Anda di halaman 1dari 12

UAS HUKUM ACARA PERDATA

1. Siapa yang harus membuktikan dan apa yang harus dibuktikan dipersidangan
hukum perdata ? Jelaskan
2. Pemeriksaan pada hari pertama persidangan, sering dikenal acara pemeriksaan
istimewa, jelaskan maksudnya dan kemungkinan-kemungkinan akibat hukumnya
jika para pihak telah dipanggi secara patut dan tidak hadir !
3. a. Jelaskan maksud akta dibawah tangan dan bagaimana kekuatan pembuktian
dari suatu aktadibawah tangan tersebut !
b. Apa yang dimaksud dengan bukti permulaan tertulis, dan sebutkan contohnya.
4. Dalam menyusun suatu gugatan, harus diperhatikan adanya relevansi antara
posita dan petitum ? Jelaskan maksudnya dan berikan contohnya.
5. Jelaskan, apakah semua putusan Pengadilan Tinggi dapat diajukan kasasi ?
6. a. Apa saja alat bukti dalam hukum acara perdata
b. Apa pentingnya alat bukti dalam hukum acara perdata ?
7. Sebutkan dan Jelaskan bentuk putusan yanh dijatuhkan hakim ?
8. Bagaimana maksudnya suatu gugatan tidak dapat diterima dan gugatan yang
ditolak ? Jelaskan
JAWABAN
1. Orang yang wajib membuktikan adalah : orang yang mengaku mempunyai hak,
orang yang membantah dalil gugatan, orang yang menyebutkan suatu perbuatan
untuk menguatkan haknya. Hal sebagaimana diuraikan tersebut dalam hukum
acara perdata disebut dengan pembuktian.
Hal-hal yang harus dibuktikan oleh pihak yang berperkara adalah peristiwanya
atau kejadian-kejadian yang menjadi pokok sengketa, bukan hukumnya, sebab
yang menentukan hukumnya adalah Hakim. Dari peristiwa yang harus dibuktikan
adalah kebenarannya, kebenaran yang harus dicari dalam hukum acara perdata
adalah kebenaran formil, sedangkan dalam hukum acara pidana adalah kebenaran
materiil.

