Dalam hukum acara peradilan tata usaha negara dikenal beberapa asas yang menjadi landasan normatif operasional hukum, yaitu sebagai berikut : 1. Asas praduga keabsahan/rechmatig (vermoeden van rechtmatigheid = praesumptio iustae causa). Asas ini mengandung makna bahwa setiap tindakan penguasa selalu harus dianggap sah/rechtmatig sampai ada pembatalannya. Berdasarkan asas ini, gugatan tidak menunda pelaksanaan KTUN yang digugat sebagaimana diatur dalam Pasal 67 ayat 1 UU No. 5 Tahun 1986. 2. Asas keaktifan hakim (dominus litis) Keaktifan hakim dimaksudkan untuk menyeimbangkan kedudukan para pihak, karena tergugat adalah pejabat tata usaha negara sedangkan penggugat adalah orang atau badan hukum perdata. Penerapan asas ini antara lain terdapat pada Pasal-pasal: 58; 63 ayat 1,2; 80; 85 UndangUndang Nomor 5 Tahun 1986. 3. Asas putusan pengadilan mempunyai kekuatan mengikat ”erga omnes” Sengketa TUN adalah sengketa hukum publik. Putusan pengadilan TUN berlaku bagi siapa saja, tidak hanya bagi para pihak yang bersengketa. Sehubungan dengan makna asas erga omnes tersebut, kiranya ketentuan pasal 83 UU No 5 Tahun 1968 tentang Interpensi bertentangan dengan asas erga omnes (Hadjon, dkk.: 1994: 313). Kekuatan mengikat putusan peradilan TUN berbeda dengan putusan peradilan umum untuk perkara perdata. Putusan pengadilan TUN mempunyai kekuatan mengikat erga omne, artinya daya berlaku putusan tersebut mengikat secara public, disamping mengikat para pihak yang bersengketa (inter partes), juga mengikat bagi siapapun diluar pihak-pihak yang bersengketa. 4. Asas acara dengan tulisan Pada hukum acara TUN berlaku prinsip beracra dengan surat atau tulisan (schriftelijke procedure). 1. Tidak diwajibkan bantuan beracara 2. Asas berperkara dengan cuma-Cuma UU No.14 Tahun 1970 menganut prinsip bahwa peradilan harus sederhana, cepat dan biayanya murah. 5. Tidak diwajibkan bantuan hukum dalam beracara Pada dasarnya tidak wajib, Para pihak dapat diwakili atau didampingi oleh seorang atau lebih kuasa yang memahami ilmu hukum (Pasal 57 Undang-undang No.5 Th.1986). 6. Asas pembuktian bebas terbatas Hakim yang menetapkan beban pembuktian dalam rangka pembuktian bebas yang terbatas. Hal ini berbeda dengan ketentuan pasal 1865 BW. Asas ini dianut pasal 107 UU N0. 5 Tahun 1968 hanya saja masih dibatasi ketentuan pasal 100 (Hadjon, dkk,: 1994: 313). Asas pembuktian bebas yang terbatas memberikan kewenangan kepada hakim untuk membuktikan pihak dalam sengketa yang dibebani kewajiban untuk mengajukan bukti- 39 W. Riawan Tjandra, Peradilan Tata Usaha Negara Mendorong Terwujudnya Pemerintah Yang Bersih Dan Berwibawa, (Yogyakarta : Universitas Atma Jaya Yogyakarta, 2009), h. 66 40 Ibid, h. 6-7 45 bukti guna menemukan kebenaran materil dalam persidangan diperadilan TUN. 7. Asas gugatan tidak menunda pelaksanaan keputusan tata usaha Negara Bila suatu gugatan diajukan ke Pengadilan Tata Usaha Negara, maka pada dasarnya gugatan tersebut tidak bersifat menunda pelaksanaan keputusan tata usaha Negara yang disengketakan (Pasal 67 Undang-undang No.5 Tahun 1986). 