Anda di halaman 1dari 5

Nama : AFWIN ADE SAPUTRA

NIM : 321029

Alternative Dispute Resolution / ADR

Pengertian, Asas & Tujuan ADR;

Sumber Hukum;

ADR Pada Umumnya.

Arbitrase adalah cara penyelesaian suatu sengketa perdata di luar peradilan umum yang didasarkan
pada perjanjian arbitrase yang dibuat secara tertulis oleh para pihak yang bersengketa (Pasal 1
Undang-Undang No. 30 Tahun 1999);

Alternatif penyelesaian sengketa adalah lembaga penyelesaian sengketa melalui prosedur yang
disepakati oleh para pihak, yakni penyelesaian di luar pengadilan dengan cara konsultasi, negosiasi,
mediasi, konsiliasi atau penilaian para ahli.

Para pihak adalah subyek hukum, baik menurut hukum perdata maupun hukum publik;

Perjanjian arbitrase adalah suatu kesepakatan berupa klausula arbitrase yang tercantum dalam suatu
perjanjian tertulis yang dibuat para pihak sebelum timbul sengketa, atau suatu perjanjian arbitrase
tersendiri yang dibuat para pihak setelah timbul sengketa.

Definisi lainnya tentang arbitrase adalah:

“Suatu tindakan hukum di mana ada pihak yang menyerahkan sengketa atau selisih pendapat antara
dua orang (atau lebih) maupun dua kelompok (atau lebih) kepada seseorang atau beberapa ahli yang
disepakati bersama dengan tujuan memperoleh suatu keputusan final dan mengikat.” (Abdurrasyid,
2002:16) Arbitrase ini dikategorikan sebagai tindakan hukum, dan arbiter disebut sebagai ahli, yang
keputusannya final dan mengikat.

Secara umum arbitrase adalah suatu proses di mana dua pihak atau lebih menyerahkan sengketa
mereka kepada satu orang atau lebih yang imparsial (disebut arbiter) untuk memperoleh suatu
putusan yang final dan mengikat. Dari pengertian itu terdapat tiga hal yang harus dipenuhi, yaitu:

adanya suatu sengketa;

kesepakatan untuk menyerahkan ke pihak ketiga; dan

putusan final dan mengikat akan dijatuhkan.

Pengaturan Sebelum UU No. 30/1999

Diatur dalam Pasal 615 s.d. Pasal 651 dari Reglement op de Rechtsvordering (Rv), yang merupakan
Kitab Undang-undang Hukum Acara Perdata (selanjutnya disingkat KUHA Perdata) untuk penduduk
Indonesia yang berasal dari Golongan Eropa atau yang disamakan dengan mereka.

Ketentuan arbitrase juga (secara implisit) terdapat dalam Pasal 377 HIR dan Pasal 705 Reglemen
Acara untuk Daerah Luar Jawa dan Madura (Rechtsreglement Buitengewesten yang disingkat RBg).
Pasal 377 HIR dan Pasal 705 RBg disebutkan bahwa: “Jika orang Indonesia atau orang Timur Asing
menghendaki perselisihan mereka diputus oleh juru pisah maka mereka wajib memenuhi peraturan
pengadilan yang berlaku bagi orang Eropa.”

Setelah Berlakunya UU No. 30 Tahun 1999

Setelah adanya UU No. 30/1999, Pasal 615 sampai dengan Pasal 651 Rv, Pasal 377 HIR, dan Pasal 705
Rbg, dinyatakan tidak berlaku lagi.

UU No. 30 Tahun 1999 terdiri dari 82 Pasal.

UU No. 30 Tahun 1999 mampu mengakomodasikan banyak hal, seperti harus membuat notulen
rapat, mengatur semua aspek baik hukum acara maupun substansinya, serta ruang lingkupnya yang
meliputi aspek arbitrase nasional dan internasional.

Materi UU No. 30 Tahun 1999 juga menimbulkan persoalan, misalnya tidak ada ketentuan mengenai
jangka waktu bagi pendaftaran putusan arbitrase internasional di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Pengaturan mengenai periode waktu itu sangat penting karena putusan arbitrase asing hanya dapat
dilaksanakan di Indonesia setelah didaftarkan.

ADR Dalam arti yang luas:

Konsultasi (good offices), negosiasi, mediasi, konsiliasi, penilaian para ahli atau Arbitrase.

Dalam arti yang sempit:

Konsultasi (good offices), negosiasi, mediasi, konsiliasi, penilaian para ahli (Pasal 1 butir 10 UU No.
30 Tahun 1999).

