Anda di halaman 1dari 15

PEMBUKTIAN DAN ALAT BUKTI KASUS RACUN SIANIDA DIDALAM KOPI

MIRNA YANG DILAKUKAN OLEH JESSICA


Oleh: Putri Dewi Maghfiroh (NIM: C93217049)

A. Pendahuluan
Dalam Hukum Acara Pidana, disebuah kasus perkara, Pembuktian dan alat bukti
sangat dibutuhkan agar majelis hakim bisa memutuskan putusan pengadilan, hal ini menjadi
sangat penting karena menyangkut kebenaran sebuah kasus atau perkara, karena jika tidak
memiliki bukti yang kuat bisa saja hakim salah memberi putusan yang mengakibatkan
kerugian pada salah satu pihak, hal ini yang harus diperhatikan supaya tidak ada pihak yang
dirugikan dan tidak ada yang diuntungkan.
Salah satu kasus yang sangat menyita perhatian public dan menghebohkan jagat
Indonesia 3 tahun yang lalu tepatnya tahun 2016 yaitu kasus racun sianida yang telah
menewaskan Wayan Mirna Salihin (27 tahun) setelah meminum Kopi es vietnam di Olivier
Café, Grand Indonesia yang diduga dilakukan oleh temannya, Jessica Kumala Wongso (27
tahun) yang statusnya adalah teman dari korban, kasus tersebut sangat menghebohkan
publik hingga persidangan nya disiarkan di televise dan berlangsung lama, Sebanyak 32 kali
persidangan telah diselesaikan dari awal hingga putusan majelis hakim terhadap Jessica
Kumala Wongso atas perkara kematian Wayan Mirna Salihin. Jessica akhirnya divonis
hukuman 20 tahun penjara atau sesuai dengan tuntutan yang diajukan jaksa penuntut setelah
menggunakan ijtihad dari majelis hakim dalam memutuskan perkara tersebut.
hal ini terjadi karena alat bukti di ditempat kejadian serta saksi dan petunjuk yang
ada untuk melakukan pembuktian dirasa tidak cukup kuat untuk menjerat terdakwa Jessica
agar segera dijatuhkan hukuman sesuai putusan pengadilan.
Oleh karena itu saya disini akan mengkaji serta menjelaskan terkait kasus
Pembuktian dan alat bukti kasus racun sianida didalam kopi Mirna yang dilakukan oleh
Jessica tersebut beserta penjelasan secara teoritis berikut juga analisis yang bisa saya
berikan tentang kasus tersebut, harapan saya agar kasus seperti ini tidak terulang
dikemudian hari dan agar sistem penyelesaian perkara didalam pengadilan tidak serumit dan
selama ini dalam menangani suatu kasus..
B. Sub Bahasan Teoritis
1
Pembuktian berasal dari kata “bukti” yang berarti suatu hal (peristiwa dan
sebagainya) yang cukup untuk memperlihatkan kebenaran suatu hal (peristiwa tersebut).
Pembuktian adalah perbuatan membuktikan. Adapun dikaji dari makna leksikon,
“pembuktian” adalah suatu proses, cara, perbuatan membuktikan, usaha menunjukkan benar
atau salahnya terdakwa dalam sidang pengadilan. Sedangkan dikaji dari persektif yuridis.
Pembuktian juga merupakan titik sentral hukum acara pidana. Hal ini dapat dibuktikan
sejak awal dimulainya tindakan penyelidikan, penyidikan, prapenuntutan, pemeriksaan
tambahan, penuntutan, pemeriksaan di sidang pengadilan, putusan hakim bahkan sampai
upaya hukum, masalah pembuktian merupakan pokok bahasan dan tinjauan semua pihak
dan pejabat yang bersangkutan pada semua tingkat pemeriksaan dalam proses peradilan,
terutama bagi hakim. Menurut M. Yahya Harahap Proses pembuktian pada hakikatnya
memang lebih dominan pada sidang di pengadilan guna menemukan kebenaran materil
akan peristiwa yang terjadi dan memberikan putusan seadil mungkin.1
Sedangkan menurut Martiman Prodjohamidjojo mengemukakan bahwa ‘pembuktian
mengandung maksud dan usaha untuk menyatakan kebenaran atas suatu peristiwa, sehingga
dapat diterima akal terhadap kebenaran peristiwa tersebut”.2
Proses pembuktian memiliki beberapa sistem pembuktian dalam hukum acara pidana,
yaitu sebagi berikut ini:
1. Pembuktian berdasarkan keyakinan belaka ( conviction in time), Bersalah atau
tidaknya terdakwa menurut teori pembuktian ini semata-mata ditentukan oleh
keyakinan hakim. Keyakinan tersebut diambil dan disimpulkan oleh hakim
berdasarkan pada alat-alat bukti yang diberikan di persidangan atau hanya dengan
mendengarkan keterangan terdakwa.
