Anda di halaman 1dari 4

Nama : Ratu Salza Handayani

NPM : 1706048154
Mata Kuliah Hukum Acara Pidana B – Reguler

ANALISIS PROSES PEMBUKTIAN DALAM FILM 12 ANGRY MEN

Melihat dari film yang sudah saya saksikan berjudul 12 Angry Men yang menceritakan
jalannya proses pembuktian dalam sistem peradilan di Amerika, saya mengidentifikasi
beberapa hal mengenai alat bukti dan sistem pembuktian yang akan saya analisis dalam tugas
mata kuliah Hukum Acara Pidana. Film ini menjelaskan mengenai kasus pembunuhan oleh
seorang anak laki-laki berusia 18 tahun terhadap ayahnya, yang dapat di yakini sebagai suatu
tindak pidana dengan ditemukannya alat bukti berupa: pisau lipat dan keterangan saksi-saksi.
Terdapat perbedaan mengenai alat bukti dalam sistem peradilan Indonesia yang diatur
oleh Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) Indonesia dan sistem Criminal
Procedure Law Amerika Serikat. Dalam Pasal 184 ayat (1) KUHAP, alat bukti yang sah
adalah:
1. Keterangan Saksi
2. Keterangan Ahli
3. Surat
4. Petunjuk
5. Keterangan terdakwa
Sedangkan menurut Criminal Procedure Law Amerika Serikat, bukti terdiri dari1:
1. Real evidence (bukti sungguhan)
2. Documentary evidence (bukti dokumenter)
3. Testimonial evidence (bukti kesaksian)
4. Judicial evidence (pengamatan hakim)

Dalam hal ini, real evidence menurut sistem Amerika adalah bukti yang dipandang paling
bernilai dibanding dengan bukti lainnya. Sementara itu, di Indonesia bukti semacam ini
bukanlah bukti yang memiliki kekuatan pembuktian.

1
Aristo Pangaribuan, dkk. Pengantar Hukum Acara Pidana Di Indonesia, (Jakarta: Rajawali Pers,
2017), hlm.297.
A. MACAM ALAT BUKTI
Macam-macam bukti yang terdapat dalam proses pembuktian kasus pembunuhan
oleh seorang anak terhadap ayahnya adalah:
1. Pisau Lipat yang ditemukan dekat dengan lokasi terjadinya pembunuhan
2. Kesaksian tetangga pelaku yang tinggal di bawah kamar pelaku dan
korban
3. Kesaksian wanita yang tinggal di kamar seberang kamar pelaku dan
korban
4. Kesaksian Terdakwa yang dapat digunakan sebagai sumber alat bukti
petunjuk
Jika diamati melalui Criminal Procedure Law di Amerika Serikat, pisau lipat yang
ditemukan tersebut merupakan bukti yang sama kedudukannya dengan bukti yang lain
dan sama-sama memiliki kekuatan pembuktian. Berbeda halnya dengan alat bukti
yang sah menurut Pasal 184 ayat (1) KUHAP, pisau lipat tersebut tidak memiliki
kekuatan pembuktian karena merupakan barang bukti, kecuali barang bukti tersebut
dapat diindetifikasi dengan alat bukti berupa keterangan saksi, keterangan ahli, surat
atau keterangan terdakwa sendiri agar dapat meyakinkan hakim.
Maka, dapat disimpulkan bahwa fungsi barang bukti dan alat bukti dalam sidang
pengadilan adalah sebagai berikut:
1. Menguatkan kedudukan alat bukti yang sah yang disebutkan dalam Pasal
184 ayat (1) KUHAP
2. Mencari dan menemukan kebenaran materiil atas perkara sidang yang
ditangani
3. Setelah barang bukti tersebut menjadi penunjang alat bukti yang sah maka
barang bukti tersebut dapat menguatkan keyakinan hakim atas kesalahan
yang didakwakan oleh Penuntut Umum

