PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kedaulatan Negara merupakan salah satu hal yang sangat penting untuk
dijaga oleh suatu negara. Negara yang berdaulat diartikan sebagai negara yang
kekuasaan negara lain, bebas dalam arti seluas – luasnya baik ke dalam maupun ke
luar. Wilayah kedaulatan negara mencakup pula ruang udara di atas wilayahnya.
Contracting States recognize that every State has complete and exclusive
sovereignty over the airspace above its territory” (Pengakuan atas kedaulatan
negara yang mutlak dan penuh tersebut berlaku bagi seluruh negara, meskipun
negara yang bersangkutan bukan anggota konvensi) Kedaulatan yang dimiliki oleh
jawab negara terhadap wilayahnya, sebagai negara yang berdaulat Indonesia dapat
negara mempunyai standar penjagaan ruang udara wilayahnya secara ketat. Ruang
udara nasional suatu negara sepenuhnya tertutup bagi pesawat udara asing baik
sipil maupun militer dan hanya dengan izin dari negara kolong terlebih dahulu
baik melalui perjanjian bilateral maupun multilateral, maka ruang udara nasional
suatu negara sipil atau militer memasuki wilayah udara negara lain tanpa izin
pelanggaran lintas batas yang ada di Indonesia bersifat biasa dan tidak begitu
banyak terjadi pelanggaran daerah perbatasan udara kita oleh negara asing baik
state) yang komponen wilayah nasionalnya terdiri atas daratan, lautan, (perairan)
dan ruang udara (air space). Batas wilayah udara terbagi menjadi dua yaitu batas
wilayah udara secara horizontal dan batas wilayah udara secara vertikal.
Bentuk penegakan kedaulatan atas wilayah ruang udara nasional, antara lain
1
Hadiwijoyo, Suryo Sakti, Perbatasan Negara Dalam Dimensi Hukum Internasional,
Graha Ilmu, Yogyakarta. 2011, Hal 12.
maupun asing, sebagaimana ditetapkan dalam pasal 2 ayat (2) UU No. 15 Tahun
sistem radar di Indonesia serta minimnya jumlah pesawat dan alutsista membuat
kepastian hukum di dalam masyarakat dan hukum itu harus bersendikan pada
subjek hukum internasional juga memiliki hak dan kewajiban atas wilayahnya.
+5.900.000 km dan garis pantai sepanjang +81.000 km. Begitu luasnya wilayah
kedaulatan NKRI, sehingga negara Indonesia memiliki ruang udara yang sangat
luas untuk digunakan oleh wahana udara bagi kepentingan penerbangan sipil
maupun militer2.
perairan, dan ruang udara di atasnya merupakan satu kesatuan yang tak dapat
2
Kusumaatmadja, Mochtar, Pengantar Hukum Internasional, Buku I Bagian Umum,
Bina Cipta, Jakarta. 2010, Hal. 21
dipisahkan. Luas wilayah udara kedaulatan Republik Indonesia adalah 1.476.039
information region (FIR) Indonesia 2.219.629 NM. Wilayah udara dan laut yang
sedemikian luas ini ini merupakan potensi yang dapar dieksplorasi demi
persilangan dua benua dan dua samudra yang sangat memungkinkan sebagai
diketahui bahwa ruang udara nasional merupakan salah satu sumber daya alam
yang terdapat di udara, dan sekaligus merupakan wilayah nasional sebagai wadah
negara berdaulat, memiliki kedaulatan yang utuh dan eksklusif terhadap ruang
udara di atas wilayah NKRI, sesuai dengan ketentuan dalam konvensi Chicago
Bentuk penegakan kedaulatan atas wilayah ruang udara nasional, antara lain
Indonesia, dan pelanggaran terhadap kawasan udara terlarang, baik kawasan udara
nasional maupun asing, sebagaimana ditetapkan dalam bab 2 pasal (2) UU No. 15
umum, keterpaduan, kesadaran hukum, dan percaya pada diri sendiri. dan
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 3 Tahun 2001 tentang Keamanan
ditemukan pesawat asing yang melintasi kedaulatan wilayah udara suatu negara
tanpa memperoleh izin terlebih dahulu, sehingga negara kolong berhak melakukan
negara tersebut tanpa izin. Salah satu contoh yang terjadi di Pesawat maskapai
Riau. Pesawat tersebut ternyata tak memiliki izin untuk melintas di wilayah udara
Indonesia. Dilansir Antara, (15 Januari 2019), pesawat itu dipaksa turun dengan
cara dikawal dua pesawat F-16. Keterangan resmi Kasubdispenum Dispenau, yang
down) tersebut dilakukan karena pesawat Ethiopian Air telah memasuki wilayah
Pesawat F16 dengan kode panggilan 'Rydder Flight' yang diawaki oleh Kapten
Pnb Barika dan Kapten Pnb Anang itu berhasil melakukan kontak visual dengan
Batam, untuk dilakukan proses hukum dan penyelidikan oleh pihak TNI AU di
Lanud Raja Haji Fisabillah, Tanjungpinang. Pada pukul 09.32 WIB, pesawat B777
ET-AVN mendarat di Batam. Sedangkan dua pesawat F16 TNI AU mendarat pada
pukul 09.42 WIB. Proses force down pesawat asing itu memakan waktu lebih
kurang 20 menit karena ada sedikit kendala ruang udara Indonesia yang
mematuhi instruksi dari pilot F-16," pesawat Ethiopian Airlines berangkat dari
Addis Ababa, ibukota Ethiopia, dengan tujuan Hong Kong Namun, pesawat
tersebut memasuki wilayah udara Indonesia tanpa bisa menyebutkan izin atau FC
komunikasi radio.
