Anda di halaman 1dari 9

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pada dasarnya hukum perdata yang selama ini kita kenal dan diketahui merupakan
serangkaian peraturan-peraturan hukum yang mengatur hubungan hukum antara orang
yang satu dengan yang lainnya. Dengan menitik beratkan kepada kepentingan
perseorangan saja yang bersumber pada kitab hukurn perdata sipil atau disingkat (BW).
Begitu juga dalam Kompilasi Hukum Islam mdi indonesia. Yang bersumber pada
Kompilasi Hukum Islam atau disingkat dengan (KHI).
Maka dengan demikian bahwa baik itu Kompilasi Hukurn Islam maupun Hukum
Perdata materil, tidak akan terlepas pembahasannya mengenai perwalian, karena
sebagaimana definisi dari pada Hukum Perdata tersebut di atas yang mengatur tentang
kepentingan perseorangan dalam hal keperdataan.
Oleh sebab itu, sehubungan dengan perwalian yang mengatur tentang kepentingan
seseorang dan termasuk dalam Hukum Perdata maka perlulah sekiranya untuk diketahui
konsep dari pada perwalian baik di dari segi Kompilasi Hukun Islam maupun dari Hukum
Perdata (BW). Pada dasarnya perwalian merupakan hal terpenting bagi kelangsungan
hidup anak kecil (anak dibawah umur) atau anak yang masih belum bisa mengurus diri
sendiri seperti anak-anak terlantar, baik dalam mengurus harta.
Kekayaan maupun dalam mengurus lingkungannya sendiri atau dengan istilah lain
yakni anak yang masih belum bisa atau belum cakap dalam bertindak hukum. Oleh karena
itu maka perlulah ada seorang atau, sekelompok orang yang dapat mengurus dan
memelihara juga membimbing anak yang masih belum ada walinya atau yang belum ada
yang mengurus demi keselamatan anak dan harta.
Masalah wali dalam Islam juga sangat berperan sekali dalam hal pernikahan.
Dengan demikian Kompilasi Hukum Islam membagi Perwalian menjadi dua macam yakni
perwalian dalam hal pernikahan dan Perwalian dalam hal anak di bawah umur.
Maka dengan demikian wali disini sangat perlu dan sangat penting karena
termasuk dalam rukun nikah. Sahnya Pernikahan seorang harus dengan adanya wali yang
sah.
Wali ditetapkan oleh hakim atau dapat pula karena wasiat orang tua sebelum
meninggal: sedapat mungkin wali diangkat dari orang-orang yang mempunyai pertalian
darah dari si anak itu sendiri. Sedangkan tentang arti perwalian menurut UUP No 1
Tentang Perkawinn yang merupakan Hukum Perdata Sipil yang berlaku saat ini adalah
1
anak yang belurn mencapai umur 18 (delapan belas) tahun, belurn pernah melangsungkan
pemikahan, yang tidak berada dalam kekuasaan orang tua, berada di bawah kekuasaan
wali. Perwalian itu mengenai peribadi anak yang bersangkutan maupun harta benda.(Pasal
50). Dari beberapa konsep perwalian diatas tadi baik yang diambil dari konsep hukum
perdata Islam dan hukum perdata sipil yang memiliki konsep yang sedikit berbeda dan
sama sama diterapkan di Negara Indonesia.
Dengan demikian banyak hal yang perlu diketahui sebagai seorang wrga Negara
lndonesia dan sudah semestinya mengetahui. dan memahami mengenai hukum yang
diterapkan di negara Indonesia ini, terutama mengenai hukum perdata, lebih lebih
mengenai hukum perwalian karena perw'alian ini rnenyangkut masalah yang menitik
beratkan kepada kepentingan perseorangan baik itu ditinjau dari segi Kompilasi Hukum
Islam maupun dari segi Hukum Perdata. Maka oleh sebab itu Karena pentingnya hal
tersebut untuk dikaji dan ditelaah, diupayakan supaya masyarakat tidak bingung dalam
memahami dan menerapkan kedua konsep hukum tersebut.

