Indonesia
Masalah pembuktian adalah merupakan bagian yang terpenting dalam hukum acara
pidana. Oleh karena itu tugas utama dari hukum acara pidana adalah untuk mencari
dan menemukan kebenaran material, kebenaran yang sejati. Untuk mencari dan
hukum acara pidana yaitu Undang-undang No 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara
Pada tingkat ini dicari dulu bahan-bahan bukti setelah terkumpul semua
pidana, sekurang-kurangnya harus ada paling sedikit dua alat bukti yang sah dan
Ketentuan tentang pembuktian dalam hukum acara pidana baik KUHAP maupun HIR
terhadap persamaan dalam penggunaan alat-alat bukti yaitu dengan sistem negative
1
R.Atang Ranoemiharjdja; Hukum Acara Pidana; Bandung; Tarsito, 1980; hal 60
menurut Undang-undang (negatief wettelijk) yang terutama dalam pasal 294 (1) HIR
“Tidak akan dijatuhkan kepada seorang pun jika hakim tidak mendapat keyakinan
dengan upaya bukti menurut Undang-undang bahwa bener telah terjadi perbuatan
“Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seorang kecuali apa bila dengan
sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah ia memperoleh keyakinan bahwa suatu
melakukannya.”
Dengan melihat ketentuan pasal tersebut di atas, terkanding beberapa hal pokok
yaitu :
2. dan atas dasar alat bukti yang sah tersebut hakim berkeyakinan bahwa
alat bukti yang sah, seperti yang tersebut dalam pasal 184 ayat (1) KUHAP, maka
perkataan sekurang-kurangnya itu berarti merupakan dua diantara lima alatb bukti,
yakni :
a. keterangan saksi;
b. keterangan ahli;
2
Karjadi; Reglemen Indonesia yang Dibaharui; Bogor; Politea; 1975; hal 84
c. surat;
d. petunjuk;
e. keterangan terdakwa.
Sedangkan menurut pasal 195 HIR, kata sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah,
“ 1. Kesaksian-kesaksian
2. surat-surat
3. pengakuan
4. isyarat-isyarat.”3
Dengan melihat kedua pasal tersebut di atas, terdapat perbedaan yaitu pasal 195
HIR hanya menyebutkan empat (4) alat bukti yang sah, sedangkan pasal 184 ayat
(1) KUHAP menyebutkan lima (5) alat bukti yang sah, yang berarti bahwa dalam
hukum acara pidana menurut HIR, keterangan ahli bukan alat bukti yang sah.
Menurut ketentuan pasal 184 ayat (1) KUHAP dengan tegas menyebutkan
bahwa keterang ahli adalah merupakan alat bukti yang sah. Kalau dibandingkan
lebih jauh lagi bahwa ” terdapat perubahan redaksi satu alat bukti, yaitu ”
KUHAP. Dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah, menurut sistem
pembuktian
Yang di anut oleh Negara Indonesia adalag negatief wettelijk, aka syarat tersebut
keyakinan dari hakim terhadap terdakwa, apakah tindak pidana yang didakwakan
3
Ibid, hlm 84
terhadap terdakwa benar-benar di lakukan oleh terdakwa atau tidak. Jadi untuk
harus ada keyakinan dari hakim bahwa terdakwalah yang bersalah telah
tersebut dalam Undang-undang dan tidak mengenal adanya alat bukti yang
Negara Indonesia (negatief wettelijk), dikenal pula sitem positief wettelijk atau
keyakinan dari hakim. Dengan demikian bahwa terdakwa telah dapat dijatuhi
pidana jika ada sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah menurut Undang-
undang.
hakim tidak terikat pada alat-alat bukti yang ditetapkan dalam Undang-undang.
undang.
Sistem pembuktian Conviction Intime yaitu pembuktian yang didasarkan semata-
mata atas keyakinan hakim belaka, tampa terikat kepada aturan-aturan, sehingga
terbukti atau tidaknya terdakwa bersalah melakukan tindak pidana seperti yang
didakwakan kepadanya.
Indonesia.4
Suatau masalah yang sangat penting dalam Hukum Pembuktian adalah masalah
pembuktian itu harus dilakukan dengan adil dan tidak berat sebelah karena suatu
pihak yang meneriama beban yang terlampau berat, dalam jurang kekalahan. Soal
pembagian beban pembuktian ini dianggap sebagai suatu soal hukum atau soal
yuridis, yang dapat diperjuangkan sampai tingkat kasasi di muka Pengadilan Kasasi,
yaitu Mahkama Agung. Melakukan pembagian beban pembuktian yang tidak adil
4
Andi Hamzah; Bunga Rampai Hukum Pidana dan Acara pidana; Mei 1986; Penerbit Ghalia
Indonesia; Hal 88
alasan bagi Mahkamah Agung untuk membatalkan putusan Hakim atau Pengadilan
yang bersangkutan.
Informasi dan Taransaksi Elektronik pada umumnya sama seperti hukum pidana
umumnya yaitu Sistem atau teori-teori pembuktian Indonesia sama dengan Belanda
dan Negara-negara eropa kontinental yang lain, yaitu menganut bahwa hakimlah yang
menilai alat bukti yang diajukan dengan keyakinannya sendiri bukan juri, seperti di
Amerika Serikat dan negara-negara anglo saxon, juri umumnya terdiri dari orang
awam. Juri-juri tersebutlah yang menentukan salah atau tidaknya guilty or not guilty
pidana (sentencing)5.
5
http://digilib.unila.ac.id/20228/3/bab%20II%20Leo.pdf ; Rabu/ 23 Mei/ Pukul 09:55