OLEH :
SUPRAYITNO
H1A1 15 293
FAKULTAS HUKUM
KENDARI
2018
A. Pembuktian Dan Sistem Pembuktian Berdasarkan KUHAP
ketentuan yang mengatur alat-alat bukti yang dibenarkan undang-undang yang boleh
Mengenai pengertian dari kata pembuktian dapat dijumpai dalam pendapat para
peristiwa sehingga dapat diterima oleh akal terhadap kebenaran peristiwa tersebut.
Berdasarkan pendapat tersebut di atas, maka yang dimaksud dengan pembuktian adalah
Dalil yang dimaksud itu dapat berupa alat bukti yang sah, dan diajukan ke depan
persidangan. Dengan demikian pembuktian merupakan suatu kebenaran dari alat bukti yang
sah, untuk dinyatakan bersalah atau tidaknya terdakwa atas tindak pidana yang didakwakan.
Masalah pembuktian tentang benar tidaknya seorang terdakwa melakukan perbuatan yang
didakwakan merupakan bagian terpenting dari acara pidana, karena hak asasi manusia
(terdakwa) akan dipertaruhkan. Dalam hal inilah hukum acara pidana bertujuan untuk
mencari kebenaran materiil, yang berbeda dengan hukum acara perdata yang hanya sebatas
pada kebenaran formal. Senada dengan hal tersebut, Van Bemmelen mengemukakan tiga
Pelaksanaan keputusan.
Dari ketiga fungsi tersebut, yang paling penting adalah fungsi “mencari kebenaran”
karena hal tersebut merupakan tumpuan kedua fungsi berikutnya. Setelah menemukan
kebenaran yang diperoleh melalui alat bukti dan barang bukti, maka hakim akan sampai
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa tujuan hukum acara pidana, termasuk
KUHAP adalah untuk mencari kebenaran dengan melakukan pembuktian. Secara teoritis,
dikenal empat macam sistem pembuktian dalam perkara pidana, yaitu sebagai berikut :
1. Conviction in time, adalah sistem pembuktian yang berpedoman pada keyakinan hakim
an sich dalam memberikan putusan tentang terbukti atau tidak terbuktinya kesalahan
hakim dalam memberikan putusan tentang terbukti atau tidak terbuktinya kesalahan yang
didakwakan kepada terdakwa. Faktor keyakinan hakim dalam sistem pembuktian ini
harus didasarkan pada alasan-alasan yang logis (reasonable). Hal ini yang membedakan
3. Positief wetelijk stelsel atau yang lebih dikenal dengan sistem pembuktian posiitf, adalah
sistem pembuktian yang berpedoman pada alat bukti yang telah ditentukan oleh undang-
undang dalam memberikan putusan tentang terbukti atau tidak terbuktinya kesalahan
4. Negatief wetelijk stelsel atau yang lebih dikenal dengan sistem pembuktian negatif,
adalah sistem pembuktian yang berpedoman pada alat bukti yang telah ditentukan oleh
undang-undang dan keyakinan hakim dalam memberikan putusan tentang terbukti atau
Adapun sistem Pembuktian yang diatur dalam KUHAP tercantum dalam Pasal 183 yang
rumusannya adalah sebagai berikut : ” Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada
seseorang kecuali apabila sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah, ia memperoleh
keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-benar terjadi dan bahwa terdakwa yang bersalah
melakukannya.”
Dari rumusan Pasal 183 tersebut, terlihat bahwa pembuktian harus didasarkan sedikitnya
pada dua alat bukti yang sah, disertai dengan keyakinan hakim yang diperoleh dari alat-alat
bukti tersebut. Artinya, tersedianya minimum dua alat bukti saja, belum cukup untuk
menjatuhkan pidana kepada terdakwa. Sebaliknya, meskipun hakim sudah yakin terhadap
kesalahan terdakwa, maka jika tidak tersedia minimum dua alat bukti, hakim juga belum
dapat menjatuhkan pidana terhadap terdakwa. Dalam hal inilah penjatuhan pidana terhadap
seorang terdakwa haruslah memenuhi dua syarat mutlak, yaitu alat bukti yang cukup dan
keyakinan hakim. Sistem pembuktian tersebut terkenal dengan nama sistem negative
wettelijk.