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan perwalian?
2. Apa saja jenis-jenis dari perwalian?
3. Apa yang menjadi kewenangan dari perwalian?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui arti perwalian.
2. Untuk mengetahui jenis-jenis perwalian.
3. Untuk mengetahui kewenangan perwalian.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Perwalian
Berbicara mengenai perwalian, sangat erat kaitannya dengan masalah kekuasaan
orang tua di dalam perkawinan, sebab anak - anak yang lahir dari suatu perkawinan yang
sah dari orang tuanya, akan berada di bawah pengawasan atau kekuasaan orang tuanya
tersebut. Sebaliknya apabila anak - anak yang di bawah umur atau anak yang belum
dewasa itu tidak lagi berada di bawah kekuasaan orang tuanya maka dalam hal ini anak -
anak tersebut berada di bawah perwalian.
Perwalian dalam istilah bahasa adalah wali yang berarti menolong yang
mencintai. Perwalian dalam istilah bahasa juga memiliki beberapa arti, diantaranya adalah
kata perwalian berasal dari kata wali, dan jamak dari awliya. Kata ini berasal dari bahasa
Arab yang berarti teman, klien, sanak atau pelindung. Dalam literatur fiqih Islam,
perwalian disebut dengan al-walayah (alwilayah), (orang yang mengurus atau yang
mengusai sesuatu), seperti kata ad-dalalah yang juga bisa disebut dengan ad-dilalah. Secara
etimologis, dia memiliki beberapa arti, di antaranya adalah cinta (al-mahabbah) dan
pertolongan (an-nashrah) dan juga berarti kekuasaan atau otoritas (as-saltah wa-alqudrah)
seperti dalam ungkapan al-wali, yakni “orang yang mempunyai kekuasaan”. Hakikat dari
al-walayah (al-wilayah) adalah “tawalliy al- amr”, (mengurus atau menguasai sesuatu).
Perwalian dalam istilah Fiqh disebut wilayah, yang berarti penguasaan dan
perlindungan. Jadi arti dari perwalian menurut fiqh ialah penguasaan penuh yang diberikan
oleh agama kepada seseorang untuk menguasai dan melindungi orang atau barang. Orang
yang diberi kekuasaan perwalian disebut wali. Untuk memperjelas tentang pengertian
perwalian, maka penulis memaparkan beberapa arti antara lain :
a. Perwalian yang berasal dari kata wali mempunyai arti orang lain selaku pengganti orang
tua yang menurut hukum diwajibkan mewakili anak yang belum dewasa atau belum akil
baligh dan melakukan perbuatan hukum.
b. Dalam Kamus praktis bahasa Indonesia, wali berarti orang yang menurut hukum
(agama, adat) diserahi kewajiban mengurus anak yatim serta hartanya sebelum anak itu
dewasa atau pengasuh pengantin perempuan pada waktu nikah ( yaitu orang yang
melakukan janji nikah dengan pengantin laki-laki ).
c. Muhammad Jawad Mughniyah dalam bukunya” Fiqih Imam Ja’far Shadiq” Al-
Walayah (posisi sebgai wali, selanjutnya disebut sebagai perwalian) dalam pernikahan

