Anda di halaman 1dari 55

1

PERANAN SAKSI VERBALISAN SEBAGAI ALAT BUKTI


DALAM PEMERIKSAAN DI PERSIDANGAN
(Studi Kasus Di Pengadilan Negeri Bukittinggi IB )

SKRIPSI

“Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Akhir


Guna Memperoleh Gelar Sarjana Hukum”

Oleh :

Nama : Vebi Shinta Monica


Npm : 18.10.00274201.159
Program Studi : Ilmu Hukum
Program Kekhususan : Hukum Pidana

FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SUMATERA BARAT
BUKITTINGGI
2022
2

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Hukum pidana adalah sejumlah peraturan hukum yang menunjukan

perbuatan mana yang seharusnya dikenakan pidana apa yang dapat dijatuhkan

kepada pelaku tindak pidana tersebut. Hukum pidana merupakan larangan-

larangan dan keharusan yang ditentukan oleh negara atau kekuasaan yang lain

berwenang untuk menentukan peraturan pidana. Larangan, atau keharusan itu

disertai ancaman pidana dan apabila hal ini dilanggar timbullah hak negara

untuk melakukan tuntutan, menjatuhkan pidana, melaksanakan pidana.1

Tujuan peradilan pidana adalah menemukan kebenaran materiil. Bahwa

kebenaran materiil adalah kebenaran yang selengkap-lengkapnya. Majelis

hakim akan meletakkan kebenaran yang ditemukannya dalam putusan yang

akan dijatuhkan, maka kebenaran tadi harus diuji dengan alat-alat bukti yang

ada. Secara ringkas dapat disimpulkan bahwa kebenaran materiil diperoleh

hakim melalui proses pemeriksaan alat-alat bukti yang dihadirkan dalam

pemeriksaan di persidangan dengan mengkaitkan alat bukti satu dengan alat

bukti lainnya sehingga ditemukan fakta hukum secara utuh dan lengkap,

dengan ketentuan bahwa dalam mempergunakan dan menilai alat bukti tersebut

harus dilaksanakan dalam batas-batas yang dibenarkan oleh Undang-Undang.

Proses ini disebut pembuktian.2

1
Yulies Tiena Masriani, Pengantar Hukum Indonesia, Jakarta:Sinar Grafika,2004, hlm
60
2
Ibid,Hlm 35
3

Pembuktian sendiri diatur dalam ketentuan Pasal 183 KUHAP yaitu:

“Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seorang kecuali apabila

sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah, ia memperoleh keyakinan bahwa

suatu tindak pidana benar-benar terjadi dan terdakwalah yang bersalah

melakukannya.” Masalah pembuktian merupakan bagian yang penting dalam

hukum acara pidana, oleh karena itu tugas utama dari hukum acara pidana

adalah untuk mencari dan menemukan kebenaran materil atau kebenaran yang

sejati. Dalam menemukan kebenaran tersebut, dititik beratkan pada mencari

bukti-bukti.3

Pembuktian dalam perkara pidana berbeda dengan pembuktian dalam

perkara perdata, sebab di dalam pembuktian perkara pidana (hukum acara

pidana) adalah bertujuan untuk mencari kebenaran materil, yaitu kebenaran

sejati atau yang sesungguhnya, sedangkan pembuktian dalam perkara perdata

(hukum acara perdata) adalah bertujuan untuk mencari kebenaran formil

artinya hakim tidak boleh melampaui batas-batas yang diajukan oleh para pihak

yang berperkara. Jadi hakim dalam mencari kebenaran formil cukup

membuktikan dengan preponderance of evidencesedangkan hakim pidana

dalam mencari kebenaran materil maka peristiwanya harus terbukti (beyond

reasonable doubt).

Berdasarkan ketentuan KUHAP, alat-alat bukti memegang peranan yang

sangat penting dalam proses pembuktian sebagai dasar bagi hakim

menjatuhkan putusan terhadap terdakwa. Alat bukti sendiri adalah suatu hal

3
Syaiful Bakhri, Dinamika Hukum Pembuktian,Jakarta:Bumi Aksara, 2006, Hlm 17
4

yang ditentukan oleh undang-undang yang dapat dipergunakan untuk

memperkuat dakwaan, tuntutan, atau gugatan, maupun guna menolak dakwaan

atau tuntutan. Sedangkan yang dimaksud dengan alat bukti yang sah adalah

alat-alat yang ada hubungannya dengan suatu tindak pidana, dimana alat-alat

bukti tersebut dapat dipergunakan sebagai bahan pembuktian, guna

menimbulkan keyakinan bagi hakim, atas kebenaran adanya suatu tindak

pidana yang telah dilakukan oleh terdakwa.4

Alat bukti yang dinilai sebagai alat bukti yang sah dan yang dibenarkan

mempunyai kekuatan pembuktian hanya terbatas pada alat-alat bukti itu saja.

Pembuktian dengan alat bukti di luar jenis alat bukti yang disebut dalam Pasal

184 ayat (1) KUHAP tidak mempunyai nilai serta tidak mempunyai kekuatan

pembuktian yang mengikat. Adapun alat bukti yang sah menurut undang-

undang sesuai dengan apa yang disebut dalam Pasal 184 ayat (1) KUHAP,

Yaitu:5 Keterangan saksi, Keterangan ahli, Surat,Petunjuk, dan Keterangan

terdakwa

Apa yang tertulis di dalam BAP tidak menutup kemungkinan berisi

pernyataan-pernyataan tersangka yang timbul karena situasi psikis,

kebingungan,atau bahkan keterpaksaan disebabkan siksaan Sering dijumpai di

dalam persidangan bahwa terdakwa mencabut keterangan yang diberikannya di

luar persidangan atau keterangan yang diberikannya kepada penyidik dalam

pemeriksaan penyidikan yang dimuat dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP).

4
https://www.djkn.kemenkeu.go.id/kpknl-pekalongan/bacaartikel/13073/Pembuktian-
Dalam-Upaya-Memenangkan-Perkara-Pidana.html ditelusuri pada tanggal 29 November 2021
pada pukul 15.00 wib
5
Andi hamzah, Hukum Acara Perdana Indonesia, Jakarta: Sinar Grafika: 2010, hlm 124
5

Dimana keterangan tersebut pada umumnya berisi pengakuan terdakwa atas

tindak pidana yang didakwakan kepadanya. Keterangan penyidik dan

keterangan di persidangan merupakan istilah yang berbeda, keterangan yang

diberikan di muka penyidik tersebut keterangan tersangka, sedangkan

keterangan yang diberikan di persidangan disebut keterangan terdakwa.

Syarat pencabutan dilakukan selama pemeriksaan persidangan pengadilan

berlangsung dan harus disertai dengan alasan yang mendasar dan logis. Berita

Acara Pemeriksaan tersebut dicabut adalah sebagai awal persangkaan atas

tindak pidana yang dilakukan dan digunakan oleh Jaksa Penuntut Umum untuk

membuat surat dakwaan dan tuntutan dipersidangan menjadi melemah Adapun

alasan yang kerap dijadikan dasar pencabutan adalah bahwa pada saat

memberikan keterangan di hadapan penyidik, terdakwa dipaksa atau diancam

dengan kekerasan fisik maupun psikis untuk mengakui tindak pidana yang

didakwakan kepadanya, terdakwa atau saksi tidak leluasa atau merasa tertekan,

atau juga karena perlakuan yang semana-mena pada waktu penyidikan dalam

rangka mencari keterangan akan tindak pidana yang dilakukan menjadi bias

atau kurang jelas.

Melihat kebiasaan yang terjadi dalam persidangan, setiap kali terjadi

pencabutan keterangan oleh terdakwa terkait dengan adanya pemaksaan

maupun penyiksaan dalam penyidikan, maka sudah dapat dipastikan bahwa

tindakan pertama dari hakim dalam menyikapi pencabutan ini adalah dengan
6

memanggil saksi verbalisan, guna dilakukan klarifikasi dengan penyidik, guna

membuktikan kebenaran alasan dari pencabutan keterangan terdakwa.6

Berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 65/PUU-VIII/2010,

Mahkamah Konstitusi (MK) telah memberikan perluasan makna saksi, yakni

tidak hanya orang yang mendengar, melihat, atau mengalami sendiri, tetapi

juga setiap orang yang punya pengetahuan yang terkait langsung terjadinya

tindak pidana wajib didengar sebagai Saksidemi keadilan dan keseimbangan

Penyidik yang berhadapan dengan Tersangka/Terdakwa. Undang-Undang

Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP) maupun

peraturan perundang-undangan lainnya di Indonesia belum mengatur ketentuan

mengenai Saksi Verbalisan.

Ketentuan mengenai saksi verbalisan ini belum diatur dalam Undang-

Undang Nomor 8 tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP) maupun

peraturan Perundang-Undangan lainnya di Indonesia. Namun, penggunaan

saksi verbalisan ini banyak ditemui dalam ranah praktik hukum acara pidana

Namun, penggunaan Saksi Verbalisan ini banyak ditemui dalam ranah

praktik hukum acara pidana. Saksi Verbalisan atau disebut juga dengan Saksi

Penyidik adalah seorang Penyidik yang kemudian menjadi Saksi atas suatu

perkara pidana karena Terdakwa menyatakan bahwa Berita Acara Pemeriksaan

(BAP) telah dibuat di bawah tekanan atau paksaan. Dengan kata lain,

Terdakwa membantah kebenaran dari BAP atau mencabut keterangan di BAP

yang dibuat oleh Penyidik yang bersangkutan, sehingga untuk menjawab


6
http://www.lawoffice-rstp.com/2011/02/tafsir-hukum-bap.html, (diterusuri tanggal 29
November 2021, pukul 19.36
7

bantahan Terdakwa, Penuntut Umum dapat menghadirkan Saksi Verbalisan ini.

Latar belakang dari munculnya Saksi Verbalisan ini adalah adanya ketentuan

Pasal 163 KUHAP yang menentukan: “Jika keterangan Saksi di sidang berbeda

dengan keterangannya yang terdapat dalam berita acara, Hakim Ketua sidang

mengingatkan Saksi tentang hal itu serta minta keterangan mengenai perbedaan

yang ada dan dicatat dalam berita acara pemeriksaan sidang.Namun,

penggunaan saksi verbalisan ini banyak ditemui dalam ranah praktik hukum

acara pidana.7

Penggunaan saksi verbalisan ini memang dalam konteks hukum di

Indonesia diperbolehkan, asal tetap pada koridor hukum yang ada. Keberadaan

saksi verbalisan dalam proses pemeriksaan di pengadilan tidak mutlak harus

ada, tergantung bagaimana proses pemeriksaan di pengadilan itu berjalan. Jika

dikehendaki atau apabila ada terdakwa mencabut apa yang ia nyatakan dalam

BAP, maka baik jaksa penuntut umum atau atas inisiatif dari hakim dapat

mengajukan saksi verbalisan atau saksi penyidik. Dalam pemeriksaan di

pengadilan, pernyataan saksi penyidik yang dinyatakan di bawah sumpah dapat

dikatakan juga sebagai suatu keterangan yang sah. Keterangan dari saksi

verbalisan ini semata-mata bukan hanya untuk menyangkal pernyataan

terdakwa, melainkan juga salah satu elemen yang mempengaruhi pertimbangan

hakim akan dakwaan yang didakwakan pada terdakwa. Jadi sering dapat kita

7
Hari Sasangka dan Lely Rosita, Hukum Pembuktian Dalam Perkara Pidana,Bandung:
PT Maju Mundur, 2003, hlm 102
8

jumpai pernyataan saksi verbalisan ini digunakan dalam putusan hakim dalam

memutus suatu perkara tindak pidana.8

Sebuah kajian yang menarik atas keberadaan saksi verbalisan ini terkait

dengan pernyataanya sebagai alat bukti pemeriksaan di persidangan, karena

dalam sistem hukum acara pidana di Indonesia secara jelas tidak diatur

keberadaannya dan keabsahannya. Penggunaan saksi verbalisan sebagai alat

bukti, berdasarkan KUHAP tidak diakui sebagai alat bukti, tetapi berdasarkan

doktrin, dikategorikan sebagai data penunjang bagi alat bukti. Dengan

penafsiran secara a contrario, dapat diartikan hal yang tidak diatur dalam

ketentuan. khusus, dalam hal ini penggunaan saksi verbalisan, berlakulah

ketentuan umum, dalam hal ini KUHAP.

