mana yang baik dan mana yang buruk.4
Salah satu periode baligh (masa kedewasaan hidup seseorang) ditandai dengan
perubahan fisik seseorang. Jika dia seorang laki – laki maka sudah dikatakan
dewasa bila dia sudah mimpi basah, mengeluarkan mani dan bisa menghamili.
Sedangkan wanita dapat dikatakan sudah dewasa jika sudah haid dan bisa
hamil. Jadi didalam Al – Qur’an sendiri tidak dijelaskan secara rinci berapakah
umur seorang laki – laki dan perempuan yang sudah dinyatakan pantas untuk
menikah.
Didalam Islam sendiri, kita mengenal ada lima mazhab besar yaitu Mazhab
Imamiiyah, Maliki, Syafi’I, Hambali dan Hanafi. Kelima mazhab ini memiliki
pandangan yang berbeda – beda mengenai masalah batas usia pernikahan.
Seperti yang telah dijelaskan, bahwa syariat Islam tidak mengatur secara
eksplisit memberikan batasan tertentu untuk melaksanakan suatu pernikahan.
Sehingga untuk mencari usia batasan pernikahan para imam besar ini

3
___, Surat An-Nisa Ayat 6, (online), https://tafsirweb.com/1538-surat-an-nisa-ayat-6.html, diunduh :
20 Juni 2019
4
M. Abdul Mujieb, et.al., Kamus Fiqih, Jakarta: Pustaka Firdaus, 1994, hlm. 37

6
melakukannya dengan cara ijitihad dengan segala pertimbangan dan pemikiran
yang mendalam berlandaskan makna dari dalil Al – Qur’an dan Al - Hadist yang
tersirat dimana dimaksudkan untuk menjawab tantangan dan kebutuhan umat
islam saat itu dan demi kemaslahatan umum.
Secara gatis besar, batasan usia nikah menurut Islam dan pandangan lima
mazhab besar tersebut adalah seperti yang tertera pada tabel berikut ini :
Tabel 1. Batasan Usia Menikah menurut Syariat Islam dan Lima Mazhab Besar dalam Islam5
Mazhab Mazhab Mazhab Mazhab
Kriteria Syariat Islam Mazhab Hanafi
Imamiiyah Maliki Syafi’i Hambali
♂ - 15 17 15 15 18
Usia
(Tahun) ♀ - 9 17 15 15 17
♂ Dianjurkan Tumbuh bulu Tumbuh Tumbuh Tumbuh Sudah bermimpi
Kriteria : – bulu ketiak bulu – bulu – bulu – basah,
lain yang Sudah bulu bulu bulu mengeluarkan
disebutkan Dianjurkan* bermimpi ketiak ketiak ketiak mani dan mampu
Akil Baligh basah menghamili

♀ Dianjurkan Haid dan Haid dan Haid dan Haid dan Haid dan
: Bisa Hamil Bisa Bisa Bisa Bisa Hamil
Sudah Haid Hamil Hamil Hamil

2. Kompilasi Hukum Islam (KHI) Indonesia


Penetuan usia dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) yang dilakukan oleh para
ulama di Indonesia juga dilakukan menggunakan cara ijitihad dengan metode
mashlahah mursalah yaitu sesuatu kejadian yang syara’ atau ijma tidak
ditetepkan hukumnya tidak pula nyata ada illat yang menjadi dasar syara
menetapkan satu hukum itu tetapi tetap harus dilakukan karena untuk
kemaslahatan dan kebaikan umum. Berbekal tujuan inilah para ulama
menyepakati beberapa perihal hukum keluarga tentang pernikahan. Salah
satunya adalah membatasi usia nikah.

5
Amalia, Irfa. 2017. “Batasan Usia Nikah Menurut Kompilasi Hukum Islam Ditinjau dengan Konsep
Mashlahah Mursalah Imam Al Syathiby dan Imam Al- Thufi”. Skripsi. Semarang: Fakultas Syari’ah
dan Hukum Universitas Islam Negeri Walisongo.

7
Ketentuan ini tercantum pada Bab IV: Rukun dan Syarat Perkawinan Pasal 15
ayat (1) yang berbunyi, “Untuk kemaslahatan keluarga dan rumah tangga,
perkawinan hanya boleh dilakukan calon mempelai yang mencapai umur yang
ditetapkan dalam Pasal 7 UU No. 1 Tahun 1974 yakni calon suami sekurang –
kurangnya berumur 19 tahun dan calon istri sekurang – kurangnya berumur 16
tahun.” dan itupun juga harus mendapatkan izin dari wali/orang tua.

