Anda di halaman 1dari 10

KELOMPOK 5

1. ISKANDAR MUDA
2. HARIS
3. H E R I YAT I
4. SUNDARI
5. ZAMRONI
6. MUHAMAD AGIL
WANPRESTASI DALAM PELAKSANAAN
AKTA PERJANJIAN PENGIKATAN JUAL BELI
ATAS SEBIDANG TANAH YANG
MENGAKIBATKAN KERUGIAN PADA PIHAK
PENJUAL
PENDAHULUAN

1. Latar Belakang Masalah


Dalam kehidupan kita tidak lepas dari perikatan-perikatan baik itu
yang lahir dari Undang-undang ataupun dari perjanjian, dan dalam
dunia usaha perjanjian mempunyai peranan penting sebagai alat
bukti bagi para pihak

Dengan demikian suatu kesepakatan berupa perjanjian pada


hakikatnya adalah mengikat. Umumnya suatu suatu perjanjian
berawal dari suatu perbedaan atau ketidaksamaan kepentingan di
antara para pihak.

Sehingga untuk mengikat perbedaan-perbedaan itu maka para


wajib bersama-sama melakukan kesepakatan dalam suatu
perjanjian, yang dituangkan ke dalam bentuk akta otentik, sebagai
alat bukti untuk menuntut prestasi masing-masing pihak.
Dalam pelaksanaan suatu perjanjian para pihak yang
membuatnya tidak akan selalu berjalan lancar, masalah-masalah
akan ada dalam setiap pelaksanaan, seperti tidak dipenuhinya
prestasi dari salah satu pihak sehingga mengakibatkan perjanjian
kerugian bagi pihak lainya. Maka dengan akta otentik pihak yang
dirugikan berhak menuntut hak kepada pihak yang tidak
melakukan kewajibannya (wanprestasi).

Pentingnya jual beli dilakukan dalam bentuk akta otentik, selain


sebagai pedoman dalam perikatan, juga sebagai alat bukti untuk
menuntut hak kepada pihak yang tidak memenuhi kewajiban
(wanprestasi) bilamana ada pihak yang dirugikan.
CONTOH STUDI KASUS
Akta Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) yang dibuat di
hadapan Notaris, dengan objek jual beli berupa sebidang tanah,
yang substansinya memuat tentang pembayaran, proses
pemisahan bidang dari induk, sehingga jual beli tidak dapat
dilakukan di hadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT)
dikarenakan beberapa hal tersebut, dan dalam klausul akta
tertulis sebagai berikut :
1. Pembayaran dilakukan 2 (dua) tahap, tahap pertama setelah
penandatanganan akta di hadapan Notaris, dan tahap kedua
setelah proses pemisahan bidang selesai dari BPN.
2. Proses pemisahan bidang di Kantor BPN dilakukan dan
menjadi tanggungan penjual.
Dalama perjalanannya pihak penjual telah melakukan dan
menyelesaikan kewajibannya, akan tetapi pihak pembeli tidak
melakukan dan menyelesaikan kewajibannya, sehingga terjadi
wanprestasi yang mengakibatkan kerugian terhadap pihak
penjual.
2. Identifikasi Masalah

a. Bagaimanakah suatu perjanjian dapat dikatakan


wanprestasi ?

b. Bagaimanakah pihak penjual menuntut ganti rugi kepada


pembeli yang dinyatakan wanprestasi ?

3. Batasan masalah

Dalam hal ini kami membatasi masalah ini tentang pengertian


akta otentik atau akta yang dibuat secara notarial.
TINJAUAN TEORITIS TENTANG PERIKATAN
1. Perikatan Yang Lahir Dari Perjanjian
Perjanjian melahirkan perikatan yang menimbulkan akibat hukum
bagi para pihak. Akibat hukum itu berupa hak dan kewajiban
secara timbal balik antara para pihak. Sumber hukumnya adalah
Pasal 1338 KUH Perdata yang berbunyi “ Semua perjanjian yang
dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka
yang membuatnya”

2. Syarat Sah Perjanjian


Suatu perjanjian dikatakan sah apabila memenuhi Pasal 1320
KUH Perdata yang berbunyi :
“untuk sahnya suatu perjanjian diperlukan empat syarat :
1. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya
2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan
3. Suatu hal tertentu
4. Suatu sebab yang halal”
Syarat pertama dan kedua adalah syarat subjektif, jika syarat ini
tidak dipenuhi, perjanjian dapat dibatalkan, sedangkan syarat
ketiga dan keempat adalah syarat objektif, jika syarat ini tidak
dipenuhi perjanjian batal demi hukum.

3. Sumber Hukum Perikatan


1. Perjanjian
2. Undang-undang
3. Jurisprudensi
4. Hukum tertulis dan tidak tertulis
5. Ilmu Pengetahuan Hukum
4. Subjek Dan Objek Perikatan
Subjek perikatan adalah para pihak pada suatu perikatan. Objek
Perikatan adalah segala sesuatu yang diperjanjikan oleh kedua
belah pihak yang bersangkutan.

5. Unsur-unsur Perikatan
a. Hubungan Hukum adalah hubungan yang terhadapnya
meletakan hak pada satu pihak dan meletakan kewajiban
pada pihak lainnya.
b. Para Pihak adalah subjek dalam perikatan
c. Prestasi dapat berupa Kewajiban untuk memberi sesuatu,
Kewajiban untuk berbuat sesuatu, dan Kewajiban untuk tidak
berbuat sesuatu Pasal 1234 KUH Perdata.
d. Kekayaan segala kebendaan si berutang, baik yang bergerak
ataupun yang tak bergerak, baik yang sudah ada maupun
yang akan ada di kemudian hari, menjadi tanggungan untuk
segala perikatan perseorangan Pasal 1131 KUH Perdata.

Anda mungkin juga menyukai