2. Acara istimewa merupakan beracara perdata, baik penggugat/para penggugat


secara keseluruhan atau tergugat/para tergugat secara keseluruhan tidak hadir di
persidangan. Jika pada hari sidang yang telah ditentukan untuk mengadili suatu
perkara, salah satu pihak, baik pihak penggugat kesemuanya atau pihak tergugat
kesemuanya tidak hadir atau tidak menyuruh perwakilannya untuk menghadap
sidang yang telah ditentukan maka berlakulah acara istimewa yang diatur dalam
pasal 124 dan 125 HIR. Perlu dikemukakan, bahwa apabila ada banyak penggugat
atau banyak tergugat, maka haruslah kesemuanya penggugat dan kesemuanya
tergugat yang tidak hadir. Apabila dari pihak penggugat/tergugat ada yang hadir,
acara istimewa ini tidak berlaku, sidang akan diundur dan perkar tersebut pada
akhirnya diputus menurut cara biasa. Untuk lebih jelasnya berikut ini dimuat
ketentuan pasal 124 HIR yang mengatur perihal gugur, yang berbunyi sebagai
berikut : "jikalau si penggugat, walaupun dipanggil dengan patut, tidak menghadap
pengadilan negeri pada hari yang ditentukan itu, dan tidak juga menyuruh seorang
lain menghadap selaku wakilnya, maka gugatannya dipandang gugur dan si
penggugat dihukum membayar biaya perkara ; akan tetapi si penggugat berhak,
sesudah membayar biaya yang tersebut, memasukan gugatannya sekali lagi". Juga
apabila, meskipun ihak penggugat telah dipanggil dengan patut, pihak penggugat
telah mengirim orang atau surat yang menyatakan bahwa pihak penggugat
berhalangan secara sah (misalnya, oleh karena ia sedang sakit parah) atau pihak
penggugat telah mengutus wakilnya akan tetapi ternyata surat kuasa yang telah ia
berikan kepada wakilnya itu tidak memenuhi persyaratan (didalamnya terdapat
kesalahan) maka hakim harus cukup bijaksana untuk mengundurkan sidang.
Pasal 125 Ayat (1) HIR yang mengatur perihal verstek menyatakan,
"apabila pada hari yang telah ditentukan, tergugat tidak hadir dan pula ia tidak
menyuruh orang lain untuk hadir sebagai wakilnya, padahal ia telah dipanggil
dengan patut maka gugatan itu diterima dengan putusan tak hadir (verstek), kecuali
kalau ternyata bagi pengadilan negeri bahwa gugatan tersebut melawan hak atau
tidak beralasan".
Adakalanya tergugat maupun kuasanya tidak hadir pada sidang pertama. Akan
tetapi mengirimkan jawaban yang memuat tangkisan eksepsi yang menyatakan,
bahwa pengadilan tidak berwenang mengadili perkaranya, maka pengadilan wajib
menjawab putusan atas tangkisan itu setelah mendengar pihak penggugat. Kalau
tangkisan itu ditolak, baru memutus pokok perkaranya. (pasal 125 (2) HIR/149 (2)
RBG).
1. Putusan Gugur
a. Putusan dapat digugurkan jika penggugat/para penggugat telah dipanggil secara
resmi dan patut akan tetapi tidak hadir atau tidak mengirim kuasanya untuk hadir
(pasal 124 HIR/pasal 148 RBg).
b. Dalam hal perkara digugurkan, penggugat dapat mengajukan kembali gugatan
tersebut sekali lagi dengan membayar panjar biaya perkara.
c. Dalam hal-hal tertentu, misalnya jika penggugat tempat tinggalnya jauh atau
mengirim kuasanya tetapi surat kuasanya tidak memenuhi syarat, maka hakim
dapat mengundurkan sidang dan meminta penggugat dipanggil sekali lagi. Kepada
pihak yang datang diberitahukan agar ia menghadap lagi tanpa panggilan (pasal
126 HIR/pasal 150 RBg).
d. Gugatan yang dinyatakan gugur dituangkan dalam putusan, sedangkan gugatan
yang dicabut dituangkan dalam bentuk penetapan.
e. Jika penggugat pernah hadir kemudian tidak hadir lagi, maka penggugat
dipanggil sekali lagi dengan peringatan yang dimuat dalam relaas untuk hadir dan
jika tetap tidak hadir sedangkan tergugat tetap hadir, maka pemeriksaan