Munculnya Saksi Verbalisan dalam praktek, perlu dinilai dengan penuh

kearifan dan ketelitian. Praktek penggunaan saksi verbalisan sangat subjektif

dan cenderung difungsikan untuk mengatasi penyangkalan terdakwa. Proses

kehadiran saksi verbalisan bermula karena terjadinya perbedaan keterangan

saksi yang dinyatakan di persidangan dengan termuat dalam berita acara

pemeriksaan penyidikan, atau karena terdakwa menyangkal dan menarik

kembali pengakuannya yang dinyatakan dihadapan penyidik.

Dari 5 tahun terakhir sudah ada empat perkara yang memakai saksi

verbalisan dalam penyelesaianya di persidangan Pengadilan Negeri Bukittinggi

salah satunya yang menjadi terdakwa RANDU SUANDRA.

8
http://www.hukumonline.com/klinik/detail/lt4f7260564b14d/fungsi-saksi-verbalisan.
(diterusuri tanggal 29 November 2021 Jam 20.23)
9

Penelitian ini bertolak dari permasalahan penggunaan saksi verbalisan

(saksi penyidik) dalam proses pemeriksaan perkara pidana, dengan objek dari

penelitian ini adalah pernyataan dari saksi verbalisan dalam proses

pemeriksaan di pengadilan Negeri Bukittinggi. Berdasarkan pertimbangan

diataslah penulis tertarik untuk membahasa permasalahan hukum ini dengan

judul “PERANAN SAKSI VERBALISAN SEBAGAI ALAT BUKTI

DALAM PEMERIKSAAN DI PERSIDANGAN (Studi kasus di

Pengadilan Negeri Bukittinggi IB)

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah diatas, dapat dirumuskan masalah

sebagai berikut :

1. Bagaimana Kedudukan Saksi Verbalisan sebagai alat bukti di Pengadilan

Negeri Bukittinggi IB?

2. Bagaimana peranan Saksi Verbalisan sebagai alat bukti di Pengadilan

Negeri Bukittinggi IB?

C. Tujuan Penelitian

1. Untuk Mengetahui Kedudukan hukum saksi verbalisan sebagai salah satu

alat bukti bagi hakim dalam memeriksan dan memutus perkara (Studi di

Pengadilan Negeri Bukittinggi IB )

2. Untuk Mengetahui Peranan saksi Verbalisan sebagai salah satu alat bukti

bagi hakim dalam memeriksa dan memutus perkara (Studi di Pengadilan

Negeri Bukittinggi IB)

.
10

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

Untuk menambah wawasan penulis terkait masalah saksi

verbalisan,Memberikan sumbangan pemikiran bagi pengembangan ilmu

hukum pada umumnya dan hukum acara pidana pada khususnya, terutama

mengenai kedudukan saksi verbalisan (Saksi Penyidik) sebagai alat bukti

di persidangan dalam pembuktian perkara.

2. Manfaat Praktis

Untuk dapat dimanfaatkan bagi pihak-pihak yang membutuhkan

pokok bahasan yang dikaji, dengan disertai pertanggungjawaban secara

ilmiah.

E. Metode Penelitian

1. Sifat Penelitian

Penelitian ini bersifat deskriptif. Yaitu penelitian yang bertujuan untuk

menjelaskan suata keadaan, peristiwa, objek apakah orang, atau segala

sesuatu yang terkait dengan variabel-variabel yang bisa dijelaskan baik

dengan angka maupun kata-kata.9 Berkaitan dengan jenis penelitian yang

diatas maka penelitian ini akan mengambarkan mengenai saksi verbalisan di

pengadilan Negeri Bukittinggi.

2. Jenis Penelitian
9
Soerjono Soekanto, Pengantar penelitian Hukum, Jakarta: UI Press, 1986, Hlm 99
11

Dalam penulisan ini penulis melakukan pendekatan masalah

dengan menggunakan metode empiris, dikenal juga sebagai penelitian

lapangan adalah pengumpulan materi yang harus diupayakan atau di cari

sendiri karena belum tersedia.10

3. Sumber data dan bahan Hukum

Diperoleh dari lapangan. Data primer yaitu data yang diperoleh

secara langsung dari lapangan, dalam hal ini adalah tentang Sumber data

yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder.

Data yang digunakan Penulis adalah sebagai berikut:

1. Data primer

Data yang langsung praktik penggunaan saksi verbalisan mulai dari

pemeriksaan sampai dengan putusan di Pengadilan Negeri Bukittinggi.

2. Data sekunder

Data yang diperoleh melalui studi pustaka seperti buku-buku,

dokumen-dokumen, koran, internet, peraturan perundang-undangan dan

sebagainya yang terkait dengan pokok bahasan yang diteliti Penulis.

Penelitian kepustakaan bertujuan untuk mendapatkan bahan hukum

1) Bahan hukum primer

a) Kitab Undang Undang Hukum Pidana;

b) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana

2) Bahan hukum sekunder

10
https://id.scribd.com/document/329308499/Pengertian-Penelitian-Yuridis-Empiris
(ditelusuri pada tanggal 15 januari 2020 Jam 01.23)
12

Bahan hukum skunder, yaitu: hasil karya ilmiah dari kalangan

hukum, hasil-hasil penelitian, artikel koran dan internet serta bahan

lain yang berkaitan dengan pokok bahasan.

4. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Pengadilan Negeri Bukittinggi

memperoleh data serta informasi dalam penyusunan penelitian ini, adapun

alasan penulis menetapkan lokasi tersebut menjadi tempat penelitian karena

relevena dengan penulisan skripsi dalam mencari data-data yang

dibutuhkan dalam penelitian ini.

5. Teknik Pengumpulan data

Untuk mempermudah pengumpulan data dalam penelitian ini,

adapun teknik pengumpulan data yang dilakukan sebagai berikut:

Wawancara, adalah upaya penulis untuk mendapatkan keterangan

dari narasumber penelitian dengan mengajukan beberapa pertanyaan yang

berkaitan dengan penelitian.11 Wawancara dilakukan menggunakan metode

wawancara terstruktur, di mana peneliti melakukan wawancara terhadap

narasumber penelitian terlebih dahulu membuat daftar pertanyaan yang akan

diberikan ketika melakukan wawancara. Wawancara akan dilakukan

terhadap beberapa orang narasumber yaitu, Hakim, Terdakwa, dan Saksi

Verbalisan yang dianggap mampu memberikan data bagi kepentingan

penelitian

6. Teknik Pengolahan Data

11
https://www.gurupendidikan.co.id/Pengertian-wawancara/ (ditelusuri pada tanggal 11
februari 2020 Jam 21.17)
13

Teknik pengolahan data yang digunakan dalam penelitian ini

adalah teknik coding dan editing. Coding yaitu membuat kode tertentu

terhadap data yang sudah terkumpul sedangkan editing yaitu pengeditan

terhadap data-data yang telah dikumpulkan yang bertujuan untuk memeriksa

kekurangan yang mungkin ditemukan dan memperbaikinya bahwa data yang

digunakan harus akurat dan di pertanggung jawabkan kebenarannya.

7. Analisis Data dan Bahan Hukum

Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode analisis

kualitatif dengan cara menginterpretasikan data dan memaparkan dalam

bentuk kalimat untuk menjawab permasalahan pada bab-bab selanjutnya dan

melalui pembahasan tersebut diharapkan permasalahan tersebut dapat

terjawab sehingga memudahkan untuk ditarik kesimpulan dari permasalahan

tersebut.

8. Metode Penarikan Kesimpulan

Metode yang digunakan penulis adalah metode deduktif menarik

kesimpulan dari suatu permasalahan yang bersifat umum terhadap

permasalahan konkrit yang di bahas mengenai Peranan Saksi Verbalisan

Sebagai Alat Bukti Dalam Pemeriksaan Di Persidangan

BAB III
14

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Kedudukan Saksi Verbalisan Sebagai Salah Satu Alat Bukti Bagi

Hakim dalam Memeriksa dan Memutus Perkara Pidana di Pengadilan

Negeri Bukittinggi IB

Pembuktian tentang benar tidaknya terdakwa melakukan perbuatan

yang didakwakan, merupakan bagian yang terpenting dalam acara

pidana.Dalam hal ini hak asasi manusia dipertaruhkan. Bagaimana

akibatnya jika seseorang yang didakwa dinyatakan terbukti melakukan

perbuatan yang didakwakan berdasarkan alat bukti yang ada disertai

dengan keyakinan hakim padahal itu tidak benar. Untuk inilah maka

hukum acara pidana bertujuan untuk mencari kebenaran materiil, berbeda

dengan hukum acara perdata hanya bertujuan untuk mencari kebenaran

formilnya saja.12

Pembuktian menurut pemahaman umum adalah menunjukkan

kehadapan tentang suatu keadaan yang bersesuaian dengan induk

persoalan, atau dengan kata lain adalah mencari kesesuaian antara

peristiwa induk dengan akar-akar peristiwanya. Dalam perkara hukum

pidana kesesuaian itu tentu tidak harus diartikan sebagai kesamaan, tetapi

dapat juga atau harus diartikan dengan adanya korelasi, atau adanya

hubungan yang saling mendukung terhadap penguatan atau pembenaran

karena hukum.13

12
Eddy O.S.Hiariej. Teori & Hukum Pembuktian. Jakarta: PT. Gelora Aksara
Pratama,2012, Hlm 100.
13
Hasil Wawancara dengan Bapak Melky Salahudin, SH Hakim Pengadilan Negeri
Bukittinggi,pada tanggal 22 Agustus 2022. Pukul 09.00 WIB.
15

Korelasi pembuktian adalah hubungan antara perkara dengan

tindak pidana dengan bukti-bukti yang dapat ditemukan oleh penyidik,

baik penyidik Polri maupun penyidik PPNS. Korelasi juga diartikan

sebagai sebab-akibatnya, atau kausalitas. Hal ini akan sangat membantu

untuk mencari titik terang antara perbuatan pidana dengan bukti-bukti

yang terkait dengan perbuatan pidana.

