Anda di halaman 1dari 11

LAPORAN PRAKTIKUM FITOKIMIA

TUGAS VI

UJI KROMATOGRAFI LAPIS TIPIS (KLT) DENGAN BERBAGAI ELUEN

Disusun Oleh :

NAMA : ISMI WAHYUNINGSIH

NIM : 201410410311239

KELAS : FARMASI E

KELOMPOK : 4

PROGRAM STUDI FARMASI

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG

2017
I. TUJUAN PRAKTIKUM
Agar mahasiswa mampu menjelaskan tentang kaitan antara polaritas eluen dengan
harga Rf.
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. KOLESTEROL (C27H45OH)

Gambar 1 kolesterol

Kolesterol ( C27H45OH ) adalah alkohol steroid yang ditemukan dalam lemak


hewani atau minyak, empedu, susu, kuning telur. Kolesterol sebagian besar
disintesis oleh hati dan sebagian kecil diserap dari diet. Keberadaan kolesterol dalam
pembuluh darah yang kadarnya tinggi akan membuat endapan / kristal lempengan
yang akan mempersempit / menyumbat pembuluh darah. Kolesterol merupakan
komponen penting untuk pembentukan membran sel dan disintesis di seluruh
jaringan, tetapi 90% disintesis dalam sel mukosa usus dan hepatosit. Dalam hati
kolesterol merupakan precursor dari asam empedu, dalam gonad dan kelenjar, anak
ginjal sebagai precursor dari hormon steroid. Asam lemak bebas (free fatty acids)
dibebaskan ke dalam plasma oleh lemak jaringan, diantara waktu-waktu makan dan
selama berpuasa digunakan sebagai bahan bakar terutama oleh jaringan otot dan
jantung. Kolesterol dalam tubuh mempunyai fungsi yang penting, diantaranya
adalah :
1. Sebagai pelindung otak, 11 % dari berat otak adalah kolesterol.
2. Bersama zat gizi lainnya kolesterol dan sinar matahari membentuk vitamin D.
3. Merupakan zat esensial untuk membran sel.
4. Merupakan bahan pokok untuk pembuatan garam empedu yang diperlukan untuk
pencernaan makanan.
5. Bahan baku pembentukan hormon steroid, misalnya progesterone dan estrogen
pada wanita, testosteron pada laki-laki.
6. Untuk mencegah penguapan air pada kulit.
7. Membawa lemak keseluruh tubuh melalui peredaran darah.
B. KROMATOGRAFI LAPIS TIPIS (KLT)
Kromatografi adalah suatu teknik pemisahan molekul berdasarkan perbedaan
pola pergerakan antara fase gerak dan fase diam untuk memisahkan komponen yang
berada pada larutan atau prosedur pemisahan zat-zat terlarut. Kromatografi lapis
tipis adalah salah satu metode pemisahan komponen-komponen menggunakan fase
diam berupa plat tipis yang dilapisi silika gel. Proses pemisahannya, fase gerak akan
membawa komponen campuran sepanjang fase diam pada plat sehingga terbentuk
kromatografi. Pemisahan ini terjadi berdasarkan adsorbsi dan partisi (Khoplas,
2002).

Eluen adalah pelarut yang dipakai dalam proses pergerakan dalam membawa
komponen-komponen zat sampel atau fasa yang bergerak melalui fasa diam dan
membawa komponen senyawa yang akan dipisahkan. Pemilihan eluen didasarkan
pada polaritas senyawa dan biasanya merupakan campuran beberapa cairan yang
berbeda polaritas, sehingga didapatkan perbandingan tertentu. Eluen KLT dipilih
dengan cara trial and error. Kepolaran eluen sangat berpengaruh terhadap Rf yang
diperoleh. Rf adalah jarak yang ditempuh oleh komponen dibagi dengan jarak yang
di tempuh oleh eluen. Berikut adalah rumus Rf (Ewing, 1985) :

Eluen sangat berperan penting pada proses elusi bagi larutan umpan (sampel)
untuk melewati fase diam (adsorben). Interaksi antara adsorbent dengan eluen sangat
menentukan terjadinya pemisahan komponen. Oleh karena itu pemisahan komponen
secara kromatografi dipengaruhi oleh laju alir eluen dan jumlah umpan. Eluen dapat
digolongkan menurut ukuran kekuatan beradsorpsinya pelarut atau campuran pelarut
tersebut pada adsorben (alumina atau silika lapis tipis). Suatu pelarut yang bersifat
larutan relatif polar dapat mengusir pelarut yang tak polar dari ikatannya dengan
silika. Semakin dekat kepolaran antara senyawa dengan eluen, maka senyawa akan
terbawa oleh fase gerak, hal ini berdasarkan prinsip like dissolved like (Endra,
2013).
Nilai Rf tergantung eluen. Oleh karena itu Rf dapat digunakan untuk
identifikasi adanya perbedaan senyawa dalam sampel. Senyawa yang mempunyai Rf
lebih besar berarti memiliki kepolaran lebih rendah dan sebaliknya. Hal ini
dikarenakan fase diam berupa senyawa polar, dengan demikian maka apabila eluen
lebih polar dibandingkan dengan senyawa analitnya maka eluen akan berkompetensi
dengan senyawa untuk berikatan dengan fase diam, sehingga senyawa akan mudah
terelusi dan tidak terjebak dalam fase diam dan menghasilkan jarak noda yang besar.
Jarak noda yang besar akan menghasilkan nilai Rf yang tinggi. Karena hal tersebut
maka sering kali jika nilai Rf terlalu tinggi maka untuk mengatasinya dengan
mengurangi kepolaran eluen (Firdaus, 2011).