2. Pembuktian menurut keyakinan hakim atas alasan yang logis (conviction raisonee).
Keyakinan dalam teori pembuktian ini memegang perann penting dalam menentukan
salah tidaknya terdakwa , namun keyakinan hakim tersebut harus berdasarkan pada
alsan-alasan yang dapat diterima akal dan logis, didalam keputusan hakim ada yang
nama nya Pembuktian secara tidak langsung, Pembuktian secara tidak langsung
1
M. Yahya Harahap, permbahasan permasalahan dan penerapan KUHP: Pemeriksaan Sidang Pengadilan,
Banding, Kasasi, dan Peninjauan Kembali, Edisi Kedua, (Jakarta; Sinar Grafika, 2003), hal 273.
2
Martiman Prodjohamidjojo, komentar atas KUHAP ; Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana,
(Jakarta:,1984) hlm 11
2
(Circumstance Evidence) adalah bukti-bukti yang secara tidak langsung memberatkan
terdakwa karena kondisi tertentu, bukti tak langsung ini biasanya tidak hanya tunggal,
tapi terdiri dari serial bukti-bukti, semacam kepingan puzzle yang jika disusun akan
mengarah pada titik tertentu.
3. Pembuktian menurut undang-undang secara positif (positief wettelijk) teori
pembuktian ini berpedoman pada perinsip pembuktian dengan alat – alat bukti yang
ditentukan oleh undang-undang, yang artinya adaah untuk membuktikan terdakwa
bersalah atau tidaknya dengan melihat pada alat-alat bukti yang sah yang telah
ditentukan dalam undang-undang.
4. Pembuktian menurut undang-undang secar negative (negatief wettelijk), teori
pembuktian menurut undang-undang secara negative merupakan gabunga dan teori
pembuktian menurut undang-undang secara positif dengan teori pembuktian dengan
keyakin belaka.3
Pengertian alat bukti menurut Hari Sasangka adalah segala sesuatu perbuatan
dimana alat-alat bukti tersebut, dapat dipergunakan sebagai bahan pembutian guna
menimbulkan keyakinan hakim atas kebenaran adanya suatu tindak pidana yang telah
dilakukan oleh terdakwah.4
Sedangkan menurut Derwin Prints alat bukti yang sah adalah alat bukti yang ada
hubungannya denga suatu tindak pidana, dimana alat-alat tersebut dapat dipergunakan
sebagai bahan pembuktian, guna menimbulkan keyakinan bagi hakim, atas kebenaran
adanya suatu tindak pidana yang telah dilakukan oleh terdakwa.5
Menurut Pasal 184 KUHAP, terdapat alat-alat bukti untuk melakukan pembuktian,
antara lain sebagai berikut ini:
a. Keterangan Saksi
Saksi adalah orang yang dapat memberikan keterangan guna kepentingan
penyidikan, penuntutan, dan peradilan tentang suatu perkara pidana yang ia dengar
sendiri, ia lihat sendiri, dan ia alami sendiri. Keterangan Saksi merupakan salah satu alat
bukti dalam perkara pidana yang berupa keterangan dari saksi mengenai suatu peristiwa
pidana yang ia dengar sendiri, ia lihat sendiri, dan alami sendiri dengan menyebut alasan

3
Andi Hamzah, Hukum Acara Pidana Indonesia, (Jakarta, Sinar Grafika 2001) Hal. 247-253
4
Hari sasangka dan Lili Rosita, Hukum Pembuktian Dalam Perkara Pidana, (Bandung: Mandar Maju,2003) hal11
5
Darwinn Prints, hukum acara pidana dalam praktik, (Jakarta, Djambatan, 1998) hal, 135
3
dari pengetahuannya itu (Pasal 1 ke-27 KUHAP) Pada umumnya semua orang dapat
menjadi saksi. Kekecualian menjadi saksi tercantum dalam Pasal 168 KUHAP berikut :
1. Keluarga sedarah atau semenda dalam garis lurus ke atas atau ke bawah sampai
derajat ketiga dari terdakwa atau yang bersama-sama sebagai terdakwa
2. Saudara dari terdakwa atau yang bersama-sama sebagai terdakwa, saudara ibu
atau saudara bapak, juga mereka yang mempunyai hubungan karena perkawinan,
dan anak-anak saudara terdakwa sampai derajat ketiga
3. Suami atau istri terdakwa meskipun sudah bercerai atau yang bersama- sama
sebagai terdakwa.
b. Keterangan Ahli
Pasal 186 KUHAP menyatakan bahwa keterangan seorang ahli keterangan yang
diberikan oleh seorang yang memiliki keahlian khusus tentang hal yang diperlukan untuk
membuat terang suatu perkara pidana guna kepentingan pemeriksaan. Jadi, pasal tersebut
tidak menjawab siapa yang disebut ahli dan apa itu keterangan ahli. Pada penjelasan pasal
tersebut juga tidak menjelaskan hal ini. Dikatakan sebagai berikut. "Keterangan seorang
ahli ini dapat juga sudah diberikan pada waktu pemeriksaan oleh penyidik atau penuntut
umum yang dituangkan dalam suatu bentuk laporan dan dibuat dengan mengingat
sumpah di waktu ia menerima jabatan atau pekerjaan. Jika hal itu tidak diberikan pada
waktu pemeriksaan oleh penyidik atau penuntut umum maka pasca pemeriksaan di sidang
diminta untuk memberikan keterangan dan dicatat dalam berita acara pemeriksaan.
