NIM : 21909
Mata Kuliah : Hukum Pengangkutan
Dosen : Ruth Hanna Simatupang
Tugas : Pertemuan 1 tanggal 6 Juni 2020
Konvensi Internasional
- H.K. Martono dan Agus Pramono, Hukum Udara Perdata Internasional dan Nasional, Rajawali Pers,
Jakarta, 2013 hlm. 78
2. Konvensi Jenewa (Geneva Convention);
Dapat dilihat pada Annex 7 Konvensi Chicago 1944 yang dimodifikasi Tahun 1967 harus
dilengkapi dengan dengan batasan yang diterima dalam Konvensi Jenewa 1948 pasal
XVI : . . . aircraft shall include the airframe, engines, propellers, radio aparatus, and all
others articles intended for use in the aircraft wheter installed therein or temporarily
separated therefrom . . . Makna dari ketentuan Annex di atas adalah yang dimaksud
dengan pesawat termasuk badan pesawat, mesin, baling – baling, perangkat radio dan
perangkat lainnya yang digunakan dalam pesawat atau yang secara sementara terpisah
dari sana. Dengan pasal di atas Negara-Negara pembuat Konvensi Jenewa 1948
bermaksud untuk, sesuai dengan tujuan konvensi tersebut, membatasi pengertian pesawat
udara pada pesawat udara yang digunakan untuk angkutan udara sipil atau Civiele
Luchtverkeer. Sedangkan menurut UU No. 1 Tahun 2009 Tentang Penerbangan Defenisi
pesawat terbang terbagi kembali dari umum ke khusus seperti halnya yang tercantum
dalam ketentuan umum yang menyebutkan “Pesawat Udara adalah setiap mesin atau alat
yang dapat terbang di atmosfer karena gaya angkat dari reaksi udara, tetapi bukan karena
reaksi udara terhadap permukaan bumi yang digunakan untuk penerbangan.”
Hal ini pula yang memperjelas defenisi daripada pesawat udara sebagai objek daripada
hukum udara itu sendiri agar jelas sejauh mana batasan mengenai pesawat udara dan
sejauh mana defenisi daripada pesawat udara sipil seperti halnya yang akan dibahas lebih
lanjut dalam penilitian ini sebagaimana yang kita ketahui maskapai Air Asia merupakan
maskapai penerbangan sipil yang terdaftar di Indonesia
6. Protokol Guatemala.
Protokol Guatemala City 1971 mengubah Konvensi Warsawa 1929 yang telah diubah
oleh Protokol The Hague 1955. Perubahan tersebut mengenai penyederhanaan dokumen
transportasi baik individu maupun kolektif. Dokumen tersebut harus memuat indikasi
Bandar udara keberangkatan dan indikasi Bandar udara tujuan. Indikasi tersebut dapat
digunakan dengan cara apapun, namun tanpa adanya indikasi demikian bukan berarti
tidak ada perjanjian transportasi yang bermaksud mengurangi batas tanggung jawab.
Protocol Guatemala City 1971 menerapkan konsep tanggung jawab hukum tanpa
bersalah (liability without fault atau strict liability atau absolute liability atau strict
liability) terhadap penumpang yang meninggal dunia, luka dan bagasi yang hilang atau
rusak tanpa memperhatikan kesalahan, pengangkut hanya dapat mengurangi beban
tanggung jawab apabila ternyata penumpang atau pengirim barang ikut bersalah.