Anda di halaman 1dari 7

KEDAULATAN TERITORIAL NEGARA DALAM HUKUM

INTERNASIONAL

Meldyan Naf’an Tosugi, Sekar Fitri Anggraeni

Program studi Hubungan Internasional Fakultas Humaniora

Universitas Darussalam Gontor

Abstract

Kedaulatan teritorial negara sebagai kekuasaan tertinggi suatu negara yang meliputi wilayah
darat, wilayah laut, wilayah udara, dan wilayah ruang angkasa, serta segala hal termasuk
didalamnya. Hukum internasional telah mengatur kedaulatan teritorial negara, hal ini dapat
dilihat dari beberapa konvensi maupun persetujuan internasional. Sengketa dan permasalahan
antar negara yang berkaitan dengan kedaulatan wilayah suatu negara terkadang muncul dengan
beberapa alasan dari pihak yang bersengketa.

Kata Kunci: Kedaulatan teritorial, wilayah, hukum internasional, sengketa.

1.1 PENDAHULUAN

Negara berdaulat adalah negara yang memiliki kekuasaan tertinggi. Negara memiliki
monopoli kekuasaannya, namun kekuasaan ini memiliki batas-batas tertentu. Hukum internsional
telah mengatur berbagai kebijakan tentang wilayah kedaulatan teritorial suatu negara. Kedaulatan
wilayah teritorial negara meliputi wilayah darat, wilayah laut, wilayah udara, dan wilayah ruang
angkasa, serta harta benda yang ada didalamnya.

Hukum internasional telah mengatur kedaulatan negara dengan cukup baik. Namun
nyatanya, konflik maupun sengketa antar negara muncul dengan berbagai faktor dan alasan
tertentu. Umumnya wilayah yang disengektakan adalah wilayah yang berada diperbatasan wilayah
dua negara. Kedaulatan teritorial merupakan konsep penting dalam hukum internasional yang telah
menghasilkan berbagai ketentuan hukum tentang perolehan dan hilangnya wilayah suatu negara.
1.2 PEMBAHASAN
1.2.1 Pengertian Kedaulatan Teritorial

Kedaulatan dalam bahasa inggris dikenal dengan istilah souvereignity, yang berasal dari
bahasa Latin superanus artinya teratas. Negara dikatakan berdaulat yaitu negara memiliki
kekuasaan tertinggi.1 Dari Perjanjian Wesphalia 1648, negara memiliki kedaulatan internal dan
kedaulatan eksternal. Dari aspek internal, kedaulatan adalah kekuasaan tertinggi dari negara untuk
mengurus wilayahnya, bebas dari campur tangan pihak luar. Kedaulatan eksternal menurut Grotius
sebagai Bapak Hukum Internasional, yaitu kedaulatan dalam hubungannya dengan negara lain.2

Menurut Jean Bodin, kedaulatan adalah kekuasaan tertinggi atas warga negara yang
menjadi sumber hukum, tidak diikat dan dibatasi oleh hukum lain.3

Kedaulatan teritorial menurut Ali Sastroamidjojo adalah kekuasaaan tertinggi negara untuk
bertindak didalam wilayahnya sendiri terhadap individu dan harta benda.4 Di dalam wilayah
negara itu, orang asing harus tunduk pada kekuasaan tertinggi negara, kecuali kepada subjek
hukum yang memberikannya hak kekebalan berdasarkan hukum internasional. Oleh karena itu,
kekuasaan negara atas wilayahnya tidak dapat dilakukan sewenang-wenang, tetapi juga harus
diatur menurut ketentuan hukum internasional. Kekuasaan negara dalam wilayahnya juga
mencakup kewenangan untuk mengambil tindakan untuk menjamin keamanan, tertib sosial dan
kesejahteraan masyarakatnya. Sehingga dalam hal ini penggunaan kekuatan senjata oleh suatu
negara diperbolehkan jika memang keadaan mengharuskan menggunakannya.