dilanjutkan dan diputus secara contradictor.
f. Jika panjar biaya perkara sudah habis, sedangkan penggugat tidak mau
menambah panjar biaya perkara untuk keperluan penanganan perkara tersebut
maka perkara tersebut dapat digugurkan.
g. Gugatan yang dinyatakan gugur dituangkan dalam putusan sedangkan gugatan
yang dicabut dituangkan dalam bentuk penetapan.
h. Bila penggugat sebelum dipanggil telah meninggal dunia maka hal tersebut
tergantung pada ahli warisnya, apakah mereka akan meneruskan perkara tersebut
atau akan mencabutnya. Hendaknya para ahli waris atau yang mewakilinya datang
menghadap kepada ketua pengadilan agama yang bersangkutan untuk
menyampaikan maksudnya. Apabila mereka berkeinginan melanjutkan gugatan itu,
surat gugatannya harus diubah dengan mencantumkan para ahli waris sebagai
penggugat. Apabila diantara ahli waris ada yang tidak mau ikut menggugat maka
gugatan tidak dinyatakan tidak diterima dengan alasan kurang lengkap. Akan
tetapi, ahli waris yang tidak mau ikut menggugat diikutsertakan sebagai turut
tergugat sekadar untuk tunduk dan taat terhadap putusan hakim.
i. Apabila penggugat setelah dipanggil dengan patut meninggal dunia maka kabar
kematiannya harus disampaikan kepada pengadilan agama yang menanganinya.
Apabila kabar kematiannya tidak disampaikan kepada pengadilan agama dan
pengadilan tidak mengetahuinya maka pengadilan berwenang untuk
menggugurkan gugatan tersebut.
j. Khusus pada perkara perceraian bahwa gugatan dengan sendirinya akan gugur
bilamana suami atau istri meninggal sebelum adanya putusan pengadilan.[3]
2. Putusan Verstek
Persoalan verstek diatur dalam Pasal 125 HIR/149 RBg. Keseluruhan isi pasal ini
adalah sebagai berikut.
a. Jika tergugat, walaupun sudah dipanggil dengan resmi dan patut, tidak
menghadap pada hari sidang yang ditentukan dan juga tidak menyuruh orang lain
menghadap selaku wakilnya, gugatan itu diterima dengan keputusan tidak hadir,
kecuali jika nyata kepada pengadilan bahwa gugatan itu melawan hak atau tidak
beralasan.
b. Apabila pihak tergugat dalam surat jawabannya sebagaimana tersebut dalam
pasal 121 HIR mengajukan perlawanan bahwa pengadilan tidak berwenang
menerima perkara itu, hendaklah pengadilan walau si tergugat sendiri atau
wakilnya tidak menghadap, sesudah didengar oleh si penggugat mengenai
perlawanannya. Kalau perlawanannya itu ditolak maka keputusan dijatuhkan hanya
mengenai pokok perkaranya saja.
c. Jikalau gugatannya diterima maka putusan pengadilan dengan perintah ketua
diberitahukan kepada orang yang dikalahkan dan diterangkan kepadanya bahwa ia
berhak dalam waktu dan cara yang ditentukan dalam pasal 129 HIR mengajukan
perlawanan terhadap utusan tak hadir itu pada majelis pengadilan itu juga.
d. Dibawah keputusan tak hadir itu, panitera pengadilan mencatat siapa yang
diperintahkan menjalankan pekerjaan itu dan apakah diberitahukannya tentang hal
itu, baik dengan surat maupun dengan lisan.
e. Putusan verstek yang mengabulkan gugatan penggugat harus memenuhi syarat-
syarat berikut ini.
Tergugat atau para tergugat tidak datang pada hari sidang yang telah ditentukan.
Ia atau mereka tidak mengirimkan wakil atau kuasanya yang sah untuk menghadap
dan tidak ternyata pula bahwa ketidakhadirannya itu karena sesuatu alasan yang
sah.
Ia atau mereka telah dipanggil dengan resmi dan patut.
Petitum tidak melawan hak.
Petitum beralasan.
Beberapa syarat tersebut harus satu per satu diperiksa dengan teliti, apabila benar-
benar persyaratan itu terpenuhi maka putusan verstek dapat dijatuhkan dengan
mengabulkan gugatan penggugat.