Keterangan tersebut diberikan setelah ia mengucapkan sumpah atau janji di hadapan
hakim."6
c. Surat
Surat adalah pembawa tanda tangan, bacaan yang berarti yang menterjemahkan
suatu pikiran. Selain Pasal 184 yang menyebut alat-alat bukti maka hanya ada satu pasal
saja dalam KUHAP yang mengatur tentang alat bukti surat yaitu Pasal 187.
Surat dapat dinilai sebagai alat bukti yang sah menurut Undang-undang ialah:7
a. Surat yang dibuat atas sumpah jabatan
b. Atau surat yang dikuatkan dengan sumpah.
Akan tetapi bagaimanapun sempurnanya alat bukti surat, namun alat bukti surat ini
6
M. Yahya Harahap, hal 128
7
M. Yahya Harahap, Op Cit, hlm.115
4
tidaklah dapat berdiri sendiri, melainkan harus di bantu dengan satu alat bukti yang sah
lainnya guna memenuhi batas minimum pembuktian yang telah di tentukan.
d. Petunjuk
Yahya harahap mendefinisikan petunjuk dengan menambah beberapa kata yakni
petunjuk adalah suatu isyarat yang dapat di tarik dari suatu kejahatan atau keadaan
dimana isyarat tadi mempunyai persesuaian antara yang satu dengan yang yang lain
maupun isyarat mempunyai persesuaian dengan tindak pidana itu sendiri, dan dari isyarat
yang bersesuaian tersebut “melahirkan” atau mewujudkan suatu petunjuk yang
membentuk kenyataan terjadinya suatu tindak pidana dan terdakwahlah pelakunya.
Petunjuk adalah perbuatan, kejadian, atau keadaan yang karena persesuaiannya
baik antara satu dengan yang lain, maupun dengan tindak pidana itu sendiri menandakan
telah terjadi suatu tindak pidana dan siapa pelakunya. Petunjuk hanya dapat diperoleh
dari keterangan saksi, surat, keterangan terdakwa, Petunjuk disebut oleh Pasal 184
KUHAP sebagai alat bukti yang keempat.
e. Keterangan Terdakwa
Keterangan terdakwah merupakan bagian kelima ketentuan pasal 184 ayat (1)
huruf e KUHP. Dapat dilihat dengan jelas bahwa "keterangan terdakwa" sebagai alat
bukti tidak perlu sama atau berbentuk pengakuan. Semua keterangan terdakwa hendaknya
didengar. Apakah itu berupa penyangkalan, pengakuan, ataupun pengakuan sebagian dari
perbuatan atau keadaan. Tidak perlu hakim mempergunakan seluruh keterangan seorang
terdakwa atau saksi, demikian menurut HIR dengan arrest-nya tanggal 22 Juni 1944. NJ.
44/45 No. 589. Keterangan terdakwa tidak perlu sama dengan pengakuan, karena
pengakuan sebagai alat bukti mempunyai syarat-syarat berikut:
1) Mengaku ia yang melakukan delik yang didakwakan
2) Mengaku ia bersalah.
C. Deskripsi Kasus
a. Kronologi
Kasus ini bermula dari pertemuan antara Jessica, Mirna, dan Hanie Boon Juwita
di Kafe Olivier Grand Indonesia pada 6 Januari 2016. Jessica memesan tempat dilayani
resepsionis bernama Cindy yang menawarkan meja nomor 54. Jessica kemudian
meninggalkan lokasi dan kembali lagi membawa tas kertas lalu memesan es kopi
5
Vietnam dan dua koktil. Jessica membayar seluruh pesanan dan minuman diantarkan oleh
penyaji ke meja nomor 54. Beberapa saat kemudian Mirna dan Hani datang secara
bersamaan, setelah saling menyapa ketiga wanita itu duduk. Mirna meminum es kopi
Vietnam yang sudah tersedia di meja setelah bertanya kepada Jessica siapa pemilik
minuman itu. Mirna sempat mengatakan bahwa rasa es kopi Vietnam itu begitu tidak
enak sambil mengibaskan tangan di depan mulutnya. Beberapa saat kemudian tubuh
Mirna kejang, tidak sadarkan diri, kemudian mengeluarkan buih dari mulutnya.
Mirna dibawa ke sebuah klinik di Grand Indonesia menggunakan kursi roda.