Penyelesaian Sengketa Melalui Forum ADR baik dalam arti sempit maupun dalam arti yang luas
didasarkan pada prinsip “Informal procedure and can be put in motion quickly” yang tidak
memerlukan formalitas yang berbelit dan dapat diselesaikan dengan cepat.

Sumber Hukum Tertulis

Undang-undang No. 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Pilihan Penyelesaian Sengketa;

Undang-undang No. 4 tahun 2004 Tentang Kekuasaan Kehakiman (d/h Undang-undang No. 14 tahun
1970 Jo. Undang-Undang No. 35 Tahun 1999 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Kekuasaan
Kehakiman);

Undang-undang No. 5 Tahun 1968 Tentang Ratifikasi Atas World Bank Convention;

Keputusan Presiden No. 34 Tahun 1981 Tentang Ratifikasi Konvensi New York 1958;

Peraturan Mahkamah Agung No. 1 Tahun 1990 Tentang Pelaksanaan Putusan Arbitrase Luar Negeri.

Putusan Dalam ADR

Penyelesaian sengketa bersifat Non Yudisial:

Proses penyelesaian sengketa dilakukan diluar lembaga peradilan umum, baik dilakukan sendiri oleh
para pihak maupun dengan menggunakan jasa pihak ketiga.
Putusan ditentukan oleh para pihak sendiri dan mempunyai kekuatan mengikat berdasarkan itikad
baik (konsultasi, negosiasi, mediasi, konsiliasi, penilaian para ahli).

FAKTOR-FAKTOR KESUKSESAN APS

Sengketa masih dalam batas “wajar”.

Ukuran wajar atau moderate sangat relatif. Misalnya, jika kedua belah pihak tidak mau bertemu,
berarti permusuhan di antara mereka telah sangat parah. Jika sengketa sudah sangat parah, harapan
untuk mendapatkan hasil win-win solution (dengan menggunakan APS) atau tidak mungkin tercapai.
Dengan demikian, mereka lebih menyukai penyelesaian dengan hasil win-lose solution (melalui
arbitrase atau pengadilan). Dalam kondisi demikian, penyelesaian melalui APS sulit mungkin tidak
mampu memberikan kontrol perlindungan serta pengaruh yang cukup untuk menghasilkan
keputusan yang konstruktif

Komitmen para pihak

Para pihak memang bertekad menyelesaikan sengketa mereka melalui APS, dan mereka menerima
tanggung jawab atas keputusan mereka sendiri serta menerima legitimasi dari APS. Semakin besar
komitmen dan penerimaan atas proses tersebut dari para pihak, semakin besar kemungkinan para
pihak akan memberikan response positif terhadap penyelesaian melalui APS.

Keberlanjutan hubungan

Harus ada keinginan dari para pihak untuk mempertahankan hubungan baik mereka. Misalnya, dua
pengusaha yang bersengketa, di mana mereka ingin tetap melanjutkan hubungan usahanya setelah
sengketa mereka berakhir. Dengan mempertimbangkan kepentingan di masa depan, hal itu
mendorong mereka untuk tidak hanya memikirkan hasilnya tetapi juga cara mencapainya.

Prosesnya pribadi dan hasilnya RAHASIA.

Para pihak menyadari bahwa, tidak seperti penyelesaian sengketa di pengadilan, proses penyelesaian
sengketa melalui APS tidak terbuka untuk umum. Demikian pula, hasil penyelesaian sengketa tidak
dimaksudkan untuk diketahui oleh umum atau dipublikasikan kepada khalayak, bahkan dinilai
konfidensial. Jadi, tujuan terpenting yang hendak dicapai adalah, para pihak dapat mencapai
penyelesaian sengketa mereka dengan hasil yang memuaskan.

Macam-macam APS

Negosiasi

Negosiasi adalah cara untuk mencari penyelesaian masalah melalui diskusi (musyawarah) secara
langsung antara pihak-pihak yang bersengketa yang hasilnya diterima oleh para pihak tersebut. Dari
pengertian tersebut, Anda dapat merasakan bahwa negosiasi tampak lebih sebagai suatu seni untuk
mencapai kesepakatan daripada ilmu pengetahuan yang dapat dipelajari.

Mediasi

Mediasi adalah upaya penyelesaian sengketa dengan melibatkan pihak ketiga yang netral, yang tidak
memiliki kewenangan mengambil keputusan, yang membantu pihak-pihak yang bersengketa
mencapai penyelesaian (solusi) yang diterima oleh kedua belah pihak.

