Anda di halaman 1dari 20

PERJANJIAN INTERNASIONAL

INDONESIA DAN MALAYSIA

FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA
TAHUN AJARAN 2013-2014
Latar Belakang
Hukum Internasional adalah merupakan keseluruhan atas kaidah dan
asas hukum yang mengatur hubungan atau persoalan yang melintasi batas
negara. Dengan demikian, hukum internasional tidak dapat dipisahkan dari
adanya negara-negara. Sebaliknya, negara hanya dapat berfungsi berdasarkan
kedaulatan yang dimilikinya, yang secara internal diwujudkan dalam bentuk
supremasi dari lembaga-lembaga pemerintahan dan secara eksternal dalam
bentuk supremasi negara sebagai subjek hukum internasional.
Identifikasi Masalah
Berikut makalah kami akan membahas hal-hal seperti yang tertulis dibawah
ini :
• Prinsip dan cara memperoleh wilayah
• Kedaulatan negara atas ruang udara dalam Hukum Internasional
• Prinsip kebebasan laut lepas
• Servitut dan fasilitas territorial
• Perjanjian Internasional Indonesia dan Malaysia
Perinsip Kedaulatan Teritorial
Kedaulatan territorial adalah kedaulatan yang dimiliki oleh suatu
negara dalam melaksanakan yuridiksi eksklusif. Di dalam wilayah inilah negara
memiliki wewenanb untuk melaksanakanhokum nasionalnya.Ini berarti
bahwa semua orang yang berada di suatu wilayah pada prinsipnya tunduk
kepada kekuasaan hukum dari negara yang memiliki wilayah tersebut.
Dalam hal ini berlakulah adagium “Qui in teritorrio meo est, etiam
meus subditus est”, yang artinya “jika seseorang berada dalam wilayah saya,
maka ia tunduk pada saya. Suatu negara tidak dapat melaksanakan yuridiki
eksklusifnya keluar dari wilayahnya yang dapat mengganggu wilayah negara
lain. Karena itulah negara yang tidak mempunyai wilayah tidaklah mungkin
menjadi suatu negara. Masalah bagaimana suatu negara mendapatkan
wilayahnya dalam hukum internasional merupakan masalah yang cukup sulit.
Ini disebabkan karena pembahasan mengenai masalah ini relative sedikit.
Yang didiskusikan oleh mayoritas biasanya adalah cara bagaimana negara
memperoleh kemerdekaannya dan bagaimana suatu kesatuan masyarakat
memenuhi unsure-unsur atau criteria hukum internasional agar menjadi
suatu negara atau subyek hukum internasional.
1. Perinsip Efektifitas

Pada dasarnya ada dua cara suatu kesatuan masyarakat


mendapatkan kemerdekaannya sebagai suatu negara baru. Pertama, melalui
cara-cara konstitusional, yaitu melalui cara-cara damai. Misalnya melalui
perjanjian dengan negara yang mendudukinya. Kedua melalui cara non
kostitusional. Yaitu dengan penggunaan senjata atau cara-cara kekerasan.
Disamping menggunakan prinsip ini, Martin Dixon memperkenalkan
2 prinsip lain, yaitu (a) adanya control atau pengawasan dari negara terhadap
suatu wilayah, dan (b) adanya pelaksanaan fungsi-fungsi negara di wilayah
tersebut secara damai (peaceful exercise of the function of a state
2. Perinsip Uti Possidentis

Persoalan lain yang terangkat dalam kajian mengenai perolehan


wilayah baru adalah masalah perbatasan suatu negara. Masalah ini acapkali
timbul mana suatu negara lahir dan terlepas dari negara yang mendudukinya.
Dalam hukum internasional terdapat suatu doktrin atau prinsip yang dikenal
dengan uti possidetis. Menurut prinsip ini, pada prinsipnya batas-batas
wilayah suatu negara akan mengikuti batas-batas wilayah dari negara yang
mendudukinya
Namun demikian terdapat cara-cara tradisional yang menjadi
mekanisme suatu negara dalam mendapatkan suatu wilayah. Adapun cara-
cara itu adalah

• Pendudukan (Occupation)
Okupasi atau occupation atau pendudukan adalah pendudukan
terhadap terra nullius, yaitu wilayah yang bukan sebelumnya pun belum
pernah dimiliki oleh suatu negara ketika pendudukan terjadi. Konsep ini
berasal dari konsep hukum Romawi. Kata tersebut berasal dari kata
“Occupatio” yang menurut hukum Romawi berarti pendudukan suatu “res
nullius” , suatu benda yang tidak dimiliki oleh seseorangpun juga.Prinsip-
prinsip berikut ini dapat dijadikan kriteria lebih lanjut untuk menentukan
efektivitas occupation.