Korelasi pembuktian perkara pidana tidak hanya korelasi yang

bersifat kebendaan, tetapi juga dengan korelasi antara waktu dengan

perbuatan pidana itu sendiri. Ia menduduki porsi yang sangat amat penting,

yang harus diartikan dalam konteks penegakan hukum, bukan konteks

penegakan peraturan perundangundangan. Ada persoalan antara

penegakan hukum dan penegakan peraturan perundang-undangan,

persoalan itu adalah penegakan peraturan perundangundangan masih

mendominasi proses perjalanan penegakan hukum yang selama ini

berjalan, sedangkan penegakan hukum masih relatif baru bergerak untuk

mewujudkan dirinya.14

Masalah pembuktian adalah hal yang sangat penting dan utama

dalam persidangan. Sebab, pembuktian lah yang menentukan bersalah atau

tidaknya seorang terdakwa. Pasal 184 KUHAP mengenai alat bukti yang

sah terdapat beberapa, yaitu:15

a. Keterangan saksi

b. Keterangan ahli

.
14

15
Hasil Wawancara dengan Bapak Melky Salahudin, SH Hakim Pengadilan Negeri
Bukittinggi,pada tanggal 22 Agustus 2022. Pukul 09.00 WIB.
16

c. Surat

d. Petunjuk

e. Keterangan terdakwa

Menurut KUHAP alat bukti yang sah yang pertama adalah

keterangan saksi. Saksi dalam perkara perdata maupun perkara pidana

terdapat beberapa macam. Diantaranya adalah saksi verbalisan. Saksi

verbalisan ini tidak ada diatur dalam KUHAP ataupun dalam Undang-

Undang nomor 8 tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana. Tetapi, pada

praktik peradilan sering dijumpai saksi verbalisan ini untuk dimintai

keterangannya guna menambah alat bukti.16

Sebelum penulis membahas kedudukan sanksi Verbalisan, terlebih

dahulu apa itu saksi Verbalisan tersebut Dari sisi hukum acara pidana,

yang dimaksud dengan saksi verbalisan atau disebut juga

dengan saksi penyidik adalah seorang penyidik yang kemudian

menjadi saksi atas suatu perkara pidana karena terdakwa menyatakan

bahwa Berita Acara Pemeriksaan (“BAP”) telah dibuat di bawah

tekanan atau paksaan.

Latar belakang dari munculnya saksi Verbalisan ini adalah adanya

ketentuan pasal 163 KUHAP yang menentukan “jika keterangan saksi di

sidang berbeda dengan keterangan yang di dapat dalam berita acara, hakim

ketua sidang mengingatkan saksi tentang hal itu, serta meminta keterangan

16
17

mengenai perbedaan yang di catatan dan yang ada dalam berita acara

pemeriksaan sidang.17

Oleh karena itu, dengan keberadaan saksi verbalisan ini sering

ditemui dalam persidangan. Karena, terdakwa kerap mengaku terpaksa

mengakui tuduhan karena ditekan atau disiksa penyidik. Akan tetapi,

setiap kali terdakwa menjadikan alasan penekanan dan penyiksaan itu

untuk mencabut BAP, penyidik umumnya membantah. Jadi, seperti yang

telah diuraikan di atas, saksi verbalisan adalah saksi penyidik yang

berfungsi untuk menguji bantahan terdakwa atas kebenaran BAP. Dan

dasar dari adanya saksi verbalisan ini belum diatur dalam peraturan

perundang-undangan yang ada, namun banyak ditemui dalam praktik.

Menurut KUHAP alat bukti yang sah yang pertama adalah

keterangan saksi. Saksi dalam perkara perdata maupun perkara pidana

terdapat beberapa macam. Diantaranya adalah saksi verbalisan. Saksi

verbalisan ini tidak ada diatur dalam KUHAP ataupun dalam Undang-

Undang nomor 8 tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana. Tetapi, pada

praktik peradilan sering dijumpai saksi verbalisan ini untuk dimintai

keterangannya guna menambah alat bukti.18

Suatu kesaksian tetap memberikan kontibusi terhadap putusan

hakim. Demikian juga halnya kesaksian yang diberikan oleh saksi

verbalisan tetap merupakan landasan yang amat penting bagi seorang

17
Hasil Wawancara dengan Bapak Melky Salahudin, SH Hakim Pengadilan Negeri
Bukittinggi,pada tanggal 22 Agustus 2022. Pukul 09.00 WIB.
18
Hasil Wawancara dengan Bapak Melky Salahudin, SH Hakim Pengadilan Negeri
Bukittinggi,pada tanggal 22 Agustus 2022. Pukul 09.00 WIB.
18

hakim dalam menjatuhakn putusannya baik itu putusan bersalah maupun

putusan tidak bersalah atau membebaskan terdakwa. Saksi verbalisan

menurut Kamus Hukum memiliki defenisi yaitu nama yang diberikan

kepada petugas (polisi atau yang diberikan kepada petugas khusus) untuk

menyusun, membuat atau mengarang berita acara.

Saksi verbalisan adalah saksi penyidik yang melakukan proses

verbal (langsung) atau pejabat polisi yang melakukan proses pemeriksaan

dengan sistem tanya jawab secara langsung terhadap terdakwa yang

dimana keterangan hasil tanya jawab tersebut dimuat dalam Berita Acara

Pemeriksaan (BAP) guna menjadi acuan didalam persidangan. Saksi

verbalisan tidak ada diatur dalam KUHAP ataupun Undang-Undang

Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana tetapi dalam praktik

peradilan sering terjadi. Saksi verbalisan ini hadir didalam persidangan

sesuai dengan perintah hakim.

Kehadiran saksi verbalisan ini dalam persidangan dikarenakan

seorang saksi menyangkal keterangan yang ada didalam BAP dengan

alasan ia mendapatkan tekanan secara psikis ataupun tekanan fisik sewaktu

melakukan proses pemeriksaan dihadapan penyidik untuk mengakui

perbuatannya. Jadi, saksi verbalisan ini hadir di persidangan guna

memberi penjelasan mengenai perbedaan keterangan yang ada di dalam

BAP dengan keterangan yang ada di muka pengadilan.

Dilihat dari visi praktik peradilan, eksistensi saksi verbalisan

tersebut tampak jika dalam persidangan terdakwa menyangkal kebenaran


19

keterangan saksi dan kemudian saksi atau terdakwa di sidang pengadilan

keterangannya berbeda dengan Berita Acara Pemeriksaan (BAP) yang

dibuat oleh penyidik, serta saksi atau terdakwa mencabut atau menarik

keterangannya pada Berita Acara Pemeriksaan (BAP) yang dibuat oleh

penyidik karena adanya tekanan, baik bersifat fisik maupun psikis.19

Saksi yang menyatakan perbedaan keterangan yang ada didalam

persidangan dengan keterangan yang ada di dalam BAP maka dalam hal

ini hakim memanggil saksi penyidik atau saksi verbalisan. Dalam praktik

peradilan saksi verbalisan memiliki nilai kekuatan sebagai alat bukti.

Tetapi harus melakukan prosedur dalam memanggil saksi verbalisan sesuai

dengan titik tolak ketentuan Pasal 163 KUHAP yaitu:20

1. Mengingatkan saksi akan perbedaan tersebut

Maksudnya adalah hakim ketua sidang melakukan pendekatan

secara psikologis di mana saksi diberi penjelasan-penjelasan tentang

pentingnya seorang saksi untuk memberikan keterangan dengan jujur

yang dapat membantu pengadilan guna mewujudkan kebenaran materiil

sehingga sedikit mungkin dihindari kesalahan dalam menghukum

seseorang, membangun suasana kondusif agar saksi-saksi dapat

memberi keterangan secara bebas tanpa tekanan dan pengaruh,

menggunakan bahasa yang mudah dimengerti oleh saksi dan tidak

mengajukan pertanyaan yang bersifat menjerat, lalu yang terakhir

19
Hasil Wawancara dengan Bapak Melky Salahudin, SH Hakim Pengadilan Negeri
Bukittinggi,pada tanggal 22 Agustus 2022. Pukul 09.00 WIB.
20
Hasil Wawancara dengan Bapak Melky Salahudin, SH Hakim Pengadilan Negeri
Bukittinggi,pada tanggal 22 Agustus 2022. Pukul 09.00 WIB.
20

diperintahkan kepada saksi tentang sumpah atau janji yang telah

diucapkan untuk memberi keterangan yang sebenarnya dan tidak lain

daripada yang sebenarnya.

2. Meminta keterangan terhadap perbedaan tersebut

Maksudnya adalah apabila peringatan tersebut tidak diindahkan

saksi dan saksi tetap pada keterangannya dalam persidangan, hakim

ketua sidang meminta keterangan terhadap perbedaan tersebut. Secara

singkat dan tegas terhadap ruang lingkup meminta keterangan ini

lazimnya hakim ketua sidang menanyakan kepada saksi mengenai latar

belakang dan alasan mengapa saksi memberi keterangan berbeda dari

BAP dan atas penjelasan tersebut selanjutnya bergantung pada penilaian

hakim.

Mengenai apa yang dimaksud pada keterangan diatas, maka Bapak

Melky Salahudin, S.H, selaku Hakim Pengadilan Negeri Bukittinggi

mengatakan bahwa:

Apabila seorang saksi atau terdakwa menyangkal keterangan yang

ada di dalam BAP saat persidangan berlangsung ataupun saksi tersebut

mencabut keterangan yang ada di BAP, hakim ketua sidang

berkewajiban untuk memerintahkan kepada Jaksa Penuntut Umum

untuk menghadirkan saksi verbalisan guna memeriksa perbedaan

keterangan yang ada di BAP dengan keterangan yang ada di

persidangan untuk mendapatkan keterangan yang sesungguhnya. Sebab,


21

BAP adalah acuan untuk melakukan persidangan dalam proses

pembuktian.

3. Perbedaan keterangan itu dicatat dalam berita acara pemeriksaan sidang

Maksudnya dalam praktik peradilan maka pencatatan perbedaan

keterangan tersebut dalam berita acara sidang dilakukan oleh panitera

atas perintah hakim ketua sidang serta nantinya dipakai sebagai bahan

musyawarah dan pertimbangan hakim dalam menyusun putusan.

Apabila saksi verbalisan ini kita hubungkan dengan perkara pidana,

contohnya perkara pidana narkotika atau pun perkara pidana yang

lainnya maka pemanggilan saksi verbalisan oleh pengadilan bertujuan

untuk membuktikan bahwa alibi-alibi tersangka tidaklah benar dalam

hal menyangkal terkait keterangan yang ada didalam BAP.

Tentang keberadaan saksi verbalisan apakah sama dengan saksi

yang lain beserta kekuatan hukum saksi verbalisan maka menurut

Bapak Melky Salahudin, S.H, selaku Hakim Pengadilan Negeri

Bukittinggi mengatakan bahwa:21

Saksi verbalisan sama dengan saksi-saksi lainnya sebab saksi

verbalisan di ambil keterangannya di bawah sumpah. Terkait dengan

kekuatan hukumnya menurut pendapat saya kekuatan hukum saksi

verbalisan sebagai alat bukti adalah bersifat bebas, tidak mengikat dan

tidak menentukan bagi hakim. Dalam pemeriksaan dilakukan dengan

cara-cara yang benar sesuai dengan SOP (Standart Operasional

21
Hasil Wawancara dengan Bapak Melky Salahudin, SH Hakim Pengadilan Negeri
Bukittinggi,pada tanggal 22 Agustus 2022. Pukul 09.00 WIB.
22

Pemeriksaan) dan dengan Hukum Acara yang berlaku maka keterangan

saksi verbalisan patut diterima dan alibi dari terdakwa dianggap tidak

benar atau mengada-ada sehingga keterangan saksi verbalisan dapat

dipakai sebagai alat bukti keterangan saksi.