Nilai Rf dapat dijadikan bukti dalam mengidentifikasikan senyawa. Bila


identifikasi nilai Rf memiliki nilai yang sama dengan nilai Rf Standart dari senyawa
tersebut maka senyawa tersebut dapat dikatakan memiliki karakteristikyang sama
atau mirip. Sedangkan, bila nilai Rfnya berbeda, senyawa tersebut dapat dikatakan
merupakan senyawa yang berbeda. Namun perbedaan perlakuan dalam percobaan
kromatografi lapis tipis juga akan mempengaruhi nilai Rf sampel yang diidentifikasi
(Parmeswaran, 2013).

Kemampuan suatu analit terikat pada permukaan silika gel dengan adanya
pelarut tertentu dapat dilihat sebagai pengabungan 2 interaksi yang saling
berkompetisi. Pertama, gugus polar dalam pelarut dapat berkompetisi dengan analit
untuk terikat pada permukaan silika gel. Dengan demikian, jika pelarut yang sangat
polar digunakan, pelarut akan berinteraksi kuat dengan permukaan silika gel dan
hanya menyisakan sedikit tempat bagi analit untuk terikat pada silika gel. Akibatnya,
analit akan bergerak cepat melewati fasa diam dan keluar dari kolom tanpa
pemisahan. Dengan cara yang sama, gugus polar pada pelarut dapat berinteraksi kuat
dengan gugus polar dalam analit dan mencegah interaksi analit pada permukaan
silika gel. Pengaruh ini juga menyebabkan analit dengan cepat meninggalkan fasa
diam. Kepolaran suatu pelarut yang dapat digunakan untuk kromatografi dapat
dievaluasi dengan memperhatikan tetapan dielektrik (ε) dan momen dipol (δ)
pelarut. Semakin besar kedua tetapan tersebut, semakin polar pelarut tesebut.
Sebagai tambahan, kemampuan berikatan hidrogen pelarut dengan fasa diam harus
dipertimbangkan (Tim Penyusun, 2010).
Nilai Konstanda Dielektrik (Kd) berbagai pelarut organik
(digilib.unimed.ac.id) :

No Pelarut Rumus Kimia Titik didih Kd


.

1 Heksana CH3-CH2-CH2-CH2-CH2- 69°C 2,0


CH3

2 Benzena C6H6 80°C 2,3

3 Toluena C6H5-CH3 111°C 2,4

4 Dietil eter CH3CH2-O-CH2-CH3 35°C 4,3

5 Kloroform CHCl3 61°C 4,8

6 Etil asetat CH3-C(=O)-O-CH2-CH3 77°C 6,0

7 n-butanol CH3-CH2-CH2-CH2-OH 118°C 18

8 n-propanolol CH3-CH2-CH2-OH 97°C 20

9 Etanol CH3-CH2-OH 79°C 30

10 Metanol CH3-OH 65°C 33

11 Air H-O-H 100°C 80

C. ELUEN
Beberapa zat kimia yang digunakan dalam praktikum fitokimia :
 Metanol, Etanol, Etil Asetat, Kloroform, Air, Heksana, Butanol, Toluena. Pelarut ini
digunakan sebagai pelarut pengekstraksi, atau dapat juga digunakan sebagai
komponen penyusun fase gerak pada KLT.
 Asam Klorida (HCl) digunakan untuk menetralkan basa, memberikan suasana asam
ataupun untuk menghidrolisis. Asam klorida yang digunakan untuk praktikum ini HCl
2 N.
 H2SO4 pekat digunakan untuk mendeteksi adanya saponin triterpenoid/steroid pada uji
Liebermann-Burchard dan uji Salkowski.
 Anisaldehida asam sulfat digunakan sebagai penampak noda pada identifikasi saponin
dengan KLT, terjadi bercak warna merah ungu atau ungu.
Urutan kepolaran eluen, elusi senyawa dan kekuatan adsorben dalam kromatografi (Johnson
et al (1991) dan Khopkar (1990) :

Urutan Elusi
Urutan Polaritas Eluen Urutan Adsorben
Senyawa

n-heksanaHidrokarbon Hidrokarbon tak Hidrokarbon tak jenuh


tak jenuh jenuh

Petroleum eter Alkena Gula

Karbon tetraklorida Hidrokarbon Silika gel


Aromatik

Benzene Eter Florisil (magnesium

Kloroform Aldehida, keton, Silikat)


ester

Dietil eter Alkohol Aluminium oksida

Etil asetat Asam karboksilat (alumina)