• Prekripsi (Prescription)
Dalam Hukum Internasional yang dimaksud dengan preskripsi adalah
pemilikan suatu wilayah oleh suatu negara yang telah didudukinya dalam
jangka waktu yang lama dan dengan sepengetahuan dan taanpa keberatan
dari pemiliknya.
• Penaklukan atau Anekrasi (Annexation)
Penaklukan atau anekrasi (conquest) atau penulis lain menyebutnya
pula sebagai subjugasi (subjugation), adalah suatu cara pemilikan suatu
wilayah berdasarkan kekerasan (penaklukan). Hans Kelsen memberi
batasan sebagai berikut : “masuknya suatu wilayah yang terjadi tanpa
persetujuan dari pemilik yang sah”. Dewasa ini Hukum Internasional
melarang keras cara-cara penggunaan kekerasan militer untuk
mendapatkan suatu wilayah

• Akresi atau Pertambahan (Accretion dan Avulsion)


Accretion atau pertambahan adalah suatu cara perolehan suatu
wilayayh baru melalui proses alam (geografis). Melelui proses ini suatu
tanah (wilayah) baru terbentuk dan menjadi bagian dari wilayah yang ada.
Misalnya, pembentukan pulau di mulut sungai atau perubahan arah suatu
sungai yang menyebabkan tanah menjadi kering yang sebelumnya dilalui
oleh air
• Cessi (Cession)
Cessi (Cession) adalah pengalihan wilayah secara damai dari suatu
negara ke negara lain dan kerapkali berlangsung dalam rangka suatu
perjanjian (treaty of cession) yang biasanya berlangsung setelah perang
usai.

