Anda di halaman 1dari 5

Nama : AFWIN ADE SAPUTRA

NIM : 321029
Mata Kuliah : Hukum Pembuktian Pidana
Dosen : RUSNIDAR SAFITRI, S.H., M.H.
Tugas : Rangkuman

A. Teori sistem pembuktian


1. Sistem pembuktian keyakinan belaka (bloot gemoed lijke overtuinging,
conviction intime).
Pemidanaan tanpa didasarkan kepada alat-alat bukti dalam uu, karena aliran ini
didasarkan semata-mata atas keyakinan hakim belaka dan tidak terikat kepada
aturan- aturan tentang pembuktian dan menyerahkan segala sesuatu kepada
kebijaksanaan sehingga ada anggapan hakim bersifat subjektif.
Dalam sistem ini pula hakim dapat menurut keyakinan hakim yang menentukan
wujud kebenaran dalam sistem pembuktian ini perasaan belaka dalam
menentukan apakah keadaan harus dianggap telah terbukti.
keyakinan hakim yang menentukan wujud kebenaran sejati dalam sistem
pembuktian ini
2. Sistem pembuktian menurut undang-undang secara positif (positief wettwlijke
bewijs theorie).
sistem ini apabila alat-alat bukti sudah dipakai secara yang ditetapkan undang-
undang maka hakim harus menetapkan keadaan sudah terbukti, walaupun hakim
mungkin berkeyakinan bahwa yang harus dianggap terbukti itu tidak benar
hakim tetap menyatakan terdakwa tidak terbukti, walaupun mungkin hakim
berkeyakinan bahwa terdakwa itu melakukan tindak pidana.
Suatu perbuatan tidak dapat dipidana, kecuali berdasarkan kekuatan ketentuan
perundang-undangan pidana yang telah ada sebelumnya (ps.1 ayat (1) KUHPid)
3. Sistem pembuktian menurut undang-undang secara negatif (negatief wettwlijke
bewijs theorie).
perpaduan antara sistem pembuktian menurut undang-undang secara positif dan
sistem pembuktian keyakinan hakim belaka .

1
negatief wettelijk stelsel: “salah tidaknya seorang terdakwa ditentukan oleh
keyakinan hakim yang didasarkan pada cara dan dengan alat-alat bukti yang sah
menurut UU”
4. Sistem pembuktian berdasarkan keyakinan hakim atas alasan yang logis
(laconviction raisonnee). 1

B. Pengertian Hukum Pembuktian Pidana


Hukum pembuktian merupakan ketentuan-ketentuan mengenai pembuktian
yang meliputi alat bukti, barang bukti, cara mengumpulkan dan memperoleh
bukti sampai pada penyampaian bukti di pengadilan serta kekuatan pembuktian
dan beban pembuktian. Sementara itu, hukum pembuktian pidana adalah
ketentuan-ketentuan mengenai pembuktian yang meliputi alat bukti, barang
bukti, cara mengumpulkan dan memperoleh bukti sampai pada penyampaian
bukti di pengadilan serta kekuatan pembuktian dan beban pembuktian dalam
perkara pidana.
Pembuktian adalah suatu proses kegiatan untuk membuktikan
sesuatu/menyatakan kebenaran tentang suatu peristiwa. Pasal 183 KUHAP
menyatakan : “Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seseorang,
kecuali apabila dengan sekurang2nya dua alat bukti yang sah dan ia memperoleh
keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar terjadi dan bahwa terdakwalah yang
bersalah melakukannya.
1. Alat Bukti dan Barang Bukti
Ketentuan alat bukti yang sah diatur dalam Pasal 184 KUHAP :
a. Keterangan saksi;
b. Keterangan ahli;
c. Surat;
d. Petunjuk;dan
e. Keterangan terdakwa.

1
Martiman Prodjohamidjojo, Pembahasan Hukum Acara Pidana Dalam Teori dan Praktek, op.cit.
hlm

2
Dalam sistem pembuktian hukum acara pidana yang menganut stelsel
negatief wettelijk, hanya alat2 bukti yang sah menruut UU yang dapat
dipergunakan untuk pembuktian.

C. Tujuan dan Fungsi Pembuktian


1. Bagi PU = Pembuktian adalah merupkan usaha untuk meyakinkan hakim
yakni berdasarkan alat bukti yang ada, agar menyatakan seseorang terdakwa
bersalah sesuai dengan surat/catatan dakwaan;
2. Bagi Terdakwa/PH = Pembuktian adalah merupakan usaha sebliknya, untuk
meyakinkan hakim yakni berdasarkan alat bukti yg ada, agar hakim
menyatakan terdakwa dibebaskan/dilepaskan dari tuntutan
hakim/meringankan pidana-nya.
3. Bagi Hakim = atas dasar pembuktian tersebut yakni dengan adanya alat2
bukti yang ada dalam persidangan baik yg berasal dari PU/PH terdakwa
dibuat dasar untuk membuat keputusan.

