Anda di halaman 1dari 24

MAKALAH FILSAFAT HUKUM

”Keadilan dan Etika”

Kelompok 4
KETUA KELOMPOK
Cindy Yap (21510030)
Anggota
-Muh. Haikal Halady (21510029)
-Nurfadhilah Rahma (21510030)
-Nurfalaq La Ishari (21510038)
-Ahmad Riswan Laulu (21510042)
-Yennsi Rukya Afyanti (21510047)

ILMU HUKUM
FAKULTAS HUKUM
UNIVESITAS DAYANU IKHSANUDDIN
BAU-BAU
2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat-Nya
sehingga makalah ini dapat tersusun hingga selesai. Penulis berharap semoga makalah ini
dapat menambah pengetahuan dan pengalaman kepada pembaca. Penulis sebagai
penyusun merasa bahwa masih banyak kekurangan dalam penyusunan makalah ini karena
keterbatasan pengetahuan dan pengalaman. Untuk itu penulis sangat mengaharapkan
kritik dan saran yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan

BAB II PEMBAHASAN

A. Pengertian Keadilan
B. Adil dan Keadilan Sosiali
C. Pengertian Etika

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan
B. Saran

DAFTAR PUSTAKA
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Masalah Keadilan merupakan nilai ideal yang selalu diperjuangkan oleh umat
manusia. Sebagai nilai ideal, cita-cita menggapai keadilan tidak pernah tuntas
dicari, dan tidak pernah selesai dibahas. Keadilan akan menjadi diskursus panjang
dalam sejarah peradaban manusia. Dalam sebuah negara hukum seperti Indonesia,
upaya untuk mencapai keadilan tidak bisa diabaikan. Negara hukum tidak boleh
apatis terhadap perjuangan dan setiap upaya untuk menegakkan keadilan.
Konsepsi tentang keadilan sangat penting agar sebuah negara hukum menjadi
pijakan semua pihak baik warga negara maupun pemimpin negara sebagai
kepastian dalam menyelesaikan berbagai persoalan hukum yang dihadapi. Sebuah
negara hukum dituntut sebuah konsep keadilan yang dapat menyentuh dan
memulihkan berbagai persoalan hukum untuk memuaskan rasa keadilan semua
pihak. Oleh karena itu, untuk menegaskan kepastiannya sebagai sarana untuk
mencapai keadilan, sebuah negara hukum harus mampu merumuskan konsep
hukumnya dalam suatu afirmasi yang bersifat konstitusional. “Negara Indonesia
adalah negara hukum”, demikian afirmasi sebuah negara hukum yang tertuang
dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 1
ayat (3). Penegasan tersebut mengharuskan bahwa dalam sebuah negara hukum
persoalan-persoalan yang berkaitan dengan hukum harus diselesaikan melalui
jalur hukum. Prosedur penyelesaian terhadap semua persoalan hukum melalui
jalur hukum tersebut merupakan penegasan terhadap superioritas hukum. Hukum
yang superior tidak pernah tunduk di bawah kepentingan apa pun selain
kepentingan hukum itu sendiri yaitu mencapai keadilan, kepastian hukum dan
kemanfaatan yang merupakan 2 tujuan utama hukum. Tetapi hukum tidak pernah
bekerja secara otomatis. Hukum dalam sebuah negara hukum selalu berhubungan
dan berkaitan erat dengan aparat penegak hukum. Superior dan tegaknya keadilan
hukum membutuhkan aparat penegak hukum sebagai pihak yang berperan sangat
penting untuk menegakkan keadilan agar hukum memiliki kekuatan untuk
mengatur ketertiban sosial, keteraturan, dan keadilan dalam masyarakat. Dengan
demikian, hukum yang tegas dan berlaku adil membuat hukum tersebut. Menjadi
superior; memiliki keunggulan, kelebihan yang dapat diandalkan dan kredibel
bagi semua pihak.

Hukum yang mengarahkan diri pada keadilan tidak saja membutuhkan aparat
penegak hukum tetapi lebih pada aparat penegak hukum yang bermoral dan
berintegritas tinggi. Aparat penegak hukum yang bermoral tersebut diharapkan
dapat menegakkan hukum sebaik mungkin sebagai upaya mencapai tujuan-tujuan
hukum termasuk untuk mencapai keadilan

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan di atas, maka rumusan masalah
adalah sebagai berikut:

1. Apakah pengertian keadilan ?


2. Apakah pengertian adil ?
3. Apakah pengertian keadilan sosial ?

C. Tujuan

Adapun tujuan yang ingin dicapai dari pembuatan makalah ini adalah untuk
Mengetahui pengertian keadilan, adil, dan keadilan sosial.
BAB II

PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN KEADILAN

Problema bagi para pencari keadilan yang paling sering menjadi diskursus adalah
persoalan keadilan dalam kaitannya dengan hukum. Hal ini dikarenakan hukum
atau suatu bentuk peraturan perundangan yang diterapkan dan diterimanya dengan
pandangan yang berbeda, pandangan yang menganggap hukum itu telah adil dan
pandangan lainnya yang menganggap hukum itu tidak adil.