3. Undang – Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan


Batas usia nikah dalam hukum kontemporer yang berlaku di Indonesia diatur
dalam Pasal 7 Ayat 1 UU No.1 Tahun 1974 tentang Perkawinan yang berbunyi.
“Perkawinan hanya diizinkan jika pihak pria sudah mencapai umur 19
(sembilan belas) tahun dan pihak wanita sudah mencapai umut 16 (enam belas)
tahun.” Itupun hanya bisa dilakukan jika ada izin dari orang tua atau wali
masing – masing sebagaimana yang sudah dicantumkan dalam Pasal 6 Ayat 2
UU No. 1 Tahun 1974 yang secara garis besar mengatakan bahwa jika
mempelai yang ingin melangsungkan pernikahan tersebut masih dibawah umur
21 (dua puluh satu) tahun maka sebelumnya mereka harus mendapat
persetujuan dari orang tua atau wali masing – masing.
Namun demikian dalam Pasal 7 Ayat 2 UU No.1 Tahun 1974 juga dicantumkan
bahwa jika terjadi penyimpangan terhadap Pasal 1, maka mereka dapat meminta
dispensasi kepada Pengadilan atau Pejabat lain yang berwenang. Sehingga
bukan berarti dengan adanya UU yang baru maka pernikahan anak (dibawah 18
tahun) yang sebenarnya diperbolehkan di Islam juga dibatasi. Hal tersebut
sudah diberi keringanan dan tetap dapat dilakukan dengan memenuhi
persyaratan – persyaratan tertentu.

8
E. Pembahasan
Sebagaimana sudah dijabarkan diatas, maka dapat kita ambil kesimpulan bahwa batas
usia menikah menurut lima mazhab besar dalam Hukum Islam dan Hukum
Kontemporer di Indonesia adalah sebagai berikut :
Tabel 2. Tabel Batas Usia Menikah menurut Lima Mazhab Besar dalam Islam
Mazhab Mazhab Mazhab Mazhab Mazhab
Kriteria
Imamiiyah Maliki Syafi’i Hambali Hanafi
♂ 15 17 15 15 18
Usia
(Tahun) ♀ 9 17 15 15 17
♂ Tumbuh bulu Tumbuh bulu – Tumbuh bulu Tumbuh bulu – Sudah
Kriteria – bulu ketiak bulu ketiak – bulu ketiak bulu ketiak bermimpi
lain yang basah,
disebutkan mengeluarkan
mani dan
mampu
menghamili

♀ Haid dan Haid dan Haid dan Haid dan Haid dan
Bisa Hamil Bisa Bisa Hamil Bisa Hamil Bisa Hamil
Hamil

Tabel 3. Tabel Batas Usia Menikah menurut Syariat Islam, KHI dan UU No. 1 Tahun 1974
Kompilasi
UU No. 1
Kriteria Syariat Islam Hukum Islam
Tahun 1974
(KHI)
♂ - 19 19
Usia
(Tahun) ♀ - 16 16
♂ Dianjurkan : - -
Kriteria Dianjurkan* Sudah bermimpi basah
lain yang ♀ Akil Baligh Dianjurkan : - -
disebutkan Sudah Haid

Dapat dilihat dalam tabel diatas bahwa sebenarnya pembaharuan hukum keluarga yang
ada di Indonesia tentang usia batas pernikahan tidak jauh berbeda dengan mazhab yang
sudah banyak berlaku karena memang mayoritas penduduk Indonesia adalah pemeluk

9
agama Islam. Sehingga wajar saja jika satu atau dua ketentuan dalam hukumnya masih
berlandaskan pada hukum islam yang sudah berkembang secara universal didunia ini.
Perbedaan tersebut disesuaikan dengan kondisi sosiologis yang berkembang di
Indonesia dan lebih condong mengikuti Mazhab Maliki dimana batas usia pernikahan
cenderung lebih tua daripada mazhab yang lainnya. Ada beberapa alasan yang
mempengaruhi keputusan tersebut, diantaranya adalah :
1. Kondisi Psikis/Kesehatan Mental
Meski sudah dikatakan bahwa orang tersebut adalah orang yang sudah cakap
hukum dalam hukum islam jika sudah akil baligh. Tetapi belum tentu orang
tersebut juga sudah melewati proses kematangan mental untuk mengemban
tanggung jawab yang muncul setelah membina rumah tangga.
2. Kondisi Jasmani/ Kesehatan Fisik
Menurut studi kesehatan, perempuan yang hamil dibawah 18 tahun mempunyai
dampak buruk bagi calon ibu dan bayi. Dampak buruk tersebut dikarenakan
karena pada saat itu, tubuh seorang perempuan masih dalam proses
pertumbuhan sehingga struktur badan yang dimilikinya masih belum bisa
mengakomodasi perkembangan janin yang ada dalam kandungannya.
Kehamilan perempuan dalam usia sangat muda dapat mengakibatkan beberapa
penyakit yang mungkin akan muncul disaat atau setelah proses kehamilannya
tersebut.
UU tentang Pernikahan di Indonesia pun juga sudah memberi kelonggaran bahwa jika
memang pasangan tersebut ingin menikah dibawah umur yang sudah diatur oleh UU
mereka dapat mengajukan dispensasi yang tentunya sebelum disetujui oleh hakim ada
beberapa hal yang harus dipertimbangkan. Jadi disini, pembaharuan hukum keluarga
di Indonesia tentang batasan usia pernikahan memiliki tujuan yang baik, selain untuk
menegaskan berbagai pemahaman yang berkembang selama ini, pembatasan usia nikah
juga berdasarkan kepentingan umum pada zaman yang sudah pasti berbeda dengan
zaman dahulu.