Kemudian, suami Mirna, Arief Soemarko, datang untuk membawanya ke Rumah Sakit
Abdi Waluyo menggunakan mobil pribadi. Jessica dan Hanie menemani Arief
memboyong Mirna ke rumah sakit itu. Sayang, nyawa Mirna tak tertolong dan
dinyatakan meninggal dunia di Rumah Sakit Abdi Waluyo. Setelah keluarga datang, dan
ayah Mirna Edi Dharmawan Salihin bergegas melaporkan kematian anaknya ke Polsek
Metro Tanah Abang karena dinilai tewas tidak wajar.
Tiga hari setelah kematian, Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya,
Komisaris Besar Polisi Krishna Murti, berbicara dengan Dharmawan Salihin agar
mengizinkan anaknya diautopsi. Namun, ternyata Mirna tidak diautopsi, melainkan hanya
diambil sampel dari bagian tubuhnya saja untuk diteliti. Pada 10 Januari 2016, jenazah
Mirna dikebumikan di Gunung Gadung, Bogor, kemudian hasil pemeriksaan sampel
menemukan zat racun di dalam tubuh Mirna yang membuat lambungnya korosif sehingga
tewas dalam hitungan menit setelah menelan es kopi itu.8
b. Pra-rekonstrsuksi hingga penetapan tersangka
Satu hari setelah Mirna dikubur, polisi menggelar pra-rekostruksi di Kafe Olivier.
Jessica, Hanie, dan pegawai Olivier dihadirkan untuk memperagakan kembali hal-hal
yang terjadi pada 6 Januari 2016, mulai dari kedatangan Jessica hingga Mirna kejang.
Pertengahan Januari, Puslabfor Mabes Polri mengumumkan bahwa terdapat racun diduga
sianida di dalam kopi Mirna dan ditemukan juga di lambung Mirna. Penyidik Polisi
kemudian memanggil Jessica untuk diperiksa karena telah memesan minuman untuk
Mirna. Jessica kembali dipanggil penyidik untuk diperiksa psikiater pada 20 Januari
2016. Jessica terlihat tenang menghadapi wartawan yang menunggunya selesai
8
https://m.cnnindonesia.com/nasional/20160201085309-12-107972/kronologi-kasus-mirna-hingga-penahanan-
jessica dipublikasikan pada hari senin, 1 Februari 2016 pukul 09.18 WIB
6
pemeriksaan. Keluarga Mirna antara lain Dharmawan Salihin, Sendy Salihin (saudari
kembarnya) dan Arief Sumarko juga ikut diperiksa satu hari setelah Jessica.
Penyidik akhirnya membawa berkas kasus Mirna ke Kejaksaan Tinggi DKI
Jakarta pada 26 Januari 2016, namun berkas itu dikembalikan ke penyidik agar
dilengkapi. Gelar perkara dilakukan pada 29 Januari 2016 dan menetapkan Jessica
sebagai tersangka pembunuhan Mirna. Polisi menangkap Jessica pada 30 Januari di
sebuah hotel di Jakarta Utara.
c. Rekonstruksi dan Praperadilan
Pada bulan Februari 2016 polisi menggelar serangkaian rekonstruksi tewasnya
Wayan Mirna di Kafe Olivier. Jessica menolak memperagakan adegan rekonstruksi yang
dianggap sebagai "versi polisi". Beberapa hari setelahnya rekonstruksi, Jessica menjalani
tes kejiwaan di Rumah Sakit Cipto Mangun Kusumo untuk mengetahui pribadi dan
motif.
Pertengahan Februari 2016, penasihat hukum Jessica mengajukan praperadilan ke
Pengadilan Negeri Jakarta Pusat karena penetapan tersangka kepada Jessica dianggap
tidak sah. Sejalan dengan proses pengajuan praperadilan itu, penyidik Polda Metro Jaya
melimpahkan berkas perkara Jessica ke Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta.
Kejaksaan Tinggi DKI akhirnya menerima berkas perkara dari penyidik kepolisan
pada dua hari menjelang berakhirnya masa penahanan Jessica pada akhir Mei 2016.
Berkas yang dinyatakan lengkap (P21) menandai dimulainya proses persidangan Jessica.
d. Persidangan perdana dan para saksi kunci
Sidang perdana Jessica digelar 15 Juni 2016 dengan agenda pembacaan eksepsi
oleh pengacara Jessica Kumala Wongso. Dalam nota keberatan yang dibacakan Sordame
Purba, disampaikan beberapa kejanggalan yang dirasakan terdakwa dan kuasa hukum.
Jaksa menyebut dakwaan jaksa terhadap kliennya terlalu dangkal untuk tuduhan
pembunuhan berencana.
Pada 28 Juni 2016, Majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat menolak
seluruh eksepsi yang diajukan kuasa hukum Jessica karena menurut hakim, dakwaan
yang disusun jaksa telah lengkap dan jelas.