• Plebisit (Plebiscite)
Salah satu bentuk pengaihan wilayah lainnya adalah plebisit. Plebisit
adalah pengalihan suatu wilayah melaluia pilihan penduduknya. Menyusul
dilaksanakannya pemilihan umum, referendum, atau cara-cara lainnya
yang dipilih oleh penduduk
Kedaulatan Negara Atas Ruang Udara
Dalam Hukum Internasional
Pada zaman sekarang ini menggunakan istilah hukum udara sudah
biasa didengar dan tidak asing lagi bagi kita. Akan tetapi sampai saat ini
belum ada kesepakatan yang baku secara internasional mengenai pengertian
hukum udara (air law). Istilah-istilah aviation law, navigation law, aerial law,
aeronautical law, atau air-aeronautical law, pengertiannya lebih sempit
dibandingkan dengan pengertian air law
Sumber hukum udara (air law sources) dapat bersumber pada
hukum internasional maupun hukum nasional sebagaimana yang telah diatur
dalam Pasal 38 (1) Piagam Mahkamah Internasional (PMI) mengatakan
“international custom, as evidence of a general practice, accepted as law”,
yang dapat berupa multilateral maupun bilateral ialah sebagai berikut :
• Multilateral
• Bilateral Air Transport Agreement
• Hukum Kebiasaan Internasional
• Prinsip-Prinsip Hukum Umum (General Principles Of Law)
• Ajaran Hukum (Doctrine)
• Yurispudensi
Pada zaman sekarang ini banyak pelanggaran maupun kejahatan
penerbangan, dalam konferensi internasional pun menyebutkan bahwa
pentingnya mengenai peraturan ruang angkasa (udara). Pada tahun 1910
dikenal sebagai Konferensi Paris 1910 yang telah dikemukakan berbagai aspek
hukum oleh para ahli dan didasarkan pada aspek-aspek hukum tersebut
antara lain :
• Mengenai kedaulatan di udara (sovereignity);
• Penggunaan pesawat udara;
• Pendaftaran pesawat udara (certificate of competency);
• Sertifikasi pesawat udara (certificate of airworthiness);
• Transportasi bahan peledak;
• Izin penerbangan;
• Peralatan navigasi penerbangan, dan lain-lain.
Air Defence Identification Zone (ADIZ) adalah suatu zona bagi
keperluan identifikasi dalam sistem pertahanan udara suatu negara. Zona
tersebut umumnya ter-bentang mulai dari wilayah teritorial negara yang
bersangkutan hingga mencapai ruang udara di atas laut bebas yang
berbatasan dengan wilayah negara tersebut. Hal-hal mengenai pendirian ADIZ
sebagai berikut :
A. Setiap pesawat udara baik sipil maupun militer yang berada dalam zona
tersebut dan terbang mengarah ke pantai negara pendiri ADIZ,
diharuskan memberikan laporan rencana penerbangannya (flight plan)
kepada negara pendiri ADIZ. Pesawat udara yang tidak memenuhi
ketentuan memberikan laporan yang diminta, menghadapi tindakan
intersepsi oleh negara pendiri ADIZ.
B. Pendirian ADIZ tidak merupakan suatu tindakan memperluas kedaulatan,
karena pendirian ADIZ didasarkan semata-mata atas pertimbangan
pertahanan, khususnya untuk keperluan identifikasi pesawat udara yang
diperkirakan akan memasuki wilayah udara negara pendiri ADIZ. Adapun
dasar hukumnya adalah :
• Praktek negara-negara di dunia, yang telah menjadi hukum
kebiasaan internasional (International Customary Law).
• Asas beladiri (Self Defence), yang diakui dalam hukum
internasional, yakni dicantumkan pada Pasal 51 Piagam PBB (UN
Charter).
C. Dalam rangka pertahanan udara nasional, untuk saat ini Indonesia baru
mendirikan satu ADIZ di pulau Jawa dan sekitarnya.
Dalam penjelasan Pasal 7 Undang-Undang Nomor 1 tahun 2009 yang
dimaksud dengan kawasan udara terlarang dan kawasan udara terbatas
adalah sebagai berikut :
• Kawasan udara terlarang (Prohibited Area), yaitu kawasan udara dengan
pembatasan yang bersifat permanen dan menyeluruh bagi semua pesawat
udara. pembatasan hanya dapat ditetapkan di dalam wilayah udara
Indonesia, sebagai contoh instansi nuklir atau istana Presiden.
• Kawasan udara terbatas (Restricted Area), yaitu kawasan udara dengan
pembatasan bersifat tetap dan hanya dapat digunakan untuk operasi
penerbangan tertentu (pesawat TNI). Pada waktu tidak digunakan (tidak
aktif) kawasan ini dapat digunakan untuk penerbangan sipil. pembatasan
dapat berupa pembatasan ketinggian dan hanya dapat ditetapkan di
dalam wilayah udara Indonesia, misalnya instalasi atau kawasan militer.
Prinsip Kebebasan di Laut Lepas
Secara umum dan sesuai pasal 87 Konvensi Jenewa 1958, kebebasan di laut
lepas berarti bahwa laut lepas dapat digunakan oleh negara manapun. Sepintas lalu
rezim ini kelihatannya mudah sekali, sedangkan sebenarnya kebebasan tersebut harus
mematuhi bermacam-macam ketentuan. Oleh karena itu, berdasarkan prinsip
kebebasan, semua negaradapat mempergunakan laut lepas sesuai dengan syarat dan
ketentuan yang diatur dalam konvensi atau ketentuan-ketentuan hukum internasional
lainnya.
Menurut pasal 87 dalam Konvensi Jenewa 1958 tersebut diatas kebebasan-
kebebasan yang dimaksud adalah:
• Kebebasan berlayar
• Kebebasan penerbangan
• Kebebasan untuk memasang kabel atau pipa bawah laut, dengan mematuhi
ketentuan-ketentuan Bab VI konvensi
• Kebebasan untuk membangun pulau buatan dari instalasi-instalasi lainnya yang
diperbolehkan berdasar hukum internasional yang tunduk pada Bab VI
• Kebebasan menangkap ikan dengan tunduk pada persyaratan yang tercantum
pada sub. Bab II
• Kebebasan riset ilmiah dengan tunduk pada ketentuan Bab VI dan Bab XIII
Kalau prinsip kebebasan di laut lepas pada umumnya sudah diterima
oleh masyarakat internasional, tetapi sebenarnya masih terdapat keraguan
dalam dasar dari prinsip itu sendiri. Pada hakikatnya dasar ini erat sekali
hubungannya dengan natur yuridik laut lepas. Ada beberapa teori yang
dikemukakan mengenai natur yuridik laut lepas ini, antara lain:

• Res Nullius
Sebagai res nellius, laut lepas adalah bebas karena tidak ada yang
memilikinya. Tetapi teori ini mempunyai akibat negatif. Bila laut bukan
merupakan milik suatu negara, maka kebebasan yang terdapat pada laut
tersebut mempunyai akibat-akibat yang ekstrim.