Apabila syarat 1, 2, dan 3 di penuhi, akan tetapi petitum-nya melawan hak atau
tidak beralasan maka walaupun perkara diputus dengan verstek tetapi gugatan
ditolak.
Begitu juga apabila syarat 1,2, dan 3 terpenuhi, akan tetapi ternyata ada keslahan
formil dalam gugatan, misalnya, gugatan dajukan orang yang tidak berhak, kuasa
yang menandatangani surat gugatan ternyata tidak memiliki surat kuasa khusu dari
pihak penggugat, gugatan dinyatakan tidak diterima.
Dalam perkara perceraian yang tergugatnya tidak diketahui tempat tinggalnya di
Indonesia harus di panggil ke alamatnya yang terakhir dengan menambah kata-kata
"sekarang tidak jelas alamatnya di Republik Indonesia."
Pemanggilan dilaksanakan dengan cara diumumkan melalui satu atau beberapa
surat kabar atau mass media lain yang ditetapkan oleh pengadilan yang dilakukan
sebanyak dua kali dengan tenggang waktu satu bulan antara pengumuman pertama
dan kedua, selanjutnya tenggang waktu antara panggilan terakhir dan persidangan
di tetapkan sekurang-kurangnya tiga bulan (pasal 27 PP Nomor 9 tahun 1975).
Putusan verstek diartikan sebagai putusan yang dijatuhan tanpa hadirnya tergugat
pada hari sidang pertama tersebut dapat berarti tidak hanya pada hari sidang
pertama, akan tetapi juga pada hari sidang kedua dan seterusnya[5]. Hal ini juga
dapat dilihat pada SEMA No. 9 Tahun 1964.
Walaupun demikian, pengadilan sedapat mungkin mengambil kebijakan untuk
tidak langsung mengambil putusan verstek. Pada asasnya, putusan verstek yang
mengabulkan gugatan untuk seluruhnya atau untuk sebagian tidak boleh untuk
dilaksanakan sebelum lewat waktu 14 hari setelah putusan tersebut diberitahukan
kepada pihak yang kalah.
Kalau yang kalah itu akan mengajukan perlawanan, pengecualiannya ada, yaitu
apabila pelaksanaan putusan memang sangat dibutuhkan, misalnya, dalam acara
singkat, apabila putusan tersebut telah diberikan dengan ketentuan dapat
dilaksanakan terlebih dahulu, meskipun banding dan erlawanan atas dasar Pasal
180 (1) HIR. Ketidakpuasan puasan putusan verstek bisa terjadi oleh pihak
penggugat maupun tergugat.
Bila pihak penggugat mengajukan banding atas putusan verstek maka tertutup pagi
terguga untuk mengajukan verzet.[7] Bagi penggugat, selama dalam proses
banding, berhak untuk mencabut permohonan bandingnya. Jik terjadi demikian,
berlakulah putusan verstek.
Untuk tidak merugikan hak tergugat maka tergugat bersamaan itu juga ada hak
untuk mengajukan ermohonan banding. Jika tergugat tiak mengajukan banding dan
penggugat mencabut permohonan bandingnya maka putusan verstek akan
memeroleh kekuatan hukum tetap (in kracht van gewyde). Bila terjadi demikian
otomatis kekecewaan ada di pihak tergugat.
Putusan verstek harus di beritahukan kepada ihak yang dikalahkan dan kepadanya
dijelaskan bahwa ia berhak untuk mengajukan perlawanan berupa verzet,
perlawanan (verzet) tersebut diajukan kepada pengadilan yang sama dalam
tenggang waktu dan dengan cara yang ditentukan dalam Pasal 129 HIR.
Petugas penyampai putusan verstek harus jelas petugasnya, surat pemeritahuan
putusan verstek dibuat oleh juru sita atas sumpah jabatan dan merupakan akta
autentik yang mempunyai kekuatan pembuktian yang sempurna.
Oleh karenanya, surat pemberitahuan putusan verstek harus menggambarkan
keadaan yang benar-benar terjadi dan menyebutkan dengan siapa juru sita bertemu
dan apa yang dikatakan oleh yang bersangkutan, dengan maksut agar putusan
tersebut benar-benar diketahui oleh pihak yang kalah dan apabila dia
menghendakinya dapat mengajukan perlawanan (verzet) terhadap putusan verstek,
dalam tenggang waktu dan dengan cara yang ditentukan dalam Pasal 129 HIR.