Persidangan dilanjutkan pada 12 Juli 2016 di mana para keluarga Mirna
memberikan keterangan antara lain Edi Dharmawan Salihin, Arief Soemarko dan Sendy
7
Salihin. Keterangan yang diberikan ketiga saksi itu mengarahkan kecurigaan kepada
Jessica yang bertindak aneh setelah Mirna meninggal dunia.
Saksi kunci, Hanie Juwita Boon, dihadirkan pada persidangan tanggal 13 Juli
2016. Hanie yang sempat mencicipi es kopi Vietnam merasakan rasa panas di lidah. Ia
juga menceritakan situasi saat datang bersama Mirna, bertemu Jessica, Mirna kejang
hingga dibawa ke RS Abdi Waluyo.
e. Pegawai Kafe Olivier dan ahli dari jaksa
Persidangan untuk menghadirkan pegawai Kafe Olivier digelar sebanyak empat
kali antara lain tanggal 20, 21, 27 dan 28 Juli 2016. Saksi-saksi yang dihadirkan antara
lain Aprilia Cindy Cornelia (resepsionis), Marlon Alex, Agus Triyono (pelayan), Rangga
Dwi (barista), Yohanis (bartender), Devi (manajer kafe) dan pegawai Olivier lainnya.
Dari seluruh keterangan yang diberikan, tidak satu pun pegawai Olivier yang
melihat Jessica memasukan sesuatu ke dalam gelas kopi es Vietnam yang diminum
Mirna. Sejumlah pegawai Olivier hanya melihat warna es kopi yang semestinya cokelar
berubah menjadi kuning.Setelah menghadirkan saksi pegawai Kafe Olivier, jaksa
penuntut umum menghadirkan sejumlah ahli di antaranya dokter forensik Slamet
Purnomo yang menegaskan Mirna meninggal keracunan sianida karena ada 0,2 miligram
per liter sianida di lambung Mirna. "Yang menyebabkan kematian adalah sianida apalagi
dalam lambung (Mirna) ditemukan zat itu," kata Slamet Purnomo di PN Jakarta Pusat
kemudian menambahkan terdapat korosif di lambung Mirna hingga muncul bercak-
bercak hitam bekas pendarahan.
Pada 10 Agustus 2016, ahli digital forensik Mabes Polri, AKBP Muhammad Nuh
Al Azhar, membuka rekaman kamera pengawas (CCTV) yang memperlihatkan Jessica
membuka tas menggunakan kedua tangan pada pukul 16.29.50 WIB kemudian kepala
Jessica menoleh ke kiri dan kanan pada satu menit kemudian. Pada rekaman CCTV juga
terlihat Jessica seperti sedang menggaruk tangan.
Persidangan 15 Agustus 2016, psikolog Antonia Ratih Andjayani menyebut
Jessica sosok cerdas dan tenang namun memiliki kepribadian narsis yang seringkali
menggunakan kebohongan untuk berdalih. Tiga hari kemudian, jaksa menghadirkan
psikiater forensik Natalia Widiasih Raharjanti yang menyatakan Jessica berisiko
melakukan kekerasan terhadap diri sendiri maupun orang lain jika tertekan.
8
Pada persidangan pekan berikutnya dihadirkan toksikolog forensik I Made Gelgel
yang menyatakan Mirna tewas karena sianida. Di hari yang sama turut hadir pakar hukum
pidana, Edward Omar Sharif, yang menjelaskan dalam Pasal 340 KUHP tentang
pembunuhan berencana tidak diperlukan motif dan pembuktian hukumnya bisa saja tidak
menggunakan bukti langsung.
Kriminolog Ronny Nitibaskara pada persidangan awal September 2016 bilang
Jessica memiliki kepribadian yang berpotensi menyakiti orang lain. Adapun ahli
psikologi Universitas Indonesia Sarlito Wirawan menduga Jessica penyuka sesama jenis.
f. Ahli dari penasihat hukum Jessica9
Penasihat hukum Jessica menghadirkan beberapa ahli guna memberikan
penjelasan kepada majelis hakim bahwa kliennya tidak bersalah dalam tewasnya Mirna.
Ahli psikologi Universitas Indonesia, Dewi Taviana Walida Haroen, mengutarakan bahwa
sifat amorous narcissist yang dimiliki Jessica bukanlah faktor atau kecenderungan yang
mendorong aksi pembunuhan. Ahli Psikiater Klinis RS Marzuki Mahdi Bogor,
Irmansyah, menjelaskan bahwa kecil kemungkinan Jessica Kumala Wongso melakukan
pembunuhan terhadap Wayan Mirna lantaran merasa sakit hati. Saksi ahli teknologi
informasi dan digital forensik dari Universitas Mataram, Rismon Hasiholan Sianipar,
menduga rekaman CCTV dari Kafe Olivier yang menampilkan Jessica menggaruk tangan
telah melalui proses rekayasa tempering atau mencerahkan pixel pada video.