B. KEABSAHAN ALAT BUKTI


Pertama, pembuktian dalam suatu tindak pidana harus dibuktikan dengan
adanya atau terjadinya keseluruhan peristiwa yang diduga merupakan suatu tindak
pidana yang ada dalam rumusan yuridisnya. Atau dengan kata lain, tindak pidana
yang dilakukan benar telah terjadi.
Kedua, terdakwa dinyatakan bertanggungjawab terhadap tindak pidana
tersebut.
Pembuktian melalui alat bukti dan barang bukti tersebut berkenaan dengan
hubungan yang terjadi diantara keduanya dan juga kedudukan kekuatan pembuktian
bukti-bukti tersebut.
Keabsahan alat bukti dalam kasus ini jika ditinjau dari sistem KUHAP, barang
bukti berupa pisau tersebut dapat memiliki kekuatan pembuktian setelah didukung
dengan adanya alat bukti berupa keterangan kedua saksi diatas. Dalam menggunakan
keterangan saksi perlu diperhatikan asas unus testis nullus testis yaitu adanya satu
orang saksi saja bukan merupakan saksi yang disebutkan dalam Pasal 185 ayat (2)
KUHAP. Dengan kata lain, harus terdapat lebih dari satu saksi untuk dapat
menjadikannya sebuah alat bukti yang sah. Keterangan saksi menurut Pasal 1 butir 27
KUHAP dinyatakan sebagai salah satu alat bukti dalam perkara pidana yang berupa
keterangan dari saksi mengenai suatu peristiwa pidana yang ia dengar sendiri, ia lihat
sendiri dan ia alami sendiri dengan menyebut alasan dari pengetahuannya itu.
Keabsahan daripada keterangan saksi tersebut harus dilakukan dibawah sumpah atau
janji menurut agamanya masing-masing (Pasal 160 ayat (3) KUHAP).
Adapun saksi yang diajukan dalam persidangan ada 4 (empat) jenis, yaitu2 :
1. Saksi yang diajukan oleh tersangka atau terdakwa, yang diharapkan
dapat memberikan keterangan yang menguntungkan bagi dirinya atau
dapat disebut saksi a de charge
2. Saksi yang diajukan oleh penuntut umum yang dapat memberatkan
dirinya atau disebut saksi a charge
3. Saksi yang bukan menyaksikan dan mengalami sendiri tapi hanya
mendengar berdasarkan keterangan dari orang lain atau disebut saksi
de Auditu
Dari penjelasan tersebut dapat disimpulkan bahwa dalam kasus ini keterangan
saksi tersebut dapat dijadikan alat bukti yang sah, karena terdapat lebih dari satu
orang saksi dalam kasus ini, dimana menurut kronologis kasus ini, saksi pertama
mendengar adanya suara dari peristiwa pidana yang menurut keyakinannya dilakukan
oleh pelaku, dan kesaksian saksi kedua yang melihat secara langsung proses
pembunuhan yang diduga dilakukan oleh pelaku. Kedua saksi ini diperiksa di
pengadilan dan keterangannya dilakukan dibawah sumpah, sehingga kesaksian kedua
saksi tersebut dapat dinyatakan sah dan memberikan kekuatan pembuktian terhadap
barang bukti berupa pisau lipat tersebut.
2
http://www.negarahukum.com/hukum/keterangan-saksi.html diakses pada 16 April, 2019 pukul 20.00
C. BEYOND REASONABLE DOUBT
Disebutkan dalam Pasal 183 KUHAP bahwa: “hakim tidak boleh menjatuhkan
pidana kepada seseorang kecuali apabila dengan sekurang-kurangnya terdapat dua
alat bukti yang sah ia memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-benar
terjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah melakukannya.”
Dengan pengertian tersebut, dapat diketahui bahwa menurut KUHAP, untuk
dapat membuktikan kesalahan terdakwa, harus dipenuhi dua syarat, yaitu sekurang-
kurangnya dua alat bukti menurut KUHAP dan keyakinan hakim. Hal ini berarti
bahwa KUHAP menganut ajaran pembuktian dari teori menurut Undang-Undang
secara negatif.
Dalam kasus ini, para juri yang memutuskan bersalah atau tidak bersalahnya
pelaku juga didasarkan dan dirumuskan menurut alat bukti yang ada seperti disebut
diatas, alat bukti tersebut mempengaruhi keyakinan mereka untuk memutuskan
kesalahan atau ketidakbersalahan pelaku. Hal tersebut sama dengan cerminan teori
pembuktian menurut Undang-Undang secara negatif, hanya saja mereka tidak
menyebutkan berapa jumlah alat bukti yang diperlukan untuk mendukung keyakinan
mereka.
Dalam membuktikan suatu tindak pidana dan kebersalahan seseorang secara
benar, seorang hakim tidak boleh memiliki keraguan sedikit pun atas tindak pidana
yang dilakukan oleh pelaku bahwa pelaku benar-benar sah dan meyakinkan bersalah
atas tindak pidana yang dilakukannya inilah yang disebut dengan Proven Beyond
Reasonable Doubt.
Bukti-bukti dalam kasus ini dapat dikatakan sudah sempurna dengan
dinyatakannya keterangan saksi-saksi yang mendukung barang bukti yang ada dalam
kasus ini. Namun, untuk membuktikan salah atau tidak salahnya pelaku masih di
gantungkan dengan perundingan untuk mendapatkan keyakinan para juri. Para juri
yang mengidentifikasi bukti-bukti dari kasus ini memutuskan bahwa tiap-tiap dari
mereka memiliki keraguan dari jalannya proses pembuktian dan alat bukti yang ada
sehingga pelaku tersebut dapat dinyatakan tidak bersalah dan lepas dari hukuman
karena unsur keyakinan hakim, atau dalam hal ini para juri, tidak tercapai.

Anda mungkin juga menyukai