D. Hal-hal Yang Menyangkut Hukum Pembuktian Diatur Sbb :


Sistem pembuktian diatur dalam Pasal 183 KUHAP;
Macam-macam alat bukti diatur dalam Pasal 184 KUHAP;
Kekuatan pembuktian diatur dlm Pasal 185 s/d Pasal 189 KUHAP :
1. Pasal 186 KUHAP mngtur pnlaian Ket Ahli.
2. Pasal 187 KUHAP mngtur pnlaian Surat.
3. Pasal 188 KUHAP mngtur pnlaian petunjuk.
4. Pasal 189 KUHAP mngtur pnlaian Ket Terdakwa.

E. Dalam pembuktian pidana terdapat beberapa prinsip yaitu :


1. Hal-hal yang dimuat di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana.
Prinsip ini terdapat pada Pasal 184 ayat (2) KUHAP yang berbunyi: "Hal-
hal yang secara umum sudah diketahui tidak perlu dibuktikan atau disebut
dengan istilah notoke feiten. Secara garis besar fakta not& dibagi menjadi
dua golongan, yaitu:

3
- Sesuatu atau peristiwa yang diketahui umum bahwa sesuatu atau peristiwa
tersebut memang sudah demikian halnya atau semestinya demikian. Yang
dimaksud sesuatu misalnya, harga emas lebih mahal dari perak. yang
dimaksud dengan peristiwa misalnya, pada tanggal Agustus diadakan
peringatan hari Kemerdekaan Indonesia.
-Sesuatu kenyataan atau pengalaman yang selamanya dan selalu
mengakibatkan demikian atau selalu merupakan kesimpulan demikian.
Misalnya, arak adalah termasuk minuman keras yang dalam takaran
tertentu bisa menyebabkan seseorang mabuk.
2. Kewajiban seorang saksi Kewajiban seseorang menjadi saksi diatur pada
penjelasan Pasal 159 ayat (2) KUHAP yang menyebutkan: Orang yang
menjadi saksi setelah dipanggil ke suatu sidang pengadilan untuk
memberikan keterangan tetapi dengan menolak kewajiban itu ia dapat
dikenakan pidana berdasarkan ketentuan undang-undang yang berlaku,
demikian pula dengan ahli.
3. Satu saksi bukan saksi (unus testis nut/us testis) Prinsip ini terdapat pada
Pasal 185 ayat (2) KUHAP yang menegaskan bahwa keterangan seorang
saksi saja tidak cukup untuk membuktikan bahwa terdakwa bersalah
terhadap perbuatan yang didakwakan kepadanya. Berdasarkan KUHAP,
keterangan satu saksi bukan saksi tidak berlaku bagi pemeriksaan cepat. Hal
ml dapat disimpulkan dari penjelasan Pasal 184 KUHAP sebagai berikut:
"Dalam acara pemeriksaan cepat, keyakinan hakim cukup didukung satu gat
bukti yang sah".
4. Pengakuan terdakwa tidak menghapuskan kewajiban penuntut umum
membuktikan kesalahan terdakwa. Prinsip ini merupakan penegasan dari
lawan prinsip "pembuktian terbalik" yang tidak dikenai oleh hukum acara
pidana yang berlaku di Indonesia. Menurut Pasal 189 ayat (4) KUHAP yang
berbunyi keterangan terdakwa saja tidak cukup untuk membuktikan bahwa
ia bersalah melakukan perbuatan yang didakwakan kepadanya, melainkan
harus disertai dengan alat bukti lain.
5. Keterangan terdakwa hanya mengikat pada dirinya sendiri Prinsip ini diatur
pada Pasal 189 ayat (3) KUHAP yang menentukan bahwa : "Keterangan

4
terdakwa hanya dapat digunakan terhadap dirinya sendiri". Ini berarti apa
yang diterangkan terdakwa di sidang pengadilan hanya boleh diterima dan
diakui sebagai alat bukti yang berlaku dan mengikat bagi did terdakwa
sendiri.

F. Kesimpulan
Ketentuan Pasal 183 KUHAP ini maka dapat disimpulkan bahwa KUHAP
memakai sistem pembuktian menurut undang-undang yang negatif. Ini berarti
bahwa dalam hat pembuktian harus dilakukan penelitian, apakah terdakwa
cukup alasan yang didukung oleh alat pembuktian yang ditentukan oleh undang-
undang (minimal dua alat bukti) dari kalau ía cukup, maka baru dipersoalkan
tentang ada atau tidaknya keyakinan hakim akan kesalahan terdakwa.

Anda mungkin juga menyukai