Serta saksi verbalisan ini harus didukung juga oleh alat-alat bukti

yang lain. Perlu di jadikan catatan bahwa saksi verbalisan kekuatan

hukumnya sama dengan saksi lainnya selama saksi verbalisan tersebut

memberikan keterangan sesuai dengan apa yang ia lihat, ia dengar dan

ia alami sendiri.

Terkait uraian diatas maka penulis menjelaskan di atas maka dapat

dipahami bahwa kekuatan pembuktian saksi verbalisan dalam

membantah sangkalan saksi dalam persidangan adalah bersifat bebas,

tidak mengikat dan tidak menentukan bagi hakim. Hakim tidak terikat

pada nilai kekuatan yang terdapat pada keterangan saksi verbalisan ini.

Selain itu, pada Pasal 187 huruf a KUHAP mengatur Berita Acara

Pemeriksaan (BAP saksi) merupakan alat bukti surat. Mengenai BAP

saksi sebagai alat bukti surat dikuatkan dengan adanya Surat Edaran

Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 1985 Tentang Kekuatan

Pembuktian Berita Acara Pemeriksaan Saksi dan Visum et Repertum

yang dibuat di Luar Negeri oleh Pejabat Asing.

Ketentuan Surat Edaran Mahkamah Agung ini memberi penegasan

bahwa Berita Acara, termasuk Berita Acara Pemeriksaan Saksi, bukan

hanya sebuah pedoman hakim untuk memeriksa suatu perkara pidana,


23

melainkan sebuah alat bukti yang memiliki kekuatan pembuktian.

Dalam hal ini merujuk pada Pasal 187 huruf a KUHAP bahwa BAP

merupakan alat bukti surat, termasuk juga berita acara pemeriksaan

saksi yang dibuat di luar negeri oleh pejabat asing.22

Hakim bebas menentukan kebenaran yang terkandung di dalamnya.

Serta, kekuatan saksi verbalisan dalam penggunaannya tidak dapat

berdiri sendiri melainkan juga harus didukung oleh alat-alat bukti lain.

Apabila keterangan saksi verbalisan sesuai dengan alat-alat bukti yang

lain maka keterangan saksi verbalisan dapat mempunyai nilai dalam

pembuktiannya dan dapat digunakan dalam membantah sangkalan saksi

dalam persidangan.

Kehadiran saksi verbalisan ini yaitu untuk membuktikan

keterangan terdakwa yang mengatakan bahwa ketika penyidikan berada

dibawah tekanan atau paksaan. Selain itu keterangan saksi verbalisan

ini juga dapat dijadikan pertimbangan hakim dalam menerima alasan

pencabutan Berita Acara Pemeriksaan (BAP) yang dilakukan terdakwa

dan pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan. Namun pada

prakteknya pencabutan keterangan terdakwa di persidangan sulit untuk

diterima oleh hakim karena setelah dilakukan croos check dengan saksi

verbalisan yang memeriksa terdakwa pada tingkat penyidik, ternyata

alasan terdakwa yang mendasari pencabutan tersebut tidak terbukti

karena saksi verbalisan hampir tidak pernah mengakui perbuatannya.


22
Hasil Wawancara dengan Bapak Melky Salahudin, SH Hakim Pengadilan Negeri
Bukittinggi,pada tanggal 22 Agustus 2022. Pukul 09.00 WIB.
24

Terlepas dari praktek-praktek demikian, dengan kehadiran seorang

saksi penyidik dalam persidangan, hakim dapat mendapatkan informasi

mengenai latar belakang suatu perkara secara kronologis.

Apakah sebelumnya sudah mencukupi alat-alat bukti permulaan,

sebelum dilakukan penyelidikan terhadap seseorang. Pada pokoknya

dengan bertanya kepada penyidik, bisa diketahui secara lengkap, mulai

dari laporan atau pengaduan tentang adanya tindak pidana.23

Kehadiran saksi verbalisan ini adalah sebagai bentuk yurisprudensi

karena mengingat belum ada peraturan yang mengatur ketentuan

tentang saksi verbalisan. Pasal 184 ayat (1) Kitab Undang-Undang

Hukum Acara Pidana saksi verbalisan ini dijadikan alat bukti yang sah

karena dapat dikategorikan sebagai alat bukti petunjuk. Alat bukti

petunjuk dapat diperoleh apabila terdapat persesuaian setelah

dihubungkan dengan tiga alat bukti lainnya yaitu keterangan saksi-

saksi, surat dan keterangan terdakwa, seperti ketentuan Pasal 188 ayat

(2) KUHAP. Sebelum hakim sampai pada tahapan menemukan fakta-

fakta dipersidangan, hakim harus mempertimbangkan reaksi terdakwa

tentang kesaksian ketujuh saksi yang dihadirkan oleh penuntut umum.

Keterangan saksi tersebut dapat dijadikan hakim dalam

mempertimbangkan tentang salah atau benar perbuatan yang dilakukan

terdakwa, mengingat bahwa keterangan terdakwa hanyalah satu alat

23
Hasil Wawancara dengan Bapak Melky Salahudin, SH Hakim Pengadilan Negeri
Bukittinggi,pada tanggal 22 Agustus 2022. Pukul 09.00 WIB.
25

bukti dan untuk membuktikan seseorang bersalah atau tidak diperlukan

minimal 2 alat bukti yang sah.24

Keterangan yang diberikan saksi verbalisan ini sangat penting

karena dijadikan pertimbangan hakim dalam menerima atau menolak

pencabutan Berita Acara Pemeriksaan (BAP) yang dilakukan oleh

terdakwa. Keterangan saksi verbalisan tersebut meskipun tidak bisa

dipercaya hakim sepenuhnya, namun Hakim harus melakukan analisa

dengan teliti antara keterangan saksi verbalisan dengan alat-alat bukti

lainnya untuk mendapatkan keyakinan sepenuhnya tentang keterangan

saksi verbalisan. Keberadaan saksi verbalisan ini dijadikan salah satu

alat bukti yang sah menurut Pasal 184 Kitab Undang-Undang Hukum

Acara Pidana (KUHAP) karena keterangan dari saksi verbalisan

tersebut dapat dijadikan sebagai sebuah petunjuk.25

Hukum acara pidana di Indonesia hanya mengakui alat-alat bukti

yang sah yaitu sesuai dengan yang disebutkan dalam Pasal 184 ayat (1)

huruf a,b,c,d,e KUHAP. Alat bukti yang sah sebagaimana yang

ditegaskan dalam Pasal 184 KUHAP yaitu berupa keterangan Saksi,

keterangan Ahli, surat, petunjuk dan keterangan Terdakwa. Hakim

dalam persidangan harus meneliti sampai dimana kekuatan pembuktian

dari setiap alat bukti tersebut.26

24
Hasil Wawancara dengan Bapak Melky Salahudin, SH Hakim Pengadilan Negeri
Bukittinggi,pada tanggal 22 Agustus 2022. Pukul 09.00 WIB.
25

26
Hasil Wawancara dengan Bapak Melky Salahudin, SH Hakim Pengadilan Negeri
Bukittinggi,pada tanggal 22 Agustus 2022. Pukul 09.00 WIB.
26

Pembuktian dalam proses penyelesaian terhadap tindak pidana

sangat berkaitan erat dengan Hak Asasi Manusia (HAM). Menjadi

sangat menarik ketika dalam pemeriksaan persidangan, ternyata

Terdakwa atau Saksi kemudian mencabut segala keterangan yang telah

ia nyatakan dalam BAP, padahal berkas tersebut adalah sebagai awal

persangkaan atas tindak pidana yang digunakan oleh Penuntut Umum

untuk membuat surat dakwaan. Membuktikan apa yang dilakukan

Terdakwa atas pencabutan pernyataan yang dibuat dalam BAP tersebut,

baik Hakim maupun Penuntut Umum juga sering menghadirkan saksi

dari pihak Penyidik yang bersangkutan dengan perkara tersebut. Saksi

ini dalam persidangan disebut dengan Saksi Verbalisan (Saksi

Penyidik)

Saksi Verbalisan atau disebut juga dengan saksi Penyidik adalah

seorang Penyidik yang kemudian menjadi Saksi atas suatu perkara

pidana karena Terdakwa menyatakan bahwa Berita Acara Pemeriksaan

(BAP) telah dibuat di bawah tekanan atau paksaan, dengan kata lain,

Terdakwa membantah kebenaran dari BAP yang dibuat oleh Penyidik

yang bersangkutan, sehingga untuk menjawab bantahan Terdakwa,

Penuntut Umum dapat menghadirkan Saksi Verbalisan ini.

Secara normatif tidak ada pengaturan secara jelas mengenai praktek

penggunaan Saksi Verbalisan dalam proses pemeriksaan perkara

pidana, namun penggunaannya diperbolehkan sebagaimana semestinya.

Saksi Verbalisan dapat dihadir kan dalam pemeriksaan sidang


27

pengadilan misalnya ketika Saksi atau Terdakwa memungkiri

keterangan yang ada dalam BAP karena adanya unsur tekanan atau

intervensi dari pihak Penyidik pada waktu pembuatan BAP, sehingga

menyebabkan fakta-fakta hukum yang didapat dalam pemeriksaan

pengadilan menjadi semu dan kurang jelas. Kekuatan pembuktian Saksi

Verbalisan sebagai alat bukti dalam persidangan adalah bersifat bebas,

tidak mengikat dan tidak menentukan bagi Hakim.27

Menurut Penulis keterangan saksi merupakan alat bukti yang paling

utama dalam perkara pidana. Hampir semua pembuktian perkara pidana

bersandar kepada keterangan saksi. Agar keterangan seorang Saksi

dapat dianggap sah sebagai alat bukti yang memiliki nilai kekuatan

pembuktian.Tidak semua keterangan saksi mempunyai nilai sebagai

alat. bukti. Keterangan Saksi yang mempunyai nilai adalah keterangan

yang sesuai dengan apa yang ditentukan Pasal 1 angka 27 KUHAP

yaitu Keterangan Saksi adalah salah satu alat bukti dalam perkara

pidana yang berupa keterangan dari Saksi mengenai suatu peristiwa

pidana yang ia dengar sendiri, ia lihat sendiri dan ia alami sendiri

dengan menyebut alasan dari pengetahuannya itu, oleh sebab itu yang

menjadi dasar alat pembuktian adalah narasi deskriptif representasi

peristiwa, kejadian atau situasi yang nyata berlangsung dilihat oleh

mata, didengar oleh telinga, dan dialami sendiri oleh Saksi.