Pengertian adil menurut kamus besar Bahasa Indonesia yaitu sikap yang berpihak
pada yang benar, tidak memihak salah satunya atau tidak berat sebelah. Keadilan
adalah suatu tuntutan sikap dan sifat yang seimbang antara hak dan kewajiban.
Salah satu asas dalam hukum yang mencerminkan keadilan yaitu asas equality
before the law yaitu asas yang menyatakan bahwa semua orang sama
kedudukannya dalam hukum.

Kata justice memiliki kesamaan dengan kata equity yaitu keadilan, yang dapat
diartikan sebagai berikut:

a. Keadilan (justice), tidak memihak (impartial), memberikan setiap


orang haknya (his due).
b. Segala sesuatu layak (fair), atau adil (equitable).
c. Prinsip umum tentang kelayakan (fairness) dan keadilan (justice)
dalam hal hukum yang berlaku.

Definisi keadilan dapat dipahami sebagai suatu nilai (value) yang digunakan
untuk menciptakan hubungan yang seimbang antar manusia dengan memberikan
apa yang menjadi hak seseorang dengan prosedur dan bila terdapat pelanggaran
terkait keadilan maka seseorang perlu diberikan hukuman. Keadilan adalah
pemenuhan keinginan individu dalam suatu tingkat tertentu. Keadilan yang

Paling besar adalah pemenuhan keinginan sebanyak-banyaknya orang.


Pemenuhan keadilan sehingga suatu keadaan layak disebut adil adalah sesuatu
yang sulit. Hal tersebut tidak dapat dijawab berdasarkan pengetahuan rasional.
Jawaban pertanyaan tersebut adalah suatu pembenaran nilai.

Keadilan hanya bisa dipahami jika ia diposisikan sebagai keadaan yang hendak
diwujudkan oleh hukum. Upaya untuk mewujudkan keadilan dalam hukum
tersebut merupakan proses yang dinamis yang memakan banyak waktu. Upaya ini
seringkali juga didominasi oleh kekuatan-kekuatan yang bertarung dalam
kerangka umum tatanan politik untuk mengaktualisasikannya.

Orang dapat menggangap keadilan sebagai suatu hasrat naluri yang diharapkan
bermanfaat bagi dirinya. Realitas keadilan absolut diasumsikan sebagai suatu
masalah universal yang berlaku untuk semua manusia, alam, dan lingkungan,
tidak boleh ada monopoli yang dilakukan oleh segelintir orang atau sekelompok
orang. Atau orang mengganggap keadilan sebagai pandangan individu yang
menjunjung tinggi kemanfaatan yang sebesar-besarnya bagi dirinya.

Keadilan hanya dapat muncul berdasarkan ketentuan hukum positif berupa


undang-undang yang ditentukan secara obyektif. Tata aturan ini adalah hukum
positif. Inilah yang dapat menjadi objek ilmu, bukan hukum secara metafisik.
Teori ini disebut the pure theory of law yang mempresentasikan hukum
sebagaimana adanya tanpa mempertahankan dengan menyebutnya adil, atau
menolaknya dengan menyebut tidak adil. Teori ini mencari hukum yang riil dan
nyata, bukan hukum yang benar

Dari sejumlah pengertian keadilan diatas,kami akan menjabarkan Macam-Macam


Teori Keadilan dalam Hukum yaitu :

1. Teori Keadilan Aritoteles


Aristoteles berpendapat bahwa keadilaan tidak dapat dipisahkan dari kebajikan.
Dia juga membagi teori keadilan menjadi 3 (tiga) yaitu :

a. Keadilan umum dan khusus

Keadilan umum adalah keadilan yang muncul dalam hubungan sesama manusia.
Keadilan khusus adalah bagian dari keadilan umum yang lebih mengkhususkan
bahwa menjalin hubungan sesama manusia untuk menghindari tindakan saling
merugikan.

b. Keadilan distributif dan korektif

Keadilan distributif adalah keadilan yang ditentukan oleh pembuat undang-


undang, distribusinya memuat jasa, uang, hak, dan kebaikan bagi anggota-anggota
masyarakat menurut prinsip kesamaan proporsional. Keadilan korektif adalah
keadilan yang menjamin, mengawasi dan memelihara distribusi ini melawan
serangan-serangan illegal. Fungsi korektif keadilan pada prinsipnya diatur oleh
Hakim dan menstabilkan kembali status quo dengan cara mengembalikan milik
korban yang bersangkutan atau dengan cara mengganti rugi atas miliknya yang
hilang.

c. Keadilan Politik

Keadilan Politik lebih berfokus pada konstitusi dan aturan keadilan. Konsep
keadilan politik dirumuskan “pemerintahan dibawah hukum yang adil.” Cara
untuk mencapai pemerintahan dibawah hukum yang adil adalah melalui
pengaturan konstitusional yang memisahkan fungsi legislative dari fungsi
eksekutif.