3.A. Akta di bawah tangan atau akta bawah tangan adalah akta yang dibuat tidak di
depan pejabat yang berwenang sesuai Pasal 1874 KUHPerdata.
Hanya pihak yang membuat akta di bawah tangan ini saja yang menandatangani
akta tersebut, tidak ada pihak berwenang.
Akta bawah tangan hanya mempunyai kekuatan pembuktian formal, yaitu bila
tanda tangan pada akta itu diakui (dalam hal ini sudahmerupakan bukti pengakuan)
yang berarti pernyataan yang tercantum Di dalam akta itu diakui dan dibenarkan.
Akta di bawah tangan ini diatur dalam Pasal 1874 t 1984 KUH-perdata. Terhadap
akta di bawah tangan apabila ada tanda tangan yang disangkal, maka pihak yang
mengajukan akta di bawah tangan itu harus membuktikan kebenaran tanda tangan
itu melalui alat bukti lain. Dengan demikian selama tanda tangan tidak diakui maka
akta di bawah tangan tersebut tidak banyak membawa manfaat bagi pihak yang
mengajukannya di muka pengadilan.
B. Bukti Permulaan adalah keadaan, perbuatan, dan/atau bukti berupa keterangan,
tulisan, atau benda yang dapat memberikan petunjuk adanya dugaan kuat bahwa
sedang atau telah terjadi suatu tindak pidana di bidang perpajakan yang dilakukan
oleh siapa saja yang dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara.
Sebagai contoh pada Pasal 17 KUHAP, bukti permulaan yang cukup ditujukan
sebagai dasar bagi penyidik untuk melakukan penangkapan terhadap tersangka
sebuah kasus tindak pidana. Oleh karenanya, dapat disimpulkan bahwa fungsi
utama dari bukti permulaan yang cukup adalah untuk memberikan perlindungan
hak-hak dari tersangka dari kesewenangwenangan yang mungkin dilakukan oleh
penyidik. Pada perkembangannya, bukti permulaan yang cukup tidak hanya disitir
di dalam KUHAP, namun juga diperkenalkan di dalam berbagai macam peraturan
perundangundangan lainnya terkait dengan tindak pidana. Masingmasing peraturan
perundang-undangan memiliki keragaman di dalam memberikan definisi terkait
dengan bukti permulaan yang cukup.
4. Posita
Posita disebut juga dengan Fundamentum Petendi yaitu bagian yang berisi dalil
yang menggambarkan adanya hubungan yang menjadi dasar atau uraian dari suatu
tuntutan. Untuk mengajukan suatu tuntutan, seseorang harus menguraikan dulu
alasan-alasan atau dalil sehingga ia bisa mengajukan tuntutan seperti itu.
Karenanya, fundamentum petendi berisi uraian tentang kejadian perkara atau
duduk persoalan suatu kasus. Menurut M. Yahya Harahap di dalam buku Hukum
Acara Perdata (hal. 58), Posita/Fundamentum Petendi yang yang dianggap lengkap
memenuhi syarat, memenuhi dua unsur yaitu dasar hukum (rechtelijke grond) dan
dasar fakta (feitelijke grond). Sebagai contoh dalam suatu gugatan perceraian.
Penggugat harus memuat keterangan dalam surat gugatan itu berupa kronologis
atau urutan peristiwa sejak mulai perkawinan dilangsungkan, peristiwa hukum
seperti lahirnya anak, hingga kejadian yang membuat penggugat tidak cocok
dengan suami/isteri, termasuk sebab-sebab yang membuat penggugat ingin
bercerai.
Petitum
Petitum berisi tuntutan apa saja yang dimintakan oleh penggugat kepada hakim
untuk dikabulkan. Selain tuntutan utama, penggugat juga biasanya menambahkan
dengan tuntutan subside atau pengganti seperti menuntut membayar denda atau
menuntut agar putusan hakim dapat dieksekusi walaupun akan ada perlawanan di
kemudian hari yang disebut dengan uitvoerbar bij voorrad. Sebagai tambahan
informasi, Mahkamah Agung dalam SEMA No. 6 Tahun 1975 perihal Uitvoerbaar
bij voorraad tanggal 1 Desember 1975 menginstruksikan agar hakim jangan secara
mudah mengabulkan putusan yang demikian. Masih menurut Yahya Harahap (hal.
63), Supaya gugatan sah, dalam arti tidak mengandung cacat formil, harus
mencantumkan petitum gugatan yang berisi pokok tuntutan penggugat, berupa
deskripsi yang jelas menyebut satu per satu dalam akhir gugatan tentang hal-hal
apa saja yang menjadi pokok tuntutan penggugat yang harus dinyatakan dan
dibebankan kepada tergugat. Sebagai contoh petitum:
A. Dalam Penundaan.
- Mengabulkan Permohonan Penundaan yang diajukan Penggugat.
B. Dalam Pokok Perkara/Sengketa.
1. Mengabulkan gugatan penggugat seluruhnya ;
2. Menyatakan batal atau tidak sah Surat …….. No…….
tertanggal……………….
3. Mewajibkan Tergugat untuk mencabut Surat……. No………
4. Menghukum Tergugat membayar biaya perkara ;