27
Hasil Wawancara dengan Bapak Melky Salahudin, SH Hakim Pengadilan Negeri
Bukittinggi,pada tanggal 22 Agustus 2022. Pukul 09.00 WIB.
28

Ketentuan tersebut di atas sudah tidak berlaku mutlak sejak adanya

keputusan Mahkamah Konstitusi Nomor 65/PUU-VIII/2010 mengenai

perluasan pengertian keterangan Saksi yang menyatakan bahwa Pasal 1

angka 26 dan 27; Pasal 65; Pasal 116 ayat (3) dan (4); serta Pasal 184

ayat (1) Huruf a KUHAP bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak

mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang pengertian Saksi

tidak dimaknai termasuk pula “orang yang dapat memberikan

keterangan dalam rangka penyidikan, penuntutan, dan peradilan suatu

tindak pidana yang tidak selalu ia dengar sendiri, ia lihat sendiri dan ia

alami sendiri”.

Dengan demikian, sekarang yang disebut saksi dalam perkara

pidana tidak hanya orang yang mendengar, melihat dan merasakan

sendiri terjadinya tindak pidana. Orang yang tidak mendengar, melihat

dan merasakan sendiri terjadinya tindak pidana pun dapat menjadi saksi

selama ia memiliki pengetahuan yang relevan terkait tindak

pidana/tuduhan tindak pidana yang diperkarakan.

Pasal 185 ayat (6) KUHAP juga memberikan pedoman dalam

menilai kebenaran seorang saksi, hakim harus dengan sungguh-sungguh

memperhatikan:

1. Persesuaian antara keterangan saksi satu dengan yang lain;

2. Persesuaian antara keterangan saksi dengan alat bukti lain;

3. Alasan yang mungkin dipergunakan oleh saksi untuk memberi

keterangan yang tertentu;


29

4. Cara hidup dan kesusilaan saksi serta segala sesuatu yang pada

umumnya dapat mempengaruhi dapat tidaknya keterangan itu

dipercaya.

Bahwa Penyidik boleh bersaksi persidangan sepanjang memenuhi

kualifikasi saksi sebagaimana diatur Pasal 1 angka 26 dan 27 KUHAP

dan ia tidak tergolong dalam kelompok orang yang dibebaskan dari

kewajiban bersaksi di persidangan. Ketentuan ini terdapat dalam Pasal

168 sampai Pasal 171 KUHAP. Tidak ada ketentuan yang menyatakan

bahwa Penyidik tidak diperbolehkan untuk bersaksi di persidangan.

Hakim memegang peranan penting dalam menilai keterangan Saksi

Penyidik, dimana Hakim harus teliti melihat kesesuaian antara

keterangan Saksi dengan alat bukti lain serta alasan Saksi memberi

keterangan tertentu sebagaimana diatur dalam Pasal 185 ayat (6)

KUHAP. Kesesuaian antara keterangan Saksi tersebut harus jelas dan

muncul dalam petimbangan Hakim secara rinci dan sistematis.28

Tidak adanya persesuaian antara alat bukti tidak dapat membentuk

keyakinan Hakim atas kesalahan Terdakwa. Walaupun Penyidik

memenuhi syarat subjektif seorang Saksi, apabila dikaitkan dengan

Pasal 186 ayat (6) KUHAP, keterangan Saksi Penyidik sarat

subjektivitas, dipengaruhi konflik kepentingan antara kedudukannya

sebagai saksi dan pekerjaannya sebagai Penyidik. Akibatnya,

28
Hasil Wawancara dengan Bapak Melky Salahudin, SH Hakim Pengadilan Negeri
Bukittinggi,pada tanggal 22 Agustus 2022. Pukul 09.00 WIB.
30

keterangan Penyidik di persidangan tidak memiliki nilai kekuatan

pembuktian.

B. Peranan saksi Verbalisan Sebagai Salah Satu Alat Bukti Bagi Hakim
dalam Memeriksa dan Memutus Perkara Pidana Studi kasus di
Pengadilan Negeri Bukittinggi IB
Penyelidikan merupakan tindakan tahap pertama

permulaan“penyidikan”.Penyelidikan berarti serangkaian tindakan mencari

dan menemukan sesuatu keadaan atau peristiwa yang berhubungan dengan

kejahatan dan pelanggaran tindak pidana atau yang diduga sebagai

perbuatan tindak pidana.

Sebelum dilakukan tindakan penyidikan, dilakukan dulu

penyelidikan oleh pejabat penyelidik dengan maksud dan tujuan

mengumpulkan “bukti permulaan” atau “bukti yang cukup” agar dilakukan

tindak lanjut penyidikan. Antara penyelidikan dan penyidikan adalah dua

fase tindakan yang berwujud satu. Antara keduanya saling berkaitan dan

isi mengisi guna dapat diselesaikan pemeriksaan suatu peristiwa pidana.

KUHAP mendefenisikan penyidikan adalah sebagai sebuah

serangkaian tindakan penyidikan dalam hal dan menurut cara yang diatur

dalam Undang- Undang ini untuk mencari serta mengumpulkan buktil,

yang dengan bukti itu membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi

dan guna menemukan tersangkanya.29

29
https://yuridis.id/pasal-1-kuhap-kitab-undang-undang-hukum-acara-pidana/(diakses
pada tanggal 25 Agustus 2022 Jam 23.00)
31

Pasal 1 angka 2 KUHAP mendefenisikan penyidik sebagai pejabat

polisi Negara Republik Indonesia atau pejabat pegawai negeri sipil yang

diberi kewenangan khusus oleh Undang-Undang untuk melakukan

penyidikan. Pada beberapa tindak pidana khusus seperti korupsi,

narkotika, perikanan dan lain sebagainya terdapat penyidik khusus selain

penyidik dari Kepolisian Negara Republik Indonesia. Pada dasarnya

kewenangan penyidik diatur dalam Pasal 7 KUHAP.

Alasan menghadirkan saksi verbalisan sebagai upaya pembuktian

dalam sidang peradilan yaitu Pembuktian merupakan bagian yang sangat

penting sekaligus menjadi titik sentral pemeriksaan perkara dalam sidang

pengadilan. Hal ini dikarenakan pembuktian berisi ketentuan-ketentuan

berupa pedoman tentang cara-cara yang dibenarkan undang-undang untuk

membuktikan kesalahan yang didakwakan kepada terdakwa. Pedoman tata

cara pembuktian yang digunakan dalam system peradilan di Indonesia

adalah ketentuan Pasal 183 KUHAP.

Pasal 183 KUHAP : Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada

seseorang kecuali apabila dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang

sah ia memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-benar

terjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah melakukannya.

Berdasarkan ketentuan Pasal 184 ayat (1) KUHAP, undang-undang

menentukan lima jenis alat bukti yang sah yang disebutkan secara rinci

atau limitattif yaitu :30

30
https://www.dl-advokat.com/2020/02/5-jenis-alat-bukti-dalam-hukum pidana.html(ditelusuri
pada 25 Agustus 2022 jam 23.09)
32

1. Keterangan saksi;

2. Keterangan ahli; 3. Surat;

3. Petunjuk, dan

4. Keterangan terdakwa.

Jika ketentuan Pasal 183 KUHAP dihubungkan dengan jenis alat

bukti yang disebutkan dalam Pasal 184 ayat (1), maka minimum

pembuktian yang dapat dinilai cukup memadai untuk membuktikan

kesalahan terdakwa, “sekurangkurangnya” atau “paling sedikit” dibuktikan

dengan “dua” alat bukti yang sah. Jelasnya untuk membuktikan kesalahan

terdakwa harus merupakan :31

1. Penjumlahan dari sekurangkurangnya seorang saksi ditambah

dengan seorang ahli atau surat maupun petunjuk, dengan ketentuan

penjumlahan kedua alat bukti tersebut harus “saling bersesuaian”,

“saling menguatkan”, dan tidak saling bertentangan antara satu

dengan yang lain.

2. Atau bisa juga, penjumlahan dua alat bukti itu berupa keterangan

dua orang saksi yang saling bersesuaian dan saling menguatkan,

maupun penggabungan antara keterangan seorang saksi dengan

keterangan terdakwa, asal keterangan saksi dengan keterangan

terdakwa jelas terdapat saling persesuaian.

Proses pengumpulan bukti permulaan atau bukti yang cukup, saksi

penyidik dalam tugasnya berwenang untuk melakukan pemanggilan saksi

31
https://dinlawgroup.com/macam-macam-sistem-pembuktian-dalam-hukum-pidana/(diakses pada
tanggal 25 Agustus jam 23.25)
33

guna melakukan proses pemeriksaan penyidikan. Pemeriksaan terhadap

saksi atau terdakwa tersebut berupa tanya jawab oleh penyidik kepada

saksi atau terdakwa secara tertulis maupun tidak tertulis (lisan) dan di

muat dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP).

Sebenarnya untuk memanggil dan menjadikan seseorang untuk

diperiksa sebagai saksi, pejabat/penyidik pembantu harus benar-benar

berpedoman kepada kriteria yang ditentukan oleh Pasal 1 butir 26,

yaitu:32

1. Seorang yang mendengar sendiri

2. Melihat sendiri

3. Mengalami sendiri peristiwa pidananya

4. Orang yang bersangkutan dapat menjelaskan sumber

pengetahuan akan apa yang ia dengar, ia lihat, dan ia alami

sendiri.

Khusus pemanggilan tersangka, harus diperhatikan ketentuan Pasal 1

butir 14. Berdasarkan ketentuan ini seseorang baru dapat diduga sebagai

tersangka berdasarkan adanya bukti permulaan. Penyidik harus lebih

dahulu memperoleh atau mengumpulkan bukti permulaan atau probable

cause, baru dapat menjatuhkan dugaan terhadap seseorang. Artinya,

cukup fakta dan keadaan berdasar informasi yang sangat dipercaya,

bahwa tersangka sebagai pelaku tindak pidana berdasar bukti dan tidak

boleh semata-mata karna konklusi.

32
Hasil Wawancara dengan Bapak Melky Salahudin, SH Hakim Pengadilan Negeri
Bukittinggi,pada tanggal 22 Agustus 2022. Pukul 09.00 WIB.
34

Mengenai pemanggilan saksi atau tersangka diatur di dalam

KUHAP pada Pasal 112, Pasal 119 dan Pasal 227. Salah satunya pada

Pasal 112 ayat (2) KUHAP menjelaskan bahwa “orang yang dipanggil

wajib datang kepada penyidik dan jika ia tidak datang, maka penyidik

memanggil sekali lagi, dengan perintah kepada petugas untuk membawa

kepadanya”.

Proses pembacaan BAP saksi di depan persidangan kerap terjadi

dalam praktik pembuktian di persidangan. Pada prinsipnya KUHAP

menganut prinsip bahwa keterangan saksi harus diberikan di depan

persidangan, sebagaimana ditentukan pada Pasal 185 ayat (1) KUHAP.

Akan tetapi, bagi ketentuan ini, ada pengecualiannya, yaitu ketentuan

dalam Pasal 162 KUHAP. Berdasarkan Pasal 162 KUHAP, maka

KUHAP memberikan sebuah pengecualian bagi ketentuan bahwa

keterangan saksi harus diberikan di depan persidangan dengan alasan:33

1. Meninggal dunia

2. Berhalangan hadir karena alasan yang sah

3. Tidak dipanggil karena jauh tempat kediaman atau tempat tinggalnya

4. Bilamana ada kepentingan negara.

Hal yang sering terjadi di dalam persidangan adalah ketika saksi

dalam hal memberikan keterangan di depan persidangan ia mencabut

atau tidak mengakui bahwa keterangan yang ada di BAP sewaktu proses

penyidikan itu adalah murni pengakuannya sendiri, tetapi keterangan

33
Hasil Wawancara dengan Bapak Melky Salahudin, SH Hakim Pengadilan Negeri
Bukittinggi,pada tanggal 22 Agustus 2022. Pukul 09.00 WIB.
35

yang ada di BAP tersebut dibuat atas adanya paksaan untuk mengakui

perbuatan tersebut oleh penyidik yang melakukan penyidikan.