2. Teori Keadilan John Rawls

Beberapa konsep keadilan yang dikemukakan oleh Filsuf Amerika di akhir abad
ke-20, John Rawls, seperi A Theory of justice, Politcal Liberalism, dan The Law
of Peoples, yang memberikan pengaruh pemikiran cukup besar terhadap diskursus
nilai-nilai keadilan. John Rawls yang dipandang sebagai perspektif “liberal-
egalitarian of social justice”, berpendapat bahwa keadilan adalah kebajikan utama
dari hadirnya institusi-institusi sosial (social institutions). Akan tetapi, kebajikan
bagi seluruh masyarakat tidak dapat mengesampingkan atau menggugat rasa
keadilan dari setiap orang yang telah memperoleh rasa keadilan. Khususnya
masyarakat lemah pencari keadilan.

Secara spesifik, John Rawls mengembangkan gagasan mengenai prinsip-prinsip


keadilan dengan menggunakan sepenuhnya konsep ciptaanya yang dikenal dengan
“posisi asali” (original position) dan “selubung ketidaktahuan” (veil of ignorance).

Pandangan Rawls memposisikan adanya situasi yang sama dan sederajat antara
tiap-tiap individu di dalam masyarakat. Tidak ada pembedaan status, kedudukan
atau memiliki posisi lebih tinggi antara satu dengan yang lainnya, sehingga satu
pihak dengan lainnya dapat melakukan kesepakatan yang seimbang, itulah
pandangan Rawls sebagai suatu “posisi asasli” yang bertumpu pada pengertian
ekulibrium reflektif dengan didasari oleh ciri rasionalitas (rationality), kebebasan
(freedom), dan persamaan (equality) guna mengatur struktur dasar masyarakat
(basic structure of society).

Sementara konsep “selubung ketidaktahuan” diterjemahkan oleh John Rawls


bahwa setiap orang dihadapkan pada tertutupnya seluruh fakta dan keadaan
tentang dirinya sendiri, termasuk terhadap posisi sosial dan doktrin tertentu,
sehingga membutakan adanya konsep atau pengetahuan tentang keadilan yang
tengah berkembang. Dengan konsep itu Rawls menggiring masyarakat untuk
memperoleh prinsip persamaan yang adil dengan teorinya disebut sebagai “Justice
as fairness”

Dalam pandangan John Rawls terhadap konsep “posisi asasli” terdapat prinsip-
prinsip keadilan yang utama, diantaranya prinsip persamaan, yakni setiap orang
sama atas kebebasan yang bersifat universal, hakiki dan kompitabel dan
ketidaksamaan atas kebutuhan sosial, ekonomi pada diri masing-masing individu.
Prinsip pertama yang dinyatakan sebagai prinsip kebebasan yang sama (equal
liberty principle), seperti kebebasan beragama (freedom of religion), kemerdekaan
berpolitik (political of liberty), kebebasan berpendapat dan mengemukakan
ekpresi (freedom of speech and expression), sedangkan prinsip kedua dinyatakan
sebagai prinsip perbedaan (difference principle), yang menghipotesakan pada
prinsip persamaan kesempatan (equal oppotunity principle).

Lebih lanjut John Rawls menegaskan pandangannya terhadap keadilan bahwa


program penegakan keadilan yang berdimensi kerakyatan haruslah
memperhatikan dua prinsip keadilan, yaitu, pertama, memberi hak dan
kesempatan yang sama atas kebebasan dasar yang paling luas seluas kebebasan
yang sama bagi setiap orang. Kedua, mampu mengatur kembali kesenjangan
sosial ekonomi yang terjadi sehingga dapat memberi keuntungan yang bersifat
timbal balik.

Dengan demikian, prinsip perbedaan menuntut diaturnya struktur dasar


masyarakat sedemikian rupa sehingga kesenjangan prospek mendapat hal-hal
utama kesejahteraan, pendapatan, otoritas diperuntukkan bagi keuntungan orang-
orang yang paling kurang beruntung. Ini berarti keadilan sosial harus
diperjuangkan untuk dua hal: Pertama, melakukan koreksi dan perbaikan terhadap
kondisi ketimpangan yang dialami kaum lemah dengan menghadirkan institusi-
institusi sosial, ekonomi, dan politik yang memberdayakan. Kedua, setiap aturan
harus meposisikan diri sebagai pemandu untuk mengembangkan kebijakan-
kebijakan untuk mengoreksi ketidak-adilan yang dialami kaum lemah.