3
adalah hak kuasa syar’i, yang diberikan kepada seseorang yang memiliki kekurangan
dan kembalinya kemaslahatan kepadanya.
d. Amin Suma mengatakan dalam bukunya “Hukum Keluarga Islam di Dunia Islam”
perwalian ialah kekuasaan atau otoritas (yang dimiliki) seseorang untuk secara langsung
melakukan suatu tindakan sendiri tanpa harus bergantung (terikat) atas izin orang lain.
e. Menurut Ali Afandi, Perwalian adalah pengawasan pribadi dan pengurusan terhadap
harta kekayaan seorang anak yang belum dewasa jika anak itu tidak berada di bawah
kekuasaan orang tua. Jadi dengan demikian anak yang orang tuanya telah bercerai atau
salah satu dari mereka atau semuanya meninggal dunia, ia berada dibawah perwalian.
f. Menurut R. Sarjono bahwa “perwalian adalah suatu perlindungan hukum yang
diberikan seseorang kepada anak yang belum mencapai usia dewasa atau belum pernah
kawin yang tidak berada di bawah kekuasaannya”.
Dengan demikian pada intinya perwalian adalah pengawasan atas orang
sebagaimana diatur dalam Undang-undang, dan pengelolaan barang-barang dari anak yang
belum dewasa (pupil). Demikian juga dengan penguasaan dan perlindungan terhadap
seseorang sebagai wali, orang tersebut mempunyai hubungan hukum dengan orang yang
dikuasai dan dilindungi, anak-anaknya atau orang lain selain orang tua yang telah disahkan
oleh hukum untuk bertindak sebagai wali.
Oleh karena itu perwalian tersebut adalah suatu kewenangan yang diberikan
kepada seseorang untuk melakukan suatu perbuatan hukum sebagai wakil untuk
kepentingan dan atas nama anak yang tidak mempunyai kedua orang tua atau orang tuanya
masih hidup tetapi tidak cakap melakukan perbuatan hukum.
Adapun yang dimaksudkan dengan perwalian dalam terminologi para Fuqaha
(pakar hukum Islam) seperti di formulasikan Wahbah Al- Zuhayli ialah “kekuasaan atau
otoritas (yang dimiliki) seseorang untuk secara langsung melakukan suatu tindakan sendiri
tanpa harus bergantung (terikat) atau seizin orang lain.”Orang yang mengurusi atau
menguasai sesuatu (akad/transaksi), disebut wali seperti dalam penggalan ayat: fal-yumlil
waliyyuhu bil-adli. Kata al-waliyyu muannatsnya al- waliyyah dan jamaknya al-awliya,
berasal dari kata wala-yaliwalyan-wa-walayatan, secara harfiah berarti yang mencintai,
teman dekat, sahabat, yang menolong, sekutu, pengikut, pengasuh dan orang yang
mengurus perkara (urusan) seseorang.
Masalah perwalian anak tidak lepas dari suatu perkawinan, karena dari hubungan
perkawinanlah lahirnya anak dan bila pada suatu ketika terjadi perceraian, salah satu orang
tua atau keduanya meninggal dunia, maka dalam hal ini akan timbul masalah perwalian,

4
dan anak-anak akan berada dibawah lembaga perwalian. Wali merupakan orang yang
mengatur dan bertanggung jawab terhadap kepentingan anak- anak tersebut baik mengenai
diri si anak maupun harta benda milik anak tersebut.
Adapun pengertian perwalian menurut Kompilasi Hukum Islam adalah sebagai
berikut: “Perwalian adalah kewenangan yang diberikan kepada seseorang untuk melakukan
suatu perbuatan hukum sebagai wakil untuk kepentingan dan atas nama anak yang tidak
mempunyai kedua orang tua, orang tua yang masih hidup tidak cakap melakukan
perbuatan hukum, yang pada dasarnya merupakan kekuasaan yang diberikan kepada
seseorang untuk mewakili anak yang belum dewasa dalam melakukan tindakan hukum
demi kepentingan dan kebaikan si anak, yang meliputi perwalian terhadap diri juga harta
kekayaanya.