5. Menurut Yahya Harahap dalam bukunya Pembahasan Permasalahan dan


Penerapan KUHAP: Pemeriksaan Sidang Pengadilan, Banding, Kasasi, dan
Peninjauan Kembali (hal. 608), terhadap semua putusan kecuali putusan
Mahkamah Agung, dapat diajukan kasasi demi kepentingan hukum, dengan syarat
putusan pengadilan itu telah berkekuatan hukum tetap, dan hanya terbatas pada
putusan Pengadilan Negeri dan atau putusan Pengadilan Tinggi. Sedangkan
terhadap putusan Mahkamah Agung yang telah berkekuatan tetap, tidak dapat
diajukan upaya hukum kasasi demi kepentingan hukum.
6.A. Alat-alat bukti yang sah menurut hukum acara perdata sebagaimana diatur dalam
pasal 164 HIR/284 RBG, yaitu : surat-surat, saksi-saksi, pengakuan, sumpah,
persangkaan hakim. Pada prinsipnya dalam persidangan perkara perdata hakim
cukup membuktikan dengan preponderance of evidence (memutus berdasarkan
bukti yang cukup). Alat-alat bukti yang cukup tersebut tentunya memiliki beberapa
kualifikasi agar memiliki kekuatan pembuktian yang sempurna dan mengikat.

Alat bukti surat dikategorikan sebagai alat bukti tertulis, surat dibagi menjadi dua
macam : akta dan surat-surat lain yang bukan akta. Akta dibedakan menjadi : akta
otentik dan akta dibawah tangan. Fungsi akta secara formil (formalitas causa)
merupakan pengakuan yuridis atas perbuatan hukum serta sebagai alat bukti
(probationis causa) adalah untuk pembuktian di kemudian hari dan sebagai alat
bukti. Kekuatan pembuktian akta meliputi : kekuatan pembuktian lahir yakni
kekuatan pembuktian yang didasarkan pada bentuk fisik/lahiriah sebuah maka
memiliki kekuatan sebagai akta sepanjang tidak terbukti sebaliknya, bagi yang
menyangkal harus dapat membuktikan sebaliknya. Kekuatan pembuktian formil
menyangkut benar tidaknya pernyataan oleh orang yang bertanda tangan di dalam
akta tersebut, kekuatan pembuktian formil ini memberi kepastian tentang peristiwa
mengenai pejabat dan para pihak benar menyatakan dan melakukan apa yang
dimuat dalam sebuah akta. Kekuatan pembuktian materiil memberikan kepastian
tentang peristiwa mengenai pejabat atau para pihak menyatakan dan melakukan
seperti yang dimuat dalam akta sehingga memberikan kepastian tentang materi
suatu akta.
B. Pembuktian sangat penting di dalam hukum. Tidak hanya di depan Hakim, dalam
lalu lintas aktivitas kehidupan sehari-hari, aktivitas bisnis, pemerintahan dan
interaksi sosial, disadari atau tidak, pembuktian sering masuk dalam ruang-ruang
obrolan. Pembuktian di tataran interaksi sosial bertujuan meningkatkan
kepercayaan sosial, meningkatkan kualitas atau integritas dan memperkuat
kebenaran.
Pembuktian dalam tataran hukum memiliki tingkat urgensi yang utama. Ketika
bersengketa di depan hakim, keyakinan hakim terbangun dari alat-alat bukti yang
diajukan di depan persidangan. Alat-alat bukti itu harus kuat, cukup syarat,
validitasnya tidak diragukan.
Penggugat dalam ranah sengketa di hadapan hakim dibebani pembuktian. Setiap
dalil di dalam surat gugatan harus dapat dibuktikan demi meyakinkan hakim
tentang kebenaran dalil gugatannya. Pasal 1865 KUH Perdata telah menerangkan
bahwa setiap orang yang mengaku mempunyai suatu hak, atau menunjuk suatu
peristiwa untuk meneguhkan haknya itu atau untuk membantah suatu hak orang
lain, wajib membuktikan adanya hak itu atau kejadian yang dikemukakan itu.
7. Dari aspek kehadiran para pihak
Putusan gugatan gugur
Putusan ini dijatuhkan jika penggugat tidak datang pada hari sidang yang
ditentukan, atau tidak menyuruh wakilnya untuk menghadiri padahal telah
dipanggil dengan patut. Hakim dapat menjatuhkan putusan menggugurkan gugatan
penggugat dan penggugat dihukum membayar biaya perkara.[1]
Putusan verstek
Hakim menjatuhkan putusan verstek apabila pada sidang pertama pihak tergugat
tidak datang menghadiri persidangan tanpa alasan yang sah, padahal sudah
dipanggil oleh juru sita secara patut.[2] Pasal 125 Herzien Indlandsch Reglement
kemudian menegaskan bahwa putusan verstek adalah putusan bahwa gugatan
diterima tanpa kehadiran tergugat.
Putusan contradictoir
Putusan ini ditinjau dari segi kehadiran para pihak pada saat putusan diucapkan.
Terdapat dua jenis putusan contradictoir:
Pada saat putusan diucapkan, para pihak hadir;
Pada saat putusan diucapkan, salah satu pihak tidak hadir.