Tidak ada pengaturan di KUHAP mengenai hal keterangan saksi

yang ditarik atau dicabut di muka persidangan. Pada masalah keterangan

diatas maka berlakulah ketentuan Pasal 185 ayat (1) KUHAP. Dengan

demikian, fungsi keterangan saksi tersebut pada Berita Acara

Pemeriksaan saksi yang dibuat penyidik dapat menjadi alat bukti

petunjuk.

Apabila terjadi perbedaan keterangan antara keterangan BAP

dengan keterangan yang ada didalam persidangan, maka keterangan yang

ada di muka persidangan menjadi yang lebih diutamakan. Bila yang

diutamakan ialah keterangan dalam BAP saksi, maka otomatis dakwaan

penuntut umum terbukti semua.

Seorang hakim berkewajiban untuk mengingatkan kepada penuntut

umum agar menghadirkan pejabat penyidik yang membuat BAP tersebut

untuk diperiksa di depan persidangan. Adapun mengenai fungsi dari

saksi verbalisan ini dapat di uraikan sebagai berikut:34

1. Berfungsi untuk menambah alat bukti di dalam persidangan.

2. Berfungsi untuk menambah keyakinan hakim dalam menjatuhkan

putusan.

3. Berfungsi untuk mengetahui sejauh mana kejujuran terdakwa di

dalam persidangan dalam memberikan keterangan.

34
Hasil Wawancara dengan Bapak Melky Salahudin, SH Hakim Pengadilan Negeri
Bukittinggi,pada tanggal 22 Agustus 2022. Pukul 09.00 WIB.
36

Adapun mengenai peran dari saksi verbalisan ini dapat di uraikan

sebagai berikut:35

1. Saksi penyidik ini atau saksi verbalisan dihadirkan di dalam

persidangan berperan untuk memberikan alasan yang dapat

diterima oleh akal sehat mengenai keterangan yang berbeda

tersebut. Keterangan saksi verbalisan dapat dijadikan sebagai

keterangan saksi jika tersangka tidak dapat membuktikan alibi-

alibinya di muka persidangan.

2. Saksi verbalisan dapat berperan sebagai saksi untuk menambah

alat bukti.Saksi verbalisan dapat berperan sebagai alat buktu

yang dikategorikan sebagai keterangan saksi. Sebab di ambil

keterangannya di bawah sumpah.

Melalui pernyataan diatas dapat kita tarik kesimpulan bahwa saksi

verbalisan dapat berperan sebagai alat bukti yang sah di muka

pengadilan walaupun pengaturan saksi verbalisan tidak ada di atur di

dalam KUHAP ataupun Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang

Hukum Acara Pidana (KUHAP). Serta, saksi verbalisan berfungsi untuk

memberikan keterangan atau penjelasan di persidangan atas perbedaan

keterangan yang ada di BAP dan di persidangan oleh terdakwa.

Keterangan saksi verbalisan juga dapat dijadikan sebagai alat bukti

keterangan saksi jika tersangka tidak mampu membuktikan alibi-

35
https://journal.unibos.ac.id/ijlf/article/view/1194(diakses pada tanggal 26 Agustus 2022
jam 00.10)
37

alibinya. Maksud dari alibi-alibinya adalah alasan tersangka mencabut

keterangannya yang ada di BAP.

Adapun pendapat Hakim Pengadilan Negeri Bukittinggi Bapak

Melky Salahudin, S.H mengenai kelebihan dan kekurangan yang dimiliki

oleh saksi verbalisan adalah:36

Kelebihan adanya saksi verbalisan adalah jika saksi verbalisan

dapat hadir dipersidangan maka dapat dijadikan sebagai alat bukti dan

menambah keyakinan hakim dalam proses pembuktian, dan dengan

adanya saksi verbalisan hakim dapat menilai kejujuran dari keterangan

terdakwa yang telah ia berikan di dalam persidangan.

Sedangkan kekurangan adanya saksi verbalisan adalah jika

faktanya pemeriksaan dilakukan tidak sesuai dengan Standart

Operasional Prosedur (SOP) dan Hukum Acara yang berlaku sementara

dipersidangan saksi verbalisan dapat membuktikan bahwa proses

penyidikan yang dilakukan oleh penyidik sesuai dengan Standart

Operasional Prosedur (SOP) dan Hukum Acara yang berlaku maka yang

dirugikan adalah terdakwa. Terdakwalah yang sangat dirugikan sebab

terdakwa tidak dapat membuktikan di bagian pihak yang lemah tidak

dapat membuktikan proses pemeriksaan yang dilakukan oleh saksi

verbalisan tersebut mengandung unsur intimidasi, kekerasan, dan lain-

lain.

36
Hasil Wawancara dengan Bapak Melky Salahudin, SH Hakim Pengadilan Negeri
Bukittinggi,pada tanggal 22 Agustus 2022. Pukul 09.00 WIB
38

Kesimpulan yang dapat penulis dari pendapat Hakim Pengadilan

Negeri Bukittinggi diatas bahwa walaupun saksi verbalisan tidak ada

diatur dalam KUHAP tetapi kekuatan atau nilai pembuktian saksi

verbalisan dapat dijadikan sebagai alat bukti yang sah di dalam

persidangan, dapat dijadikan sebagai sebuah fakta persidangan yang

dapat menambah keyakinan hakim dalam memberikan suatu putusan.

Pada kekurangan saksi verbalisan ini dijelaskan bahwa dalam

pembuktiannya yang lebih dirugikan adalah pihak terdakwa sebab

apabila terdakwa tidak dapat membuktikan intimidasi, kekerasan yang

dilakukan oleh pihak penyidik maka akan membuat posisi terdakwa

menjadi melemah di persidangan.

Keberhasilan penyelesaian suatu perkara hukum di persidangan

tergantung pada kehadiran dan keterangan saksi. Dalam kasus tertentu,

jaksa berhasil mengumpulkan banyak saksi demi membuktikan perbuatan

terdakwa terhadap korban.Tentunya secara ideal ini diupayakan penuntut

umum agar kebenaran terungkap dan keadilan terwujud.Sebagaimana

sebuah ungkapan menyebutkan bahwa pengadilan sebagai benteng

terakhir keadilan, demikianlah putusan demi putusan majelis hakim

dijadikan patokan dalam penentuan keadilan bagi masyarakat yang dalam

hal ini khususnya adalah terdakwa sendiri. Namun tetap sia-sia apabila

tidak ada saksi yang melihat langsung tindak pidana terjadi.

Saksi yang dihadirkan ke ruang persidangan tersebut merupakan

penyidik yang melakukan penyidikan atas perkara tersebut. Namun


39

timbul permasalahan dalam hal ini penyidik tidak melihat sendiri,

mendengar sendiri, ataupun mengalami sendiri tindak pidana yang

sedang disidik hanya sebagai penyidik yang melakukan penangkapan

terhadap tersangka atas laporan dan ciri-ciri yang diberikan oleh korban.

Untuk menilai kekuatan pembuktian keterangan penyidik ini diserahkan

kembali kepada majelis hakim yang mengadili perkara karena pada

dasarnya penyidik yang menjadi saksi di persidangan tetap memiliki hak

untuk menjadi saksi bila memenuhi persyaratan formil dan materiil

seorang saksi.37

Munculnya Saksi Verbalisan dalam praktek, perlu dinilai dengan

penuh kearifan dan ketelitian. Praktek penggunaan saksi verbalisan

sangat subjektif dan cenderung difungsikan untuk mengatasi

penyangkalan terdakwa. Proses kehadiran saksi verbalisan bermula

karena terjadinya perbedaan keterangan saksi yang dinyatakan di

persidangan dengan termuat dalam berita acara pemeriksaan penyidikan,

atau karena terdakwa menyangkal dan menarik kembali pengakuannya

yang dinyatakan dihadapan penyidik.

Dari 5 tahun terakhir sudah ada enam perkara yang memakai saksi

verbalisan dalam penyelesaianya di persidangan pengadilan negeri

payakumbuh salah satunya yaitu Putusan Nomor 13/Pid.sus/2022/PN Bkt

yang menjadi terdakwa Renofri Pgl Reno Bin Esneri., Setelah mendengar

37
Hasil Wawancara dengan Bapak Melky Salahudin, SH Hakim Pengadilan Negeri
Bukittinggi,pada tanggal 22 Agustus 2022. Pukul 09.00 WIB
40

pembacaan tuntutan pidana yang diajukan penuntut umum pada

pokoknya sebagai berikut:

1. Menyatakan terdakwa Renofri Pgl Reno Bin Esneri terbukti

melakukan tindak pidana sebagaimana diatur dan diancam

pidana dalam dakwaan Primair Pasal 114 ayat (2) jo Pasal 132

(1) UU No. 35 Tahun 2009 tentang narkotika.

2. Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Renofri Pgl Reno Bin

Esneri berupa pidana penjara selama 9 (sembilan) tahun dan 6

(enam)bulan dikurangi selama berada dalam tahanan dan denda

Rp.2.640.000.000,- (dua milyar enam ratus empat puluh juta

rupiah) subsidair 6 (enam) bulan penjara.

3. Menetapkan agar terdakwa membayar biaya perkara sebesar

Rp.5.000,- (lima ribu rupiah).

Menimbang, bahwa atas keberatan yang disampaikan Terdakwa,

Saksi menyatakan tetap pada keterangannya, Lalu di hadirkan lah saksi

verbalisan agar semakin jelas penyelesaiannya perkara tersebut, saksi

verbalisan yang di hadirkan oleh pengadilan yaitu Saksi Efriandi Aziz,

SH, memberikan keterangan dibawah sumpah di persidangan yang pada

pokoknya sebagai berikut:

1. Bahwa keterangan dalam perkara Terdakwa ini yaitu perkara

penyalahgunaan narkotika; saksi diminta untuk memberikan.