Dalam Penjelasan Pasal 183 KUHAP tersebut dinyatakan bahwa Pembentuk Undang
Undang telah menentukan pilihan bahwa sistem pembuktian yang paling tepat dalam
dalam sistem pembuktian ini, terpadu kesatuan penggabungan antara sistem conviction-in
time (sistem pembuktian yang hanya bersandar atas keyakinan hakim) dengan sistem
Ketentuan dalam Pasal 183 KUHAP tersebut hampir identik dengan ketentuan dalam
Pasal 6 UU Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman yaitu : “Tidak seorang pun
dapat dijatuhi pidana, kecuali apabila pengadilan karena alat pembuktian yang sah menurut
Oleh karena itu, konsep keyakinan hakim tersebut baru dapat terbentuk dengan
didasarkan pada adanya alat bukti yang sah menurut KUHAP. Keyakinan hakim yang akan
terbentuk tersebut pada akhirnya nanti hanya terdiri dari dua macam, yaitu keyakinan bahwa
terdakwa tidak terbukti bersalah atau sebaliknya keyakinan bahwa terdakwa terbukti
bersalah.
Aktualisasi dari kombinasi kedua konsep dalam ketentuan pasal 183 KUHAP tersebut
dapat dilihat dalam rumusan kalimat baku setiap diktum putusan perkara pidana yang
menyatakan “secara sah dan meyakinkan”. Kata “sah” dalam hal ini berarti bahwa hakim
dalam memberikan putusan tersebut didasarkan pada alat bukti yang sah sebagaimana diatur
dalam hal ini berarti bahwa dari alat bukti yang sah tersebut maka terbentuk keyakinan
hakim.
Rumusan sistem pembuktian tersebut tentunya untuk mendukung tujuan dari hukum
acara pidana, yaitu untuk mencari dan memperoleh kebenaran materiil. Dengan tercapainya
kebenaran materiil maka akan tercapai pula tujuan akhir hukum acara pidana, yaitu untuk
masyarakat.Adapun yang dimaksud dengan alat-alat bukti yang sah adalah sebagaimana
1. Keterangan Saksi;
2. Keterangan Ahli;
3. Surat;
4. Petunjuk;
5. Keterangan Terdakwa.
terdapat minimal dua alat bukti dari lima alat bukti yang diatur dalam Pasal 184 KUHAP
yang mengatur secara limitatif alat bukti yang sah menurut undang-undang. Hal tersebut
diatas, juga mengisyaratkan bahwa KUHAP juga menganut prinsip Batas Minimum
Pembuktian yang mengatur batas tentang keharusan yang dipenuhi dalam membuktikan
kesalahan terdakwa.
Selain kelima alat bukti tersebut, tidak dibenarkan untuk dipergunakan dalam pembuktian
kesalahan terdakwa. Alat bukti yang dibenarkan dan mempunyai kekuatan pembuktian
hanyalah kelima alat bukti tersebut. Pembuktian dengan alat bukti diluar kelima alat bukti
diatas, tidak mempunyai nilai serta tidak mempunyai kekuatan yang mengikat. Dalam hal ini,
baik Hakim, Penuntut Umum, terdakwa maupun Penasehat Hukum, semuanya terikat pada
ketentuan tata cara dan penilaian alat bukti yang ditentukan oleh undang-undang.
Dengan berkembangnya zaman banyak tinggkat kejahatan yang terjadi dengan berbagai
macam motif kejahatan, oleh karna itu selain alat bukti yang terdapan dalam pasal 184
KUHAP sering terjadi pembuktian dengan cara atau pembuktian forensik, salah satunya
adalah salah satu cabang ilmu kedokteran yang mempelajari dan menerapkan ilmu
pengetahuan dan teknologi kedokteran untuk kepentingan hukum dan peradilan. Namun
ilmu kedokteran forensik memiliki beberapa fungsi atau kegunaan yang dibedakan
sebagai berikut:
Manusia hidup
Mayat
pemeriksaannya (sebab luka; sebab kematian; benar tidaknya ada darah, air mani,
dan sebagainya)
Di sidang pengadilan
Forensik meliputi:
b. Patologi Forensik;
c. Odontologi Forensik;
d. DNA Forensik;
e. Antropologi Forensik;
f. Forensik Klinik;
g. Psikiatri Forensik;
i. Database Odontogram;
j. Database DNA;
k. PPT;
l. Toksikologi Forensik;
m. Farmasi Forensik;
n. Kesehatan Tahanan;
o. Hukum Kesehatan; dan
p. Medikolegal
pertanyaan bukti dari forensik memiliki kekuatan atau kepastian hukum? Padaahal dalam
pasal 184 KUHP tidak tertera pembuktian secara forensik. Oleh karna itu saya akan
mencoba menjelaskan kedudukan pembuktian secara forensik yang salah satumya adalah
“KETERANGAN AHLI”
Berada di nomor urut dua dalam daftar alat bukti yang sah menurut KUHAP,
keterangan ahli telah menjadi salah satu ‘kekuatan’ aparat penegak hukum untuk
membuktikan terjadinya suatu tindak pidana. Meskipun ahli tak melihat, mengalami atau
penegak hukum.