Aseton    

Metanol    

Air    

1. Etil asetat
Etil asetat adalah senyawa organik dengan rumus CH3CH2OC(O)CH3/
CH3COOC2H5.Senyawa ini merupakan ester dari etanol dan asam asetat.
Berwujud cairan, tak berwarna tetapi memiliki aroma yang  khas. Etil asetat
merupakan pelarut polar menengah yang mudah menguap, tidak beracun dan tidak
higrokopis. Etil asetat dapat melarutkan air hingga 30% dan larut dalam air hingga
kelarutan 8% pada suhu kamar. Kelarutannya meningkat pada suhu yang lebih
tinggi, namun senyawa ini tidak stabil dalam air mengandung basa atau asam. Etil
asetat dapat dihirdolisis pada keadaan asam atau basa yang menghasilkan asam
asetat dan etanol kembali.
2. n-Heksana
Heksana adalah sebuah senyawa hidrokarbon alkana dengan rumus kimia
C6H14. Awalan heks- merujuk pada enam atom karbon yang terdapat pada
heksana dan akhiran -ana berasal dari alkana, yang merujuk pada ikatan tunggal
yang menghubungkan atom-atom karbon tersebut. N-heksana merupakan jenis
pelarut organik. Fungsi dari heksana adalah untuk mengekstraksi lemak atau
untuk melarutkan lemak, sehingga merubah warna dari kuning menjadi jernih
(Mahmudi 1997).
3. Kloroform
Kloroform memiliki Rumus molekul : CHCl3. Merupakan larutan yang mudah
menguap, tidak berwarna, memiliki bau yang tajam dan menusuk. Serta bila
terhirup dapat menimbulkan kantuk. Kloroform dapat disintesis dengan cara
mencampuran etil alcohol dengan etanol dengan kalsium hipokrit. Kalsium
hipokrit merupakan donor unsure klor. Selain kalsium hipokrit , penyumbang
unsure klor yang dapat dipakai adalah pemutih pakaian. Pemutih pakaian
memiliki senyawa aktif yaitu asam hipokrit. Etil alcohol dipanaskan dan
dicampurkan dengan kalsium hipokrit.
4. Methanol
Methanol adalah senyawa kimia dengan rumus kimia CH3OH. Dia merupakan
bentuk alcohol paling sederhana. Pada keadaan atmosfer ia berbentuk cairan yang
ringan, mudah menguap, tidak berwarna, mudah terbakar, dan beracun dengan bau
khas. Methanol digunakan sebgai pendingin, anti beku, pelarut, bahan bakar dan
sebagai bahan additive bagi etanol industry.
Methanol diproduksi secara alami oleh metabolism anaerobic oleh bakteri.
Hasil proses tersebut adalah uap methanol (dalam jumlah kecil) di udara. Setelah
itu, uap methanol tersebut akan teroksidasi oleh oksigen dengan bantuan sinar
matahari menjadi karbon dioksida dan air.
III. ALAT DAN BAHAN
A. ALAT
1. Tabung reaksi.
2. Corong.
3. Pipet.
4. Gelas ukur.
5. Plat silika gel GF 254.
6. Camber.
7. Pinset.
8. Lampu sinar UV 254nm dan 365nm.
B. BAHAN
1. Kolesterol.
2. Kloroform.
3. Penampak noda : Anisaldehid asam sulfat.
4. Fase gerak :
a. N-heksan : Etil asetat (1:1)
b. N-heksan : Etil asetat (4:1)
c. Kloroform : Methanol (4:1)
d. Kloroform : Etil asetat (4:1)

IV. PROSEDUR KERJA


1. Larutkan sedikit kolesterol kedalam kloroform.
2. Totolkan pada 4 plat KLT (Kiesel gel 254).
3. Siapkan 4 macam eluen (fase gerak) yaitu:
a. n-heksan-etil asetat (1:1)
b. n-heksan-etil asetat (4:1)
c. Kloroform-metanol (4:1)
d. Kloroform-etil asetat (4:1)
4. Eluasi 4 plat KLT tersebut dengan eluen yang dibuat.
5. Semprot dengan penampak noda anisaldehid asam sulfat.
6. Panaskan 100˚C sampai timbul noda berwarna merah ungu/ungu.
7. Hitung harga Rf pada masing-masing plat KLT.
8. Diskusikan mengapa harga Rf pada masing-masing plat berbeda.
V. SKEMA KERJA
T
L
F
rG
(:)K
-E
rfkoS
bw
ech10°C
24v,/A
V
tuU
Methods. Bandung : ITB.
asingpld365.H
m
R
DAFTAR PUSTAKA

Gritter, R.Y., dkk. 1991. Pengantar Kromatografi. Bandung : Penerbit ITB

Harborne JB. 1987. Metode Fitokimia Edisi kedua Terjemahan dari Phytochemical

Rowe, Raymond. 2009. Handbook of Pharmaceutical Excipient 6th Edition.


Pharmaceutical Press. UK.
Siahaan. 2010.USU Instutional Repository. Universitas Sumatera Utara.
repository.usu.ac.id Diakses pada tanggal 26 April 2016.

Sirait M. 2007. Penentuan Fitokimia dalam Farmasi. Bandung : ITB.

Anda mungkin juga menyukai