B. Jenis-Jenis Perwalian
Secara garis besar, menurut KUH Perdata No. 1 Tahun 1974 perwalian itu dibagi
atas 3 macam yaitu :
1. Perwalian oleh orang tua yang hidup terlama, pasal 354 sampai pasal 354 KUH
Perdata
Pada pasal 345 KUH Perdata menyatakan :
“ Apabila salah satu dari kedua orang tua meninggal dunia, maka perwalian
terhadap anak-anak yang belum dewasa, demi hukum dipangku oleh orang tua yang
hidup terlama, sekadar ini tidak telah dibebaskan atau dipecat dari kekuasaan
orangtuanya”
Jika pada waktu bapak meninggal dan ibu saat itu mengandung, maka Balai Harta
Peninggalan (BHP) menjadi pengampu (kurator) atas anak yang berada dalam
kandungan tersebut. Kurator yang demikian disebut “curator ventris”. Apabila bayi
lahir, maka ibu demi hukum menjadi wali dan Balai Harta Peninggalan (BHP) menjadi
pengawas. Apabila ibu tersebut kawin lagi maka suaminya demi hukum menjadi wali
peserta dan bersama istrinya bertanggungjawab tanggung renteng terhadap perbuatan -
perbuatan yang dilakukan setelah perkawinan itu berlangsung. Bagi wali menurut
undang- undang (wetterlijk voogdij) dimulai dari saat terjadinya peristiwa yang
menimbulkan perwalian itu, misalnya kematian salah satu orang tua. Bagi anak luar
kawin yang diakui dengan sendirinya di bawah perwalian bapak/ibu yang mengakuinya,
maka orang tua yang lebih dahulu mengakuinyalah yang menjadi wali ( Pasal 352 ayat

5
(3) KUH Perdata). Apabila pengakuan bapak dan ibu dilakukan bersama – sama maka
bapaklah yang menjadi wali.
2. Perwalian yang ditunjuk oleh ayah atau ibu dengan surat wasiat atau dengan akta
autentik
Pasal 355 (1) KUH Perdata menentukan bahwa orang tua masing-masing yang
melakukan kekuasaan orang tua atau perwalian atas seorang anak atau lebih berhak
mengangkat seorang wali atas anak - anaknya itu bilamana sesudah ia meninggal dunia
perwalian itu tidak ada pada orang tua yang baik dengan sendirinya atau pun karena
putusan hakim seperti termaksud dalam Pasal 353 (5) KUH Perdata.
Bagi wali yang diangkat oleh orang tua (terstamentaire voogdij/wali wasiat)
dimulai dari saat orang tua itu meninggal dunia dan sesudah wali menyatakan menerima
pengangkatannya.

3. Perwalian yang diangkat oleh Hakim


Pasal 359 KUH Perdata menentukan bahwa semua orang yang tidak berada di
bawah kekuasaan orang tua dan yang perwaliannya tidak diatur dengan cara yang sah,
Pengadilan Negeri harus mengangkat seorang wali setelah mendengar atau memanggil
dengan sah keluarga sedarah dan semenda (periparan).
Bagi wali yang diangkat oleh hakim (datieve voogdij) dimulai dari saat
pengangkatan jika ia hadir dalam pengangkatannya. Bila tidak hadir perwalian dimulai
sejak diberitahukan kepadanya.
Menurut Undang - Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan perwalian itu
hanya ada karena penunjukan oleh salah satu orang tua perwalian yang menjalankan
kekuasaan sebagai orang tua sebelum ia meninggal dengan surat wasiat atau dengan
lisan dihadapan dua orang saksi (Pasal 51 (1) UU No.1/74).

6
C. Kewenangan Wali
1. Tugas Wali
Pelaksanaan kewajiban wali dinyatakan dalam Pasal 383 KUH Perdata yang
menyatakan bahwa tugas wali adalah sebagai berikut :
a.) Mewakili pupil dalam melakukan semua perbuatan hukum dalam bidang perdata.
b.) Pengawasan atas diri pupil wali harus menyelenggarakan pemeliharaan dan
pendidikan anak yang belum dewasa sesuai dengan kekayaan si yang belum dewasa
itu sendiri.
c.) Mengelola harta benda pupilnya sebagai bapak rumah tangga yang baik (Pasal 385
KUH Perdata).

