kedaulatan merupakan kekuasaan absolut atas suatu wilayah tertentu atas wilayah tersebut
yang menjadi dasar bagi pembentukan negara (Jenik Radon, 2004: 1995), Pemahaman tentang
konsep kedaulatan negara ini sangat membantu dalam mencermati dan mengevaluasi kedudukan
Perkembangan hukum udara diawali pada Konferensi Internasional Hukum Udara yang pertama
diselenggarakan pada tahun 1910 setelah sejumlah balon udara milik Jerman melintasi wilayah
udara di atas negara Perancis, yang mana hal ini dianggap oleh pihak Perancis sebagai suatu
ancaman terhadap keamanannya.
Sembilan tahun setelah Konferensi pertama tersebut dibentuklah Konvensi Paris 1919 yang
berlandaskan adagium Romawi (cujus est solum, ejus usque ad coelum at ad inferos). Tujuan utama
perjanjian itu adalah untuk menegakkan kedaulatan negara terhadap ruang udara.
Amerika Serikat berinisiatif untuk merevisi Konvensi Paris yang dilaksanakan pada 1 November-7
Desember 1944 di Chicago, yang mengatur tentang dua kebebasan dasar yaitu hak lintas damai dan
hak mendarat teknik untuk keperluan pengambilan bahan-bahan dan reparasi dan tiga kebebasan
komersial yang berkaitan dengan lalu lintas komersial .
Teori kedaulatan udara Hukum
Internasional
Teori yang pertama ini dapat dikelompokan menjadi :
2.Kedaulatan ruang udara yang dilekati beberapa hak khusus negara kolong, dan
3.Kebebasan ruang udara, tetapi diadakan semacam wilayah terretorial di daerah dimana hak -hak tertentu negara
kolong dapat dilaksanakan.
Teori kedua
1.Negara kolong berdaulat penuh hanya terhadap satu ketinggian tertentu di ruang udara.
2.Negara kolong berdaulat penuh, tetapi dibatasi oleh hak lintas damai bagi navigasi pesawat -pesawat udara asing,
dan
Indonesia memiliki kedaulatan yang penuh dan eksklusif dalam mengatur wilayah udara yang
dimilikinya, hal tersebut tercantum dalam Pasal 5 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan
yang mengatakan bahwa “Negara Kesatuan Republik Indonesia memiliki kedaulatan yang penuh dan
eksklusif atas wilayah udara Republik Indonesia.
Contoh kasus Mengenai pelanggaran
Kedaulatan Negara diruang Udara
telah terjadi sembilan kali pelanggaran udara yang dilakukan oleh sejumlah pesawat tempur milik Malaysia, Dikarenakan
Pesawat tempur tersebut melintasi wilayah perbatasan antara Indonesia- Malaysia namun menerobos masuk ke zona udara
Indonesia tepatnya di zona udara Blok amblat sisi timur pantai Kalimantan dan disekitar selat Makassar.
Pesawat tempur milik Malaysia yang melakukan pelanggaran tersebut tidak dapat dicegat oleh pihak TNI-AU karena
dilakukan saat pesawat tempur milik Indonesia sedang tidak ada dilandasan udara baik diKalimantan maupun diSulawesi.
Di samping itu, terjadinya pelanggaran di zona udara juga disebabkan oleh beberapa factor, di antaranya lemahnya
pengawasan udara di wilayah Timur Indonesia, masih rendahnya kesiap siagaan militer, keterbatasan fasilitas Alat Utama
Sistem Senjata (alutsista) dan penempatannya yang tidak merata serta keterbatasan radar dan teknologi yang modern yang
Berdasarkan Hukum Internasional, pengaturan mengenai ruang udara diatur dalam Convention Relating to the Regulation
of Aerial Navigation (Paris Convention/Konvensi Paris 1919) Dengan adanya ketentuan tersebut maka dapat dikatakan
bahwa pesawat militer tidak memiliki hak untuk melintasi ruang udara suatu negara.
Sifat ruang udara nasional adalah tertutup baik bagi pesawat sipil maupun militer, sehingga di ruang udara nasional tidak
mengenal adanya hak lintas damai pihak asing seperti pada wilayah laut.
KESIMPULAN
Berdasarkan pembahasan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa kedaulatan wilayah udara tidak
mengenal adanya hak lintas damai sebab ruang udara nasional suatu negara sepenuhnya tertutup
bagi pesawat asing baik sipil maupun militer, Pesawat militer hanya dapat melintas secara bebas di
wilayah udara Indonesia yaitu melalui wilayah udara.
Sementara penegakan hukum terhadap pelanggaran penerbangan yang dilakukan negara lain
yakni dengan memperingatkan, memerintahkan untuk meninggalkan wilayah Indonesia,
melakukan pencegatan (intercept), pengejaran dan pendaratan paksa di pangkalan udara tertentu di
wilayah NKRI serta dengan mengirimkan Nota Diplomatik kepada negara yang melakukan
pelanggaran.