Sebelumnya, ahli toksikologi kimia Universitas Indonesia Dr. rer. nat. Budiawan
mengatakan sisa sianida di lambung Wayan Mirna Salihin adalah hasil dari proses
alamiah atau postmortem.
Ahli patologi forensik asal Australia, Profesor Beng Beng Ong, ahli patologi
forensik Djaja Surya Atmadja, dan ahli toksikologi Budiawan, mengatakan hal yang sama
bahwa penyebab kematian Mirna hanya bisa diketahui dengan autopsi. Mereka juga
meragukan kematian Mirna disebabkan oleh sianida.
g. Tuntutan Jaksa
Pada 5 Oktober 2016 jaksa penuntut umum (JPU) berketetapan memberikan
tuntutan hukuman 20 tahun penjara kepada Jessica dengan alasan tewasnya Mirna
memberikan kesedihan yang mendalam. Jaksa bahkan menyatakan bahwa Jessica
9
https://www.antaranews.com/berita/592814/perjalanan-kasus-kematian-mirna-hingga-vonis-jessica dipublikasikan
pada hari jumat, 28 Oktober 2016 pukul 07.31 WIB
9
melakukan aksi pembunuhan yang keji dan sadis dengan racun untuk menewaskan
Mirna.
h. Pleidoi
Jessica membacakan nota pembelaan (pleidoi) berisi curahan hatinya selama 12
menit pada persidangan tanggal 12 Oktober 2016. Jessica membaca pleidoinya dengan
suara parau sambil menahan tangis dengan menyampaikan bahwa ia tidak membunuh
Mirna dan hidupnya sangat menderita di sel tahanan.
Otto Hasibuan, pengacara Jessica, dalam nota pembelaan (pledoi) setebal tiga ribu
lembar pada persidangan itu meragukan keaslian barang bukti yang menyudutkan posisi
kliennya. Pengacara kembali menegaskan kematian Mirna bukan karena sianida dan
meminta majelis hakim menolak bukti rekaman CCTV karena dianggap tidak sah.
i. Putusan hakim
Pada 27 Oktober 2016, majelis hakim menyatakan Jessica Kumala Wongso
terbukti bersalah melakukan pembunuhan berencana dalam perkara tewasnya Wayan
Mirna Salihin dan menjatuhkan vonis hukuman 20 tahun penjara, sama dengan tuntutan
yang diajukan oleh jaksa penuntut umum. Hal yang memberatkan terdakwa, menurut
hakim, perbuatan terdakwa mengakibatkan Mirna meninggal dunia dan perbuatan
terdakwa terbilang keji dan sadis. Jessica dan kuasa hukum menyatakan akan
mengajukan banding terhadap putusan majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat
yang menjatuhkan vonis hukuman 20 tahun penjara.
D. Analisis Pembahasan
Kasus tewasnya Wayan Mirna Salihin yang diduga telah dibunuh oleh temannya,
Jessica Kumala Wongso menempuh persidangan yang rumit dan sangat panjang, hal ini
terjadi karena pembuktian dan alat bukti untuk menjerat terdakwa Jessica tidak cukup
untuk menjatuhkan hukuman.
Adapun alat bukti pertama yang menguatkan bahwa Jessica telah membunuh
mirna menggunakan sianida yaitu karena adanya zat sianida seberat 0.2 mg dilambung
mirna, karena hal itu mirna tewas dalam keadaan mulut mengeluarkan busa, seperti
yang dijelaskan dalam kasus yaitu:
jaksa penuntut umum menghadirkan sejumlah ahli di antaranya dokter forensik
Slamet Purnomo yang menegaskan Mirna meninggal keracunan sianida karena ada 0,2
10
miligram per liter sianida di lambung Mirna. "Yang menyebabkan kematian adalah
sianida apalagi dalam lambung (Mirna) ditemukan zat itu," kata Slamet Purnomo di
PN Jakarta Pusat kemudian menambahkan terdapat korosif di lambung Mirna hingga
muncul bercak-bercak hitam bekas pendarahan.
Alat bukti ini termasuk dari salah satu alat bukti menurut Kamus Undang-
undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) pasal 186, Pasal 186 KUHAP menyatakan
bahwa keterangan seorang ahli yang diberikan oleh seorang yang memiliki keahlian
khusus tentang hal yang diperlukan untuk membuat terang suatu perkara pidana guna
kepentingan pemeriksaan, oleh karena itu bukti pertama ini merupakan bukti yang
menguatkan bahwa terdakwa telah melakukan pembunuhan.