1.2.2 Kedaulatan Teritorial Negara dalam Hukum Internasional

Pengertian negara tidak dapat dipisahkan dari konsep negara sebagai kesatuan geografis
yang disertai dengan kedaulatan dan yuridiksinya masing-masing. Oleh sebab itu wilayah menjadi
konsep mendasar dalam hukum internasional untuk menunjukkan adanya kekuasaan tertinggi dan
eksekutif negara dalam batas-batas wilayahnya. Peranan penting wilayah negara dalam hukum

1
Mochtar Kusumaatmadja, Etty R. Agoes, Pengantar Hukum Internasional. Bandung: PT. Alumni, 2010, hal. 16
2
Dr. Sefriani, Peran Hukum Internasional Dalam Hubungan Internasional Kontemporer. Jakarta: P. Rajagrafindo
Persada, hal. 29
3
Ibid
4
Dr. Mangisi Simanjuntak, Hukum Internasional. Jakarta: Mitra Wacana Media, 2018, hal. 90
internasional internasional tercermin dalam prinsip penghormatan terhadap integritas kewilayahan
yang termuat diberbagai instrumen internasional, misalnya larangan melakukan intervensi
terhadap masalah internal suatu negara yang termuat dalam Pasal 2 ayat (4) dan (7) Piagam PBB
yang dikeluarkan oleh Majelis Umum PBB tahun 1970.5
Hingga saat ini, kedaulatan teritorial merupakan konsep penting dalam hukum
internasional yang telah menghasilkan berbagai ketentuan hukum tentang perolehan dan hilangnya
wilayah suatu negara. Dalam hukum internasional, perolehan dan hilangnya suatu negara akan
menimbulkan dampak terhadap kedaulatan negara atas wilayah tersebut. Hukum internasional
tidak hanya mengatur perolehan atau hilangnya wilayah suatu negara, tapi yang lebih penting
adalah dampak hukum terhadap kedaulatan negara dan penduduk yang tinggal di wilayah tersebut.
Inti dari kedaulatan teritorial terletak pada kondisi faktual dan legal sehingga suatu negara
dapat dianggap berada dibawah kedaulatan suatu negara. Oleh sebab itu, dalam sengketa dua
negara yang berkaitan dengan kepemilikan terhadap suatu wilayah, maka yang akan dijadikan
bahan pertimbangan oleh Mahkamah adalah argumentasi hukum dari pihak yang dianggap paling
kuat. Tapi dalam sengketa kepemilikan Pulau Sipadan dan Pulau Ligitan yang dibawa ke
Mahkamah Internasional, kedua negara yang bersengketa dianggap tidak memiliki argumentasi
hukum yang kuat. Sehingga Mahkamah Internasional harus mencari dasar lain untuk menetapkan
pihak mana yang dianggap memiliki kedaulatan, yaitu pendudukan yang efektif dan dengan bukti-
buktinya.6

Secara garis besar sengketa wilayah disebabkan oleh dua hal, yaitu:

1. Klaim terhadap seluruh wilayah dari suatu negara. Misalnya dalam sengeketa Palestina dan
Israel
2. Klaim terhadap suatu bagian wilayah negara yang berbatasan. Misalnya dalam sengketa
Pulau Sipadan dan Pulau Ligitan antara Indonesia dan Malaysia.