41

2. Bahwa Terdakwa ditangkap pada hari Sabtu tanggal 16 Oktober 2021

sekira pukul 09.00 Wib pagi dirumahnya di Jorong Kasiak

Kambiang Tujuah Kab. Agam;

3. Bahwa Terdakwa ditangkap berdasarkan pengakuan dari saksi Teguh

yang ditangkap sebelumnya pada hari Sabtu tanggal 16 Oktober

2021 sekira pukul 00.00 Wib dini hari, karena saksi Teguh

mendapatkan narkotika dari Terdakwa;

4. Bahwa saksi tahu barang bukti yang digunakan 1 (satu) buah kotak

kardus kecil dibungkus dengan plastik warna hijau yang berisikan: 2

(dua) paket besar narkotika jenis sabu yang dibungkus plastik klip

warna bening, 1 (satu) Unit mobil Mitshubhisi Lancer 1600 SOCH/T

N. Pol BM 1683 VR warna hijau tau metalik beserta STNK, didalam

mobil itu berisi :1 (satu) buah kotak kardus kecil dibungkus dengan

plastik warna hijau yang berisikan : 2 (dua) paket besar narkotika

jenis sabu yang dibungkus plastik klip warna bening, 1 (satu) buah

timbangan digital warna silver, 1 (satu) bungkus plastik klip warna

bening, 1 (satu) unit Handphone merk VIVO warna hitam beserta

simcardnya 1 (satu) Unit handphone merk NOKIA warna hitam

beserta simcardnya;

5. Bahwa Terdakwa mendapatkan narkotika tersebut dengan cara

dijemputnya di Pekanbaru dengan mengendarai mobil sendiri yang

bernama Da Bas, sebelum menjemput, Terdakwa terlebih dahulu

sudah menghubunginya;
42

6. Bahwa narkotika tersebut belinya seharga Rp. 40.000.000,0 (empat

puluh juta rupiah) sebanyak berat 1 (satu) ons;

7. Bahwa Terdakwa menceritakan pada hari Rabu tanggal 13 Oktober

000,00 (empat puluh juta rupiah), kata Da Bas dari pada bolak balik

dari Bukittinggi ke Pekanbaru lebih baik ambil saja langsung 2 (dua)

garis;2021, Terdakwa menjemput narkotika itu ke Pekanbaru, setelah

bertemu dengan Da Bas, dibelinya sebanyak berat 1 (satu)

ons/segaris seharga Rp. 40.000.

8. Bahwa Terdakwa membayar tunai seharga Rp. 40.000.000,00 (empat

puluh juta rupiah) itu dan yang 1 (satu) ons/segaris lagi belum

dibayarnya;

9. Bahwa yang akan menjualkan narkotika tersebut adalah saksi Teguh

untuk di daerah Bukittinggi;

10.Bahwa Terdakwa yang memberikan/menyerahkan narkotika itu

kepada saksi Teguh;

11.Bahwa saksi melakukan pemeriksaan terhadap Terdakwa tidak ada

tekanan dari siapapun dan Terdakwa diperiksa berhadap-hadapan

dengan didampingi Penasihat Hukumnya;

12.Bahwa setelah BAP selesai diketik oleh petugas, hasil ketikan

dibacakan kepada Terdakwa dan Terdakwa yang

menandatanganinya;

13. Bahwa dalam melakukan pemeriksaan, sudah sesuai prosedur;


43

Terdakwa yang bernama Renofri Pgl Reno Bin Esneri di pastikan

melanggar Pasal 111 ayat (1) Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009

Tentang Narkotika.

“Setiap orang tampa hak atau melawan hukum menanam,

menyimpan, menguasai, atau menyediakan Narkotika Golongan I dalam

bentuk tanaman, di pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan

paling lama 12 (dua belas) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp.

800.000.000,00 (delapan ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp.

8.000.000.000,00 (delapan miliar).”

Majelis Hakim lansung memutuskan untuk memilih dakwaan,

terdakwa dianggap memenuhi unsur-unsur dalam Pasal ini, unsur-unsur

dari Pasal 111 ayat (1) UU Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika ialah

sebagai berikut:

1. Menyatakan Terdakwa Renofri Pgl Reno Bin Esneri tersebut

diatas,terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan

tindak pidana“dengan pemufakatan jahat tanpa hak dan melawan

hukum menyerahkan atau menerima Narkotika Golongan I dalam

bentuk bukan tanaman beratnya melebih 5 (lima) gram”

sebagaimana dalam dakwaan primair;

2. Menjatuhkan pidana kepada Terdakwa oleh karena itu dengan pidana

penjara selama 7 (tujuh) Tahun dan denda sebesar Rp.

2.640.000.000,00 (dua milyar enam ratus empat puluh juta rupiah)


44

dengan ketentuan apabila hukuman denda ini tidak dapat dibayar

diganti dengan pidana penjara selama 6 (enam) Bulan;

3. Menetapkan masa penangkapan dan penahanan yang telah dijalani

Terdakwa dikurangkan seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan;

4. Menetapkan Terdakwa tetap ditahan ;

5. Membebankan kepada Terdakwa untuk membayar biaya perkara

sejumlah Rp.5.000,- (lima ribu rupiah) ;

Kendala Hakim dalam Menetapkan Saksi Verbalisan dalam sebuah

persidangan, Perkara pidana adalah perkara publik. Artinya bahwa dalam

perkara pidana yang terjadi publik harus dapat mengakses bagaimana

proses penanganan perkaranya. Dengan adanya ukuran pembuktian itu

setidak-tidaknya ukuran keadilan masih dapat dikontrol serta masyarakat

akan semakin mudah memahami proses hukum itu. Jika masyarakat

mengetahui ukuran pembuktian itu dengan baik maka akan berdampak

kepada semakin mudahnya masyarakat mengetahui apakah memang

hukum itu telah mendapat posisi yang baik atau justru hukum itu telah

menjadi permainan.38

Ukuran pembuktian dalam perkara pidana dapat pula dilihat dari

dua kajian atau dua sudut pandang yaitu kajian normatif dan kajian

sosiologis yang kemudian disebut dengan kajian progresif. Kajian

progresif adalah kajian yang berusaha untuk melihat persoalan hukum itu

dari sudut menurut peraturan Perundang-Undangan dan kajian terhadap

38
Hasil Wawancara dengan Bapak Melky Salahudin, SH Hakim Pengadilan Negeri
Bukittinggi,pada tanggal 22 Agustus 2022. Pukul 09.00 WIB
45

sebuah keinginan hukum yang sesungguhnya, tanpa harus dibatasi oleh

sebuah aturan-aturan yang ternyata kemudian aturan-aturan itu tidak

mampu memcapai keadilan hukum, tidak mampu menghadapi atau

memecah persoalan hukum yang sesungguhnya.

Teori dan kenyataan dan pada prinsipnya keterangan terdakwa

yang di berikan di dalam BAP dengan di sidang pengadilan haruslah

sedapat mungkin sama atau seimbang dengan keterangan yang telah

diberikannya pada saat proses penyidikan. Akan tetapi, pada kenyataannya

prinsip ini tidak mengurangi sedikitpun kebebasan saksi dalam

memberikan keterangan yang berbeda di dalam sidang pengadilan dengan

yang diberikan pada pemeriksaan penyidikan yang dimuat dalam Berita

Acara Pemeriksaan

Memberi keterangan di sidang pengadilan seorang saksi bebas

dalam memberikan keterangan dan jika keterangan yang ada di dalam

persidangan sangatlah bertentangan dengan Berita Acara Pemeriksaan

tidak akan mengurangi arti keterangan yang telah diberikan di dalam

Berita Acara Pemeriksaan sewaktu melakukan proses penyidikan. Hanya

saja, hakim akan meminta alasan dan penjelasan yang logis yang dapat

diterima oleh akal sehat dan harus dilandasi dengan alasan yang mampu

menegaskan atas kebenaran perbedaan keterangan tersebut. Hal itu diatur

di dalam Pasal 163 KUHAP yang memberi pedoman kepada hakim ketua

sidang tentang tata cara penertiban masalah atas perbedaan keterangan

tersebut.
46

Praktik peradilan Indonesia dalam menjalankan Hukum Acara,

seringkali mengalami kendala-kendala, yaitu di dalam proses persidangan,

bahkan terkadang seorang saksi memberikan keterangan yang berbeda di

dalam persidangan dengan keterangan yang telah ia berikan sewaktu

menjalankan proses penyidikan yang dimana proses tanya jawab tersebut

di muat dalam Berita Acara Pemeriksaan.39

Apabila di dalam persidangan seorang saksi memberikan

keterangan yang berbeda dengan keterangan yang ada didalam Berita

Acara Pemeriksaan maka dalam mengatasi masalah ini adalah berdasarkan

Pasal 163 KUHAP yaitu hakim harus mengingatkan saksi akan perbedaan

keterangan tersebut, lalu apabila telah diperingatkan tetapi saksi tetap pada

keterangannya yang di berikan mua pengadilan maka hakim memint

alasan dan penjelasan yang logis mengenai perbedaan keterangan tersebut.

Lalu kemudian penjelasan dan alasan mengenai perbedaan keterangan

yang dijelaskan saksi dicatat dalam berita acara pemeriksaan sidang

pengadilan.

Mengatasi masalah tersebut Jaksa Penuntut Umum akan

menghadirkan saksi verbalisan untuk dimintai keterangan didalam

persidangan mengenai perbedaan keterangan oleh saksi.40

Untuk menetapkan saksi verbalisan hakim memiliki beberap

kendala, kendala-kendala hakim dalam menetapkan saksi verbalisan

39
https://business-law.binus.ac.id/2018/12/26/penegakan-hukum-masalahnya-apa/(diakses
pada tanggal 26.Agustus 2022 Jam 00.15)
40
Hasil Wawancara dengan Bapak Melky Salahudin, SH Hakim Pengadilan Negeri
Bukittinggi,pada tanggal 22 Agustus 2022. Pukul 09.00 WIB
47

menurut Hakim Pengadilan Negeri Bukittinggi Bapak Milky Salahudin,

S.H yaitu Kendala-kendalanya ada terdiri dari beberapa, antara lain adalah:

1. Apabila saksi verbalisan tidak hadir, sementara alat bukti yang lain tidak

mencukupi dan menambah keyakinan hakim dalam pembuktiannya.

Maka akan menjadi kendala hakim dalam menyimpulkan putusan.

Sebab masa penahanan tersangka sudah mau berakhir, alat bukti belum

mencukupi dan hakim atas siapa pelakunya hakim belum memiliki

keyakinan akan itu. Seorang hakim juga memiliki kewajiban dalam

minimal 10 hari sebelum masa penahanan berakhir hakim sudah

menyimpulkan putusan.

2. Saksi verbalisan yang jumlahnya lebih dari satu orang. Lalu apabila

ternyata contohnya saksi verbalisan tercatat dua orang waktu

memeriksa tersangka. Contohnya ada A dan B di dalam proses

penyidikan. Dan pada saat pemeriksaan tanya jawab yang dimuat dalam

BAP hanya B yang hadir dalam proses pemeriksaan tersebut sedangkan

si A tidak hadir. Tetapi, pada saat di persidangan si A hadir, maka saksi

A akan sulit memberikan keterangan di persidangan. Karena ia tidak tau

menahu soal pemeriksaan saksi ataupun tersangka tersebut. Jika hal itu

terjadi biasanya hakim akan memanggil saksi kedua duanya untuk

mendapatkan keterangan sebenarnya. Guna mengetahui perbedaan

keterangan mana yang benar yang dapat dijadikan alat bukti. Sebab

BAP adalah acuan dalam melakukan proses pembuktian guna

mengetahui siapa pelaku sebenarnya dalam tindak pidana tersebut


48

Hasil wawancara tersebut jelas dikatakan jika saksi verbalisan tidak

hadir dalam persidangan maka hakim akan kesulitan dalam proses

pembuktiannya sebab hakim tidak memiliki alat bukti yang cukup dalam

membuktikan si pelaku memang bersalah dalam melakukan tindak pidana

tersebut. Hakim juga sulit dalam menetapkan putusan jika saksi verbalisan

tidak hadir sebab minimum 10 hari sebelum masa penahanan tersangka

berakhir hakim harus sudah memberikan atau menyimpulkan putusan atas

tindak pidana tersebut.