sehingga dalam perkara-perkara pidana yang menarik perhatian publik, kehadiran ahli
sering dinantikan.
Salah satu contoh tindak pidana pembunuhn yang menggunakan keterangan saksi
ialah Sidang pembunuhan Wayan Mirna Salihin, yang sedang disidangkan di PN Jakarta
Pusat, bisa dijadikan contoh terbaru bagaimana keterangan ahli begitu penting. Hingga
pekan ke dua di bulan Agustus, sudah enam orang ahli yang dimintai keterangan.
Penuntut umum, pengacara, dan majelis berupaya menggali informasi sebanyak mungkin
forensik dokter Slamet Purnomo dan ahli racun (toksikolog) Nursamran Subandi. Dokter
Slamet mengatakan ada tanda kerusakan yang berasal dari zat korosif. Bagian bibir dalam
racun sianida. Kadar sianida dalam tubuh korban melebihi dosis. Artinya, mematikan.
Sampai di sini, masih ada pertanyaan yang harus dijawab: siapakah yang menaruh
racun ke dalam gelas es kopi vietnam yang diminum korban? Polisi dan jaksa
mengandalkan CCTV kafe Olivier Jakarta. Tetapi untuk meyakinkan hakim pada hasil
rekaman itu, penuntut umum menghadirkan dua ahli digital forensik dan teknologi
informasi, M. Nuh dan Christopker Hariman Rianto. Ahli menguraikan detik per detik
gerakan terdakwa Jessica Kumala Wongso yang terekam CCTV selama di dalam kafe.
menjadi kunci penting mengungkap siapa yang membunuh Mirna. Terdakwa Jessica
Dalam teks KUHAP disebutkan keterangan ahli adalah keterangan yang diberikan
oleh seorang yang memiliki keahlian khusus tentang hal yang diperlukan untuk membuat
terang suatu perkara pidana guna kepentingan pemeriksaan. KUHAP tak memberikan
KUHAP memang tak mengatur secara rinci persyaratan untuk menjadi ahli dalam
perkara pidana. Yang ada hanya frasa ‘keahlian khusus’ tadi. Pertanyaan mengenai
Pasal 179 ayat (1) berbunyi “Setiap orang yang diminta pendapatnya sebagai ahli
kedokteran kehakiman atau dokter atau ahli lainnya wajib memberikan keterangan ahli
demi keadilan.” Sedangkan dalam Pasal 186 menyatakan bahwa “Keterangan ahli adalah
keterangan oleh penyidik dalam proses penyidikan. Dalam perkara pidana pembunuhan,
misalnya, ahli yang dihadirkan seringkali dokter forensic yang juga bekerja di rumah
sakit Polri. Apakah dalam konteks itu terjadi konflik kepentingan, sehingga ahli akan
Pengaturan dalam KUHAP juga tidak ada yang menyebutkan mengenai forensik.
Yang diatur dalam KUHAP adalah terkait ahli kedokteran. Merujuk pada macam-macam
forensik yang telah disebutkan di atas, ahli forensik dapat dikatakan sebagai ahli
kedokteran. Mengenai ahli kedokteran, Pasal 133 ayat (1) KUHAP memberi wewenang
kehakiman jika penyidikan menyangkut korban luka, keracunan, atau mati. Permintaan
banyak yang tidak tau bahwa “KETERANGAN AHLI” merupakan pembuktian yang sah.
Nomor 10 Tahun 2009 tentang Tata Cara dan Persyaratan Permintaan Pemeriksaan
http://lp3madilindonesia.blogspot.com/2011/01/pembuktian-system-berdasarkan-
kuhap.html
https://www.hukumonline.com/berita/baca/lt57bc379b6a154/kedudukan-ahli-dan-
pendapatnya-dalam-perkara-pidana