Putusan ditinjau dari sifatnya


Putusan deklarator;
Putusan konstitutif;
Putusan kondemnator.

Putusan ditinjau pada saat penjatuhannya


Putusan sela
Putusan sela disebut juga putusan sementara. Ada juga yang menyebutnya dengan
incidental vonnis atau putusan insidentil. Bahkan disebut juga tussen vonnis yang
diartikan putusan antara.[3]
Putusan akhir
Putusan akhir (eind vonnis) atau dalam common law sama dengan final judgement
diambil dan dijatuhkan pada akhir atau sebagai akhir pemeriksaan perkara pokok.
Putusan ini merupakan tindakan atau perbuatan hakim sebagai penguasa atau
pelaksana kekuasaan kehakiman untuk menyelesaikan dan mengakhiri sengketa
yang terjadi di antara pihak yang berperkara.[4]

Jenis putusan hakim ditinjau dari sifatnya.


Putusan Deklarator
Putusan deklarator atau deklaratif (declatoir vonnis) adalah pernyataan hakim yang
tertuang dalam putusan yang dijatuhkannya. Pernyataan itu merupakan penjelasan
atau penetapan tentang sesuatu hak atau titel maupun status. Pernyataan itu
dicantumkan dalam amar atau diktum putusan.
Putusan Konstitutif
Putusan konstitutif (constitutief vonnis) adalah putusan yang memastikan suatu
keadaan hukum, baik yang bersifat meniadakan suatu keadaan hukum maupun
yang menimbulkan keadaan hukum baru.

Putusan Kondemnator
Putusan kondemnator (condemnatoir) adalah putusan yang memuat amar yang
menghukum salah satu pihak yang berperkara. Putusan yang bersifat kondemnator
merupakan bagian yang tidak terpisah dari amar deklaratif atau konstitutif.

8. Gugatan Ditolak
Dalam bukunya, Hukum Acara Perdata (hal. 812), M. Yahya Harahap,
menyebutkan bahwa bila penggugat dianggap tidak berhasil membuktikan dalil
gugatannya, akibat hukum yang harus ditanggungnya atas kegagalan membuktikan
dalil gugatannya adalah gugatannya mesti ditolak seluruhnya. Jadi, bila suatu
gugatan tidak dapat dibuktikan dalil gugatannya bahwa tergugat patut dihukum
karena melanggar hal-hal yang disampaikan dalam gugatan, maka gugatan akan
ditolak.

Gugatan Tidak Dapat Diterima


Dijelaskan pula oleh M. Yahya Harahap (hal. 811), bahwa ada berbagai cacat
formil yang mungkin melekat pada gugatan, antara lain, gugatan yang
ditandatangani kuasa berdasarkan surat kuasa yang tidak memenuhi syarat yang
digariskan Pasal 123 ayat (1) HIR jo. SEMA No. 4 Tahun 1996:

Anda mungkin juga menyukai