3. Teori Keadilan Hans Kelsen

Hans Kelsen dalam bukunya general theory of law and state, berpandangan bahwa
hukum sebagai tatanan sosial yang dapat dinyatakan adil apabila dapat mengatur
perbuatan manusia dengan cara yang memuaskan sehingga dapat menemukan
kebahagian didalamnya.
Pandangan Hans Kelsen ini pandangan yang bersifat positifisme, nilai-nilai
keadilan individu dapat diketahui dengan aturan-aturan hukum yang
mengakomodir nilai-nialai umum, namun tetap pemenuhan rasa keadilan dan
kebahagian diperuntukan tiap individu.

Lebih lanjut Hans Kelsen mengemukakan keadilan sebagai pertimbangan nilai


yang bersifat subjektif. Walaupun suatu tatanan yang adil yang beranggapan
bahwa suatu tatanan bukan kebahagian setiap perorangan, melainkan kebahagian
sebesar-besarnya bagi sebanyak mungkin individu dalam arti kelompok, yakni
terpenuhinya kebutuhan-kebutuhan tertentu, yang oleh penguasa atau pembuat
hukum, dianggap sebagai kebutuhan-kebutuhan yang patut dipenuhi, seperti
kebutuhan sandang, pangan dan papan. Tetapi kebutuhan-kebutuhan manusia
yang manakah yang patut diutamakan. Hal ini apat dijawab dengan menggunakan
pengetahuan rasional, yang merupakan sebuah pertimbangan nilai, ditentukan
oleh faktor-faktor emosional dan oleh sebab itu bersifat subjektif.

Sebagai aliran posiitivisme Hans Kelsen mengakui juga bahwa keadilan mutlak
berasal dari alam, yakni lahir dari hakikat suatu benda atau hakikat manusia, dari
penalaran manusia atau kehendak Tuhan. Pemikiran tersebut diesensikan sebagai
doktrin yang disebut hukum alam.

Doktrin hukum alam beranggapan bahwa ada suatu keteraturan hubungan-


hubungan manusia yang berbeda dari hukum positif, yang lebih tinggi dan
sepenuhnya sahih dan adil, karena berasal dari alam, dari penalaran manusia atau
kehendak Tuhan

Pemikiran tentang konsep keadilan, Hans Kelsen yang menganut aliran


positifisme, mengakui juga kebenaran dari hukum alam. Sehingga pemikirannya
terhadap konsep keadilan menimbulkan dualisme antara hukum positif dan hukum
alam.
Menurut Hans Kelsen :

“Dualisme antara hukum positif dan hukum alam menjadikan karakteristik dari
hukum alam mirip dengan dualisme metafisika tentang dunia realitas dan dunia
ide model Plato. Inti dari fislafat Plato ini adalah doktrinnya tentang dunia ide.
Yang mengandung karakteristik mendalam. Dunia dibagi menjadi dua bidang
yang berbeda : yang pertama adalah dunia kasat mata yang dapa itangkap melalui
indera yang disebut realitas; yang kedua dunia ide yang tidak tampak.”

Dua hal lagi konsep keadilan yang dikemukakan oleh Hans Kelsen : pertama
tentang keadilan dan perdamaian. Keadilan yang bersumber dari cita-cita
irasional. Keadilan dirasionalkan melalui pengetahuan yang dapat berwujud suatu
kepentingan-kepentingan yang pada akhirnya menimbulkan suatu konflik
kepentingan. Penyelesaian atas konflik kepentingan tersebut dapat dicapai melalui
suatu tatatanan yang memuaskan salah satu kepentingan dengan mengorbankan
kepentingan yang lain atau dengan berusaha mencapai suatu kompromi menuju
suatu perdamaian lagi semua kepentingan.

Kedua, konsep keadilan dan legalitas. Untuk menegakkan diatas dasar suatu yang
kokoh dari suatu tananan sosial tertentu, menurut Hans Kelsen pengertian
“Keadilan” bermaknakan legalitas. Suatu peraturan umum adalah “adil” jika ia
bena-benar diterapkan, sementara itu suatu peraturan umum adalah “tidak adil”
jika diterapkan pada suatu kasus dan tidak diterapkan pada kasus lain yang serupa.
Konsep keadilan dan legalitas inilah yang diterapkan dalam hukum nasional
bangsa Indonesia, yang memaknai bahwa peraturan hukum nasional dapat
dijadikan sebagai payung hukum (law unbrella) bagi peraturan peraturan hukum
nasional lainnya sesuai tingkat dan derajatnya dan peraturan hukum itu memiliki
daya ikat terhadap materi-materi yang dimuat (materi muatan) dalam peraturan
hukum tersebut.