1.2.3 Wilayah Kedaulatan Negara

5
Mochtar Kusumaatmadja, Etty R. Agoes, Pengantar Hukum Internasional. Bandung: PT. Alumni, 2010, hlm. 162
6
Ibid, hlm. 163
Wilayah kedaulatan teritorial negara meliputi wilayah darat, wilayah laut, wilayah udara
dan ruang angkasa, yang akan dibahas dibawah ini:

a. Wilayah Darat

Setiap negara memungkinkan untuk memperluas wilayahnya. Ada beberapa cara suatu
negara untuk memperluas wilayahnya yaitu:

1) Akresi
Akresi adalah penambahan wilayah yang disebabkan oleh proses alamiah. Misalnya
terbentuknya pulau baru yang disebabkan oleh endapan lumpur, mengerungnya bagian
sungai, atau akibat letusan gunung api di laut
2) Cessi
Cessi adalah penambahan wilayah melalui proses peralihan hak dari satu negara ke
negara lain dengan cara penyerahan suatu wilayah secara damai melalui perjanjian
untuk mengakhiri perang
3) Okupasi
Penguasaan terhadap suatu wilayah yang tidak berada di kedaulatan manapun yang
biasa disebut terra nullius.
4) Preskripsi
Preskripsi ialah perolehan wilayah akibat pelaksanaan secara damai kedaulatan de
facto dalam jangka waktu yang lama atas wilayah yang sebenarnya de jure masuk
wilayah negara lain.
5) Aneksasi
Aneksasi adalah penggabungan wilayah negara lain dengan kekerasan atau paksaan
kedalam wilayah negara yang menganeksasi. Syaratnya ialah wilayah benar-benar
telah ditaklukkan dan pernyataan secara formal oleh negara penakluk untuk
menganeksasinya. Tapi saat ini, aneksasi merupakan tindakan yang bertentangan
dengan ketentuan hukum internasional. Aneksasi biasa terjadi di masa lampau,
sebelum adanya hukum internasional.
6) Referendum
Referendum ialah pemungutan suara sebagai tindak lanjut dari keberadaan hak
menentukan nasib sendiri dalam hukum internasional. Referendum yang sah adalah
yang dilakukan secara langsung one man one vote dan dipantau oleh lembaga
internasional yang sah. Contohnya adalah praktik Pepera-Irian Barat yang disahkan
melalui Resolusi PBB No. 2504 tahun 1969.7

b. Wilayah Laut

Wilayah laut meliputi laut dan tanah yang ada dibawahnya, yang terdiri dari dasar laut dan
tanah dibawah dasar laut. Konvensi PBB tentang Hukum Laut 1982 (UNCLOS 1982) yan mulai
berlaku pada 16 November 1994, mengatur tentang segala aspek kehidupan di laut meliputi
delimitasi yaitu cara penentuan batas terluar suatu wilayah untuk tujuan tertentu, hak lintas,
pencemaran terhadap lingkungan laut, riset ilmiah kelautan, kegiatan ekonomi dan perdagangan,
alih teknologi, serta penyelesaian sengketa tentang masalah kelautan.8

UNCLOS (United Nation Convention of The Law of The Sea) 1982 menghasilkan
beberapa zonasi pengaturan hukum laut yaitu9:

1) Perairan pedalaman
2) Perairan kepulauan
3) Laut teritorial
4) Zona tambahan
5) Zona ekonomi eksklusif
6) Landas kontinen
7) Laut lepas
8) Kawasan dasar laut internasional

c. Wilayah Udara

Wilayah udara suatu negara mengikuti batas-batas wilayah negara di darat dan di laut. Ini
termuat dalam Paris Convention for The Regulation of Aerial Navigation tahun 1919 yang

7
Dr. Sefriani, HukumInternasional: Suatu Pengantar Edisi Kedua. Jakarta: PT. Rajagrafindo Persada, 2014, hal 180
8
Mochtar Kusumaatmadja, Etty R. Agoes, Pengantar Hukum Internasional. Bandung: PT. Alumni, 2010, hal. 171
9
Dr. Sefriani, Loc.Cit, hal 180
mengakui kedaulatan penuh negara di udara diatas wilayah daratan dan laut teritorialnya.10 Secara
hukum internasional, negara telah menyepakati bahwa setiap negara berdaulat atas ruang udara
diatas wilayah teritorialnya, sesuai dengan Pasal 1 Konvensi Chicago 1944.11