10
F. Penutup
Pada prinsipnya, pembatasan usia pernikahan ini bertujuan untuk melindungi
kepentingan bersama. Sehingga meskipun tidak secara tersurat tercantum dalam hukum
syariat islam yang berasal dari Al – Qur’an dan Al – Hadist karena hanya bisa diambil
kesimpulan bahwa manusia yang berhak menikah adalah manusia yang sudah
mencapai akil baligh (baik secara jasmani maupun secara kesiapan mental) tetapi
dengan makna yang tersirat kita bisa mengikuti pemikiran para ulama terdahulu atau
sekarang mengenai keputusan mereka atas batasan usia menikah baik bagi laki – laki
maupun perempuan.
Sedangkan, sebagai warga negara Indonesia yang menganut asas negara hukum,
pembaharuan hukum keluarga perihal batasan usia menikah adalah salah satu
pembaharuan hukum islam yang dimaksudkan untuk mengakomondasi perkembangan
zaman dan kebudayaan yang ada di Indonesia. Tentunya undang – undang yang
diberlakukan ini diharapkan membawa kemaslahatan bersama terutama untuk umat
islam yang tinggal di Indonesia sebab kreasi hukum harus terus dilakukan untuk
menjaga agar hukum islam tetap hidup walau ada persinggungan antara umat Islam
dengan dunia luar.

11
DAFTAR PUSTAKA

Abi Sarwanto. 2018. “Pemerintah Bakal Naikkan Batas Usia Nikah di UU


Perkawinan”, (online), https://www.cnnindonesia.com/nasional/20180416180732-20-
291207/pemerintah-bakal-naikkan-batas-usia-nikah-di-uu-perkawinan, diunduh : 20
Juni 2019

Amalia, Irfa’. 2017. “Batasan Usia Nikah Menurut Kompilasi Hukum Islam Ditinjau
dengan Konsep Mashlahah Mursalah Imam Al-Syathiby dan Imam Al-Thufi (Studi
Komparatif Konsep Mashlahah Mursalah Imam Al-Syathiby dan Imam Al-Thufi”.
Skripsi. Semarang: Fakultas Syari’ah dan Hukum Universitas Islam Negeri Walisongo.

Badan Pusat Statistik. 2018. Profil Anak Indonesia 2018. Jakarta: Kementrian
Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA).

Badan Pusat Statistik. 2015. Kemajuan yang Tertunda : Analisis Data Perkawinan
Usia Anak di Indonesia. Jakarta: Badan Pusat Statistik.

Badan Pusat Statistik. 2017. Perkawinan Usia Anak di Indonesia 2013 dan 2015 Edisi
Revisi. Jakarta: Badan Pusat Statistik.

Na’imah, Elvi., dan Zuhdi, Najmuddin. 2018. Ibadah Muamalah. Surakarta: LPPIK-
UMS.

Nur Aida Tifani. 2018. “Bikin Geger, Sepasang Remaja di Kalimantan Lakukan
Pernikahan Dini”, (online), https://www.liputan6.com/citizen6/read/3588952/bikin-
geger-sepasang-remaja-di-kalimantan-lakukan-pernikahan-dini, diunduh : 17 Juni
2019

Republik Indonesia. Kompilasi Hukum Islam Buku I Hukum Perkawinan. Sekertariat


Negara. Jakarta.

Republik Indonesia. 1974. Undang – Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.
Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1974 No 1, Sekertariat Negara. Jakarta.

12
Ro’uf. A. 2012. “Analisis Tentang Alasan Hakim dalam Dispensasi Nikah (Analisis
Penetapan Nomor 0104/Pdt. p/2010/PA. SM di Pengadilan Agama Semarang”. ___,
hal 13 – 14.

Sarmadi, S. 2009. Format Hukum Perkawinan dalam Hukum Perdata Islam di


Indonesia. Yogyakarta: Pustaka Prima.

Zuhdi, Syaidduin, dkk. 2018. Pengantar Hukum Islam. Surakarta: Muhammadiyah


University Press.

13

Anda mungkin juga menyukai