Sedangkan keadilan yang berasal dari hukum adalah keadilan yang bersifat
abstrak dan impersonal diciptakan oleh hukum itu sendiri, serta tujuan
pencapaiannya tidak mengarah pada suatu hal tertentu seperti distribusi kekayaan.
Misalnya, hukum pidana mengatur perbuatan-perbuatan yang melawan hukum,
seperti pembunuhan, mencuri, dan lain-lain yang mengakibatkan kerugian pada
orang sebagai korban dan harta kekayaan.

a. Legal Justice (Keadilan Hukum)

Keadilan dalam perspektif hukum adalah keadilan menurut hukum. Keadilan


hukum ini ada (dua) cabang yaitu :

1. Keadilan substansif

Merupakan perintah yang harus ditaati oleh individu dan wajib baginya. Keadilan
substansif adalah berkaitan dengan hukum perdata, hukum pidana, dan hak yang
diberikan oleh undang-undang. Keadilan substansif dibagi menjadi dua cabang :

a. Kewajiban individu menaati seluruh peraturan yang berlaku atau


perundang-undangan dan
b. Kewajiban pengadilan dan penegak hukum lainnya untuk melaksanakan
peraturan yang berlaku.

2. Keadilan Prosedural

Keadilan procedural dibagi menjadi dua cabang yaitu procedural di pengadilan


(hukum acara) dan procedural secara materil (substansif). Keadilan procedural di
pengadilan lebih difokuskan pada penyelesaian sengketa di pengadilan.

b. Ukuran – Ukuran Keadilan

1. Ukuran hukum alam atau positivism

Ukuran keadilan dalam hukum alam dan hukum positif berbeda, bahkan saling
berlawanan. Ukuran keadilan dalam hukum alam adalah suatu keadilan dipandang
lebih tinggi dan pikiran manusia, tetapi masih memandang keadilan berdasarkan
akal sehat. Sedangkan, ukuran keadilan dalam hukum positif adalah suatu kedilan
didasarkan pada peraturan yang berlaku.

2. Ukuran absolut atau relative

Suatu keadilan dalam ukuran absolut harus berlaku dimana dan kapan saja.
Sedangkan, keadilan dalam ukuran relatif artinya keadilan selalu berbeda –beda
sesuai tempat dan waktu.

3. Ukuran umum atau konkret

Keadilan dalam ukuran umum sama seperti keadilan dalam ukuran absolut,
berbeda halnya dengan keadilan dalam ukuran konkret adalah bergantung kepada
kasus hukumnya.

4. Ukuran metafisik atau empiris

Suatu keadilan dalam ukuran metafisik adalah dilaksanakan hak dan kewajiban
yang berdasarkan pada rasio manusia yang dikembangkan secara deduktif.
Sedangkan, keadilan dalam ukuran emiris adalah didasarkan pada fakta sosial
dalam kenyataannya.

5. Ukuran internal atau eksternal

Keadilan dalam ukuran eksternal adalah keadilan sebagai suatu cita yang tinggi
dan dari mana keadilan berasal atau dibentuk, ataupun keadilan dalam fakta-fakta
sosial. Sedangkan, keadilan dalam ukuran internal adalah keadilan dalam batas-
batas ruang gerak dari keadilan itu sendiri.

B. ADIL DAN KEADILAN SOSIAL

Menurut Kahar Masyhur dalam bukunya mengemukakan pendapat-pendapat


tentang apakah yang dinamakan adil, terdapat tigal hal tentang pengertian adil.

a. “Adil” ialah : meletakan sesuatu pada tempatnya.


b. “Adil” ialah : menerimahak tanpa lebih dan memberikan orang lain tanpa
kurang.
c. “Adil” ialah : memberikan hak setiap yang berhak secara lengkap tanpa
lebih tanpa kurang antara sesama yang berhak dalam keadaan yang sama,
dan penghukuman orang jahat atau yang melanggar hukum, sesuai dengan
kesalahan dan pelanggaran”.

Untuk lebih lanjut menguraikan tentang keadilan dalam perspektif hukum


nasional, terdapat diskursus penting tentang adil dan keadilan sosial. Adil dan
keadilan adalah pengakuan dan perlakukan seimbang antara hak dan kewajiban.
Apabila ada pengakuan dan perlakukan yang seimbang hak dan kewajiban,
dengan sendirinya apabila kita mengakui “hak hidup”, maka sebaliknya harus
mempertahankan hak hidup tersebut denga jalan bekerja keras, dan kerja keras
yang dilakukan tidak pula menimbulkan kerugian terhadap orang lain, sebab
orang lain itu juga memiliki hak yang sama (hak untuk hidup) sebagaimana
halnya hak yang ada pada diri individu.

