Anda di halaman 1dari 6

TUGAS MANDIRI

Hukum Zakat Wakaf


Dosen : Bapak. Dr. Tolhah Toha, SH.,MH

Dibuat oleh :

AZKAH APRIANI
21909

SEKOLAH TINGGI ILMU HUKUM GUNUNG JATI


TANGERANG
2020
BAB. I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Lembaga merupakan suatu tempat untuk mengurus atau mengordinir
suatu kegiatan agar lebih terstruktur dan berjalan dengan baik, salah satu
lembaga yang sedang berkembang di Indonesia adalah Lembaga Keuangan
Syari’ah yang mengatur seluruh kinerja dan kegiatan operasional masalah
keuangan berbasis pada prinsip-prinsip syar’i,sejak berdiri pada 1992
berbagai lembaga keuangan bergerak cepat dalam menjalankan aksinya di
Indonesia, seperti Bank Syari’ah, Pegadaian Syari’ah, Baitul Mal Wa
Tamwil, dan lain-lain.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian, Fungsi, tujuan serta Manfaat Lembaga Zakat/ Wakaf


Lembaga zakat merupakan badan yang mengelola sumber dana zakat
yang diterima dari muzakki, baik perorangan maupun badan usaha dimana
Penerimaan zakat tersebut sesuai dengan kaidah Islam yang berlaku atau amil
yang menerima zakat, baik zakat fitrah maupun zakat harta serta zakat dalam
bentuk lainnya (di Indonesia dipersepsikan infaq dan shadaqah).
Fungsi lembaga zakat adalah untuk mendistribusikan dana zakat infaq
dan sadaqah yang di terima atau dikumpulkan dari muzakki oleh lembaga
zakat kemudian disalurkan kepada orang-orang yang berhak menerimanya
(mustahik). Tujuan lembaga zakat :
a. Meningkatkan pelayanan dalam menunaikan zakat, sesuai dengan tuntutan
zaman.
b. Meningkatnya fungsi dan peranan pranata keagamaan dalam upaya
mewujudkan kesejahteraan masyarakat dan keadilan sosial.
c. Meningkatnya hasil daya guna dan daya guna zakat.
Manfaat lembaga zakat:
a. Mempermudah muzakki dalam membayar zakat.
b. Mempererat hubngan persaudaraan antar muslim.
c. Menghindarkan diri dari sikap takabur.
d. Serta melahirkan solodaritas kehidupan bermasyarakat.
e. Dengan adanya amil zakat akan memeratakan penikmatan dana zakat
daripada melakukan pembayaran zakat secara orang per orang.