8. Asas beperkara dengan Cuma-Cuma Pasal 4 ayat 2 Undang-undang No.48 tahun 2009 menganut prinsip bahwa peradilan harus sederhana, cepat dan biaya ringan. Pasal 60 Undang-undang No.5 tahun 1986 jo. Pasal 57 ayat 2 Undang-undang No.48 tahun 2009. Ketidakmampuan diajukan oelh pemohon dengan melampirkan surat keterangan lurah atau kepala desa. Selanjutnya, Ketua Pengadilan TUN membuat penetapan berdasarkan penilaian yang seobjektif mungkin. 9. Asas pengajuan gugatan ke pengadilan terdekat dengan tempat kediaman penggugat Pada dasarnya gugatan sengketa tata usaha negara diajukan ke pengadilan yang berwenang dengan daerah hukumnya meliputi tempat kedudukan tergugat (Pasal 54 Undang-undang No. 5 Tahun 1986). 10. Asas pemeriksaan dengan acara cepat Pada umumnya pemeriksaan di PTUN dilakukan dengan acara biasa, kecuali bila terdapat kepentingan penggugat yang mendesak. Dalam hal ini ketua pengadilan atas permohonan penggugat dapat menentukan dilakukannya pemeriksaan dengan acara cepat (Pasal 98 Undang-undang No.5 Tahun 1986). Tolak ukur “kepentingan mendesak” dapat didasarkan pada alasan permohonan penggugat. 11. Asas kemungkinan diadili oleh pengadilan yang dekat dengan kediaman penggugat. Dalam hal tertentu sesuai dengan sifat sengketa TUN yang bersangkutan, yang diatur dengan peraturan pemerintah, gugatan sengketa TUN dapat diajukan ke pengadilan yang berwenang yang daerah hukumnya meliputi tempat kediaman penggugat (pasal 54 ayat 4). 12. Asas kesaksian badan atau pejabat tata usaha Negara Setiap orang wajib menjadi saksi. Seseorang yang dipanggil menghadap persidangan untuk menjadi saksi, tetapi menolak, maka ia dapat dipaksa untuk dihadapkan ke persidangan dengan bantuan aparat kepolisian (Pasal 86 Undang-undang No.5 tahun 1986). 13. Asas prosedur penolakan (dismissal procedure). Suatu hal yang khusus terdapat dalam hokum acara peradilan TUN, yaitu adanya kewenangan bagi Ketua Pengadilan TUN dalam rapat musyawarah untuk menyatakan gugatan tidak diterima atau tidak berdasar, sebelum dilakukan pemeriksaan dipersidangan, terutama dalam hal sebagai berikut: Gugatan nyata-nyata tidak termasuk wewenang pengadilan yang bersangkutan. Syarat-syarat gugatan tidak dipenuhi. Gugatan menurut logika tidak rasional. Apa yang dituntut dalam gugatan sudah terpenuhi dalam keputusan yang digugat. Gugatan diajukan sebelum waktunya atau telah lewat waktu. 14. Asas pemeriksaan persiapan Hakim berwenang mengadakan pemeriksaan persiapan sebelum memeriksa pokok perkara. Dalam kesempatan ini hakim dapat memberi nasihat kepada penggugat untuk memperbaiki gugatannya atau meminta penjelasan kepada badan atau pejabat tata usaha Negara yang bersangkutan, guna melengkapi sesuai yang diperlukan untuk gugatan tersebut (Pasal 63 undang-undang No.5 Tahun 1986). 15. Asas tidak mengenal perdamaian Hukum acara pengadilan TUN tidak mengenal adanya perdamaian. Sangat berbeda dengan beracara diperadilan umum sebelum majelis hakim memasuki pemeriksaan perkara pihak-pihak yang berperkara ditawarkan untuk melakukan perdamaian dengan melalui mediasi, namun beracara di Pengadilan Tata Usaha Negara tidak berlaku demikian.