Keadilan sosial berarti keadilan yang berlaku dalam masyarakat di segala bidang
kehidupan baik materil maupun spiritual, hal ini berarti keadilan itu tidak hanya
berlaku bagi orang yang kaya saja, tetapi berlaku pula bagi orang miskin, bukan
hanya untuk para pejabat, tetapi untuk rakyat biasa. Seluruh Rakyat Indonesia
adalah setiap orang yang menjadi rakyat Indonesia baik yang berdiam di wilayah
kekuasaan Republik Indonesia maupun warga Negara Indonesia yang berada di
Negara lain.

Keadilan sosial adalah sebuah konsep yang membuat para filsuf terkagum-kagum
sejak Plato membantah filsuf muda, Thrasy machus karena ia menyatakan bahwa
keadilan adalah apa pun yang ditentukan oleh si terkuat. Dalam Republik, Plato
meresmikan alasan bahwa sebuah negara ideal akan bersandar pada empat sifat
baik: kebijakan, keberanian, pantangan (atau keprihatinan), dan keadilan.

Pengembangan sikap adil terhadap sesama manusia, kesamaan kedudukan


terhadap hukum dan HAM, keseimbangan antara hak dan kewajiban merupakan
sikap yang tercermin dari pengamalan nilai Pancasila yakni sila kelima yang
berbunyi “Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia”.

Sila-sila dalam Pancasila tidaklah dibuat oleh beberapa golongan dan ditemukan
dalam waktu yang singkat. Lahirnya Pancasila pertama kali disampaikan dalam
pidato Bung Karno pada 1 Juni 1945 dalam sidang BPUPKI. Meski demikian,
bukan berarti Pancasila dibuat oleh Bung Karno, melainkan beliau telah
mengangkat sari dari nilai-nilai yang hidup dalam bangsa Indonesia. Sebagai
implementasi dari nilai-nilai Pancasila, dibentuklah UUD 1945 dan disahkan pada
18 Agustus 1945. UUD 1945 diakui sebagai konstitusi tertulis negara Indonesia.
Fungsi dari nilai yang terkandung dalam Pancasila sila kelima ini berfungsi
sebagai tujuan negara.

Dalam sila kelima dalam Dasar Negara RI mengandung makna setiap masyarakat
Indonesia menyadari hak dan kewajiban yang sama untuk menciptakan keadilan
sosial dalam kehidupan masyarakat Indonesia. Untuk itu dikembangkan
perbuatannya luhur yang mencerminkan sikap dan suasana kekeluargaan dan
gotong royong. Untuk itu diperlukan sikap adil terhadap sesama, menjaga
kesinambungan antara hak dan kewajiban serta menghormati hak-hak orang lain.

Nilai yang terkandung dalam sila Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia
didasari dan dijiwai oleh sila Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan Yang
Adil dan Beradab, Persatuan Indonesia, serta Kerakyatan yang Dipimpin oleh
Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan atau Perwakilan. Dalam sila
kelima tersebut terkandung nilai-nilai yang merupakan tujuan Negara sebagai
tujuan dalam hidup bersama. Maka dalam sila kelima tersebut terkandung nilai
keadilan yang harus terwujud dalam kehidupan bersama (kehidupan sosial).
Keadilan tersebut didasari dan dijiwai oleh hakikat keadilan manusia yaitu
keadilan dalam hubungan manusia dengan dirinya sendiri, manusia dengan
manusia lain , manusia dengan masyarakat, bangsa dan negaranya serta hubungan
manusia dengan Tuhannya.
Konsekuensinya nilai-nilai keadilan yang harus terwujud dalam kehidupan
bersama meliputi:

1. Keadilan distributif

Aristoteles berpendapat bahwa keadilan akan terlaksana bila hal-hal yang sama
diperlukan secara sama dan hal-hal yang tidak sama diperlukan tidak sama ( just
ice is done when equelz are treated equally ). Keadilan distributif sendiri yaitu
suatu hubungan keadilan antara Negara terhadap warganya, dalam arti pihak
negaralah yang wajib memenuhi keadilan dalam bentuk keadilan membagi, dalam
bentuk kesejahteraan, bantuan, subsidi serta kesempatan dalam hidup bersama
yang didasarkan atas hak dan kewajiban.

2. Keadilan Legal ( Keadilan Bertaat).

Yaitu suatu hubungan keadilan antara warga Negara terhadap negara dan
dalam masalah ini pihak wargalah yang wajib memenuhi keadilan dalam bentuk
mentaati peraturan perundang-undangan yang berlaku dalam Negara. Plato
berpendapat bahwa keadilan dan hukum merupakan subtansi rohani umum dari
masyarakat yang membuat dan menjadi kesatuannya. Dalam masyarakat yang adil
setiap orang menjalankan pekerjaan menurut sifat dasarnya paling cocok baginya
( the man behind the gun ). Pendapat Plato itu disebut keadilan moral, sedangkan
untuk yang lainnya disebut keadilan legal.