Konsiliasi
konsiliasi pada dasarnya hampir sama dengan mediasi, karena adanya keterlibatan pihak ke-3 yang
netral (yang tidak memihak) yang diharapkan dapat membantu upaya penyelesaian sengketa, yaitu
konsiliator. Konsiliator umumnya memiliki kewenangan yang lebih besar daripada mediator, ia dapat
mendorong atau “memaksa” para pihak untuk lebih kooperatif dalam penyelesaian sengketa mereka
dan memberikan solusi. Hasil konsiliasi, meskipun merupakan kesepakatan para pihak, sebenarnya
sering datang dari si konsiliator dengan cara “mengintervensi”.

Tidak seorang pun menghendaki terjadi sengketa dengan orang lain. Namun dalam hubungan antar
manusia atau kegiatan bisnis, para pihak harus siap mengantisipasi adanya. Untuk menyelesaikannya
ada beberapa cara penyelesaian, yaitu pengadilan dan alternatif penyelesaian sengketa (APS) di luar
pengadilan, antara lain: Negosiasi dan Mediasi.

Negosiasi: cara untuk mencari penyelesaian masalah melalui diskusi (musyawarah) secara langsung
antara pihak-pihak yang bersengketa yang hasilnya diterima oleh para pihak.

Mediasi: upaya penyelesaian sengketa dengan melibatkan pihak ketiga yang netral, yang tidak
memiliki kewenangan mengambil keputusan, yang membantu pihak-pihak yang bersengketa
mencapai penyelesaian (solusi) yang diterima oleh kedua belah pihak.

Penyelesaian Sengketa Melalui Negosiasi

Negosiasi merupakan metode dalam proses penyelesaian sengketa yang bersifat non yudisial

Negosiasi merupakan hubungan tawar-menawar di antara para pihak yang bersengketa dalam satu
jalinan hubungan yang bersifat sukarela dan sementara untuk saling menjelaskan posisi, kebutuhan
dan kepentingan masing-masing serta melakukan pertukaran sumber-sumber daya khusus atau
perjanjian yang dapat menyelesaikan sebagian sengketa atau keseluruhan sengketa.

Prinsip-Prinsip Dasar dalam Melakukan NHarus ada tujuan yang jelas mengenai setiap hal yang akan
dicapai melalui forum tawar-menawar;

Tidak boleh berlaku gegabah dan tergesa-gesa;

Apabila ada keraguan lakukan pertemuan konsultasi terlebih dahulu dengan para anggota;

Terapkan dan pertahankan fleksibilitas dalam bernegosiasi;

Cari motivator yang dapat diterima oleh pihak lawan;

Hindari kemacetan komunikasi, kembangkan pendekatan lain, arahkan kembali kemasalah semula;

Bangun momentum untuk mencapai kesepakatan;egosiasi

Prinsip Dasar Negosiasi

Hargai pentingnya harga diri pihak lawan;

Para pihak harus memiliki pemikiran yang komprehensif dalam setiap langkah pembicaraan;

Negosiasi merupakan proses untuk memperoleh kompromi dalam menyelesaikan sengketa;

Pertimbangkan dampak setiap negosiasi pada masa depan.

Tahapan Dalam Negosiasi


I. Sebelum:
Mengetahui dengan cermat tentang pokok permasalahan yang timbul dalam konteks kerja secara
umum yang memerlukan negosiasi;

Pastikan siapa saja para pihak yang terlibat dalam proses negosiasi tersebut;

Pastikan perlu tidaknya negosiasi dalam sengketa yang terjadi;

Mengetahui dengan pasti bagaimana kualitas hubungan di antara para pihak yang bersengketa.

II. Berlangsungnya Proses negosiasi

Menetapkan persoalan pokok yang menjadi obyek sengketa para pihak;

Menetapkan posisi dan kedudukan para pihak dalam perundingan;

Menyampaikan argumentasi dengan sistematis dan rasional sehingga dapat diterima oleh seluruh
pihak;

Menyelidiki kemungkinan yang timbul dari argumentasi yang dikemukakan;

Menetapkan proposal penawaran alternatif penyelesaian sengketa kepada pihak lawan;

Menetapkan dan menandatangani persetujuan sebagai hasil negosiasi.

III. Setelah Negosiasi Disimpulkan

Masukkan program pelaksanaan ke dalam persetujuan yang telah disepakati bersama;

Bentuk tim bersama untuk meninjau pelaksanaan persetujuan;

Pastikan informasi dan penjelasan dapat dipahami oleh seluruh pihak.

Anda mungkin juga menyukai