Anda di halaman 1dari 4

CHICAGO CONVENTION

1944

ABSTRACT

The 1944 Chicago Convention is a convention that regulates the activities


ofinternational civil aviation which only regulates the state as a party
inconvention. Over time, it is not only the state that plays a major role in
activities airlines as well but international organizations, one of which is the
European Union.The existence of supranational international organizations in
the 1944 Chicago conventionnot recognized because based on the principle of
pacta sunt servanda, rights and obligations are bornin the Chicago Convention is
not binding on the European Union which is not a party to itconvention.
Meanwhile, the European Union, which is a supranational organization, has the
powerto make a regulation that can bind directly to its member countries. Thing
This also applies to regulations relating to activities above the territory
European Union air, based on article 12 of the Chicago Convention that the
national law of a countrywhich regulates the revocation of third countries that
haveinterests over its airspace. This research uses a contextual approach
(conceptual approach) and statutory approach (legal approach) for analysis of

MUHAMMAD RAFI FADILAH

JOURNAL OF INTERNATIONAL LAW UTI POSSIDETIS


the existence of the European Union with regulations relating to aviation
activitiescreated by the European Union.

K onvensi Chicago 1944 merupakan konvensi yang mengatur mengenai kegiatan


penerbangan sipil internasional yang hanya mengatur mengenai negara sebagai pihak
dalam konvensi. Seiring berjalannya waktu, bukan hanya negara yang berperan besar
dalam kegiatan penerbangan melainkan juga organisasi internasional, yang salah satunya
adalah Uni Eropa. Eksistensi organisasi internasional yang bersifat supranasional dalam
konvensi Chicago 1944 tidak diakui karena berdasarkan prinsip pacta sunt servanda, hak dan
kewajiban yang lahir dalam Konvensi Chicago tidak mengikat Uni Eropa yang bukan
merupakan pihak dalam konvensi. Sedangkan Uni Eropa yang merupakan organisasi
supranasional memiliki kekuatan untuk membuat suatu peraturan yang dapat mengikat
langsung kepada negara anggotanya.
Berdasarkan Pasal 1 Konvensi Chicago (Chicago Convention) 1944 bahwa setiap
Negara berdaulat penuh dan eksklusif atas ruang udara di atas wilayahnya. Hal tersebut telah
dituangkan dalam ketentuan Pasal 5 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang
Penerbangan, bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia berdaulat penuh dan eksklusif atas
Wilayah Udara. Sehubungan dengan dimilikinya kedaulatan yang penuh dan utuh atas
Wilayah Udara tersebut, maka Pemerintah Republik Indonesia berwenang penuh melakukan
pengamanan Wilayah Udara untuk kepentingan pertahanan negara dan keamanan serta
Keselamatan Penerbangan di Indonesia. Dengan terciptanya pertahanan dan keamanan serta
Keselamatan Penerbangan negara yang mantap akan dapat diwujudkan kesejahteraan rakyat
dan stabilitas politik yang mantap pula, sehingga pembangunan nasional dalam segala bidang
akan dapat diwujudkan.

Pasal 1. Pasal ini mengatur sebagai berikut The Contracting States recognized that
every state has complete and exclusive sovereignty over the airspace above its territory.
Ketentuan dalam pasal ini, berisi 2 kata yang merupakan unsur penting mengenai
kedaulatan negara di ruang udara yaitu complete dan exclusive. Ketentuan ini tidak hanya
berlaku bagi negara peserta tetapi juga berlaku bagi semua negara. Chicago Convention 1944
membedakan dua jenis penerbangan yang untuk selanjutnya memiliki karakteristik dan juga
hak serta kewajiban yang berbeda. Penerbangan yang dimaksud adalah penerbangan
berjadwal dan penerbangan yang tidak berjadwal .Chicago Convention 1944 membedakan
dua jenis penerbangan yang untuk selanjutnya memiliki karakteristik dan juga hak serta
kewajiban yang berbeda. Penerbangan yang dimaksud adalah penerbangan
berjadwal (scheduled flight) dan penerbangan yang tidak berjadwal (non scheduled flight).
  International Civil Aviation Organization (ICAO) memberikan batasan atau definisi
mengenai yang dimaksud dengan scheduled flight atau services yaitu merupakan
penerbangan yang memiliki karakteristik di antaranya melakukan penerbangan melintasi
wilayah suatu negara lebih dari satu negara, dilakukan oleh pesawat untuk melakukan
pengangkutan terhadap penumpang, cargo untuk suatu remunerasi dan juga terbuka untuk
publik dan juga berdasarkan suatu jadwal yang terpublikasikan ataupun merupakan suatu
penerbangan yang regular atau dengan frekuensi tertentu.
Sedangkan non scheduled flight merupakan penerbangan yang biasa dikenal dengan
chartered aircraft yang terdiri dari empat kategori yaitu penerbangan carter yang mengangkut
penumpang (passenger charter flight), penerbangan carter untuk cargo (cargo charter flight),
atau kombinasi diantara keduanya ataupun jenis penerbangan lain yang tidak berdasarkan
suatu jadwal yang dipublikasikan namun dilakukan untuk individu tertentu. 