Kemudian alat bukti kedua berupa rekaman CCTV di café tempat lokasi
kejadian, dari CCTV tersebut tampak gerak gerik mencurigakan yang dilakukan oleh
Jessica seperti yang dijelaskan dalam kasus yaitu:
Pada 10 Agustus 2016, ahli digital forensik Mabes Polri, AKBP Muhammad Nuh
Al Azhar, membuka rekaman kamera pengawas (CCTV) yang memperlihatkan Jessica
membuka tas menggunakan kedua tangan pada pukul 16.29.50 WIB kemudian kepala
Jessica menoleh ke kiri dan kanan pada satu menit kemudian. Pada rekaman CCTV juga
terlihat Jessica seperti sedang menggaruk tangan.
Alat bukti ini termasuk dari salah satu alat bukti menurut Kamus Undang-
undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) pasal 186, dalam pasal 186 KUHAP telah
dijelaskan bahwa Petunjuk adalah perbuatan, kejadian, atau keadaan yang karena
persesuaiannya baik antara satu dengan yang lain, maupun dengan tindak pidana itu
sendiri menandakan telah terjadi suatu tindak pidana dan siapa pelakunya.
Kemudian alat bukti ketiga adalah kesaksian dari pegawai café temat kejadian
tewasnya Mirna, seperti yang sudah dijelaskan dalam kasusnya:
Persidangan untuk menghadirkan pegawai Kafe Olivier digelar sebanyak empat
kali antara lain tanggal 20, 21, 27 dan 28 Juli 2016. Saksi-saksi yang dihadirkan antara
lain Aprilia Cindy Cornelia (resepsionis), Marlon Alex, Agus Triyono (pelayan), Rangga
Dwi (barista), Yohanis (bartender), Devi (manajer kafe) dan pegawai Olivier lainnya.
Dari seluruh keterangan yang diberikan, tidak satu pun pegawai Olivier yang melihat
Jessica memasukan sesuatu ke dalam gelas kopi es Vietnam yang diminum Mirna.
11
Sejumlah pegawai Olivier hanya melihat warna es kopi yang semestinya cokelar
berubah menjadi kuning
Alat bukti ini termasuk dari salah satu alat bukti menurut Kamus Undang-
undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) pasal 186, dalam pasal 186 KUHAP telah
dijelaskan bahwa Saksi adalah orang yang dapat memberikan keterangan guna
kepentingan penyidikan, penuntutan, dan peradilan tentang suatu perkara pidana yang ia
dengar sendiri, ia lihat sendiri, dan ia alami sendiri.
Dari alat bukti tersebut, maka majelis hakim memutuskan pengadilan terhadap
Jessica dengan seperti berikut ini:
Pada 27 Oktober 2016, majelis hakim menyatakan Jessica Kumala Wongso
terbukti bersalah melakukan pembunuhan berencana dalam perkara tewasnya Wayan
Mirna Salihin dan menjatuhkan vonis hukuman 20 tahun penjara, sama dengan
tuntutan yang diajukan oleh jaksa penuntut umum. Hal yang memberatkan terdakwa,
menurut hakim, perbuatan terdakwa mengakibatkan Mirna meninggal dunia dan
perbuatan terdakwa terbilang keji dan sadis. Jessica dan kuasa hukum menyatakan
akan mengajukan banding terhadap putusan majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta
Pusat yang menjatuhkan vonis hukuman 20 tahun penjara.
Dari putusan hakim diatas dapat kita lihat bahwa hakim menggunakan
Pembuktian secara tidak langsung, hal ini sesuai dengan Kitab Undang-undang Hukum
Acara Pidana (KUHAP) yang menjelaskan bahwa salah satu cara pembuktian yaitu
dengan menggunakan Pembuktian menurut keyakinan hakim atas alasan yang logis
(conviction raisonee), Keyakinan dalam teori pembuktian ini memegang perann penting
dalam menentukan salah tidaknya terdakwa , namun keyakinan hakim tersebut harus
berdasarkan pada alsan-alasan yang dapat diterima akal dan logis, disini majelis hakim
menggunakan Pembuktian secara tidak langsung atau Circumstance Evidence,
Pembuktian secara tidak langsung Circumstance Evidence adalah bukti-bukti yang
secara tidak langsung memberatkan terdakwa karena kondisi tertentu, bukti tak
langsung ini biasanya tidak hanya tunggal, tapi terdiri dari serial bukti-bukti, semacam
kepingan puzzle yang jika disusun akan mengarah pada titik tertentu. Alasan mengapa
majelis hakim menggunakan pembuktian diatas karena "Secara formal untuk
membuktikan tindak pidana, tidak perlu ada saksi mata. Apabila terdakwa menggunakan
12
instrumen racun yang dimasukkan ke dalam minuman maka tidak perlu ada orang yang
melihat orang memasukkan racun. Maka hakim dapat menggunakan bukti tak langsung.
Hal ini juga dikuatkan oleh para ahli dari jaksa penuntut yang menjelaskan
psikologi dari Jessica Kumalawongso yaitu:
Persidangan 15 Agustus 2016, psikolog Antonia Ratih Andjayani menyebut
Jessica sosok cerdas dan tenang namun memiliki kepribadian narsis yang seringkali
menggunakan kebohongan untuk berdalih. Tiga hari kemudian, jaksa menghadirkan
psikiater forensik Natalia Widiasih Raharjanti yang menyatakan Jessica berisiko
melakukan kekerasan terhadap diri sendiri maupun orang lain jika tertekan.