3. Keadilan Komulatif

Yaitu suatu hubungan keadilan antara warga satu dengan yang lainnya secara
timbal balik.Keadilan ini bertujuan untuk memelihara ketertiban masyarakat dan
kesejahteraan umum.Bagi Aristoteles pengertian keadilan ini merupakan ases
pertalian dan ketertiban dalam masyarakat. Semua tindakan yang bercorak ujung
ekstrem menjadikan ketidak adilan dan akan merusak atau bahkan
menghancurkan pertalian dalam masyarakat.
C. Pengertian Etika

Filsafat hukum adalah cabang dari etika. Etika adalah cabang dari filsafat
manusia. Jadi filsafat manusia adalah genus, etika sebagai spesies dan filsafat
hukum sebagai subspesies.

Kata “etika” berasal dari bahasa yunani kuno, ethos. Kata ini dalam
bentuk tunggal memeiliki beberapa arti, yaitu tempat tinggal yang biasa, padang
rumput, kandang, kebiasaan, adat, akhlak, watak, perasaan, sikap, dan cara
berpikir. Sementara itu, dalam bnetuk jamak (ta etha) ialah adat kebiasaan. Jadi,
berdasarkan asal usul kata etika adalah ilmu tentang adat kebiasaan atau apa yang
dilakukan. Namun, pengertian etika dari sudut ini belumlah cukup secara lengkap
tentang etika.

Etika adalah “refleksi kritis tentang bagaimana manusia harus hidup dan
bertindak dalam situasi konkret, situasi khusus tertentu. Etika adalah filsafat moral
atau ilmu yang membahas dan mengkaji secara kritis persoalan baik dan buruk
secara moral tentang bagaimana orang harus bertindak dalam situasi konkret.
Etika sering juga dikatakan sebagai pemikiran filosofis tentang apa yang dianggap
baik atau buruk dalam perilaku manusia yang mengandung suatu tanggung jawab.
Dalam filsafat yunani, etika bersumber dari spekulasi tentang kehidupan yang
baik yang disistematisasikan ke dalam bagian filsafat dan disebut sebagai etika.
Kata itu merujuk pada “kebiasaan-kebiasaan”, yaitu kebiasaan dalam arti ide
tentang yang baik dan yang buruk pada manusia.

Etika juga juga didefinisikan sebagai “ilmu pengetahuan tentang


kesusilaan atau moral.” Kesusilaan atau moral adalah keseluruhan aturan, kaidah
atau hukum dalam bentuk amar dan larangan. Disamping itu, sering dikatakan
bahwa etika adalah filsafat tentang ajaran moral. Dengan demikian, etika berbeda
dari moral. Ajaran moral menjawab pertanyaan, “bagaimana orang harus hidup,
apa yang boleh, apa yang tidak boleh, dan apa yang wajib diperbuat?” sementara
itu, etika menjawab pertanyaan tentang “bagaimana pertanyaan moral tersebut
dapat dijawab.” Oleh karena itu, etika di sini tidak mengajarkan apa yang wajib
dilakukan orang, melainkan bagaimana pertanyaan-pertanyaan moral itu dapat
dijawab secara rasional dan bertanggung jawab.

Etika adalah ilmu tentang moralitas. Moralitas sendiri merupakan ciri khas
manusia sebagai makhluk yang mempunyai kesadaran moral. Tanpa pertanyaan
dari ajaran moral, tidak ada pertanyaan yang dijawab oleh etika.

Jenis-jenis etika

k. bertens menggolongkan etika menjadi etika deskriptif, normatif dan metaetika.

a. etika deskriptif. Etika ini melukiskan tingkah laku moral dalam arti luas,
misalnya adat kebiasaan, anggapan-anggapan tentang baik dan buruk,
tindakan-tindakan yang diperbolehkan dan yang dilarang.
b. Etika normatif. Dalam etika ini para ahli etika memberikan penilaian
moral terhadap suatu perilaku tertentu. Penilaian ini berdasarkan norma-
norma.
c. Mataetiks. Etika ini ini tidak membahas moralitas secara langsung,
melainkan ucapan-ucapan kita di bidang moralitas. Mataetika berbicara
sesuatu yang lebih tinggi daripada perilaku etis itu sendiri, yaitu soal
“bahasa etis”, bahasa logika yang dipergunakan di bidang moral.