MUHAMMAD RAFI FADILAH

JOURNAL OF INTERNATIONAL LAW UTI POSSIDETIS


Indonesia sebagai salah satu negara peserta Chicago Convention 1944 memiliki hukum
nasional yang mengatur mengenai penerbangan yaitu melalui UU No 1 Tahun 2009 tentang
Penerbangan. UU ini merupakan pengganti dari undang-undang sebelumnya yaitu UU No 15
Tahun 1992. UU Penerbangan Indonesia mengenai kegiatan angkutan udara yang terdiri atas
angkutan udara niaga dan angkutan udara bukan niaga. Angkutan udara niaga yang diatur
dalam undang-undang penerbangan ini mengatur angkutan udara dalam negeri dan angkutan
udara niaga luar negeri. Hal ini diatur dalam Pasal 83 UU Penerbangan 2009.

Posisi Indonesia sebagai Negara Kepulauan dan posisi yang strategis memungkinkan
banyak terjadinya penerbangan terhadap Wilayah Udara. Sehubungan dengan perkembangan
Hukum Internasional saat ini, Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai Negara
Kepulauan mempunyai konsekuensi harus menyediakan Alur Laut Kepulauan (archipelagic
sea lane passage) dan jalur udara di atasnya untuk keperluan lintas kapal dan Pesawat Udara
Asing sesuai dengan konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hukum Laut Tahun 1982
(yang telah diratifikasi dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 1985). Untuk
melaksanakan hak lintas dimaksud di atas harus berpedoman pada ketentuan International
Civil Aviation Organization (ICAO). Dengan demikian, kemungkinan terjadinya pelanggaran
terhadap kedaulatan dan hukum di Wilayah Udara sangat besar.
Oleh karena itu, Indonesia harus melakukan pengaturan terhadap ruang udaranya
untuk kepentingan pengamanan demi tegaknya kedaulatan dan hukum Indonesia. Namun
pengamanan wilayah kedaulatan udara Republik Indonesia juga harus memperhatikan
ketentuan Hukum Internasional dan peraturan perundang-undangan nasional terkait, sehingga
pengamanan wilayah kedaulatan udara nasional yang kita susun dapat diterima oleh
masyarakat bangsa-bangsa dan oleh masyarakat Indonesia sendiri.
Hal ini juga berlaku terhadap peraturan yang berkaitan dengan kegiatan penerbangan
di atas wilayah udara Uni Eropa, berdasarkan pasal 12 Konvensi Chicago bahwa hukum
nasional suatu negara yang mengatur mengenai kegiatan penerbangan mengikat negara ketiga
yang memiliki kepentingan di atas wilayah udaranya. Penelitian ini menggunakan pendekatan
konseptual (conceptual approach) dan pendekatan perundang-undangan (statute approach)
untuk menganalisa eksistensi Uni Eropa dengan peraturan yang berkaitan dengan kegiatan
penerbangan yang dibentuk oleh Uni Eropa.

Pengakuan dunia internasional akan wilayah udara sebagai bagian dari kedaulatan
negara memberikan legitimasi yang kuat bagi Indonesia sebagai suatu negara yang luas.
Namun kondisi ini dapat berubah manakala Indonesia tidak mampu menguasai wilayah
kedirgantaraannya sebagai penopang ekonomi dan pertahanan nasional. Ditambah dengan
masalah pelanggaran batas kedaulatan yang sering dilakukan oleh pesawat militer negara
asing.
Penelitian ini dilakukan dengan mengidentifikasi tiga permasalahan, yaitu (1)
bagaimana konsep kedaulatan negara di ruang udara menurut hukum internasional dan
peraturan perundangan nasional, (2) apa saja bentuk pelanggaran kedaulatan negara di ruang
udara nasional, dan (3) bagaimana upaya penegakan atas pelanggaran kedaulatan negara di
ruang udara nasional dalam menjaga pertahanan negara. Metode penelitian yang digunakan
adalah penelitian hukum normatif dengan pendekatan perundang-undangan (statute
approach), pendekatan konseptual (conceptual approach), serta pendekatan perbandingan
(comparative approach).
Hasil penelitian menyimpulkan bahwa
(1) baik hukum internasional dan peraturan perundangan nasional telah mengukuhkan
kedaulatan negara di ruang udara yang bersifat penuh dan utuh (complete and exclusive), (2)
sejumlah insiden pelanggaran izin masuk dan melintasnya pesawat-pesawat asing ke wilayah
MUHAMMAD RAFI FADILAH

JOURNAL OF INTERNATIONAL LAW UTI POSSIDETIS


udara Indonesia, di mana kebanyakan dari pesawat asing tersebut adalah pesawat militer, dan
(3) upaya penegakan atas pelanggaran kedaulatan di wilayah ruang udara nasional, antara lain
penegakan hukum terhadap pelanggaran wilayah udara kedaulatan Republik Indonesia dan
pelanggaran terhadap kawasan udara terlarang, baik kawasan udara nasional maupun asing.

MUHAMMAD RAFI FADILAH

JOURNAL OF INTERNATIONAL LAW UTI POSSIDETIS

Anda mungkin juga menyukai