memerintahkan dua pesawat tempur F-16 dari Skadron Udara 16 Lanud Rsn
pilot, Kapten Pnb Barika dan Kapten Pnb Nehemia Anang, yang melakukan force
down kedua pilot pesawat tempur tersebut melakukan kontak visual dengan B777
ET-AVN dan melakukan komunikasi pada frekuensi darurat serta memaksa pilot
Bandara Hang Nadim Batam. Setelah berhasil melakukan force down pesawat
Ethiopian Air, kedua pesawat tempur kembali ke Lanud Rsn Pekanbaru. Setelah
dilaksanakan proses penyidikan oleh PPNS yang bekerja sama dengan pihak TNI
AU di Lanud RHF (Raja Haji Fisabilillah), baru nanti akan dilaksanakan
B. Permasalahan
adalah Apakah pelanggaran yang terjadi pada perbatasan udara Negara Indonesia
C. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penulisan ini adalah s ebagai
berikut :
2. Sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan studi pada Fakultas Hukum
Universitas Pattimura.
D. Kegunaan Penelitian
2. Secara teoritis dan praktis diharapkan hasil penelitian dapat menjadi referensi
E. Kerangka Konseptual
kedaulatan udara di atas wilayah daratan dan perairan Indonesia. Dalam rangka
lingkungan udara, karena itu pemerinatah dpat menetapkan zona larangan atau
pesawat udara yang melanggar zona larangan kepada aparat yang bertugas
dibidang pertahanan negara. Dalam hal perinagtan dan larangan tidak ditaati,
maka dilakukan tindakan pemaksaan oleh pesawat udara negara (state aircraft)
untuk keluar wilayah indonesia atau zona larangan untuk mendarat dipangkalan
udara terdekat, kemudian semua awak pesawat beserta muatannya diperiksa dan
Konvensi Paris 1919, klasifikasi pesawat udara diatur dalam Bab VII tercantum
dalam pasal 30, 31, 32, dan 33, masing-masing mengatur jenis pesawat udara,
pesawat udara militer. Menurut pasal 30 Konvensi Paris 1919, pesawat udara
terdiri dari 3 jenis, masing-masing pesawat udara militer, pesawat udara yang
sepenuhnya digunakan untuk dinas pemerintahan seperti bea cukai, polisi, dan
pesawat udara lainnya. Semua pesawat udara selain pesawat udara militer, dinas
pemerintahan, bea cukai dan polisi termasuk pesawat udara sipil (private
aircraft), namun demikian dalam Konvensi Paris 1919 tidak diatur pengertian
pesawat udara. Dalam hukum nasional, yaitu pengertian pesawat udara dalam
adalah setiap mesin atau alat-alat yang dapat terbang di atmosfer karena daya
angkat dari reaksi udara, tetapi bukan karena reaksi udara terhadap permukaan
bumi yang digunakan untuk penerbangan. Semua pesawat udara selain pesawat
udara militer, bea cukai, dan pesawat udara polisi harus diperlakukan sebagai
pesawat udara sipil (private aircraft) dan pesawat udara-pesawat udara tersebut
berlaku ketentuan Konvensi Paris 1919, sedangkan pesawat udara militer, bea
cukai dan polisi tidak berlaku ketentuan pada Konvensi Paris 1919. Setiap
militer untuk kepentingan ini. Tidak ada pesawat udara militer negara anggota
boleh terbang di atas wilayah negara anggota lainnya tanpa persetujuan lebih
dahulu. Dalam hal pesawat udara militer milik negara anggota memperoleh
mengenai pesawat udara sipil juga diatur dalam Konvensi Chicago 1944
udara negara dan pesawat udara sipil. Pesawat udara negara (state aircraft) adalah
pesawat udara yang digunakan untuk militer, polisi, dan bea cukai sedangkan
yang dimaksud dengan pesawat udara sipil (civil aircraft) adalah pesawat udara
selain pesawat udara negara (state aircraft). Pesawat udara negara tidak
udara Negara (state aircraft) tidak mempunyai tanda pendaftaran dan tanda
sendiri, terdapat pengertian pesawat udara sipil yaitu “pesawat udara yang