Lembaga wakaf merupakan lembaga yang memiliki kemampuan


untuk mengelola dana dan diharapkan dapat berperan sebagai lembaga
alternatif yang mampu mengelola dana wakaf tunai/uang yang nantinya dapat
dipertanggungjawabkan kepada publik, khususnya kepada wakif.
Fungsi wakaf adalah sebagai solidaritas yang dapat diharapkan
menjadi instrumen yang kontributif terhadap kesejahteraan masyarakat yang
berkelanjutan. Serta mendistribusikan dana wakaf yang didapat dari muzakki
kepada pihak-pihak yang berhak wakaf sesuai dengan wujud dan tujuan
wakaf.
Tujuan lembaga wakaf adalah melaksanakan kegiatan pengelolaan
dana wakaaf dengan fungsional dan prosedural, profesional, transfaran dan
amarah.
1. Lembaga pengelola zakat
Salah satu instrument yang tak bisa lepas dari zakat adalah seorang amil
atau penyalur zakat, seorang amil juga mempunyai hak bagian atas zakat
karena ia berjasa dalam pendistribusian zakat pada para mustahik, pada
mulanya amil hanya bersifat sebagai penyalur saja, dengan berjalannya waktu
amil pun juga mempunyai fungsi lain yaitu sebagai pengelola dana zakat.
Pada masa Rasulullah, pengelolaan zakat diamanatkan pada baitul mal
yang berfungsi sebagai pengelola keuangan Negara, sehingga zaman dahulu
zakat pun dimasukkan dalam instrument fiskal Negara selain jizyah,
ghanimah, dan lain-lain, pengelolaan zakat pun menjadi lebih tertata rapi
pada masa umar bin khattab dengan adanya diwan (departemen) yang khusus
mengatur tentang zakat.
Dalam rangka memenuhi kebutuhan pengelolaan zakat yang baik, maka
banyak instansi yang menamakan dirinya sebagai OPZ (organisasi Pengelola
Zakat), salah satu diantaranya:
a. LAZ (Lembaga Amil Zakat) adalah institusi pengelolaan zakat yang
sepenuhnya di bentuk oleh masyarakat yang bergerak di bidang dakwah,
pendidikan, sosial atau kemasyarakatan umat Islam, dikukuhkan, dibina
dan dilindungi oleh pemerintah. Dalam dasar hukum pengelolaan zakat
yang baru yaitu UU no.23 tahun 2011 disebutkan bahwasanya LAZ
berfungsi sebagai alat pembantu BAZNAS dalam pelaksanaan mengelola
zakat sehingga terkesan adanya perbedaan tingkat antara keduanya. Dasar
pembentukan LAZ pun berbeda dengan adanya amandemen undang-
undang tentang zakat tersebut, pada UU no.38 tahun 1999 hanya
menyebutkan dua pasal yang menyinggung LAZ tetapi pada UU no.23
tahun 2011 pembentukan LAZ mendapat ketentuan yang lebih ketat dari
pemerintah yaitu pada pasal 17 s/d 20, semisal pada pasal yang
menentukan LAZ harus mendapat izin dari pemerintah serta harus
berbentuk lembaga hukum dan terdaftar sebagai organisasi
kemasyarakatan islam yang mengelola bidang pendidikan, dakwah dan
sosial.
Dalam UU tersebut ditegaskan bahwa lembaga pengelolaan zakat
yang ada di Indonesia adalah Badan Amil Zakat yang dikelola oleh negara
serta Lembaga Amil Zakat yang dikelola oleh swasta. Meskipun dapat
dikelola oleh dua pihak, yaitu negara dan swasta, akan tetapi lembaga
pengelolaan zakat haruslah bersifat:
a) Independen, lembaga ini tidak mempunyai ketergantungan kepada
pihak lain atau lembaga tertantu. Lembaga yang demikian akan lebih
leluasa untuk memberi pertanggungjawaban kepada masyarakat
donatur.
b) Netral, karena di danai oleh masyarakat, maka lembaga ini adalah milik
masyarakat, sehingga dalam menjalankan aktivitasnya lembaga tidak
boleh menguntungkan golongan tertentu saja (harus berdri di atas
semua golongan).
c) Tidak berpolitik (praktis), hal ini perlu dilakukan agar donatur dari
partai lain yakin bahwa dana itu tidak digunakan untuk kepentingan
partai politik
d) Tidak bersifat diskriminatif, dalam menyalurkan dananya lembaga tidak
boleh mendasarkan pada perbedaan suku atau golongan, tetapi selalu
menggunakan parameter-parameter yang jelas dan dapat dapat
dipertanggungjawabkan baik secara syariah maupun secara manajemen.
LAZ sendiri memiliki forum antar lembaga amil zakat yang mana
forum ini memiliki fungsi saling tukar fikir antar lembaga zakat dan
membahas tentang bagaimana zakat di Indonesia. Adapun syarat-syarat
dapat didirikanya Lembaga Amil Zakat adalah sebagai berikut; Berbadan
hukum, Memiiki data muzakki dan mustahiq, Memiliki program kerja,
Melampirkan surat pernyataan bersedia di audit.
Selain itu terdapat beberapa alasan yang menegaskan bahwa
pendistribusian zakat harus dilakukan melalui lembaga amil zakat, yaitu;
Dalam rangka menjamin ketaatan pembayaran, Menghilangkan rasa rikuh
dan canggung yang mungkin dialami oleh mustahiq ketika berhubungan
dengan muzakki atau orang yang berzakat, Untuk mengefesienkan da[-n
mengefektifkan pengalokasian dana zakat.

- Prinsip Operasional LAZ :


1. Prinsip Kerja
Setiap lembaga pengelolaan zakat dalam operasional kegiatanya
perlu menerapkan prinsip kerja lembaga, yang initnya tercermin dalam
tiga kata kunci; amanah, profesional dan transparan.
2. Sistem Pengelolaan:
a. Tersistem Dan Prosedural
b. Manajemen Terbuka
c. Mempunyai Rencana Kerja
d. Mempunyai Komite Penyaluran
e. Memiliki Sistem Akutansi Dan Manajemen Keuangan
f. Publikasi
g. Komitmen Perbaikan Terus-Meneru

BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Lembaga Amil Zakat (LAZ) adalah institusi pengelolaan zakat yang dibentuk
masyarakat dan dikukuhkan oleh pemerintah untuk melakukan pengumpulan,
pendistribusian, dan pendayagunaan zakat sesuai dengan ketentuan agama.
Di Indonesia pengelolaan zakat diatur berdasarkan undang-undang No. 38
tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat yang lalu diikuti dengan Keputusan Mentri
Agama (KMA) No. 581 tahun 1999 tentang pelaksanaan undang-undang No. 38
tahun 1999 dan Keputusan Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam dan
Urusan HajiNo. D/291 tahun 2000 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Zakat.
Dalam UU tersebut ditegaskan bahwa lembaga pengelolaan zakat yang ada di
Indonesia adalah Badan Amil Zakat yang dikelola oleh negara serta Lembaga
Amil Zakat yang dikelola oleh swasta.
Adapun prinsip operasional dari LAZ yang pertama yaitu prinsip kerja yang
mana setiap lembaga pengelolaan zakat dalam operasional kegiatanya perlu
menerapkan prinsip kerja lembaga, yang initnya tercermin dalam tiga kata kunci;
amanah, profesional dan transparan. Sedangkan yang kedua adalah sistem
pengelolaannya haruslah menerapkan beberapa sistem yaitu a) Tersistem dan
Prosedural, b) Manajemen Terbuka, c) Mempunyai Rencana Kerja, d)
Mempunyai Komite Penyaluran, e) Memiliki Sistem Akutansi dan Manajemen
Keuangan, f) diaudit, g) publikasi, h) Komitmen Perbaikan Terus-Menerus.

Anda mungkin juga menyukai