Kedaulatan negara di udara jauh lebih besar jika dibandingkan dengan kedaulatan negara
di laut teritorial, karena di laut teritorial dikurangi oleh hak lintas damai bagi kapal asing. Di ruang
udara tidak berlaku hak lintas damai bagi pesawat asing.12

d. Wilayah Ruang Angkasa

Jika negara memiliki kedaulatan penuh atas ruang udara, maka berbeda dengan ruang
angkasa. Resolusi Majelis Umum 1962 menetapkan bahwa penggunaan dan eksplorasi ruang
angkasa serta benda angkasa bisa dilaksanakan oleh negara manapun secara adil dan sesuai dengan
hukum internasional.

Prinsip yang berlaku untuk ruang angkasa juga dimuat dalam Space Treaty 1967 yang berisi
tentang larangan tuntutan kedaulatan apapun terhadap antariksa dan pengakuan antariksa sebagai
wilayah dari suatu negara.13 Prinsip yang mengatur ruang angkasa ada dua, yaitu14:

1) Non Appropriation Principle, yang menyatakan bahwa ruang angkas dan benda langit
merupakan milik bersama, dan tidak dapat diklaim dibawah kedaulatan negara
manapun
2) Freedom Exploitation Principle, yang menyatakan bahwa ruang angkasa adalah zona
bebas untuk dieksploitasi oleh semua negara untuk tujuan damai.

Sehingga hukum internasional mengakui status hukum ruang angkasa sebagai res comunis,
sehingga tidak ada satu bagian pun diruang angkasa dapat dijadikan wilayah kedaulatan suatu
negara.

10
Mochtar Kusumaatmadja, Etty R. Agoes, Loc. Cit, hal 194
11
Dr. Mangisi Simanjuntak, Hukum Internasional, Jakarta: Mitra Wacana Media, 2018, hlm. 198
12
Dr. Sefriani, Peran Hukum Internasional Dalam Hubungan Internasional Kontemporer. Jakarta: P. Rajagrafindo
Persada, hal. 193
13
Dr. Sefriani, Hukum Internasional: Suatu Pengantar Edisi Kedua. Jakarta: PT. Rajagrafindo Persada, 2014, hal
218
14
Dr. Sefriani, Loc. Cit, hal. 199
1.3 SIMPULAN

Kedaulatan teritiorial adalah kekuasaan tertinggi negaa untuk mengatur wilayahnya sendiri
dan terhadap hal apapun yang ada didalam wilayah negara tersebut. Kedaulatan teritorial suatu
negara meliputi wilayah darat, wilayah laut, wilayah udara, dan wilayah ruang angkasa. Peranan
penting wilayah negara dalam hukum internasional internasional tercermin dalam prinsip
penghormatan terhadap integritas kewilayahan yang termuat diberbagai instrumen internasional,
misalnya larangan melakukan intervensi terhadap masalah internal suatu negara yang termuat
dalam Pasal 2 ayat (4) dan (7) Piagam PBB yang dikeluarkan oleh Majelis Umum PBB tahun
1970. Kekuasaan negara dalam wilayahnya juga mencakup kewenangan untuk mengambil
tindakan untuk menjamin keamanan, tertib sosial dan kesejahteraan masyarakatnya.

1.4 Daftar Pustaka

Kusumaatmadja, Mochtar., Pengantar Hukum Internasional, PT. Alumni, Bandung, 2010

Sefriani, Hukum Internasional Suatu Pengantar Edisi Kedua, PT. Rajagrafindo Persada, Jakarta,
2014

Sefriani, Peran Hukum Internasional Dalam Hubungan Internasional Kontemporer, PT.


Rajagrafindo Persada, Jakarta, 2016

Simanjuntak, Mangisi., Hukum Internasional, PT. Mitra Wacana Media, Jakarta, 2018

Anda mungkin juga menyukai