Penggolongan lainnya

a. Etika keutamaan
Etika keutamaan adalah teori etika yang berpendapat, bahwa filsafat moral
tidak berurusan dengan benar dan salahny tindakan manusia menurut
norma-norma atau prinsip-prinsip moral tertentu, melainkan dengan baik
dan buruknya kelakuan manusia. Etika ini bertujuan mengarahkan
manusia kepada pengenalan akan tujuan hidupnyy sendiri.

b. Etika kewajiban
Etika kewajiban disebut juga sebagai etika peraturan, yaitu etika yang
mengacu pada kewajiban moral yang mengikat manusia secara mutlak.
Menurut etika ini, baik-buruknya perilaku diukur dari sesuai atau tidaknya
dengan prinsip moral yang wajib di patuhi tanpa reserve.

c. Etika teleologi
Etika teleologi adalah etika yang menjawab pertanyaan bagaimana
manusia bertindak dalam situasi konkret tertentu dengan melihat tujuan
atau akibat dari suatu tindakan. baik buruknya Suatu perbuatan dilihat dari
akibat yang ditimbulkan oleh perbuatan itu. Menurut etika ini, suatu
perbuatan disebut baik, kalau tujuannya baik dan akibatnya juga baik.
BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan

Definisi keadilan dapat dipahami sebagai suatu nilai (value) yang digunakan
untuk menciptakan hubungan yang seimbang antar manusia dengan memberikan
apa yang menjadi hak seseorang dengan prosedur dan bila terdapat pelanggaran
terkait keadilan maka seseorang perlu diberikan hukuman.

Hal ini berarti keadilan itu tidak hanya berlaku bagi orang yang kaya saja, tetapi
berlaku pula bagi orang miskin, bukan hanya untuk para pejabat, tetapi untuk
rakyat biasa. Seluruh Rakyat Indonesia adalah setiap orang yang menjadi rakyat
Indonesia baik yang berdiam di wilayah kekuasaan Republik Indonesia maupun
warga Negara Indonesia yang berada di Negara lain. Berdasarkan uraian di atas,
kiranya kita dapat menyadari bahwa keadilan sosial sangat penting bagi seluruh
rakyat Indonesia, baik di bidang ekonomi, politik, sosial, budaya dan sebagainya
untuk mewujudkan Negara Indonesia yang makmur dan sejahtera.

Etika adalah “refleksi kritis tentang bagaimana manusia harus hidup dan bertindak
dalam situasi konkret, situasi khusus tertentu. Etika adalah filsafat moral atau ilmu
yang membahas dan mengkaji secara kritis persoalan baik dan buruk secara moral
tentang bagaimana orang harus bertindak dalam situasi konkret. Etika sering juga
dikatakan sebagai pemikiran filosofis tentang apa yang dianggap baik atau buruk
dalam perilaku manusia yang mengandung suatu tanggung jawab. Dalam filsafat
yunani, etika bersumber dari spekulasi tentang kehidupan yang baik yang
disistematisasikan ke dalam bagian filsafat dan disebut sebagai etika. Kata itu
merujuk pada “kebiasaan-kebiasaan”, yaitu kebiasaan dalam arti ide tentang yang
baik dan yang buruk pada manusia.

B. Saran

Setiap warga harus mengembangkan sikap adil terhadap sesama, menjaga


keseimbangan antara hak dan kewajibanya serta menghormati hak-hak orang lain.
Tidak hanya rakyat Indonesia yang dituntut untuk mengembangkan sikap adil
terhadap segala aspeknya, namun yang biasa dikenal sebagai abdi negara dan abdi
masyarakat atau birokrat diharapkan bisa memberikan pelayanan yang adil baik
dari segi hak yang harus diberikan kepada masyarakat maupun kewajiban yang
harus dilakukan oleh masyarakat Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA

Hyronimus Rhiti, S. H. Mengenal Filsafat Hukum. PT Kanisius.

Asshiddiqie,Jimly, Teori Hans Kelsen tentang Hukum, Sekretariat Jenderal

Mahkamah Konstitusi, Jakarta, 2006.

Carl Joachim Friedrich, Filsafat Hukum Perspektif Historis, Bandung, Nuansa

Dan Nusamedia, 2004

Fuady,Munir, Dinamika Teori Hukum, Bogor : Ghalia Indonesia, 2010.

H.P. Panggabean, Penerapan Teori Hukum Dalam Sistem Peradilan Indonesia,

Jakarta : PT Alumni Indonesi

John Rawls, A Theory of Justice, London: Oxford University press, 1973, yang
sudah

Diterjemahkan dalam bahasa indonesia oleh Uzair Fauzan dan Heru


Prasetyo,

Teori Keadilan, Yogyakarta, Pustaka Pelajar, 2006.

Kahar Masyhur, Membina Moral dan Akhlak, Jakarta, Kalam Mulia, 1985

Kelsen Hans, General Theory of Law and State, diterjemahkan oleh Rasisul

Muttaqien, Bandung, Nusa Media, 2011

Pan Mohamad Faiz, Teori Keadilan John Rawls, dalam Jurnal Konstitusi, Volue
6 Nomor 1 (April 2009).

Suhrawardi K. Lunis, Etika Profesi Hukum, Cetakan Kedua, Jakarta, Sinar Grafik
2000.

http://saptianilinda.blogspot.co.id/2016/12/makalah-keadilan-sosial.html

Anda mungkin juga menyukai