• Res Communis
Ini berarti bahwa laut lepas adalah milik bersama, karena itu negara-
negara bebas menggunakannya. Kalau laut lepas merupakan milik
bersama, maka dapat diartikan bahwa laut lepas berada di bawah
kedaulatan negara-negara dan diatur melalui pengelolaan internasional
Servitut Dan Fasilitas Teritorial
Berdasarkan praktiknya sekarang, suatu servitut (servitude)
internasional dapat didefinisikan sebagai suatu pembatasan eksepsional yang
dibebankan oleh traktat terhadap teritorial kedaulatan negara tertentu
dimana wilayah negara tersebut dibebani kewajiban-kewajiban atau restriksi-
restriksi yang melayani kepentingan-kepentingan dari negara lain atau
kesatuan non-negara. Suatu contohnya adalah syarat bahwa kota atau
perbatasan Huningen di Alsace, tidak boleh dibentengi demi kepentingan
Canton of Basle (Swos).
Perjanjian Di Perbatasan Indonesia
Dan Malaysia
Pemerintah Indonesia dan Malaysia telah menandatangani
perjanjian the first Joint Investment and Trade Committee (JICT) untuk
meningkatkan perdaganan dan investasi antara kedua negara. Penandatangan
kesepakatan tersebut dilakukan oleh wakil dari masing-masing negara yakni
Menteri Perdagangan. Salah satu isu yang dibahas dalam pertemuan adalah
pemeriksaan kembali perjanjian perdagangan perbatasan yang telah dibuat
pda tahun 1970. Kedua negara telah bersetuju untuk mengadakan perbaikan
perjanjian sesegera mungkin.
Kedua menteri juga membahas masalah-masalah tentang kerjasama
perdagangan dan investasi, termasuk suatu peraturan untuk memeriksa
ekspor keramik Malaysia ke Indonesia. Indonesia dan Malaysia juga setuju
untuk membahas isu-isu tentang sertifikat negara asal sepanjang itu
didasarkan pada the common effective preferential tariffs(CEPT) untuk AFTA
(ASEAN Free Trade Area).
Hal-hal yang Dapat Membatalkan
Perjanjian Internasional
• Suatu perjanjian internasional Indnesia dapat dibatalkan dan bisa pula
berakhir bila secara nyata perjanjian tersebut terdapat hal-hal sebagai
berikut :
• Adanya ancaman sehingga negara-negara yang terlibat dalam perjanjian
tersebut merasa terpaksa.
• Ditemukannya kecurangan dari proses pembentukan perjanjian
internasional
• Terjadi pelanggaran yang tidak bisa dimaklumi atau di luar batas.
• Habisnya masa perjanjian yang dilihat dari tanggal berakhirnya perjanjian
tersebut.
• Salah satu pihak dalam perjanjian ingin mengundurkan diri atau
mengakhiri perjanjian yang telah dibuat. Ini bisa saja terjadi asalkan
mendapat persetujuan dari pihak lainnya.
Kesimpulan
• Terdapat 6 cara tradisonal dalam mendapatkan wilayah yaitu, accessie,
okupasi, aneksasi, acresie, preskripsi, dan cessie.
• Adanya 7 aspek hukum dalam kedaulatan negara atas ruang udara yakni
Mengenai kedaulatan di udara (sovereignity), Penggunaan pesawat udara,
Pendaftaran pesawat udara (certificate of competency), Sertifikasi pesawat
udara (certificate of airworthiness), Transportasi bahan peledak, Izin
penerbangan, Peralatan navigasi penerbangan, dan lain-lain.
• Dalam kedaulatan negara atas laut lepas terdapat kebebasan dalam
pemanfaatan laut tetapi kebebasan dalam pemanfaatan laut tidak boleh
mengganggu kepentingan negara lain dalam pemanfaatan laut lepas.
• Doktrin servitut belumlah kuat untuk dipraktikkan dalam hukum
internasional karena masih belum jelas akan substansi bidangnya

Anda mungkin juga menyukai