Pertimbangan hukum hakim dalam menjatuhkan putusan terkait

dengan adanya saksi verbalisan di dalam pembuktiannya, menurut Hakim

Pengadilan Negeri Bukittinggi Bapak Milky Salahudin, S.H adalah:41

Saksi verbalisan dihadirkan di persidangan maka pertimbangannya

itu akan digunakan untuk mempertimbangan alibi terdakwa yang tidak

berdasar hukum. Dan dengan adanya keterangan saksi verbalisan tersebut

maka dapat digunakan untuk menilai bahwa pengakuan terdakwa yang

didalam BAP yang telah dicabut atau tidak diakui benar atau tidak dibuat

di bawah paksaan, atau intimidasi yang dilakukan oleh penyidik. Apabila

pengakuan dalam BAP dianggap benar maka dapat dipergunakan untuk

menentukan bahwa terdakwa adalah pelakunya yang disimpulkan oleh

hakim. Sebab, alibi terdakwa yang tidak mengakui perbuatannya tadi

dianggap tidak dapat membuktikan alibi-alibinya. Sehingga keterangan

41
Hasil Wawancara dengan Bapak Melky Salahudin, SH Hakim Pengadilan Negeri
Bukittinggi,pada tanggal 22 Agustus 2022. Pukul 09.00 WIB
49

saksi verbalisan tersebut dapat digunakan sebagai tambahan alat bukti

saksi dan dapat menambah keyakinan hakim.

Kesimpulan yang dapat penulis berikan dari pendapat di atas dapat

disimpulkan bahwa pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan

terkait adanya saksi verbalisan maka keterangan saksi verbalisan mengenai

keterangan yang berbeda tersebut dapat dijadikan sebagai tambahan alat

bukti dan dapat menambah keyakinan hakim dalam menyimpulkan suatu

putusan jika benar terbukti bahwa pengakuan terdakwa yang ada didalam

BAP tidaklah benar berada di bawah paksaan ataupun intimidasi. Maka

alibi terdakwa tidak dapat dibuktikan di dalam persidangan dan keterangan

saksi verbalisan lah yang diambil guna menambah alat bukti dan

keyakinan hakim.
50

BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan penulis mengenai peranan

saksi verbalisan sebagai salah satu alat bukti bagi hakim dalam memeriksa dan

memutus perkara pidana (studi kasus pengadilan negari Bukittinggi yang telah

di uraikan diatas, maka penulis dapat mengambil kesimpulan sebagai berikut:

1. Kedudukan saksi verbalisan di Pengadilan, Pasal 184 ayat (1) Kitab

Undang-Undang Hukum Acara Pidana saksi verbalisan ini dijadikan alat

bukti yang sah karena dapat dikategorikan sebagai alat bukti petunjuk.

Keterangan saksi verbalisan tersebut meskipun tidak bisa dipercaya

hakim sepenuhnya, namun Hakim harus melakukan analisa dengan teliti

antara keterangan saksi verbalisan dengan alat-alat bukti lainnya untuk

mendapatkan keyakinan sepenuhnya tentang keterangan saksi verbalisan.

Keberadaan saksi verbalisan ini dijadikan salah satu alat bukti yang sah

menurut Pasal 184 KUHAP karena keterangan dari saksi verbalisan

tersebut dapat dijadikan sebagai sebuah petunjuk. Kekuatan hukum saksi

verbalisan sebagai alat bukti adalah bersifat bebas, tidak mengikat dan

tidak menentukan bagi hakim. Dalam pemeriksaan dilakukan dengan

cara-cara yang benar sesuai dengan SOP (Standart Operasional

Pemeriksaan) dan dengan Hukum Acara yang berlaku maka keterangan

saksi verbalisan patut diterima dan alibi dari terdakwa dianggap tidak

benar atau mengada-ada sehingga keterangan saksi verbalisan dapat


51

dipakai sebagai alat bukti keterangan saksi. Serta saksi verbalisan ini

harus didukung juga oleh alat-alat bukti yang lain. Perlu di jadikan

catatan bahwa saksi verbalisan kekuatan hukumnya sama dengan saksi

lainnya selama saksi verbalisan tersebut memberikan keterangan sesuai

dengan apa yang ia lihat, ia dengar dan ia alami sendiri.

2. Peranan Saksi Verbalisan di Pengadilan, menurut Pasal 184 KUHAP

karena keterangan dari saksi verbalisan tersebut dapat dijadikan sebagai

sebuah petunjuk. Keterangan yang diberikan saksi verbalisan ini sangat

penting karena dijadikan pertimbangan hakim dalam menerima atau

menolak pencabutan BAP yang dilakukan oleh terdakwa. Keterangan

saksi verbalisan tersebut meskipun tidak bisa dipercaya hakim

sepenuhnya, namun Hakim harus melakukan analisa dengan teliti antara

keterangan saksi verbalisan dengan alat-alat bukti lainnya untuk

mendapatkan keyakinan sepenuhnya tentang keterangan saksi verbalisan.

Keberadaan saksi verbalisan ini dijadikan salah satu alat bukti yang sah.

Peran dan fungsi dari saksi verbalisan sebagai alat bukti perkara adalah

untuk menambah alat bukti di dalam persidangan dan menambah

keyakinan hakim dalam menjatuhkan putusan serta untuk mengetahui

sejauh mana kejujuran terdakwa di dalam persidangan dalam

memberikan keterangan. Juga saksi penyidik ini atau saksi verbalisan

dihadirkan didalam persidangan berfungsi untuk memberikan alasan

yang dapat diterima oleh akal sehat mengenai keterangan yang berbeda

tersebut
52

B. Saran

1. Kepada pihak Kepolisian sebaiknya dalam hal menjalani proses pemeriksaan

saksi dalam proses tanya jawab yang dimuat dalam Berita Acara

Pemeriksaan Sebaiknya hindarilah perbuatan kekerasan,paksaa, intimidasi

ataupun yang lainnya yang bertujuan untuk mengakui perbuatan saksi yang

belum tentu perbuatan itu ia lakukan.Guna mengurangi penyangkalan

ataupun pencabutan keterangan yang ada di BAP.

2. Hendaknya Pemerintah dapat membuat pengaturan yang jela mengenai

keberadaan saksi verbalisan ini sebagai salah satu alat bukti sehingga dalam

penerapannya tidak terdapat perbedaan penafsiran apakah saksi verbalisan

ini boleh dipergunakan atau tidak. Kepada pihak Hakim seharusnya

menindaklanjuti penyidik yang melakukan kekerasan, paksaan, intimidasi

dan kekerasan yang lainnya sewaktu melakukan proses pemeriksan.

Bertujuan agar tidak terjadinya perbedaan keterangan yang ada di Berita

Acara Pemeriksaan dengan keterangan yang ada di dalam persidangan.


53

DAFTAR FUSTAKA

A. Buku

Alfitra, Hukum pembuktian,Yogyakarta:Liberty, 2011

Andi hamzah, Hukum Acara Perdana Indonesia, Jakarta: Sinar Grafika:


2010

Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta :


Balai Pustaka, 2001

Eddy O. S. Hariej. Teori dan hukum pembuktian,Jakarta : Sinar


Grafika,2013

Hari Sasangka dan Lely Rosita, Hukum Pembuktian Dalam Perkara


Pidana,Bandung: PT Maju Mundur, 2003

Hartono, Penyidikan dan Penegakan Hukum Pidana Melalui Pendekatan


Hukum Progresif, Jakarta: Sinar Grafika, 2008

Lilik Mulyadi, Hukum Acara Pidana, jakarta : alumni,2012

Muhadar, Perlindungan Saksi & Korban Dalam Sistem Peradilan Pidana,


Bandung:Alfabeta, 2010

M.Yahya Harapah, Pembahasan Permasalahan & Penetapan


KUHAP,Jakarta:Sinar grafika, 2008

Rahman Amin, Hukum Pembuktian Dalam Perkara Pidana Dan


Perdata,Jakarta:Sinar Grafika, 2017

Robert, Hukum Perlindungan Sanksi, Surabaya:Thafa Media, 2015

Soerjono Soekanto, Pengantar penelitian Hukum, Jakarta: UI Press, 1986

Syaiful Bakhri, Dinamika Hukum Pembuktian,Jakarta:Bumi Aksara, 2006

Yulies Tiena Masriani, Pengantar Hukum Indonesia, Jakarta:Sinar


Grafika,2004
54

B. Peraturan Undang-undangan

Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 65/PPU-VIII/2010

Kitab Undang-undang Hukum Pidana

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana

Undang-undang No 13 Tahun 2006 Tentang Perlindungan Saksi Dan

Korban

Undang-undang Nomor 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Hakim

C. Karya Ilmiah Lain

Kenny Krisnamukti, ‚Studi Kasus Terhadap Putusan Pengadilan Negeri No.


1751/Pid.B/2012/Pn.Jkt.Pst. Tentang Penerapan Kekuatan Pembuktian
Saksi Verbalisan Terhadap Ketentuan Pasal 112 Jo. Pasal 114 UU
No.35 Tahun 2009 Dikaitkan dengan Prinsip Unus Testis Nullus
Testis‛, (Skripsi--, Universitas Padjadjaran, Bandung, 2013),

I Dewa GD. Saputra Valentino Pujana, ‚Jaminan Kekebalan Hukum Bagi


SaksiPelaku/JusticeCollaborator‛,

D. Internet

https://www.djkn.kemenkeu.go.id/kpknlpekalongan/bacaartikel/13073/
Pembuktian-Dalam-Upaya-Memenangkan-Perkara-Pidana.html
ditelusuri pada tanggal 29 November 2021 pada pukul 15.00 wib

http://www.lawoffice-rstp.com/2011/02/tafsir-hukum-bap.html, (diterusuri
tanggal 29 November 2021, pukul 19.36

https://www.hukumonline.com/klinik/detail/ulasan/lt5c6e3a2189b32/
wajibkah-ada-keterangan-saksi-dalam-perkara-pidana/ ditelusuri pada
tanggal 29 November 2021 pada pukul 13.00 wib

http://hukum.studentjournal.ub.ac.id/index.php/hukum/article/view/1915 di
telusuri pada tanggal 30 November 2021 pada pukul 09.00 wib
55

https://id.scribd.com/document/329308499/Pengertian-Penelitian-Yuridis-
Empiris (ditelusuri pada tanggal 15 januari 2022 Jam 01.23)

https://www.gurupendidikan.co.id/Pengertian-wawancara/ (diakses pada


tanggal 11 februari 2022 Jam 21.17)

https://dinlawgroup.com/macam-macam-sistem-pembuktian-dalam-hukum-
pidana/(diakses pada tanggal 25 Agustus jam 23.25)

https://litigasi.co.id/posts/hukum-pembuktian-menurut-hukum-acara-pidana
ditelusuri pada tanggal 29 November 2021 pada pukul 15.00 wib
https://yuridis.id/pasal-1-kuhap-kitab-undang-undang-hukum-acara
pidana/(diakses pada tanggal 25 Agustus 2022 Jam 23.00)
https://journal.unibos.ac.id/ijlf/article/view/1194(diakses pada tanggal 26
Agustus 2022 jam 00.10)

Anda mungkin juga menyukai