Kriminolog Ronny Nitibaskara pada persidangan awal September 2016 bilang
Jessica memiliki kepribadian yang berpotensi menyakiti orang lain. Adapun ahli
psikologi Universitas Indonesia Sarlito Wirawan menduga Jessica penyuka sesama
jenis..
Keterangan diatas merupakan puzzle atau kepingan yang menguatkan bahwa
Jessica memiliki pribadi yang cenderung sensitif dan bisa saja melukai orang lain, hal
ini juga diperkuat dengan bukti rekam jejak kasus pelanggaran yang dilakukan Jessica
ketika kuliah di Australia.
E. Penutup
Dugaan Kasus pembunuhan berencana yang dilakukan oleh jessica terbukti benar
adanya setelah melalui jalur persidangan yang rumit dan panjang serta melibatkan banyak
pihak agar kasus ini benar-benar bisa terselesaikan, dari putusan hakim pengadilan majelis
hakim menyatakan Jessica Kumala Wongso terbukti bersalah melakukan pembunuhan
berencana dalam perkara tewasnya Wayan Mirna Salihin dan menjatuhkan vonis hukuman
20 tahun penjara, sama dengan tuntutan yang diajukan oleh jaksa penuntut umum, hal itu
diperkuat dengan pembuktian dari jaksa dengan menggunakan alat bukti yang sesuai
prosedur hingga majelis hakim dapat menentukan keputusan yang logis, Dari kasus diatas
dapat kita simpulkan bahwa sebuah kasus yang memiliki sedikit alat bukti juga dapat
diputuskan melalui sistem pembuktian yang telah diatur didalam Kitab Undang-undang
Hukum Acara Pidana (KUHAP), dan alat-alat bukti yang bisa digunakan, seperti kasus
diatas yang menggunakan sistem pembuktian yaitu Pembuktian menurut keyakinan hakim
atas alasan yang logis (conviction raisonee), Keyakinan dalam teori pembuktian ini
13
memegang peran penting dalam menentukan salah tidaknya terdakwa, namun keyakinan
hakim tersebut harus berdasarkan pada alsan-alasan yang dapat diterima akal dan logis.
dan hal itu didukung oleh alat-alat bukti yaitu:
1. Keterangan Saksi (orang yang dapat memberikan keterangan guna kepentingan
penyidikan, penuntutan, dan peradilan tentang suatu perkara pidana yang ia dengar
sendiri, ia lihat sendiri, dan ia alami sendiri)
2. Keterangan Ahli yang diberikan oleh seorang yang memiliki keahlian khusus
tentang hal yang diperlukan untuk membuat terang suatu perkara pidana guna
kepentingan pemeriksaan.
3. Petunjuk adalah perbuatan, kejadian, atau keadaan yang karena persesuaiannya
baik antara satu dengan yang lain, maupun dengan tindak pidana itu sendiri
menandakan telah terjadi suatu tindak pidana dan siapa pelakunya.
Jadi hikmah dari kasus ini bahwa suatu perkara pidana yang terjadi dan tidak
memiliki alat bukti yang kuat, maka ada cara lain untuk memutuskan perkara pengadilan
yaitu dengan menggunakan ijtihad dari hakim sesuai bukti yang ada tanpa harus
memperpanjang kasus hingga menemukan bukti yang kuat.
F. Daftar Pustaka

Andi Hamzah, Hukum Acara Pidana Indonesia, (Jakarta, Sinar Grafika 2001)
M. Yahya Harahap, permbahasan permasalahan dan penerapan KUHP: Pemeriksaan Sidang
Pengadilan, Banding, Kasasi, dan Peninjauan Kembali, Edisi Kedua, (Jakarta;
Sinar Grafika, 2003)
Martiman Prodjohamidjojo, komentar atas KUHAP ; Kitab Undang-undang Hukum Acara
Pidana, (Jakarta:,1984)
Hari sasangka dan Lili Rosita, Hukum Pembuktian Dalam Perkara Pidana, (Bandung: Mandar
Maju,2003)
Darwinn Prints, hukum acara pidana dalam praktik, (Jakarta, Djambatan, 1998)

https://m.cnnindonesia.com/nasional/20160201085309-12-107972/kronologi-kasus-mirna-
hingga-penahanan-jessica dipublikasikan pada hari senin, 1 Februari 2016 pukul 09.18
WIB

14
https://www.antaranews.com/berita/592814/perjalanan-kasus-kematian-mirna-hingga-vonis-
jessica dipublikasikan pada hari jumat, 28 Oktober 2016 pukul 07.31 WIB

15

Anda mungkin juga menyukai