2. Kewajiban Wali
Setiap wali mempunyai kewajiban terhadap anak-anak yang berada di bawah
perwaliannya seperti :
a.) Kewajiban memberitahukan kepada BHP (Balai Harta Peninggalan) dengan sanksi
bahwa wali dapat dipecat dan dapat diharuskan membayar biaya-biaya, ongos-
ongkos dan bunga bila pemberitahuan tersebut tidak dilaksanakan.
b.) Kewajiban mengadakan inventarisasi mengenai harta kekayaan pupil. Sesudah 10
hari dari permulaan perwalian harus diadakan pertelaan harta benda pupil dengan
dihadiri oleh wali pengawas. Inventarisasi ini dapat dilakukan di bawah tangan,
akan tetapi daftar inventarisasi harus diserahkan kepada BHP diserta pernyataan
dari wali tentang kebenaran daftar dengan mengangkat sumpah di muka BHP.
c.) Kewajiban untuk menanam sisa uang milik pupil setelah dikurangi biaya
penghidupan dan sebagainya.
d.) Kewajiban untuk mendaftarkan surat-surat piutang negara jika ternyata dalam
kekayaan pupil dan surat-surat piutang negara.
e.) Kewajiban menentukan jumlah yang dapat dipergunakan tiap-tiap tahun oleh pupil
dan biaya-biaya pengurusan kewajban ini tidak berlaku bagi perwalian oleh bapak
atau ibu.
f.) Kewajiban untuk menjual perabot-perabot rumah tangga pupil dan semua barang
bergerak yang tidak memberikan bagi hasil atau keuntungan kecuali barang-barang
yang dalam wujudnya boleh disimpan atas persetujuan BHP. Penjualan ini harus

7
dilakukan di muka umum oleh pegawai atau yang berhak menurut adat kebiasaan
setempat. Bagi perwalian oleh bapak atau ibu dibebaskan dari penjualan tersebut.

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Perwalian adalah pengawasan atas orang sebagaimana diatur dalam Undang-
undang, dan pengelolaan barang-barang dari anak yang belum dewasa (pupil). Demikian
juga dengan penguasaan dan perlindungan terhadap seseorang sebagai wali, orang tersebut
mempunyai hubungan hukum dengan orang yang dikuasai dan dilindungi, anak-anaknya
atau orang lain selain orang tua yang telah disahkan oleh hukum untuk bertindak sebagai
wali.
Jenis-jenis perwalian terdiri dari Perwalian oleh orang tua yang hidup terlama,
pasal 354 sampai pasal 354 KUH Perdata, Perwalian yang ditunjuk oleh ayah atau ibu
dengan surat wasiat atau dengan akta autentik dan Perwalian yang diangkat oleh Hakim.
Setiap wali memiliki tugas dan kewajiban yang telah diatur dalam Pasal 383 KUH Perdata.

B. Saran
Diharapkan dengan memahami materi yang termuat dalam makalah ini dapat
menambah wawasan pembaca mengenai perwalian yang sering terjadi dalam masyarakat
dan seorang wali juga dapat mengetahui tugas dan kewajibannya. Penulis memohon maaf
jika dalam penyusunan makalah ini terdapat kesalahan, kritik dan saran yang membangun
sangat diperlukan untuk perbaikan di masa yang akan datang.

8
DAFTAR PUSTAKA

http://eprints.unisnu.ac.id/179/1/BAB%20I.pdf, diakses pada tanggal 20 Februari 2021


http://www.papekanbaru.go.id/images/stories2017/berkas2017/Makalah%20Sayuti.
%20Perwalian.pdf, diakses pada tanggal 24 Februari 2021
https://www.kennywiston.com/hukum-perwalian/ diakses pada tanggal 24 Februari 2021
http://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/64114/Chapter%20II.pdf?
sequence=4&isAllowed=y , diakses pada tanggal 25 Februari 2021
https://sc.syekhnurjati.ac.id/esscamp/risetmhs/BAB214136410001.pdf, diakses pada tanggal
25 Februari 2021

Anda mungkin juga menyukai