digunakan untuk kepentingan angkutan udara niaga dan bukan niaga”. Selain itu
juga terdapat pengertian pesawat udara sipil asing, yaitu “pesawat udara yang
digunakan untuk kepentingan angkutan udara niaga dan bukan niaga yang
sanksi pidana maupun administratif. Sebagai contoh adalah apa yang ditetapkan
dalam Pasal 401 bahwa setiap orang yang mengoperasikan pesawat udara
Indonesia atau pesawat udara asing yang memasuki kawasan udara terlarang
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara
hukum udara (air law). Mereka menggunakan istilah hukum udara (air law), atau
hukum penerbangan (aviation law) atau hukum navigasi udara (air navigation
law) atau hukum transportasi udara (air transportation law) atau hukum
hukum, publik ataupun perdata, yang timbul dari navigasi udara domestic dan
internasional.
F. Metode Penelitian
Agar suatu karya tulis dapat dikatakan sebagai suatu karya yang bersifat
suatu cara atau teknis yang dilakukan dalam proses penelitian. Sementara ini
penelitian itu sendiri diartikan sebagai upaya dalam bidang ilmu pengetahuan
ilmiah yang dilakukan melalui penyelidikan yang sesama dan lengkap terhadap
dalam suatu proses penelitian, atau ilmu yang membahas metode ilmiah dalam
Metode penelitian adalah hal yang sangat penting dalam suatu penelitian
ilmiah, karena nilai, mutu dan hasil dari suatu penelitian ilmiah, sebagian besar
1. Jenis Penelitian
hukum normatif
suatu proses untuk menemukan aturan hukum, prinsip prinsip hukum, maupun
doktrin doktrin hukum guna menjawab isu hukum yang dihadapi terdiri dari
3
Khudzaifah Dimyanti dan KelikmWardiono, Metode Penelitian Hukum(Buku Pegangan Kulia),
UMS,Surakata, 2004, h, 12.
2. Sifat Penelitian
Penelitian ini bersifat deskriptif, yaitu suatu penelitian yang dilakukan untuk
mendeskripsikan sistem dan proses pelanggaran perbatasan udara suatu negara oleh
3. Sumber Data
Sumber data yang dipergunakan dalam penyusunan skripsi ini adalah data
yang relevan dengan permasalahan yang diuraikan dalam rumusan masalah. Adapun
a. Data primer atau data dasar (primery data atau basic data)
Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari sumber pertama, yakni
melalui berita yang terjadi. Data primer ini ditunjang pula dengan bahan hukum
b. Data sekunder
dianalisis secara kualitatif guna menjawab permasalahan dalam penulisan skripsi ini.
dengan mempelajari penelitian atau informasi-informasi yang terkait pada isu yang
sedang diteliti. Metode yang biasa digunakan untuk mengumpulkan data dalam
penelitian kualitatif dengan meninjau dokumen terkait berupa catatan dan arsip yang
terdapat pada masyarakat, komunitas ataupun organisasi. Data yang diperoleh dalam
Republik Indonesia serta dokumen lain yang kredibel dengan Flight Information
Region (FIR) sebagai data primer. Sedangkan data sekunder didapat melalui buku,
data dari penelitian terdahulu, review, working papper, serta artikel-artikel yang
sesuai dengan penelitian dan dimuat oleh media cetak maupun media online.
G. SISTEMATIKA PENULISAN
BAB I ( pendahuluan ) terdiri dari : (a) latar belakang, (b) permasalahan, (c) tujuan
penulisan, (d) kegunaan penulisan, (e) kerangka konseptual, (f) metode penulisan (g)
bagaimana penulisan ini akan dimulai dan akan berakhir. Selanjutnya Bab ke II
(tinjauan pustaka) Sebagai kelengkapan dari BAB I dan BAB II, maka selanjutnya
dituangkan dalam BAB III yaitu (hasil dan pembahasan) yang merupakan inti dari
penulisan ini. Bab IV (penutup) yang didalamnya memuat tentang : (a). Kesimpulan
dan (b). Saran, terhadap apa yang telah ditulis, yang kemudian akan dibuat dalam